Keterkaitan Ekonomi Pembangunan Infras truktur Antara Wilaya h Selatan dan Utara
specific, dengan adanya keunggulan wilayah tersebut, maka akan ada perda gangan antar wilayah.
Selain itu, kemajuan satu wilayah juga ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan satu produk secara efisien dan melakuka n perdagangan, baik di
wilayahnya sendiri, antar wilayah maupun pe rda gangan internasional. Terbuka nya perekonomian wilayah yang ditandai dengan terjadinya interaksi perdagangan
antar wilayah, menyebabkan faktor luar menjadi salah satu variabel determinasi yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan wilayah. Apapun
kebijakan produksi yang diterapkan pada suatu wilayah dipastikan akan berdampak luas melewati batas-batas administrasi pada wilayah lain. Oleh karena
itu, fenomena pengaruh dari luar wilayah terhadap pembangunan dan kemajuan ekonomi pada suatu wilayah tidak dapat diabaikan begitu saja. Terkait dengan
pemikiran ini, pembahasan tentang spill-over effect dari sektor-sektor ekonomi di Kalimantan Timur sangat penting,
khususnya yang terkait dengan sektor infrastruktur sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 63.
Tabe l 63. Multiplier Keterkaitan Ekonomi Antar wilayah Sektor Infrastruktur di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006
Sektor Produksi Output
Tenaga Kerja Pendapatan
Nilai Tambah U-S
S-U U-S
S-U U-S
S-U U-S
S-U Listrik, Gas dan Air
Bersih 0.01704
0.00396 0.00022
0.00007 0.00244
0.00037 0.00727
0.00160 Bangunan
0.37000 0.00272
0.00151 0.00046
0.06872 0.00021
0.01866 0.00083
Angkutan Darat 0.02971
0.00396 0.00017
0.00005 0.00342
0.00034 0.01555
0.00159 Angkutan Laut,
Sungai dan Penyeberangan
0.18202 0.00134
0.00538 0.00003
0.02991 0.00014
0.11450 0.00054
Angkutan Udara 0.03056
0.00623 0.00036
0.00017 0.00364
0.00073 0.01450
0.00256 Pos, Telekomunikasi
dan Jasa Penunjangnya
0.03642 0.00171
0.00025 0.00005
0.00649 0.00020
0.18790 0.00068
Sumber: I-O Antar wilayah Provinsi Ka limantan Timur Tahun 2006
Keterangan : U : Kalimantan Timur Wilayah Utara
S : Kalimantan Timur Wilayah Selatan Jika diperhatikan secara khusus pada sektor-sektor infrastruktur, dapat
dilihat bahwa terjadinya perdagangan antar wilayah Kaltimsela dan Kaltimtara
ternyata lebih mengunt ungkan wilayah Kaltimsela dibandingkan Kaltimtara. Misalkan pada sektor bangunan di Kaltimtara, jika terdapat peningkatan sebesar 1
milyar rupiah pada permintaan akhirnya, wilayah Kaltimtara mampu menciptakan IFS interregional feed-back and spill-over pada output wilayah Kaltimsela
sebesar 0.3700 rupiah. Sebaliknya, jika permintaan akhir sektor bangunan di Kaltimsela meningkat sebanyak 1 milyar rupiah, maka output perekonomian
wilayah Kaltimtara hanya mendapat efek IFS sebesar 0.0027 milyar rupiah. Terjadi ketidakseimbangan dalam transaksi antar wilayah di sektor bangunan,
dimana Kaltimsela lebih banyak menerima manfaat dari Kaltimtara, namun sebaliknya Kaltimsela memberi manfaat yang sedikit terhadap Kaltimtara.
Fenomena ketidakseimbangan manfaat perdagangan di atas tidak hanya berlaku pada sektor bangunan saja. Semua transaksi antara wilayah Kaltimsela
dengan Kaltimtara, khususnya di sektor infrastrukt ur seluruh manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati oleh wilayah Kaltimsela. Rata-rata manfaat yang diterima
Kaltimsela dalam transaksi antar wilayah dengan Kaltimtara adalah sebesar 6.13, sementara Kaltimtara hanya mendapat manfaat rata-rata 0.18. Fenomena
ini mengindikasikan adanya backwash effect dari keterkaitan ekonomi antar wilayah di Kalimantan Timur, dimana daerah-daerah yang maju yang umumnya
berada di sebelah Selatan menerima manfaat ekonomi yang lebih tinggi karena
melakuka n ekspa nsi ekonomi ke daerah-daerah sebelah Utara yang sebagian besar merupakan daerah kurang berkembang.
