25 000 dan minyak goreng tersebut memiliki kandungan nutrisi seperti vitamin A, vitamin B dan kandungan nutrisi lainya.
3. Hasil analisis diskriminan memperlihatkan dari 100 responden ada 62 orang yang akan membeli minyak goreng padat jika minyak goreng padat
dipasarkan. 20 orang tidak akan membeli minyak goreng padat jika minyak goreng padat dipasarkan dan 18 orang ragu-ragu dengan pilihannya.
4. Minyak goreng padat masih memiliki peluang untuk dipasarkan kepada konsumen. Strategi pemasaran yang harus dilakukan adalah memproduksi
minyak goreng padat sesuai dengan selera konsumen yaitu minyak goreng padat diperkaya dengan kandungan nutrisi yang lengkap, harga yang
terjangkau dan bentuk kemasan yang sesuai dengan selera konsumen. 5. Rekomendasi untuk memasarkan produk pada secara garis besar terdiri dari
tiga strategi, ketiga strategi pemasaran minyak goreng padat dapat digunakan tetapi tergantung keadaan di lapangan.
5.2. Saran
1. Pemasaran produk harus menonjolkan kelebihan produk minyak goreng padat yaitu dapat digunakan 20 kali tanpa mengubah hasil pengorengan sedangkan
mingak goreng biasa hanya dapat digunakan maksimum 5 kali. 2. Mencantumkan label halal dari MUI, kadarluarsa produk, label dari badan
POM, sehingga konsumen tidak ragu mengkonsumsi minyak goreng padat. 3. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat saluran distribusi yang tepat
untuk memasarkan minyak goreng padat, sehingga konsumen tidak kesulitan membeli minyak goreng padat.
4. Kemasan produk harus didesain dengan sangat baik karena minyak goreng padat akan mencair ketika dimasak dan akan membeku kembali ketika
minyak goreng padat itu dingin.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina N. 2004. Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Minyak Goreng Padat ”Sawitri” Studi Kasus di Kota Bogor.Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian. Faperta IPB. Antara. 2008.
http:www.antarasumut.comtanpa-kategoriluas-tanaman-sawit-sumu t -mencapai-1571-persen
. [12 january 2011] Attayaya. 2010. Produk Turunan Kelapa Sawit. Cetakan pertama. Jakarta : Dunia
Hijau: Kepustakaan Populer Gramedia. Badan Litbang Pertanian. 2007. Prospek dan araha pengembangan AGRIBISNIS
KELAPA SAWIT, Ed. 2. Depertemen Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
BPS. 2009. http:demografi.bps.go.idversi2index.php ?option=com_supastask
=Ite mid=952lang=en diakses pada 12 January 2011.
Bardhani, SMA. 2009. Analisis Persepsi Konsumen Terhadap Minyak Sawit Merah Sebagai Minyak Kesehatan Studi Kasus Perumahan Ciomas Permai Bogor.
Tesis SPS IPB. Crawford M, Benedetto AD. 2008. New Products Management. McGraw-Hill.
Corinthian Intopharma Corpora. 2003. Indocomercial : Tentang Industri dan
Pemasaran Minyak Goreng di Indonesia. PT. Capricorn. Jakarta. Dharmmesta BS, Handoko H. 1982. Mnajamen Pemasaran : Analisis Perilaku
Konsumen. Yogyakarta: PBFE Universitas Gadjah Mada. Engel, James f, Roger D, Blackwell, Paul W, Miniard. 1990. Perilaku Konsumen,
Terjemahan : Budijanto, Jilid 1, cetakan Pertama, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.
Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Hartono R. 2006. Kelapa Sawit Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta:
Penebar Swadaya. Flamboyan. 2001.
http:www.akik.web.id_fla.php?_fla=z_daftar_harga tampil =20 l1
=3pl2=1gb=1jkz=0milih=kacangsendnya=+Telusuri+. diakses pada tanggal 10 April 2011.
