56
Tabel 32 Analisis kualitas terhadap outcome kelembagaan Pokja di Situ Pengasinan Depok
No Analisis Kelembagaan
Analisis Kualitas Terhadap Outcome Kelembagaan 1 Proses
kelembagaan Hasil penelitian menunjukan pada proses pembentukan oleh
pemerintah dengan pelaksanaan berbasis masyarakat. Pada proses pembentukan melibatkan beberapa stakeholder yang terlibat
sehingga pada awal pembentukan lembaga Pokja terbilang baik.
2 Kelengkapan kelembagaan
Kelengkapan aturan kelembagaan berdasarkan persepsi responden telah lengkap, baik dalam susunan maupun pembagian tugas.
Aturan formal maupun informal sudah tersedia dan berjalan dengan baik.
3 Kinerja kelembagaan
Kinerja kelembagaan dilihat dari perspsi responden pelaksanaan aturan, baik formal maupun informal sudah berjalan dengan baik.
Terlebih lagi dengan aturan informal. Hasil kesepakatan bersama untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga aturan informal
menjadi sangat penting. Selain melakukan pelaksanaan aturan yang ada, berdasarkan persepsi masyarakat terhadap dampak
ekonomi terbilang sangat memuaskan. Sedangkan untuk dampak ekologi dijadikannya Pengasinan menjadi area wisata masih
terbilang belum memuaskan. Hal yang paling dianggap masih menjadi pekerjaan adalah kebersihan area wisata dan atraksi
wisata yang ditawarkan.
Sumber : Data primer 2013 diolah
6.2 Analisis Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders
Stakeholders adalah individu, kelompok atau lembaga yang kepentingannya dipengaruhi oleh kebijakan atau pihak yang tindakannya secara kuat
mempengaruhi kebijakan. Setiap stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Situ Pengasinan memiliki pengaruh dan kepentingan. Stakeholders sendiri ada
yang memiliki kepentinggan tinggi stakeholders primer di mana kepentingannya dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan. Sedangkan stakeholders yang
kepentinggannya tidak dipengaruhi secara tidak langsung adalah stakeholder sekunder. Kepentingan stakeholders primer dipengaruhi oleh faktor sosial
ekonomi dan budaya, sedangkan pengaruh stakeholders sekunder dipengaruhi berdasarkan faktor sumber daya politik dan ekonomi. Berdasarkan hasil
identifikasi stakeholders, pengelolaan Situ Pengasinan meliputi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda, Badan Pertanahan Nasional
BPN, Bina Marga dan Sumber daya Air BMSDA, Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, BLH, Dinas Tata Ruang,
Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Kelompok Kerja Pokja, Kelurahan
57
Pengasinan, masyarakat, dan pelaku usaha. Identifikasi nilai kepentingan dan pengaruh stakeholders secara ringkas disajikan pada tabel 33. Pengaruh dan
kepentingan stakeholders tersebut kemudian dipetakan dalam aktor grid 4 kuadran, seperti disajikan pada gambar 5.
Tabel 33 Identifikasi nilai kepentingan dan pengaruh Stakeholders pengelolaan Situ Pengasinan Depok
Stakeholder Skor Kepentingan
Skor Pengaruh Bappeda
1.25 3.30
BPN 1.25
2.00 BMSDA
2.87 5.00
Dinas Pertanian 1.87
2.00 Dinas Kebersihan
1.62 1.00
BLH 3.00
4.30 Dinas TataRuang
1.62 2.30
Dinas Pariwisata 3.62
3.60 POKJA
5.00 5.00
Kelurahan 1.37
1.60 Masyarakat
5.00 2.00
Pelaku usaha 5.00
2.30
Sumber : data primer 2013 diolah
Berdasarkan tabel 33, selanjutnya skor kepentingan dan pengaruh stakeholders dipetakan pada aktor grid seperti pada gambar 5. Gambar 5 terlihat
bahwa pengaruh dan kepentingan masing-masing stakeholders dapat dipetakan menjadi 4 bagian kelompok, yaitu kelompok pemain, kelompok aktor, kelompok
penonton, dan kelompok subjek. Masing-masing kelompok memiliki stakeholders berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingannya. Yang termasuk ke dalam
kelompok aktor adalah Badan Pengelolaan dan Pengembangan Daerah Bappeda, kelompok pemain meliputi Bina Marga dan Sumber daya Air BMSDA, Badan
Lingkungan Hidup BLH, dan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata. Selanjutnya kelompok penonton meliputi Badan Pertanahan Nasional BPN,
Dinas Pertanian dan Pertamanan, Dinas Tata Ruang, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, kelurahan, serta kelompok subjek meliputi masyarakat dan pelaku
usaha.