Selain itu ketidakseimbangan pada dampak multiplier antar wilayah bukan hanya terlihat pada sisi output perekonomian saja, namun juga dalam penyerapan
tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan nilai tambah. Sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 64, ketika ada stimulus fiskal sebesar 1 milyar rupiah di
sektor bangunan Kaltimsela akan memberi spill-over effect pada penyerapan tenaga kerja di Kaltimtara hanya sebesar 0.00046. Akan tetapi sebaliknya jika
sektor bangunan di Kaltimtara diberikan dana stimulus sebesar 1 milyar rupiah akan membe ri spill-over effect terhadap penyerapan tenaga kerja di Kaltimsela
sebanyak 0.00151. Kondisi yang sama juga terlihat pada nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Seda ngka n untuk nilai tambah, jika permintaan akhir
sektor bangunan di Kaltimsela diberi stimulus sebesar 1 milyar rupiah akan menciptakan spill-over effect terhadap ke naikan nilai tambah dalam perekonomian
wilayah Kaltimtara hanya sebesar 0.00083 milyar rupiah. Sebaliknya jika stimulus diberikan pada sektor bangunan di Kaltimtara dapat menghasilkan spill-over effect
terhadap nilai tambah perekonomian wilayah Kaltimsela sebanyak 0.01866 milyar rupiah. Sedangkan untuk pendapatan, spill-over effect dari sektor bangunan di
Kaltimsela adalah sebesar 0.00021 milyar rupiah terhadap Kaltimtara, da n sebesar 0.06872 milyar rupiah dari Kaltimtara terhadap Kaltimsela.
Selain di sektor bangunan, ketidakseimbangan spill-over effect yang dihasilkan pada masing- masing wilayah juga terlihat jelas pada sektor-sektor
infrastruktur jasa lainnya. Sehingga dapat dikatakan untuk saat ini jika diperhatikan dari spill-over effect yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur
di Kalimantan Timur, wilayah Kaltimsela akan memperoleh manfaat yang lebih tinggi dibandingkan Kaltimtara, baik itu manfaat yang diterima pada output,
penyerapan lapangan kerja, pendapatan maupun nilai tambah. Adanya fenomena ketidakseimbangan di atas menunjukkan bahwa proses
pembangunan infrastruktur yang dijalankan selama ini di Kalimantan Timur belum dapat mengatasi ketimpangan regional. Harapan agar terjadi trickle down
effect dari pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur tidak tercapai dengan baik, akibatnya kesenjangan pembangunan antara wilayah selatan dengan utara
belum dapat dikurangi. Bahkan jika diperhatikan dari angka spill-over effect di atas, seanda inya po la pembangunan wilayah di Kalimantan Timur belum berubah,
diperkirakan dampak pembangunan infrastruktur akan membuat tingkat kesenjangan semakin tinggi.
Terjadinya proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber berupa modal, tenaga kerja dan sumberda ya alam yang dimiliki oleh suatu daerah
merupaka n pe micu bagi laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini mempunyai pengertian bahwa semakin banyak sumberdaya yang dimiliki oleh
suatu wilayah, maka semakin cepat pertumbuhan eko nomi yang dihasilka n. Adanya infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi aka n membuat
mobilisasi segala sumberdaya semakin tinggi. Aliran sumberdaya dapat bergerak ke luar atau masuk ke dalam suatu wilayah dengan dibangunnya transportasi.
Dalam hal ini percepatan pembangunan transportasi akan meningkatkan intensitas arus mobilitas sumberdaya.
Fakta menunjukkan bahwa sumberda ya yang dimiliki oleh sebagian besar wilayah Selatan Provinsi Kalimantan Timur lebih tinggi dibandingkan wilayah
Utara, baik itu dilihat dari segi kuant itas maupun kualitas, seeba ga i contoh adalah adanya ketersediaan tenaga kerja. Apabila dilihat dari tingkat produktivitasnya,
tenaga kerja di wilayah Selatan memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingka n wilayah Utara. Antara tahun 2007 - 2009 misalkan, rata-rata
produktivitas regional tenaga kerja di wilayah Selatan mencapai 140.59 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, sedangkan di wilayah Utara hanya sebesar
31.44 juta rupiah per tenaga kerja per tahun, perhatikan Gambar 8. Kondisi ini menandaka n bahwa kualitas tenaga kerja di sebagian besar wilayah Selatan lebih
tinggi dibandingkan di wilayah Utara.
