Karakteristik Orientasi Etika Klasifikasi Orientasi Etika

dasarnya adalah pengembangan kemampuan individu untuk mengenali isu-isu mengenai etika dan dilema etika. Orientasi etika merupakan cara pandang individu atas suatu masalah etis yang kemudian mempengaruhi penilaiannya terhadap masalah etis tersebut, lalu akan mempengaruhi motivasi untuk berbuat dan akan diwujudkan dalam perbuatan Shaub, 1993. Orientasi etika berhubungan dengan faktor eksternal seperti lingkungan budaya, lingkungan organisasi, dan pengalaman pribadi yang merupakan faktor internal individu tersebut Hunt Vitell, 1986. Norma etis, standar perilaku dalam keluarga, serta standar perilaku dalam komunitas mengarahkan perilaku seseorang untuk mengenali permasalahan mengenai isu-isu etika Tsalikis Fritzsche, 1989. Orientasi etika terkait dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan nilai etika dalam suatu kasus. Orientasi etika menunjukkan pandangan yang diadopsi individu ketika menghadapi situasi yang membutuhkan pemecahan terkait dengan etika atau disebut dilema etika, dimana individu harus mengambil keputusan antara etis atau tidaknya suatu perilaku Maiga Jacobs, 2008.

b. Karakteristik Orientasi Etika

Forsyth 1980 membagi orientasi etika menjadi dua karakteristik, yaitu relativisme dan idealisme. Meskipun merupakan dua karakteristik, akan tetapi konsep idealisme dan relativisme bukan merupakan hal yang bertolak belakang, tetapi lebih merupakan dua skala yang terpisah yang terkadang saling mempengaruhi pada diri individu. 1 Relativisme Relativisme berkaitan dengan batasan individu yang mendasarkan penilaian etis atau tidaknya perilaku pada aturan-aturan moral secara umum. Seseorang yang memiliki relativisme tinggi akan menolak pandangan bahwa penilaian etis atau tidaknya perilaku berdasarkan aturan-aturan secara umum dan lebih meyakini bahwa ada perspektif lain dalam menilai etis atau tidaknya perilaku. Dengan kata lain, individu dengan relativisme tinggi menilai etis atau tidaknya perilaku berdasarkan pertimbangan-pertimbangan personal. Individu dengan relativisme rendah lebih meyakini bahwa penilaian etika berdasarkan pada aturan-aturan secara umum dan meyakini bahwa aturan-aturan tersebut harus diterapkan secara konsisten dan menghiraukan pertimbangan-pertimbangan personal. 2 Idealisme Idealisme berkaitan dengan keyakinan individu pada hubungan antara tindakan dengan dampak yang ditimbulkannya. Individu yang memiliki idealisme tinggi meyakini bahwa tindakan yang secara moral benar maka tidak akan merugikan pihak lain, sedangkan tindakan yang secara moral salah maka akan berdampak negatif bagi pihak lain, sedangkan individu dengan idealisme rendah meyakini bahwa tindakan tidak etis dapat berdampak positif dan negatif sehingga dibalik dampak negatif yang diterima pihak lain atas tindakan tidak etis maka ada sisi positif dari tindakan tersebut. Menurut Forsyth 1992, idealisme berkaitan dengan tingkatan perhatian individu terhadap kepentingan pihak lain.