58
Sumber : Data primer, 2013 diolah
Gambar 5 Pemetaan aktor grid pengelolaan Situ Pengasinan Depok Keterangan :
1 : Bappeda 2 : BPN
3 : BMSDA 4 : Dinas Pertanian
5 : Dinas Kebersihan 6 : BLH
7 : Dinas Tataruang 8 : Dinas Pariwisata
9 : Pokja 10 : Kelurahan
11 : Pelaku Usaha 12 : Masyarakat
Pada pemetaan aktor grid dapat dilihat pemetaan aktor atau stakeholders terbagi menjadi empat kuadran di mana kuadran I aktor ditempati oleh Bappeda.
Bappeda merupakan instansi pemerintah dalam bidang Perencanaan dan Pembangunan. Bappeda menghasilkan kajian perumusan kebijakan teknis di
perencanaan secara global. Bappeda memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pengelolaan situ, meskipun tidak memiliki wewenang mengelola situ secara
langsung, namun Bappeda memiliki pengaruh karena memiliki kewenangan merencanakan anggaran. Bidang fisik dan prasarana merupakan suatu bidang di
Bappeda yang bertugas meliputi perencanaan pembangunan situ di Depok, salah satunya Situ Pengasinan. Bappeda memiliki bidang sosial budaya dan ekonomi
yang di dalamnya mencakup perencanaan pembangunan situ, namun Bappeda tidak memiliki ketergantungan terhadap Situ Pengasinan yang besar.
Posisi kuadran II pemain meliputi Bina Marga dan Sumber Daya Air, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, dan Pokja.
Pada kuadran II, kelompok selain memiliki kepentingan yang tinggi terhadap
1
2 3
4 5
6
7 8
9
10 12
11
1 2
3 4
5
1 2
3 4
5
P e
n gar
u h
Kepentingan
aktor pemain
penonton subjek
58
59
59
situ, instansi ini juga memiliki pengaruh terhadap peraturan formal dan informal dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Masing-masing kelompok ini
memiliki peran dan tugas yang berbeda dengan tujuan yang sama. Segala perizinan dan keberlanjutan Situ Pengasinan menjadi tanggung jawab Pokja Situ
Pengasinan. Secara tidak langsung Pokja juga memberikan pencerahan kepada masyarakat sekitar Pengasinan. Hal ini terlihat dari kebijakan dan pengembangan
yang dilakukan di kawasan wisata air Situ Pengasinan yang cenderung menjaga ekosistem sebagai tujuan utama. Selain itu, ada Dinas Pariwisata yang bertugas
mendukung Situ Pengasinan sebagai kawasan wisata di Depok. Pokja juga
memiliki kepentingan sebagai usaha bersama. Dari wisata yang ada, pengurus Pokja dapat menginvestasikan sebagian keuangannya dan mendapatkan hasil
setiap bulannya. Bina Marga dan Sumber Daya Air BMSDA yang memiliki pengaruh
hampir sama dengan Dinas Pekerjaan Umum di tempat lain. BMSDA di bawah bidang sumber daya air bertugas merencanakan program dan perencanaan
pembangunan terkait dengan wadah-wadah air yang ada di Kota Depok. Program yang dilakukan terkait pengelolaan Situ Pengasinan berupa penurapan tepi-tepi
situ untuk menghindari jebolnya situ akibat ketidakmampuan tepi situ menahan air. BMSDA juga melakukan pengerukan dasar situ yang telah mengalami
pendangkalan. Pada awal pembukaan kembali, wadah penampung di Situ Pengasinan Dinas BMSDA melakukan normalisasi. Penurapan dan normalisasi
memerlukan biaya yang cukup besar. Pengaruh BMSDA dalam pengelolaan Situ Pengasinan berupa kebijakan dan tindakan dalam pengelolaan bentuk fisik seperti
penurapan, normalisasi, dan lain lain. Sedangkan kepentingan BMSDA yaitu menjaga wadah-wadah tampungan air yang ada.