Gunarso S. 1985. Psikologi Remaja. Jakarta : Andi Offset Gunstone FD. 2002. Production and trade of vegetable oils. Di dalam: Gunstone FD,
editor. Vegetable Oils in Food Technology:Composition, Properties, and Use. Oxford: Blackwell Publishing Ltd. hlm 1-58.
Havaldar KK. 2006. Industrial Marketing 2nd ed.McGraw-Hill Hurlock EB. 1978. Child Development. Singapore : Mc. Graw – Hill Internasional Book
Company. Kasali. 2001. Membidik Pasar Indonesia, PT. Gramedia Pustaka. Utama, Jakarta,
Kementerian Perindustrian. 2010. Kebijakan Hilirisasi Industri Agro Berbasis Sawit.
Disampaikan pada Seminar Tahunan MAKSI 2010, 8-9 Desember 2010, Bogor.
Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Kotler P. 2000. Marketing Manajemen: Analysis, Planning, implementation, and
Control 9th Edition, Prentice Hall International, Int, New Yersey. Kotler P, Keller KL. 2008. Manajemen Pemasaran edisi 12. Jilid 1 dan 2. PT.
Erlangga. Krisnamukthi, B. 2011.
http:korankompas.ubik.netlipsus052009anta sariread 20 09011313023950Minyakita.Tersedia.Juga.dalam.Kemasan.12.dan.14.
Liter [12 January 2011].
Lidyawati. 1998. Hubungan antara Intensitas Menonton Iklan di Televisi dengan Perilaku Konsumtif. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas Psikologi
UMS. Limbong dan Sitorus. 1991. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Departemen Ilmu
Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Malhotra NK. 2004.Marketing Research an Applied Orientation.ed 4th. Pearson .
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk, PT
Grasindo, Jakarta. Martianto D, Komari, Soekarti M, Heryatno Y. 2005. Possibility Of Vitamin A
Fortification On Cooking Oil In Indonesia: A Feasibilty Analysis. Koalisi Fortifikasi Indonesia.
Mewaspadai Lemak Trans. 2010. http:kesehatan.kompas.comread20100505180
30643 Mewaspadai.Lemak.Trans . diakses pada tanggal 12 January 2011
Nasution, Syafira M. 2005. Analisis Strategi Pemasaran Produk Baru Pestisida Herbisida Glifosat 75 WSC pada PT.Agricon Ltd. Bogor. Skripsi.
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta. IPB. Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta Penebar : Swadaya.
Peter JP and Olson JC. 2005. Consumer Behaviour, Perialaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran Edisi 4 Jilid 2. Penerbit Erlangga. Rangkuti, Freddy. 1997. “Riset Pemasaran”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rosyadi I. 2001. Keunggulan kompetitif berkelanjutan melalui capabilities-based
competition: Memikirkan kembali tentang persaingan berbasis kemampuan. Jurnal BENEFIT, vol. 5, No. 1, Juni 2001. Surakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Surakarta Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Sab’atun I. 2001. Minat Membeli Kosmetik Produk Luar Negeri Ditinjau dari Penerimaan Diri dan Dukungan Sosial Dikalangan Peragawati. Skripsi tidak
diterbitkan. Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Schiffman, Leon G, Kanuk LA. 2007. Perilaku konsumen consumer behavior.Edisi
ketujuh. PT Indeks. Jakarta Sidiq. MA. 2008. Analisis Persepsi Konsumen dan Strategi Pemasaran Jus Jeruk
Siam Pontianak Citrus Nobilis Var. Microcarpa. Fateta. IPB. Bogor Simamora B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka utama,
Sitepoe M. 2008. Coret-Coret Anak Desa Berprofesi Ganda. Cetakan pertama.
Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm 15-18 Stoner JAF. 1978. Management. Prentice Hall International. London
Sumarwan. 2002. Perilaku Konsumen. Cetakan kedua. Bogor: Ghalia Indonesia. Sumarni. 2000. Hubungan antara Minat Belajar dengan Kreativitas pad Remaja Putus
Sekolah. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Suntara. 1998. Hubungan antara Sikap Menonton Iklan Rinso di Televisi terhadap
Minat Membeli pada Ibu-Ibu Kelurahan Sangkrah. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Fakultas Psikologi UMS.
Syukri. 2003. Daya Terima, Preferensi dan Karakterisasi Atribut Mutu Sensori Pemilihan Produk Kerupuk. Tesis SPS IPB.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2004. Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor : M-Brio Press.
Mowen JC, Minor M . 2002. Perilaku Konsumen. Jakarta. Bina Aksara.
Yusriana. 2004. Kajian Preferensi Konsumen dan Strategi Pengembangan Produk
Ikan Abon di Kotamadya Banda Aceh. Tesis SPS IPB. Zeithaml, V.A and Bittner, M. J. 2003. Service Marketing: Integrating Customer
focus accross the firm. 3rd edition. New York: The McGraw-hill Companics, Inc.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Konsumen
Lampiran 2. Output Hasil Analisis Diskriminan Discriminant
Statistik group group statistic Tabel 16 secara kualitatif terlihat perbedaan antara rata-rata variabel setiap grup dan rata-rata total. Rata-rata antara group berbeda
mengindikasikan bahwa variabel-variabel didalamnya berperan dalam mengelompokan responden. Standar deviasi merupakan indikator apakah variabel berperan baik sebagai
diskriminator pembeda. Sangat baik jika standar deviasi dalam grup lebih rendah daripada standar deviasi total.
Tabel 16. Group Statistics
Group Statistics
y Mean
Std. Deviation Valid N listwise
Unweighted Weighted
Ya x1
1.10 .304
69 69.000
x2 1.10
.304 69
69.000 x3
2.30 1.142
69 69.000
Tidak x1
1.65 .486
31 31.000
x2 1.42
.502 31
31.000 x3
2.94 .964
31 31.000
Total x1
1.27 .446
100 100.000
x2 1.20
.402 100
100.000 x3
2.50 1.124
100 100.000
Stardardized coefficients Tabel 17 dan structure matrix Tabel 18 mendeskripsikan variabel dimana Variabel X
3
memiliki pengaruh yang paling besar dalam fungsi diskriminan. X
3
memiliki pengaruh terhadap fungsi diskriminan dan X
2
memiliki pengaruh yang sangat kecil dari ketiga variabel terhadap fungsi diskriminan.
Tabel 17. Starndrdized Canonical Discriminant Function Coeffcients
Tabel 18. Structure Matrix
Test of Equality of Group Means Tabel 19 nilai F menunjukan bahwa ketika diperiksa secara sendiri-sendiri, semua variabel prediktor signifikan karena nilai Sig. di
bawah 0.05Karena hanya ada dua grup yang dibentuk, fungsi diskriminan hanya ada satu, dengan eigenvalue sebesar 0.567 yang sudah mencakup 100 varians yang dijelaskan.
Korelasi kanonikal sebesar 0.866.
Tabel 19. Test of Equality of Group Means
Tests of Equality of Group Means
Wilks Lambda F
df1 df2
Sig. x1
.679 46.292
1 98
.009 x2
.865 15.309
1 98
.009 x3
.932 7.169
1 98
.009
Tabel 20. Eivenvalues
Eigenvalues
Function Eigenvalue
of Variance Cumulative
Canonical Correlation
1 .576
100.0
a
100.0 .605
a. First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis.
Untuk melihat hasil analisis diskriminan jika fungsi diskriminannya signifikan dengan melihat hasil dari
Wilks’λ, terlihat pada Tabel 21. bahwa Wilks’ λ berasosiasi sebesar 0.635 dengan fungsi diskriminan. Angka ini kemudian ditransformasi menjadi chi-
square dengan derajat kebebasan sebesar 3 dengan nilai 43.898. Hasil analisis diskriminan dari fungsi diskriminan signifikan karena
Wilks Lambda
. 0.635 di bawah dari 0.05. batas pengujian signifikasi adalah 0.05.
