Konsep Dasar Infrastruktur TINJAUAN PUSTAKA
prisons”. Sedangkan dalam laporan Congressional Budget Office CBO USA tahun 1983, infrastruktur didefinisikan: “infrastructure as facilities with the
common characteristics of capital intensiveness and high public investment at all levels of government. They are, moreover, directly critical to activity in the
nation’s economy”. Pada definisi CBO ini infrastruktur itu terdiri atas “highways, public transit systems, wastewater treatment works, water resources,
air traffic control, airports, and municipal water supply in this category” Moteff dan Parformak, 2004.
Pada dasarnya, infrastruktur memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteksnya namun demikian, umumnya infrastruktur ini dipahami sebagai
suatu produk fisik, seperti: jalan, jaringan drainase, jaringa n air minum dan instalasi listrik yang terkait dengan konteks infrastruktur sipil dan perkotaan.
Akan tetapi, definisi infrastruktur tidak hanya meliputi pengertian seperti di atas, prosedur operasi serta kebijakan pembangunan juga merupakan salah satu jenis
infrastruktur. Pembahasan ini kemudian dikenal istilah Hard Infrastructure dan Soft Infrastructure, yang pada akhirnya kedua jenis infrastruktur ini saling terkait
dalam menciptakan layanan infrastruktur secara utuh. Berdasarkan definisi tersebut infrastruktur memiliki cakupan yang lebih luas Soerjo, 2007.
Adanya ancaman teroris yang begitu gencar ke negara Amerika Serikat semenjak perang dingin dua negara adidaya Amerika Serikat-Uni Soviet usai,
telah menggeser definisi infrastruktur dari kecukupan infrastruktur infrastructure adequacy, menjadi perlindungan infrastruktur infrastructure protection. Setelah
penyerangan 11 September 2001, negara AS akhirnya membentuk Office of Homeland Security da n Homeland Security Council yang bertugas melindungi
infrastruktur yang meliputi: 1 produksi, transmisi dan distribusi energi serta fasilitas penting lainnya, 2 utilitas lainnya, 3 telekomunikasi, 4 fasilitas yang
memproduksi, menggunakan, menyimpan atau membuang bahan nuklir, 5 sistem informasi yang dimiliki publik dan swasta, 6 kegiatan penting nasional,
7 transportasi termasuk rel, jaringan kereta, pelabuhan laut dan jalur laut, 8 pelabuhan udara dan penerbangan sipil, dan 9 peternakan, pertanian, sistem
irigasi dan makanan bagi konsumsi manusia Moteff dan Parformak, 2004. Salah satu pa nduan de finisi yang lebih lengkap adalah definisi dan
klasifikasi. Menurut Ja’far 2007, dimana infrastruktur yang selama ini digunakan sebagai indikator daya saing suatu negara. Infrastruktur dipilah
menjadi tiga kategori pokok, yaitu : 1. basic infrastructure, yang meliputi : a population and market size, b
infrastructure maintenance and development, c roads, d distribution infrastructure, e railroads, f air transportation, g water supply, h
urbanization, i energy, j energy production, k electricity cost for industry, dan l self-suffiency di bida ng ba han baku non energi.
2. technological infrastructure, yang mencakup: a investasi telekomunikasi, b jaringan telepon, c pelanggan telepon seluler, d ongkos telepon
internasional, e koneksi ke internet, f electronic commerce, g keahlian IT, da n h kerjasama teknologi.
3. scientific infrastructure, yang meliputi: a anggaran untuk riset dan pengembangan, b basic research, c development and application
technological development, d science and eduction, e funding for
technological development, f patents granted for resident, g securing pattents abroad, dan h science and technology for youth
Menurut Marsuki 2005 infrastruktur pada dasarnya merupakan aset pemerintah yang dibangun dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Prinsipnya ada dua jenis infrastruktur, yakni infrastruktur pusat dan daerah. Infrastruktur pusat adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah pusat
untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam skala nasional, seperti jalan raya antar provinsi, pelabuhan laut dan udara, jaringan listrik, jaringan gas,
telekomunikasi dan sebagainya. Sedang infrastruktur daerah adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah daerah, seperti penyediaan air bersih, jalan khas untuk
kepentingan daerah pariwisata dan sebagainya. Ditinjau da ri fungsinya, infrastruktur dibedakan pula menjadi dua yakni
infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak menghasilkan pendapatan. Jenis infrastrukur pertama, umumnya dimanfaatkan sekelompok
masyarakat tertentu, dimana dengan fasilitas yang disediakan masyarakat penggunanya dikenakan biaya, seperti air bersih, listrik, telepon, taman wisata dan
sebagainya. Jenis infrastruktur kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyarakat umum, seperti jalan raya, jembataan, saluran air irigasi dan sebagainya, sehingga
penggunanya tidak dikenai biaya. Penyediaan air bersih, listrik, infrastruktur dan sebagainya tidak
sepenuhnya dapat diserahkan berdasarkan mekanisme pasar saja. Ada sekelompok masyarakat yang tidak dapat menikmati pelayanan publik tertentu ini berkaitan
dengan aspek pemerataan, jika ditanga ni oleh sistem pasarprivat. Gejala ini disebut kegagalan pasar market failure.