Badan Lingkungan Hidup BLH yang bertugas memantau situ dengan memiliki data kualitas situ, baik dari segi air dan lingkungan, serta melakukan
analisis dampak lingkungan. Program kerja yang telah dilakukan di Situ Pengasinan seperti memantau kondisi seperti kualitas air, kedalaman, dan luas
situ. BLH juga memberikan bibit pohon untuk penghijauan di Situ Pengasinan Depok. Pengaruh BLH dapat dilihat dari SDM, finansial, dan politik yang dimiliki
oleh BLH khusus untuk penanganan situ. Sedangkan untuk kepentingan, BLH
60
memiliki kepentingan menjaga kualitas air di Situ Pengasinan sebagai tugas dari BLH.
Kuadran III, kelompok subjek meliputi pelaku usaha dan masyarakat. Kelompok pada kuadran ini memiliki kepentingan yang tinggi terhadap Situ
Pengasinan, namun untuk pengaruh dapat dikatakan kurang terlibat. Kepentingan yang tinggi lebih didominasi oleh faktor ekonomi bagi pelaku usaha dan faktor
budaya sosial bagi masyarakat. Budaya sosial disebabkan oleh kebutuhan masyarakat terhadap Situ Pengasinan sebagai tempat rekreasi. Pelaku usaha
sangat tergantung pada wisata Situ Pengasinan karena di tempat tersebut pelaku usaha mendapatkan keuntungan dari hasil usaha. Sedangkan dari segi pengaruh,
pelaku usaha tidak memiliki pengaruh pada pengelolaan administatif, namun memiliki pengaruh terhadap teknis berjalannya pengelolaan Situ Pengasinan.
Tanpa kepedulian dari pelaku usaha, maka wisata Situ Pengasinan bisa mengalami penurunan kualitas ekologi akibat aktivitas dari Situ Pengasinan yang
tidak ramah lingkungan. Kelompok subjek juga ditempati oleh masyarakat dimana ketergantungan
masyarakat pada Situ Pengasinan sangat tinggi. Hal ini dikarenakan sebagai masyarakat yang tinggal di sekitar situ, maka masyarakat inilah yang pertamakali
merasakan manfaat situ, baik disadari maupun tidak. Oleh karena itu, masyarakat dikategorikan sebagai kelompok yang sangat tinggi ketergantungan atau
kepentingannya terhadap Situ Pengasinan. Sedangkan jika dilihat dari segi pengaruh, meskipun tidak cukup tinggi, masyarakat tetap memiliki andil dalam
penentuan pengelolaan Situ Pengasinan. Tanpa persetujuan masyarakat sekitar, maka tidak akan ada pengembangan wisata Situ Pengasinan.
Selanjutnya kuadran IV penonton ditempati oleh Dinas Pertanian, Dinas Kebersihan, BPN, dan kelurahan. Keterlibatan Badan Pertanahan Nasional BPN
dalam pengelolaan Situ Pengasinan mengenai hak kepemilikan tanah di sekitar kawasan situ. Seharusnya 50 meter dari titik pasang situ merupakan tanah
pemerintah, namun pada faktanya banyak ditemukan bangunan di kawasan tersebut yang bukan milik pemerintah. Sebelum dibentuk Tim Pokja Situ Kota
Depok, BPN memiliki pengaruh dalam penerbitkan sertifikat kepemilikan tanah atas nama anggota masyarakat yang berlokasi di beberapa sempadan situ dalam
61
61
kegiatan ajukasi pada tahun 1997. Umumnya masyarakat yang telah memiliki sertifikat tanah di area situ, tidak dibaringi dengan kepemilikan surat Izin
Mendirikan Bangunan IMB, sehingga tidak ada hak bagi pemilik sertifikat untuk mendirikan bangunan di areal sempadan. Selain memiiki pengaruh yang rendah,
BPN juga tidak memiliki kepentingan yang berarti dalam pengelolaan Situ Pengasinan, kepentingannya hanya terletak secara global.