Tabel 21. Wiliks’ Lambda
Wilks Lambda
Test of Functions Wilks Lambda
Chi-square df
Sig. 1
.635 43.898
3 .000
Fungsi diskriminan dilihat dari Canonical Discriminant Function Coefficients Tabel 22 yang terbentuk D = -4.140 + 2.605 X
1
– 0.122 X
2
+ 0.391X
3
koefisien diskriminan merupakan penyederhanaan dengan memberikan angka tiga desimal
dibelakang koma, seperti dihasilkan oleh program SPSS. Dengan program SPSS
sebenarnya kita tidak perlu lagi menghitung skor diskriminan Z score karena sudah disediakan oleh SPSS
Tabel. 22. Canonical Discriminant Function Coefficients
Sebelum hasil analisis diskriminan muncul kita hanya memiliki 2 jalur skor yang dipilih yaitu : Ya dan Tidak. Skor diskriminan yang kita cari dapat dipakai untuk
memprediksi setiap responden, masuk kedalam golongan mana, apakah Ya atau Tidak. Untuk memprediksi responden masuk kedalam golongan yang mana, kita dapat
menggunakan optimum cutting score. Jika dihitung dengan manual cutting score memiliki rumus :
Zcu = Cutting score untuk grup tak sama ukuran N
A
= Jumlah anggota grup A N
B
= Jumlah anggota grup B Z
A
= Centroid grup A Z
B
= Centroid grup B
Untuk sampel analisis, cutting scorenya adalah :
Z
cu
= 0.617 Artinya jika hasil diskriminan lebih dari 0.617 masuk ke dalam
group 2 Tidak tetapi jika hasil diskriminan kurang dari 0.617 masuk kedalam group 1 Ya.
Akurasi statistika dapat menguji apakah statistika yang kita lakukan dengan menggunakan fungsi diskriminan akurat atau tidak. Uji yang digunakan dinamakan
Press’s Q Statistic. Nilai dari press’s Q statistic di bandingkan tabel Chi Square dengan derajat bebas satu df = 1, nilai X
2
tabel adalah 3.841. Nilai dari Press’s Q Statistic adalah 40.96, ternyata nilai dari Press’s Q statistic X
2
tabel
maka dapat di simpulkan fungsi diskriminan kita akurat.
Rumus Pess’s Q Statistic =
Casewise Statistis
Cross Validated
Casewise Statistis dan Cross Validated mempelihatkan perhitungan secara manual.
Lampiran 3. Output Hasil Analisis Conjoint
Nonmetric Conjoint Analysis 1
23:06 Thursday, December 2, 2011
The TRANSREG Procedure Monotonerank
Algorithm converged. Root MSE 2.13809 R-Square 0.4692
Dependent Mean 5.47528 Adj R-Sq 0.4674 Coeff Var 39.04994
Utilities Table Based on the Usual Degrees of Freedom Importance
Standard Utility Label Utility Error Range Variable
Intercept 3.5649 0.11704 Intercept berat 2 kg -0.0024 0.18505 0.055
Class.berat_2_kg berat = 2 kg 0.0000 0.00000
Class.berat___2_kg nutrisi Diperkaya vitamin 3.9959 0.14334 90.173
Class.nutrisiDiperkaya_vitamin nutrisi Tidak diperkaya 0.0000 0.00000
Class.nutrisiTidak_diperkaya_ vitamin vitamin
harga 50000 -0.4331 0.22664 9.772 Class.harga_50000
harga 25001-50000 0.0000 0.00000 Class.harga25001N50000
harga 0-25000 0.0000 0.00000 Class.harga0N25000
Lampiran 4. Perkiraan Market Size Total Minyak Goreng Pada 5 kota Besar di Indonesia Menurut merek dagang, tahun 1994 -1995
Sumber : CIC, 2003 5 Kota besar di Indonesia yang dimaksud adalah Jabodetabek, Bandung, Semarang,
Surabaya, dan Medan.
