Kecerdasan Emosional Landasan Teori

11 keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. c. Lima Langkah Penting untuk Melatih Emosi menurut Gottman dan Joan Declaire 1997: 67-114: 1 Menyadari emosi-emosi anak Dalam Gottman dan Joan Declaire 1997: 73 memperlihatkan bahwa agar orang tua guru pendidik merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anak peserta didik mereka, mereka harus menyadari emosi-emosi yang dimiliki dalam diri mereka sendiri dan kemudian dalam diri anak-anak peserta didik mereka. Penelitian Gottman dan Joan Declaire 1997: 74 memperlihatkan bahwa orang dapat sadar secara emosional, dan dengan demikian siap menjadi pelatih emosi tanpa bersikap sangat ekspresif, tanpa merasa seolah-olah mereka kehilangan kendali. Kesadaran emosional hanyalah berarti Anda mengenali kapan Anda merasakan suatu emosi, Anda dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan Anda, dan Anda peka terhadap hadirnya emosi-emosi dalam diri orang lain. 2 Mengakui emosi sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar Dalam Gottman dan Joan Declaire 1997: 94 pengalaman- pengalaman negatif yang dialami oleh seseorang dapat berguna bagi kita sebagai peluang yang baik sekali untuk berempati. Seorang anak paling membutuhkan orang tuanya ketika ia sedang sedih, marah, atau takut. Kemampuan untuk menolong menenangkan seorang anak yang marah merupakan sesuatu yang membuat kita “merasa paling jelas sebagai orang tua”. Dengan mengakui emosi-emosi anak kita, kita menolong mereka mempelajari keterampilan- keterampilan untuk menghibur diri mereka sendiri, keterampilan- keterampilan yang akan berguna bagi mereka seumur hidup. 3 Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak Dalam Gottman dan Joan Declaire 1997: 95 mengungkapkan bahwa setelah kita melihat bahwa situasi merupakan suatu kesempatan untuk menjalin keakraban dan mengajarkan pemecahan masalah, maka kita telah siap untuk langkah yang paling penting dalam melatih emosi yaitu mendengarkan dengan empati. Dalam konteks ini, mendengarkan berarti jauh lebih banyak mengumpulkan data dengan telinga. Para pendengar dengan empati menggunakan mata mereka untuk mengamati petunjuk 12 emosi-emosi anak. Para pendengar menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi tersebut dari titik pandang anak. Mereka merumuskan kata-kata untuk merumuskan kembali, dengan cara yang menenangkan bukan dengan cara mengecam. 4 Menolong anak memberi nama emosi dengan kata-kata Dalam Gottman dan Joan Declaire 1997: 102 membahas tentang emosi sewaktu kita sedang mengalaminya, mengaktifkan belahan otak kiri yang merupakan pusat bahasa dan penalaran. Para orang tua pendidik guru haruslah membantu anak-anak siswa menemukan kata-kata untuk melukiskan apa yang sedang mereka rasakan. Ini berarti bukan memberitahu anak bagaimana yang seharusnya mereka merasa. Tetapi membantu anak menyusun kosakata yang dapat mereka gunakan untuk mengungkapkan emosi mereka. 5 Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah Dalam Gottman dan Joan Declaire 1997: 102 mengemukakan bahwa anak harus didorong untuk memilih salah satu pilihan dan mencobanya. Bila anak sudah mendapatkan keputusannya, bantulah anak untuk menyusun rencana konkret untuk menindaklanjutinya. Apabila anak memilih suatu pemecahan masalah dan itu gagal, bantulah anak untuk menganalisis mengapa hal tersebut gagal. Kemudian pendidik dapat mulai memecahkan persoalan itu dengan cara yang baru. Ini mengajarkan kepada anak bahwa membuang salah satu ide bukanlah berarti ide itu gagal total. Tunjukkanlah bahwa setiap penyesuaian mendorong mereka semakin mendekati akhir yang sukses.

2. Kecemasan Berbicara

a. Pengertian Kecemasan Berbicara Dalam kamus istilah psikologi mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan campuran yang berisi ketakutan dan keprihatinan mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Menurut Opt dan Loffredo dalam Astrid 2009: 13 juga menyebut kecemasan berbicara di depan umum dengan istilah 13 “anxiety of speaking”. Jadi kecemasan berbicara di depan umum merupakan bentuk dari perasaan takut atau cemas secara nyata ketika sedang berbicara di depan orang-orang sebagai hasil proses belajar sosial. Dalam suatu kesempatan kita dapat berbicara dengan orang dalam keadaan informal, seperti obrolan ringan, bertukar informasi, mengeluarkan pendapat, bertanya sesuatu hal, dan sebagainya. Namun pada kesempatan yang berbeda atau di lain waktu kita diharuskan untuk berbicara di hadapan begitu banyak orang dalam suatu keadaan yang formal. Terkadang hal tersebut dapat membuat kita menjadi cemas atau gugup, hingga membuat jantung kita terasa berdegup begitu kencang, tangan berkeringat, dan membuat konsentrasi menjadi buyar hingga hal yang ingin dibicarakan terasa hilang dari pikiran. http:alzenapresent.blogspot.com200912mengatasi-kecemasan- berbicara-di-depan.html Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan berbicara di depan umum dalam konteks mengajar berarti berbicara di depan kelas adalah ketidaknyamanan yang dialami seorang individu dan sifatnya tidak menetap pada individu tersebut pada saat berbicara atau sedang mengajar di depan para peserta didiknya. Hal ini akan ditandai dengan reaksi dari fisik dan psikologis individu tersebut. 14 b. Sebab-Sebab Kecemasan Berbicara

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL OSCE MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

3 27 71

Hubungan antara Peran Guru Pamong dan Minat Mahasiswa Menjadi Guru dengan Prestasi Program Pengalaman Lapangan (PPL) :Studi Kasus Pada Mahasiswa Pendidikan Akuntansi FKIP-UMS

0 4 7

PRESTASI PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) DAN MINAT MAHASISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI ANGKATAN 2006 FKIP UMS TAHUN 2009.

0 0 10

PENGARUH PROGRAM PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) TERHADAP MINAT MAHASISWA MENJADI GURU : Studi Pada Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Angkatan 2010 FPEB UPI.

7 16 47

Penilaian mahasiswa Pendidikan Akuntansi terhadap pelaksanaan program pengalaman lapangan : studi kasus mahasiswa aktif angkatan 2010-2012 yang sudah mengambil mata kuliah PPL II.

0 0 2

Hubungan antara sikap guru praktikan, kemampuan interaksi belajar-mengajar, dan nilai mata kuliah prasyarat PPL II dengan kompetensi keguruan pada guru praktikan : studi kasus mahasiswa peserta PPL II, program studi pendidikan akuntansi, USD Yogyakarta.

0 0 124

Persepsi mahasiswa FKIP yang belum PPL II dan yang sudah PPL II, serta mahasiswa non FKIP terhadap profesi guru ditinjau dari aspek kesejahteraan, sosial, dan profesional : studi kasus pada mahasiswa program studi Pendidikan Ekonomi dan mahasiswa FE progr

0 3 131

LAPORAN PPL 1413031034

3 14 78

Hubungan antara sikap guru praktikan, kemampuan interaksi belajar-mengajar, dan nilai mata kuliah prasyarat PPL II dengan kompetensi keguruan pada guru praktikan : studi kasus mahasiswa peserta PPL II, program studi pendidikan akuntansi, USD Yogyakarta -

0 0 122

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL, KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

0 1 122