b. Hubungan ukuran perusahaan dengan kebijakan hutang
Ukuran perusahaan pada umumnya memiliki fleksibilitas dan aksebilitas yang tinggi dalam masalah pendanaan melalui pasar, hal ini dapat diartikan
adanya kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan menggunakan laporan keuangan yang dimiliki
perusahaan tersebut. Terkait dengan hal ini, Napa Mulyadi 1996 dalam Jaelani, dkk., 2001 mengemukakan bahwa perusahaan yang lebih besar akan lebih
mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan besar tingkat leveragenya akan lebih besar
dibandingkan perusahaan yang berukuran kecil. Dengan demikian, ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur pendanaan dengan berdasarkan pada
kenyataannya bahwa semakin besar suatu perusahaan ada kecenderungan untuk menggunakan pinjaman yang lebih besar. Size yang besar dan tumbuh bisa
merefleksikan tingkat profit dimasa mendatang. Ukuran perusahaan menunjukkan berapa aset atau kekayaan yang dimiliki
perusahaan. Dan ukuran perusahaan juga menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat
penjualan dan rata – rata total aktiva Ferri dan Jones, 1979 dalam Jaelani, dkk., 2001.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
c. Hubungan kepemilikan manajerial dengan kebijakan hutang
Dalam Fitri Ismiyati dan Mahmuh 2003 menjelaskan hubungan antara hutang dan kepemilikan manajerial dapat dipelajari dari demand dan supply
hypothesis. Demand hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan yang dikuasai oleh insider atau perusahaan tertutup akan menggunakan hutang dalam jumlah
besar untuk mendanai perusahaan karena dengan kepemilikan besar pihak insider dapat mempertahankan efektivitas kontrol terhadap perusahaan. Supply
hypothesis menjelaskan bahwa perusahaan yang dikontrol oleh insider memiliki debt agency cost kecil sehingga cenderung menggunakan hutang dalam jumlah
besar. Manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang
tinggi bukan atas dasar memaksimalisasi nilai perusahaan, melainkan untuk kepentingan opportunistik. Ini jelas akan menimbulkan risiko kebangkrutan,
untuk menekan hal ini Jensen dan Meckling, 1976 dalam Wahidawati, 2002 menyarankan untuk meningkatkan kepemilikan insider dalam perusahaan.
Dengan demikian, akan memaksa manajer untuk menanggung risiko sebagai konsekuensi apabila mereka melakukan kesalahan dalam keputusan yang
diambil.
d. Hubungan kepemilikan institusional dengan kebijakan hutang