Gambar 8. Produktivitas Regional Tenaga Kerja di Wilayah Selatan dan Utara Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007 -2009
Adanya pembangunan infrastruktur transportasi di wilayah Utara yang menghubungkan dengan wilayah Selatan membuat mob ilitas tenaga kerja dari
wilayah Selatan akan lebih ba nyak mengalir ke wilayah Utara dibandingkan wilayah Utara ke wilayah Selatan. Hal ini terjadi karena permintaan tenaga kerja
yang berkualitas, sebagaimana yang ditunjukkan oleh tingkat produktivitasnya di atas, dipastikan akan lebih banyak datang dari wilayah Utara daripada wilayah
146,41 138,94
136,41
33,6 30,52
30,21 20
40 60
80 100
120 140
160
2007 2008
2009
ju ta
r u
p ia
h
Tahun
Selatan Utara
Selatan. Artinya kelancaran arus transportasi aka n menyebabkan permintaan tenaga kerja dari wilayah Utara terhadap wilayah Selatan menjadi lebih tinggi
dibandingkan dari wilayah Selatan terhadap wilayah Utara yang mempunyai produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah. Dengan demikian, spill-over effect
yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur transportasi akan lebih menguntungkan tenaga kerja wilayah Selatan dari pada wilayah Utara. Tenaga
kerja memperoleh upah yang merupakan sumber pendapatan bagi rumahtangganya, pada akhirnya secara tidak langsung pergerakan tenaga kerja
yang lebih banyak dari wilayah Selatan ke Utara menyebabkan pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan meningkat lebih besar dibandingkan wilayah
Utara. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa spill-over effect yang diciptakan dari pembangunan infrastruktur di wilayah Utara lebih menguntungkan
pendapatan rumahtangga di wilayah Selatan dari pada sebaliknya. Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh, yang dimulai dari tahap
persiapan, pelaksanaan, pemeliharaan hingga pemanfataan sangat membutuhkan sumberda ya ekonomi seperti modal, tenaga kerja, dan bahan baku. Semua
sumberdaya tersebut selama ini lebih banyak tersedia di wilayah Selatan dibandingkan wilayah Utara. Akibatnya, ketika pembangunan infrastruktur
dilaksanakan di wilayah Utara, permintaan input untuk pembuatan infrastruktur akan lebih banyak datang ke wilayah Selatan. Sebaliknya, pelaksanaan
pembangunan infrastruktur di wilayah Selatan tidak akan banyak menciptakan permintaan input ke wilayah Utara. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan para
pemilik moda l di wilayah Selatan lebih banyak menerima manfaat dari spill-over effect yang diciptakan pembangunan infrastruktur di wilayah Utara.
Dalam teori Myrdal Jhingan, 1990, ketimpangan wilayah berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba
inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah- wilayah yang memiliki harapa n laba tinggi, sementara wilayah-wilayah yang
lainnya tetap terlantar. Ketidakmerataan pembangunan yang mengakibatkan ketimpangan ini, disebabkan karena adanya dampak balik backwash
effect yang lebih tinggi dibandingkan dengan dampak sebar spread effect. Menur ut Myrdal, bahwa investasi cenderung menambah ketidakmerataan,
daerah-daerah yang sedang berkembang permintaan barang dan jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang, permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah. Selain itu
investasi khususnya investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini, kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke
suatu daerah ada lah ke untungan lok asi yang dimiliki oleh suatu daerah Sjafrizal, 2008. Perbedaan inilah yang akan menyebabkan ketimpangan
antar wilayah menjadi semakin lebar. Matrik O-D yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, lihat
kembali Tabel 40 dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana pembangunan transpor tasi di Kalimantan Timur dalam kondisi eksisting akan menghasilkan
spill-over effect yang lebih mengun tungkan wilayah Selatan dari pada wilayah Utara. Berdasarkan matrik O-D tersebut terlihat jelas bahwa sebagian besar daerah
di wilayah Selatan seperti Samarinda, Penajam Paser Utara, Balikpapan, dan Paser memperoleh surplus perdagangan antarkabupaten dalam satu provinsi yang lebih
besar dibandingkan daerah-daerah di wilayah Utara. Digambarkan juga daerah- daerah di wilayah Utara kecuali Tarakan, mengalami defisit perdagangan
antarkabupaten. Gambaran mengenai kondisi perdagangan antarkabupaten ini dapat ditunjukkan dengan melihat arus perdagangan dari Kota Balikpapan yang
mewakili wilayah Selatan, dengan Kabupaten Malinau yang mewakili wilayah Utara.