Lampiran 5. Market Size Total Minyak Goreng di Indonesia Menurut Merek Dagang Tahun 2002.
Sumber : CIC, 2003.
ABSTRACT
CRISTIAN SETIANTA CITRA GINTING. Analysis behavior of consumers on the purchase of cooking oil liquid and interests of consumers on frying shortening in the
city of Medan. Under direction of MA’ MUN SARMA, and ABDUL KOHAR IRWANTO.
Cooking oil is a raw material used in the process of regulary food processing. Cooking oil acts as a complement to the majority of the population food servings of
Indonesia. Cooking oil consumption in Indonesia increased by 1.5 annually, but the more it is consumed by the public is cooking oil than vegetable oil in bulk
packaging branded, not his time yet for Indonesia consumes cooking oil, because of the rainfall of health cooking oil without packaging is not hygienic and the quality is
not guaranteed. Cooking oil liquid can only be used a maximum of 5 times frying shortening quality will decrease while Frying Shortening can be used more than 20
times without changing the quality of the results of frying shortening. The research is carried out in the city of Medan. the research is the study was also conducted in
Jakarta and Bogor. The research focus is to discuss the consumer. Samples were choose by purposive method. Research location specified in four locations: housing
individual, housing community, a modern markets, and traditional markets with these existing characteristics then the research discus know the consumer response of
frying shortening products. Analysis of data on the attribute of cooking oil was conducted by analysis multivariant. Analysis multivariant used is analysis conjoint,
the analysis multivariate marketing who used to see responses of the respondents in the city fields against frying shortening used analysis diskriminan. Based on the
descriptive analysis of data shows that the respondent is a big family because of his family members as much as 5 people consisting of father, mother and three children.
A large number of family members is a great opportunity to market for frying shortening but the respondents have earnings that are not excessively high, Rp. 500
00 – Rp.1 500 000 per month. Price has a sizable role for consumers to choose products to cooking oil. Conjoint analysis shows results that consumers would be
interested in buying cooking oil when cooking oil that have nutritional content, packed in containers of two kilorgam and has a price of under Rp. 25 000.
Keywords : consumer behavior, consumer interest, food, frying shortening.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Minyak goreng merupakan bahan dasar yang digunakan dalam proses pengolahaan makanan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas,
pemberi cita rasa, memperbaiki tekstur makanan dan penambahan nilai gizi. Minyak goreng berperan sebagai pelengkap sajian pada makanan mayoritas penduduk
Indonesia, hal ini menjadikan minyak goreng termasuk ke dalam sembilan bahan pokok sembako yang keberadaanya sangat penting di masyarakat Winarno, 1997.
Minyak goreng memiliki dua jenis yang berbeda di pasaran yaitu minyak goreng yang dijual dengan kemasan bermerek dan minyak goreng yang dijual tidak
dengan kemasan curah. Minyak goreng bermerek umumnya memiliki warna yang bening dan tidak membeku pada suhu kamar, sedangkan minyak goreng curah
umumnya memiliki warna kuning bercampur putih dan terkadang membeku disuhu kamar Flamboyan, 2011.
Hasil survei yang dilakukan oleh Martianto et al. 2005 menunjukan bahwa sebesar 77.5 rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak goreng curah untuk
menggoreng dan rata-rata konsumsi minyak goreng cair di Indonesia adalah sebesar 23 gram per hari. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007
konsumsi per kapita minyak goreng Indonesia mencapai 16.5 kg per tahun, sedangkan untuk rumah tangga sendiri diperkirakan total konsumsi minyak goreng
dalam negeri pada tahun 2005 mencapai enam juta ton dimana 83.3 merupakan minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit.