c. Klasifikasi Orientasi Etika

Menurut Forsyth 1980, relativisme berhubungan dengan masalah prinsip moral, sedangkan idealisme berhubungan dengan konsekuensi atau dampak dari suatu tindakan. Relativisme dan idealisme individu dapat tinggi atau rendah. Oleh karena itu, tipe orientasi etika relativisme dan idealisme diklasifikasikan menjadi empat, yaitu subjectivism, absolutism, situationism, dan exceptionism. 1 Situationism Situationism menunjuk pada individu yang memiliki relativisme dan idealisme tinggi. Situationist menolak aturan moral secara umum pada penilaian etis suatu tindakan karena individu tersebut lebih meyakini bahwa setiap tindakan harus dipertimbangkan etis atau tidaknya menurut perspektif personal. Selain itu, situationist meyakini bahwa suatu tindakan yang bermoral adalah tindakan yang tidak berdampak buruk bagi pihak tertentu. Jika suatu tindakan menimbulkan dampak negatif bagi pihak tertentu walaupun tindakan tersebut dapat memberikan dampak positif maka tindakan tersebut termasuk tindakan yang tidak etis dan harus dihindari. Karena situationist memiliki relativisme tinggi dan idealisme tinggi maka situationist akan melakukan analisis individual terhadap setiap tindakan dalam setiap situasi. Hal tersebut membuat situationist memiliki kemungkinan untuk melakukan tindakan yang etis atau tindakan yang tidak etis. 2 Absolutism Absolutism menunjuk pada individu yang memiliki relativisme rendah dan idealisme tinggi. Absolutist meyakini adanya aturan moral secara umum pada penilaian etis suatu tindakan dan menolak pendapat bahwa suatu tindakan tersebut dinilai berdasarkan pertimbangan pribadi. Absolutist juga meyakini bahwa suatu tindakan dikatakan etis jika tidak berdampak buruk bagi pihak tertentu. Meyakini aturan moral secara umum dan meyakini bahwa seseorang tidak boleh melakukan tindakan yang dapat memberi dampak negatif pada pihak lain akan membuat absolutist memiliki kecenderungan tinggi untuk tidak melakukan tindakan yang tidak etis. 3 Subjectivism Subjectivism menunjuk pada individu yang memiliki relativisme tinggi dan idealisme rendah. Subjectivist menolak aturan moral secara umum mengenai penilaian etis suatu tindakan karena individu tersebut lebih meyakini bahwa setiap tindakan dinilai etis atau tidaknya berdasarkan perspektif personal. Subjectivist juga meyakini bahwa suatu tindakan walau berdampak buruk bagi pihak tertentu, namun, tidak dikatakan tidak etis karena tindakan tersebut di sisi lain memberikan dampak positif. Karena subjectivist lebih meyakini pendapat personal daripada aturan moral secara umum ditambah dengan keyakinannya bahwa suatu tindakan boleh dilakukan walaupun berdampak negatif maka subjectivist akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melakukan tindakan yang tidak etis. 4 Exceptionist Exceptionist menunjuk pada individu yang memiliki relativisme dan idealisme rendah. Exceptionist meyakini bahwa prinsip moral secara umum digunakan dalam penilaian etis suatu tindakan. Exceptionist juga meyakini bahwa suatu tindakan walau dapat berdampak buruk bagi pihak tertentu dapat dikatakan etis karena tindakan tersebut di sisi lain memberikan dampak positif. Exceptionist bisa melakukan pengecualian terhadap keyakinannya atas aturan moral secara umum karena exceptionist juga meyakini bahwa suatu tindakan boleh dilakukan walau dapat memberikan dampak negatif bagi pihak lain. Hal tersebut dilakukan jika exceptionist menilai bahwa menggunakan pertimbangan persona dinilai lebih cocok untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan.

d. Orientasi Etika terhadap Senjangan Anggaran

Dokumen yang terkait

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

0 2 13

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

0 3 13

PENDAHULUAN PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

0 3 6

PENUTUP PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING.

0 3 43

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi Empiris

0 0 16

Pengaruh Penganggaran Partisipatif Terhadap Senjangan Anggaran di PT. Pos Indonesia (Persero).

0 1 23

PENGARUH PENGANGGARAN PARTISIPATIF TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN KEPERCAYAAN MANAJERIAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING.

0 0 19

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA SENJANGAN ANGGARAN DENGAN GROUP COHESIVENESS SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI.

0 0 11

PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN, ASIMETRI INFORMASI, DAN BUDAYA ORGANISASI PADA SENJANGAN ANGGARAN.

0 0 16

Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Asimetri Informasi terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating (Penelitian Pada Universitas Swasta di Semarang) - Unika Repository

0 0 12