2.5 12.5
82.5
2.5
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0 90.0
P e
r se
n ta
se p
e n
y e
b a
b
w a
fe r
r u
sa k
Perubahan w arna Perubahan aroma
Perubahan tekstur Lain-lain nilai gizi
Parameter kritis wafer berdasarkan survei konsumen dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10. Parameter kritis wafer
2. KARAKTERISTIK WAFER A DAN WAFER B
Penelitian ini menggunakan dua jenis wafer yaitu wafer A dan wafer B. Kedua jenis wafer tersebut berasal dari dua perusahaan pangan yang
berbeda. Jenis wafer yang digunakan dalam penelitian ini adalah flat wafer tanpa coating cokelat. Wafer A mempunyai dua flavor yaitu cokelat dan
vanila sedangkan wafer B mempunyai flavor vanila saja. Selain itu, pori- pori wafer A lebih besar daripada wafer B sehingga kerenyahan kedua
wafer berbeda. Flat wafer
adalah jenis creamed sandwich wafer yang terdiri dari 4 sheet
wafer dan 3 lapis krim di antara sheet wafer Manley, 2001. Secara garis besar, flat wafer dibuat dari adonan yang ditempatkan dalam plat
dengan ukuran bervariasi kemudian dipanggang dengan suhu tinggi. Proses pemanggangan tersebut akan berpengaruh terhadap karakteristik
dari produk wafer. Menurut Hariyadi 2006, karakteristik produk pangan dipengaruhi oleh setiap tahapan proses yang dilalui, sejak dari bahan
mentah sampai produk siap dikonsumsi. Karakteristik produk dan
komposisi kimia wafer A dan wafer B dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Karakteristik wafer A dan wafer B
Deskripsi Wafer A
Wafer B
Komposisi Gula, tepung terigu,
minyak nabati, susu bubuk, cokelat
bubuk, karamel, lesitin kedelai, aroma
vanila, aroma cokelat, garam.
Tepung terigu, gula, lemak nabati, susu
bubuk, dekstrosa, lesitin kedelai,
garam, telur, soda kue, vanillin.
Kerenyahan gf 343.40
503.04 Berat produk g
18 32
awmeter 0.449
0.422 Aktivitas air
awal a
w
model sorpsi 0.253
0.196 Umur simpan tersisa
hari 318
373
Umur simpan tersisa wafer dilihat dari waktu pembelian sampai waktu kadaluarsa yang tercantum dalam kemasan.
Tabel 5. Hasil analisis proksimat A dan wafer B
Parameter Wafer A
Wafer B SNI 01-2973-1992
Kadar air BB 1.63
a
1.21
a
Maksimum 5 Kadar abu
1.24
a
1.04
a
Maksimum 5 Kadar protein
5.80
a
6.70
a
Minimimum 9 Kadar lemak
20.15
a
19.75
a
Minimum 9.5 Kadar karbohidrat
71.18
a
71.30
a
Minimum 70
Nilai di atas merupakan rata-rata 2 kali ulangan masing-masing duplo
a
Nilai dalam setiap baris dengan diikuti huruf yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata
α = 0.05 Paired-Samples T Test.
Menurut SNI 01-2973-1992 mengenai Mutu dan Cara Uji Biskuit, wafer termasuk dalam kelompok biskuit bersama dengan biskuit keras,
crakers dan cookies sehingga syarat mutu wafer mengacu pada standar
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan gizi wafer A dan wafer B telah sesuai dengan SNI 01-2973-1992 kecuali protein. Kadar protein
produk karena lebih rendah dari syarat mutu SNI. Hasil analisis paired- samples T Test
menunjukkan kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat dari wafer A tidak berbeda nyata dengan wafer B pada taraf
5. Menurut Winarno 1994, kandungan air dalam produk pangan ikut
menentukan acceptability, kesegaran, tekstur, dan daya tahan produk tersebut. Pada produk pangan kering misalnya wafer, kadar air merupakan
karakteristik kritis yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap wafer karena menentukan tekstur kerenyahan wafer Brown, 2000.
Kandungan air yang tinggi pada wafer akan menyebabkan tekstur wafer menjadi lembek.
Kadar air yang dimiliki kedua wafer tersebut termasuk dalam kategori rendah. Kadar air yang rendah ini disebabkan proses
pemanggangan wafer pada suhu tinggi yaitu 177-204
o
C Kusumaningrum, 2002. Pemanggangan meliputi reaksi bersama antara transfer panas dan
transfer massa dimana energi panas dipindahkan ke dalam bahan pangan melalui permukaan pemanas dan udara di dalam oven, kemudian
kandungan air massa dipindahkan dari bahan pangan ke udara di sekelilingnya Matz dan Matz, 1978.