Konsumsi minyak goreng di Indonesia meningkat 1.5 setiap tahunnya, tetapi yang lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah minyak goreng curah
dibanding minyak goreng dalam kemasaan bermerek, tidak masanya lagi bagi Indonesia mengkonsumsi minyak goreng curah, sebab dari sisi kesehatan minyak
goreng curah tidak higienis dan kualitasnya tidak terjamin Krisnamukthi, 2011.
Minyak goreng ada yang berbentuk cair dan ada yang berbentuk padat. Minyak goreng yang berbentuk cair disebut minyak goreng cair sedangkan minyak
goreng yang berbentuk padat disebut minyak goreng padat. Minyak goreng cair biasanya digunakan untuk menggoreng makanan kebutuhan sehari-hari sedangkan
minyak goreng padat digunakan untuk menggoreng makanan siap saji fast food. Minyak goreng padat adalah minyak goreng yang berasal dari minyak nabati dan
mendapat penambahan hydrogen hydrogenated oil. Minyak goreng padat memiliki titik didih lebih tinggi dibandingkan minyak
goreng cair sehingga apabila dipakai untuk menggoreng bisa lebih awet. Minyak goreng padat memiliki kelebihan antara lain :
1. Hasil penggorengan lebih kering crispy, lebih gurih dan tidak berminyak, tidak memiliki endapan
2. Kandungan air hasil penggorengan lebih sedikit sehingga jamur tidak mudah berkembang
3. Titik didih lebih tinggi 220 °C, dibandingkan titik didih minyak goreng biasa
yang hanya 180 °C artinya minyak goreng ini dapat dipakai dalam jangka waktu
yang lebih lama dibandingkan minyak goreng biasa. Minyak goreng padat lebih banyak beredar luas di luar negeri dibandingkan di
dalam negeri sendiri umumnya digunakan oleh rumah makan cepat saji. Minyak goreng padat yang beredar di luar negeri umumnya berasal dari jagung, kedelai, dan
biji bunga matahari. Minyak goreng padat yang beredar luas pada saat ini memiliki kandungan lemak trans
1
1 1
Lemak trans adalah lemak yang membuat lezat french fries, kentang goreng di restoran cepat saji yang disukai banyak orang. Lemak trans harus dihindari karena menurut laporan
yang dibuat Harvard School of Public Health dan Wageningen University, bisa menyebabkan antara enam hingga 19 persen serangan jantung dan kematian setiap tahun.
yang tinggi. Minyak goreng padat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan minyak goreng padat hasil penelitian dari Pusat Penelitian
Kelapa Sawit PPKS. Minyak goreng padat hasil penelitian PPKS berasal dari crude palm oil CPO, dan memiliki kandungan lemak trans 0.0 per gramnya.
http:kesehatan.kompas.comread2010050518030643Mewaspadai.Lemak.Trans 2010.
Minyak goreng padat hasil penelitian PPKS memiliki banyak kelebihan dibandingkan minyak goreng padat beredar pada saat ini dan umumnya berasal dari
luar negeri berupa tidak memiliki kandungan lemak trans. Prospek penggunaan minyak goreng padat kemungkinan akan meningkat dimasa yang akan datang, karena
semakin banyak orang menyukai makanan cepat saji. Tanggapan konsumen terhadap minyak goreng padat perlu dilakukan untuk mengetahui respon konsumen.