Salah satu bent uk intervensi pe merintah ada lah de ngan pe nyediaan barang-barang publik public goods. Barang-barang publik memiliki dua
karakteristik yaitu non-excludability dan non-rivalry consumption. Karakteristik non-excludability barang publik diartikan bahwa orang-orang yang membayar
agar dapat mengkonsumsi barang itu tidak dapat dipisahkan dari orang-orang yang tidak memba yar tetapi dapat mengkonsumsinya juga. Sedangkan
karakteristik non rivalry consumption diartikan bahwa bila seseorang mengkonsumsi barang itu, orang lainpun mempunyai kesempatan
mengkonsumsinya pula tanpa mengurangi kepuasan orang lain. Pihak swasta tidak bersedia menghasilkan barang publik murni.
Pemerintah yang harus menyediakannya agar kesejahteraan seluruh masyarakat dapat ditingkatkan. Intervensi pemerintah akan lebih menonjol dilakukan oleh
pemerintah daerah yang bercirikan perdesaan rural. Ini disebabkan tuntutan masyarakat di perkotaan lebih mendesak daripada di perdesaan. Kenyataan yang
tidak dapat dihindari adalah terjadinya pergeseran barangjasa privat berubah menjadi barangjasa publik dan sebaliknya, misal pemadam kebakaran. Di
perdesaan, pemadam kebakaran bersifat barangjasa privat sehingga tidak diperlukan Dinas Pemadam Kebakaran, tetapi di perkotaan berubah menjadi
barangjasa publik. Konsekuensinya adalah bila semakin banyak barangjasa privat yang tidak dapat dihindari berubah sifat menjadi barang jasa publik, maka
beban pemerintah akan semakin tinggi. Pertumbuhan beban pemerintah ini akan semakin berlebihan bukan hanya karena berubahnya barang privat menjadi barang
publik saja, tetapi terutama juga jika pemerintah tidak secara selektif menentuka n batas-batas pekerjaannya. Adakalanya barangjasa yang sebenarnya bercirikan
barangjasa privat masih di produksi atau subsidi oleh pemerintah. Kecenderungan munculnya beban tambahan pemerintah yang tidak dapat dihindari, maka
efisiensi, efektivitas da n akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dengan sendirinya semakin menjadi kebutuhan. Itulah sebabnya di banyak negara
dikembangkan paradigma reinventing government. Dalam penyediaan public services oleh pemerintah, tidak tertutup kemungkinan terjadinya government
failure. Dalam hal ini intervensi sektor privat dapat dimungk inkan. Kajian teori ekonomi pembangunan menurut Marsuki 2005 dan
Prof.Sjafrizal 2008 dikatakan bahwa untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Ilustrasinya
sederhana, seandainya semula tidak ada akses jalan lalu dibuat jalan maka dengan akses tersebut akan meningkatkan aktivitas perekonomian. Contoh lain di suatu
komunitas bisnis, semula tidak ada listrik maka dengan adanya listrik kegiatan ekonomi di komunitas tersebut akan meningkat. Fungsi strategis infrastruktur
jelas tidak diragukan lagi tanpa pembangunan infrastruktur yang mencukupi, kegiatan investasi pembangunan lainnya seperti kegiatan produksi, jelas tidak
akan meningkat secara signifikan. Direktur Jendral ADB untuk wilayah Asia Tenggara mengatakan bahwa
pembangunan infrastruktur sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan Indonesia dalam upaya menciptakan lapangan
pekerjaan dan melepaskan orang dari kemiskinan. Sebelum krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1990-an, Indonesia mengalokasikan sekitar 6 dari PDB untuk
infrastruktur. Saat ini, angka tersebut turun menjadi sekitar 2 dan ini sangat berdampak pada perekonomian Indonesia. Di Indonesia saat ini, sekitar 50 juta
penduduk tidak mempunyai akses untuk mendapatkan air bersih, 90 juta penduduk tidak mendapatkan listrik dan hampir 200 juta penduduk tidak memiliki
akses langsung ke jaringan telepon dan saluran pembuangan limbah. Kaum miskin paling terpukul akibat kurangnya infrastruktur, jalan-jalan yang buruk
menyebabkan orang-orang tetap miskin karena membuat mereka tidak mendapatkan peluang ekonomi. Hampir satu dari lima desa di Indo nesia tidak
dapat diakses selama beberapa waktu dalam satu tahun Asian Development Bank, 2006.