Dinas Pertanian dalam pengelolaan situ biasanya terkait pemanfaatan situ yang ada di kota Depok untuk budidaya perikanan. Dinas Pertanian memiliki
peran yang cukup penting terhadap pembinaan petani dalam melakukan usaha perikanan agar perikanan yang dilakukan di situ tidak menggangu situ secara
signifikan. Masyarakat Situ Pengasinan menolak pemanfaatan situ sebagai tempat usaha perikanan. Masyarakat lebih menyukai kawasan situ pengasinan menjadi
pusat pemancingan dibandingkan dengan budidaya perikan. Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Pariwisata yaitu berupa restocking ikan yang ke depannya
dimanfaatkan untuk wisata memancing. Dinas Kebersihan dan Pertamanan bertugas untuk menjaga agar situ tidak
dicemari oleh limbah yang berasal dari masyarakat. Program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertanian adalah memberikan hibah berupa
tempat sampah yang ada di sekitar situ. Peran dan fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan belum terlihat dengan jelas, baik itu kepentingan maupun pengaruh.
Ke depannya diharapkan agar Dinas Kebersihan dan Pertamanan dapat berperan lebih aktif dalam menangani masalah sampah yang ada di kawasan wisata Situ
Pengasinan maupun masalah sampah secara global. Kelurahan tidak memiliki tugas dan fungsi secara langsung. Namun
demikian, kelurahan bertugas melindungi keamanan, dan bertanggung jawab terhadap aset yang ada di dalam kawasan kelurahan, termasuk Situ Pengasinan.
Sebagai pelindung, kelurahan harus berkoordinasi dalam memberikan izin penyelenggaraan acara besar yang dilakukan di Situ Pengasinan.
Keterkaitan pengaruh kepentingan dan keterlibatan seluruh stakeholders menjadi sangat penting untuk keberlangsungan sistem pengelolaan Situ
Pengasinan Depok. Berdasarkan garis bantu diagonal, dapat dipisahkan garis
62
bantu diagonal yang memisahkan aktor secara langsung bagian atas dengan aktor yang tidak terlibat secara langsung bagian bawah.
Ostorm 1990 dalam Suhana 2008 menyatakan bahwa dalam menganalisis hubungan antar aktor dalam sistem kelembagaan perlu dibedakan
berdasarkan tingkatannya level, yaitu pertama, level konstitusi constutional, yaitu lembaga yang berperan dalam menyusun aturan main untuk level collective
choice. Kedua, level pilihan kolektif collective choice, yaitu lembaga yang berperan dalam menyusun peraturan untuk dilaksanakan oleh lembaga
operasional. Ketiga, lembaga operasional operational, yaitu lembaga yang secara langsung melaksanakan kebijkan lapangan.
Sumber : Data primer, 2013 diolah
Gambar 6 Hubungan antar aktor pengelola Situ Pengasinan Depok Keterangan:
: Alur keterkaitan : Alur koordinasi
Berdasarakan teori Ostorm, maka dalam pengelolaan Situ Pengasinan, aktor yang tergolong ke dalam level penentu aturan collective choice level adalah
Bappeda, BMSDA, BLH, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Pokja, Dinas Tataruang, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, BPN. Kelompok ini berperan
menyusun dan menetukan aturan main dalam pengelolaan Situ Pengasinan Depok. Selain itu, aktor yang tergolong ke dalam level operational adalah masyarakat
dan pelaku usaha.
Operational Choice Level
Collective Level
Bappeda TATA RUANG
FORMULASI ATURAN
BMSDA DINAS
PARIWISATA BLH
BPN DINAS PERTANIAN
DINAS KEBERSIHAN
KEURAHAN
POKJA SITU PENGASINAN
MASYARAKAT
PELAKU USAHA
ATURAN