Kadar abu yang dimiliki oleh wafer dipengaruhi oleh komponen mineral. Menurut Winarno 1994, unsur mineral dikenal sebagai bahan
anorganik yang tidak terbakar selama proses pembakaran sehingga terbentuk abu. Berbagai bahan yang berkontribusi terhadap jumlah kadar
abu pada produk pangan diantaranya adalah tepung terigu dengan kadar abu maksimal 0.6 BSN, 1995 dan mineral yang difortifikasi. Mineral
yang difortifikasi dalam produk wafer adalah besi, kalsium, dan kalium. Lemak dalam wafer sebagian besar berasal dari lemak nabati dan
susu. Penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. Menurut Winarno
1994, lemak nabati banyak mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh.
Komponen karbohidrat yang banyak pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa. Sumber karbohidrat utama dalam produk
wafer adalah tepung terigu dan gula. Karbohidrat berperan dalam pembentukan karakteristik produk pangan. Penentuan kadar karbohidrat
wafer menggunakan cara perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference
. Menurut Winarno 1994, perhitungan carbohydrate by difference
adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar
komposisi bahan pangan. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena
dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan Apriyantono et al., 1989. Protein di dalam wafer sebagian besar berasal
dari susu, telur, dan tepung terigu. Dalam penelitian ini, rendahnya hasil kadar protein wafer disebabkan komposisi penyusun wafer belum
memberikan nilai gizi sesuai syarat mutu SNI sehingga diperlukan fortifikasi zat gizi khususnya protein.
Selama proses pengolahan panas, misalnya pemasakan, sterilisasi komersial, pengeringan atau pemanggangan, dan pembakaran, protein
yang terkandung dalam bahan pangan akan mengalami perubahan. Penyebab utama terjadinya perubahan kandungan protein dalam bahan
pangan adalah denaturasi protein dan reaksi protein dengan komponen- komponen lain dalam bahan pangan Andarwulan dan Hariyadi, 2006.
Wafer tergolong pada produk pangan yang memiliki umur simpan lama karena memiliki aktivitas air a
w
yang rendah sehingga air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia sangat rendah
Oktania, 2004. Aktivitas air a
w
menggambarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam bahan pangan yang dapat menunjang reaksi biologis atau
kimiawi. Berdasarkan penelitian, nilai a
w
awal wafer tergolong rendah dan aman terhadap pertumbuhan mikroba.
B. KADAR AIR KRITIS WAFER
Langkah pertama dalam menentukan umur simpan wafer berdasarkan model kadar air kritis baik dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis dan
kadar air kritis termodifikasi adalah menentukan kadar air awal wafer M
i
dan kadar air kritis wafer M
c
. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kadar air awal wafer A dan wafer B masing-masing adalah sebesar 0.0166 dan
0.0123 dalam g H
2
O g solid. Rendahnya nilai kadar air ini karena kedua wafer mendapat perlakuan pemanasan dan pengeringan pemanggangan pada
suhu tinggi. Dalam penelitian ini ditetapkan bahwa penyebab utama kerusakan wafer
adalah kehilangan kerenyahan saja. Hal ini sesuai dengan penelitian pendahuluan yang menyatakan bahwa kerusakan wafer yang mudah
teridentifikasi adalah tekstur wafer yang mulai lembek. Penurunan kerenyahan wafer dipengaruhi oleh bertambahnya kadar air wafer akibat dari penyerapan
uap air dari lingkungan. Oleh karena itu, kadar air dimana kerenyahan produk wafer sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen diartikan sebagai kadar
air kritis wafer. Penentuan kadar air kritis wafer dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara menyimpan wafer pada ruang terbuka dengan variasi RH ruangan 87- 90 dan suhu ruangan 30±1
C. Metode ini dilakukan untuk mengkondisikan cara penyimpanan wafer agar sesuai dengan kondisi penyimpanan produk
wafer oleh konsumen. Setiap 2 jam, dilakukan pengujian secara organoleptik terhadap kerenyahan wafer dengan menggunakan 30 panelis tidak terlatih dan
dilakukan pengukuran tekstur wafer serta kadar air wafer. Hal ini dilakukan selama 8 jam penyimpanan. Berdasarkan hasil trial, dilakukan juga analisis
organoleptik dan tekstur pada 1 jam penyimpanan wafer. Uji organoleptik yang dilakukan dalam penentuan kadar air kritis wafer adalah uji hedonik dan
uji rating terhadap kerenyahan wafer selama penyimpanan. Selain itu, titik kritis wafer juga ditentukan berdasarkan skor organoleptik dan nilai
kerenyahan wafer. Data uji hedonik dan uji rating wafer A dan wafer B dapat
dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Panelis tidak terlatih digunakan karena
yang diamati adalah kesukaan terhadap tekstur wafer yang mudah untuk