Pada tahun 2010 ini, dimana pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan fisik, persentase angggaran pembiayaan infrastruktur menurun,
padahal infrastruktur sangat dibutuhkan masyarakat. Artinya dari sisi bisnis pembiayaan, kecil kemungkinan menderita kerugian apalagi yang mempunyai
proyek infrastruktur adalah pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Anggapan tersebut beralasan bila melihat besarnya kebutuhan
dana yang diprioritaskan pemerintah untuk membangun infrastruktur. Data dari Departemen Keuangan menunjukkan potensi pembiayaan infrastruktur masih
besar. Dari total dana yang dibutuhkan sebesar Rp. 788.5 triliun, sebesar Rp. 175.8 triliun merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara APBN, rinciannya sebanyak Rp. 90.3 triliun bersumber dari lembaga donor dan sisanya yakni Rp. 522.5 triliun diharapkan datang dari partisipasi pihak
swasta, termasuk di dalamnya pihak perbankan yang mencapai 60 dari total kebutuhan dana Sumedi, 2005.
Ketimpangan pelayanan infrastruktur merupakan salah satu masalah utama di negara berkembang dan sekaligus kepulauan seperti Indonesia. Ketimpangan
tidak hanya terkait dengan aspek spasial atau antar wilayah, namun juga dengan pelayanan infrastruktur antargolongan ekonomi atau sosial masyarakat dimana
masih banyak masyarakat berpendapatan rendah yang mengalami kesulitan mengakses pelayanan infrastruktur. Ketimpangan cenderung terus berlangsung
persistent akibat dari proses pengambilan keputusan kebijakan pembangunan yang cenderung lebih menitikberatkan pada pertimbangan efisiensi di dalam
mengalokasikan sumberdaya. Sisi investasi, pertimbangan efisiensi mendorong pemerintah atau BUMN untuk mengalokasikan sumberdaya yang terbatas secara
optimal karena pembangunan infrastruktur melibatkan sunk cost yang sangat besar, konsekuensinya investasi infrastruktur cenderung memusat pada wilayah
yang permintaannya lebih besar terutama di pulau Jawa. Dari sisi operasi pertimbangan efisiensi juga membatasi operator untuk memberikan pelayanan
kepada daerah yang demandnya masih sangat rendah atau kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah, karena operator akan merugi jika harus
menyediakan pelayanan dengan load factor yang sangat renda h atau tarif yang lebih rendah dari biaya produksi. Jika ini terus dilakukan tanpa adanya subsidi
atau kompensasi berarti perusahaan telah mengalokasikan sumberdayanya secara tidak efisien.
Infrastruktur fisik, terutama jaringan jalan sebagai pembentuk strukt ur ruang nasional memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah maupun sosial budaya kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat
bertumpu perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi sulit dicapai tanpa ketersediaan jalan yang memadai.
Tambunan 2005 menegaskan bahwa manfaat ekonomi infrastruktur jalan sangat tinggi apabila infrastruktur tersebut dibangun tepat untuk melayani
kebutuhan masyarakat dan dunia usaha yang berkembang. Tambunan 2005 juga menunjukkan bahwa manfaat variabel infrastruktur diukur dengan panjang jalan
aspal atau paved road terhadap peningkatan beragam tanaman pangan di Pulau Jawa jauh lebih signifikan berpengaruh terhadap produksi tanaman pangan
dibandingkan dengan pembangunan pengairan. Selanjutnya, dikemukakan walaupun hasil analisis ini terlihat mengherankan, kalau ditelaah lebih mendalam
alasannya dapat dipahami mengapa demikian. Dampak pembangunan jalan terhadap sektor pertanian memberikan beragam keuntungan diberbagai tingkatan
bagi petani dibanding dengan membangun irigasi. Alasan utamanya adalah variabel jalan berdampak lebih luas karena membuka akses lebih besar bagi
petani, melalui pembangunan jalan informasi produksi perdagangan dan kegiatan bisnis lainnya dari urban yang berguna bagi kegiatan petani lebih cepat diterima.
Dampak itu lebih tinggi dibanding dengan dampak pembangunan irigasi, karena hanya terbatas pada peningkatan produksi tanaman pangan, walaupun demikian
kedua jenis infrastruktur tersebut jalan dan irigasi memiliki perannya masing- masing oleh sebab itu sebaiknya dibangun secara bersamaan.