Bagian Kedua Belas Orientasi
63
menanggung biaya pengobatan Mbok Ralem. Hal tersebut nampak dalam kutipan
berikut.
10 Hari itu Pambudi telah membuat adonan kapur untuk memutihkan
dinding-dinding, tetapi ia tidak segera melakukan niatnya. Hatinya dikacau oleh perasaan kasihan terhadap Mbok Ralem. Adalah pantas
bila aku berbuat sesuatu untuk menolong perempuan yang sakit itu, tapi apa? pikirnya Tohari, 2014: 29.
11 “Kalau kau ingin sembuh, janganlah ada rasa takut di hatimu,
sekalipun terhadap Pak Dirga. Tentang biaya perjalanan, serahkan kepadaku. Nah, usahakanlah surat keterangan hari ini juga selagi
masih pagi. Apabila Pak Dirga bertanya dari mana kau mendapat uang jalan, katakan saja sanak famili telah memberikan bantuan kepadamu.
Aku tidak ingin kau sebut-sebu
t, mengerti, Mbok?” Tohari, 2014: 30.
Biaya pengobatan Mbok Ralem yang mahal, membuat Pambudi harus berusaha untuk mendapatkan uang tambahan. Pambudi berniat untuk menggalang
dana untuk mendapatkan uang tambahan bagi pengobatan Mbok Ralem. Ia pun mendatangi sebuah media surat kabar yang bernama Kalawarta. Melalui surat
kabar Kalawarta itulah Pambudi berniat untuk membuat berita mengenai sakit yang diderita Mbok Ralem, dan menggalang dana untuk biaya pengobatan Mbok
Ralem. Hal tersebut nampak dalam kutipan berikut. 12
Lima ratus ribu? Pertanyaan itu berulang-ulang mengusik hatinya ketika Pambudi berjalan meninggalkan rumah sakit seorang diri. Lima
ratus ribu Aku harus menjual sepedaku. Dengan demikian akan tercapai jumlah sebesar itu bila kutambah dengan uang tabungan, pikir
Pambudi. Sejak semula pemuda itu telah bertekad hendak menolong Mbok Ralem sampai sembuh. Jadi jauh-jauh sebelumnya ia sudah
memperkirakan
akan mengelurkan
banyak uang.
Namun sesungguhnya Pambudi telah siap mencari dana dengan cara lain.
Uangnya sendiri akan diserahkan dengan ikhlas apabila usahanya yang lain benar-benar gagal. Pasfoto dan fotokopi yang dibuatnya
akan menjadi modal mengumpulkan dana Tohari, 2014: 36.
13 Sesudah menghabiskan sepiring nasi, Pambudi membeli surat kabar.
Sengaja ia memilih koran terbitan Yogya. Pambudi segera mengetahui PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
alamat harian yang bernama Kalawarta itu. Pukul sepuluh pagi hari berikutnya, Pambudi menjadi tamu Pak Barkah, pemimpin redaksi dan
pemilik penerbitan Kalawarta. Mula-mula pemuda Tanggir itu mendapat sambutan yang biasa saja; sikap Pak Barkah seperti sedang
menghadapi seorang pelamar pekerjaan. Namun kemudian sikapnya berubah menjadi penuh perhatian setelah Pambudi menerangkan
maksudnya dengan jelas. Uraian Pambudi selalu ditangkapnya dengan anggukan kepala Tohari, 2014: 36.
14 “Jadi pertama-tama Anda meminta kesedian kami untuk memasang
iklan. Selanjutnya Anda meminta supaya Kalawarta membuka dompet sumbangan untuk menghimpun dana bagi perawatan Mbok
Ralem. Begitu, bukan?” “Ya benar, Pak. Dan iklan yang saya kehendaki harus memuat foto
Mbok Ralem beserta fotokopi surat-surat keterangan ini. Sekarang saya dapat menyerahkan uang 40.000 rupiah sebagai uang muka
pembayaran iklan itu” Tohari, 2014: 36.
4 Bagian Keempat
Cerita yang menonjol dalam bagian keempat mengenai sikap peduli dan kemanusiaan yang dimiliki oleh Pambudi yang membuat Mbok Ralem dapat
berobat, dan berhasil sembuh dari sakitnya. Selain itu, karena ikap peduli dan rasa kemanusiaan yang dimiliki oleh Pambudi membuat Pak Barkah kagum atas
perbuatan yang dilakukan oleh Pambudi. Hal tersebut nampak dalam kutipan berikut.
15 “Selamat jalan, Mbok, Pambudi, aku berterima kasih kepada kalian.
Karena kalianlah Kalawarta berkesempatan menunaikan misinya yang paling berarti. Juga karena kalianlah aku merasa yakin bahwa tidak
sesuatu pun telah hilang dari diri kita sebagai manusia. Memang, si anu itu jarang hadir di antara kita. Dia jarang muncul di jalan, pasar,
atau pabrik, bahkan kantor-kantor sekalipun. Tetapi bagaimanapun juga si anu masih ada. Kita sendiri yang baru saja membuktikannya:
Kemanusiaan” Tohari, 2014: 54-55. 16
Tidak hanya Pak Barkah yang terkesan oleh perpisahan itu. Para pegawai Kalawarta pun ikut merasa kehilangan. Anak muda dari
Tanggir itu telah meninggalkan kesan yang amat berarti. Dengan jujur Pak Barkah mengakui, bahwa sudah lama ia tidak menemukan