1.2. Perumusan Masalah
Minyak goreng padat merupakan minyak yang berwujud padat, bebas asam lemak trans, yang bertujuan khusus untuk penggorengan yang terendam deep
friying . Minyak goreng padat memiliki titik didih lebih tinggi dibandingkan minyak goreng cair, artinya dapat digunakan berkali-kali tanpa mengubah mutu minyak dan
hasil dari pengorengannya. Pusat penelitian kelapa sawit PPKS menyatakan lembaga penelitian kelapa
sawit sudah mampu menghasilkan minyak goreng padat dari crude palm oil CPO. PPKS menggandeng PT Perkebunan Nusantara IV dalam memproduksi minyak
goreng padat untuk memberikan pilihan kepada masyarakat, sebelum PTPN IV mendirikan pabrik dan memproduksi minyak goreng padat, terlebih dahulu perlu
menggali informasi bagaimana respon tanggapan konsumen terhadap minyak goreng padat. Mempelajari respon konsumen terhadap minyak goreng padat
bertujuan untuk menghasilkan informasi, bagaimana tanggapan konsumen terhadap minyak goreng padat sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan kepada PT
Perkebunan Nusantara IV sebelum mendirikan pabrik minyak goreng padat. Permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keputusan pembelian minyak goreng cair di kota Medan? 2. Bagaimana persepsi konsumen terhadap atribut-atribut minyak goreng cair di kota
Medan? 3. Bagaimana minat konsumen terhadap minyak goreng padat di kota Medan?
4. Apakah rekomendasi yang akan diberikan untuk pemasaran minyak goreng padat kepada PTPN IV?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis keputusan pembelian minyak goreng cair di kota Medan.
2. Menganalisis persepsi konsumen terhadap atribut-atribut minyak goreng cair di kota Medan.
3. Menganalisis minat konsumen terhadap minyak goreng padat di kota Medan. 4. Menyusun rekomendasi pemasaran minyak goreng padat kepada PTPN IV.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat menghasilkan informasi dan pertimbangan bagi PTPN IV untuk mendirikan pabrik minyak goreng
padat. Memberi kesempatan bagi penulis untuk belajar, menambah pengalaman, dan menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama mengikuti perkuliahan di pascasarjana
IPB, serta dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian.
Penelitian ini merupakan riset pasar yang dilakukan di kota Medan untuk melihat respon konsumen terhadap minyak goreng padat. Penelitian dilakukan di empat
tempat di kota Medan yaitu : rumah individu, rumah komunitas kompleks perumahan, pasar tradisional, dan pasar modern. Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan kuisioner. Hasil akhir penelitian berupa rekomendasi pemasaran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. merupakan tumbuhan hutan hujan tropis di kawasan Afrika Barat. Kelapa sawit pada umumnya tumbuh di wilayah
Kamerun, Pantai Gading, Libera, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola, dan Congo. Kelapa sawit termasuk kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas liliopsida,
ordo arecales, keluarga arecaceae, dan genus Elaeis. Tumbuhan kelapa sawit pertama kali ditemukan oleh Nicholaas Jacquin pada tahun 1763, dan diberi nama
Elaeis guineensis Jacq. Antara, 2008.
Gambar 1. Kelapa Sawit Antara, 2008. Kelapa sawit dapat tumbuh tinggi mencapai 24 meter dari permukaan
tanah. Akarnya merupakan akar serabut, pada akar-akar serabut terdapat akar nafas yang tumbuh mengarah kesamping atas untuk tambahan aerasi. Kelapa
sawit tumbuh sempurna di daerah tropis, dengan ketinggian 0–500 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan stabil 2 000–2 500 mm setahun dan memiliki
kelembapan 80–90. Kelapa sawit diperkenalkan pertama kali di Asia Tenggara sebagai
tanaman hias dan ditanam pertama kali pada tahun 1884 di Indonesia di Kebun Raya Bogor Gunstone, 2002. Kelapa sawit merupakan komoditas andalan dan
dibudidayakan secara besar-besaran di Indonesia. Bagian kelapa sawit yang diolah adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak sawit crude palm oil,
dapat diolah menjadi berbagai macam produk turunan. Inti buah sawit dapat diolah menjadi bahan baku alkohol dan industri kosmetik. Kelebihan minyak