Tabel 64. Volume Perda gangan Antarkabupaten di Kota Balikpapan dengan Mitra Dagang Wilayah Utara Kalimantan Timur
Tahun 2006 ton
Mitra Dagang Kabupaten Dari Wilayah Utara
Kota Balikpapan Ekspor
Impor SurplusDefisit
Malinau 5 975
5 515 460
Bulungan 14 722
10 516 4 206
Nunukan 14 455
13 422 1 033
Berau 26 771
17 848 8 923
Tarakan 13 869
11 557 2 312
Total 75 792
58 858 16 934
Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 diolah Tabel 65. Volume Perdagangan Antarkabupaten di Kabupaten Malinau
dengan Mitra Dagang Wilayah Selatan Kalimantan Timur Tahun 2006
ton Mitra Dagang Kabupaten
Dari Wilayah Selatan Kabupaten Malina u
Ekspor Impor
SurplusDefisit Pasir
1 390 -1 390
Kubar 562
-562 Kukar
3 455 4 837
-1 382 Kutim
2 470 2 245
225 PP Utara
1 774 1 884
-110 Balikpapan
5 515 5 975
-460 Samarinda
7 178 8 614
-1 436 Bontang
1 882 2 053
-171 Total
22 274 27 560
-5 286 Sumber : Departemen Perhubungan, 2007 diolah
Berdasarkan Tabel 64 terlihat bahwa Kota Balikpapan yang terletak di wilayah Selatan berdasarkan matriks O-D tahun 2006 mengalami surplus
perda gangan dengan daerah-daerah di wilayah Utara hingga mencapai 16 934 ton. Surplus yang terbesar dialami melalui transaksi dagang dengan Kabupaten Berau,
dimana volume ekspor Kota Balikpapan ke Kabupaten Berau sebanyak 26 771 ton, sedangkan impor dari Kabupaten Berau sebanyak 17 848 ton.
Kondisi yang sangat kontras pada Kabupaten Malinau yang terletak di wilayah Utara. Berbeda dengan Kota Balikpapan, perdagangan antarkabupaten di
Malinau mengalami defisit sebesar 5 176 ton, hal ini disebabkan volume impor lebih besar dibandingkan ekspor, masing- masing sebesar 27 450 ton dan 22 274
ton. Defisit yang paling besar dialami pada transaksi dagang dengan Kota Samarinda mencapai 1 436 ton.
Adanya heterogenitas dan beragam karateristik suatu wilayah menyebabkan kecendrungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antar
sektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah sebenarnya merupakan
konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah
yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan backwash effect mendominasi pengaruh yang menguntungkan spread effect terhadap
pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan
cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa
tujuan utama dari pembangunan infrastruktur selain menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, juga dapat menghapus dan mengurangi tingkat
kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran, serta meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam, daya saing, dan produktivitas
regional, yang pada akhirnya akan memberikan pendapatan untuk masyarakat da lam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dibutuhkan suatu peruba han kebijaka n infrastruktur yang lebih terkonsentrasi kepada daerah-daerah kurang berkembang yang berada di wilayah
Utara seperti di Kabupaten Nunukan, Bulungan, Malinau, Tarakan dan Berau. Saat ini meningkatkan pengeluaran pembangunan di sektor-sektor bangunan
merupakan instrumen kebijakan yang paling tepat dilaksanakan di wilayah Kaltimtara. Fokus pembangunan infrastruktur di Kaltimtara tidak akan
mengurangi peranan infrastruktur itu sendiri secara keseluruhan dalam pembangunan ekonomi di provinsi Kalimantan Timur, oleh karena spill-over
effect yang diciptakan sektor infrastruktur di Kaltimtara masih cukup besar diterima oleh Kaltimsela. Dengan kata lain, perekonomian wilayah Kaltimsela
tetap memperoleh manfaat yang besar meskipun fokus pembangunan infrastruktur di arahkan ke Utara. Kondisi ini berbeda jika fokus pembangunan infrastruktur di
arahkan ke Kaltimsela, manfaat ekonomi yang di terima Kaltimtara sangat rendah, karena spill-over effect dari Kaltimsela kecil sekali sehingga pembangunan
infrastruktur yang dijalankan hanya dapat mendorong wilayah Kaltimsela saja, sementara wilayah Kaltimtara akan semakin tertinggal.