Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Merkuri 9Hg) pada Air Sumur Penduduk di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR SUMUR PENDUDUK DI DESA TAMIANG KECAMATAN
KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
OLEH
NURUL RAHMAH SIREGAR 117032174/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
FACTORS THAT INFLUENCE THE LEVELS OF MERCURY (Hg) IN WATER WELLS IN TAMIANG VILLAGE KOTANOPAN
MANDAILING NATAL DISTRICT
THESIS
By
NURUL RAHMAH SIREGAR 117032174/IKM
MAGISTER PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
NORTH SUMATRA UNIVERSITY MEDAN
2013
(3)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR SUMUR PENDUDUK DI DESA TAMIANG KECAMATAN
KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
NURUL RAHMAH SIREGAR 117032174/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(4)
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR SUMUR PENDUDUK DI DESA TAMIANG KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
Nama Mahasiswa : Nurul Rahmah Siregar NIM : 117032174
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (dr. Taufik Ashar, M.K.M
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Tanggal Lulus : 28 Agustus 2013
(5)
Telah Diuji
pada Tanggal : 28 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M
2. Ir. Evi Naria, M.Kes 3. Ir. Indra Chahaya, M.Si
(6)
PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR SUMUR PENDUDUK DI DESA TAMIANG KECAMATAN
KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
Nurul Rahmah Siregar 117032174/IKM
(7)
ABSTRAK
Air tanah dapat terkontaminasi oleh logam berat Merkuri (Hg). Salah satu sumber merkuri dari kegiatan tambang emas yang berada di aliran sungai. Limbah yang mengandung merkuri dari kegiatan tersebut dapat masuk kedalam sungai sehingga dapat mencemari air sumur yang berada dialiran sungai. Terkontaminasinya air sumur disebabkan oleh beberapa faktor.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar merkuri (Hg) pada air sumur penduduk di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
Metode penelitian adalah survai analitik dengan desain crossectional study.
Objek pada penelitian adalah air sumur yang digunakan sebagai sumber air minum dan tanah di sekitar sumur yang berjumlah 30 sampel. Analisa data menggunakan uji
Mann-Whitney dan uji regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan kadar merkuri tertinggi pada air sumur 0,00207 mg/l. Variabel jarak sumber pencemar terhadap sumur (p=0,000) dan porositas tanah (p = 0,000) berpengaruh terhadap kadar merkuri (Hg) pada air sumur. Sedangkan umur sumur (p = 0,183), konstruksi/fisik sumur (p = > 0,25) , suhu air sumur (p = 0,760), dan kedalaman sumur (p = 0,594) tidak berpengaruh terhadap kadar merkuri (Hg) pada air sumur.
Dari hasil uji regresi linier berganda diketahui yang berpengaruh terhadap kadar merkuri pada air sumur adalah jarak sumber pencemar terhadap sumur dengan nilai koefisien Exp (B) 5,882E-6 dan variabel porositas tanah dengan nilai koefisien Exp (B) 5,317E-5.
(8)
ABSTRACT
Ground water could be contaminated by heavy metal Mercury (Hg), which could come from the activity of gold mining at the side of river flow. Waste with mercury content will flow to the river so could pollute wellwater along the watershed. The contamination of wellwater is affected by some factors.
The objective of the research was to analyze some factors which influenced mercury (Hg) content in people’s wellwater at Tamiang Village, Kotanopan Subdistrict, Mandailing Natal District.
The research used an analytic survey with cross sectional study. The samples of the research were the wellwater used as drinking water and the soil around these sites. The data were analyzed by using Mann-Whitney test and multiple linear regression tests.
The result of the research showed that the highest mercury measured was 0,00207mg/l, Variables of the distance of polluting source from the wells (p = 0.000), and soil porosity (p = 0.000) influenced the mercury (Hg) content in wellwater, while the age of the wells (p = 0.183), well construction/physic (p > 0.25), wellwater temperature (p = 0.760), and well depth (p = 0.594)did not have any influence on the mercury (Hg) content in wellwater.
The multiple linear regression tests showed that the mercury content in wellwater was affected by the variable of the distance of the polluting source from the
wells with coefficient value Exp (β) of 5.882E-6 and the soil porosity with coefficient
value Exp (β) of 5.317E-5.
Keywords: Mercury (Hg), Wellwater
(9)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KADAR MERKURI (Hg) PADA AIR SUMUR PENDUDUK DI DESA TAMIANG KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL” tepat pada waktunya.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen
Kesehatan Lingkungan Industri pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan,
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
(10)
4. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu
meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga penulisan tesis ini
selesai.
5. dr. Surya Dharma, MPH selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan sabar
dan penuh perhatian membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis
ini.
6. Ir. Evi Naria M.Kes dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku dosen penguji yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan
tesis ini.
7. Ir. Manat Panggabean Selaku Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun
Klimatologi Kelas I Sampali Medan yang telah berperan dalam membantu
penulis menyelesaikan penulisan tesis ini.
8. drg. Hj. Usma Polita Nasution, MKes Selaku Kepala Kepala Dinas Kesehatan
Kota Medan yang telah berperan dalam membantu penulis menyelesaikan
penulisan tesis ini.
9. dr. Erna Ningsih selaku Kepala Puskesmas Sei Rampah yang telah memberi izin
kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.
10. Kedua orang tua tercinta ayahanda H. Parlindungan Siregar dan Ibunda Hj.
Wastita SA Nasution, Kakanda Tapi Rumondang Sari Siregar, S.E., M.Acc serta
Abangda Mara Sakti Siregar S.H yang senantiasa memberi perhatian dukungan
serta doa selama penulis dalam masa pendidikan dan dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini.
(11)
11. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat angkatan 2011 Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan
Industri terutama Julidia Syafitri Parinduri, Halimah Fitriani Pane, Andriansyah
Munthe, serta sahabat setia Ika Laila Afifa dan Danu Ardiansyah yang selalu
setia memberi dukungan, motivasi dan waktunya serta pihak-pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis sangat mengharapkan saran serta masukan yang mendukung. Harapan
penulis, semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Oktober 2013 Penulis,
Nurul Rahmah Siregar 117032174/IKM
(12)
RIWAYAT HIDUP
Nurul Rahmah Siregar dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 18 September
1986, anak ketiga dari pasangan Ayahanda H. Parlindungan Siregar dan Ibunda Hj.
Wastita SA Nasution. Anak ke 3 dari 3 bersaudara Tapi Rumondang Sari Sregar,
S.E., M.Acc (kakak) dan Mara Sakti Siregar, S.H (abang). Memulai pendidikan di SD
Negeri No.060812 Medan Amplas lulus tahun 1998, melanjutkan pendidikan di
SLTP Al-Azhar lulus tahun 2001, melanjutkan pendidikan di SMU Al-Azhar lulus
tahun 2004. Kemudian melanjutkan pendidikan di Ilmu Keperawatan Program Studi
D3 Keperawatan Universitas Sumatera Utara selesai tahun 2007, tahun 2008
melanjutkan ke pendidikan S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara selesai tahun 2010. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Sekolah
Pasca Sarjana tahun 2011 sampai sekaraang.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR ISI ... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Hipotesis ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Air ………. ... 8
2.1.1 Siklus Hidrologi ... 9
2.1.2 Sumber Air ... 10
2.1.3 Syarat Kualitas Air ... 11
2.1.4 Syarat Air Bersih ... 14
2.1.5 Air Tanah ... 15
2.1.5.1 Karakteristik Air Tanah... 17
2.1.5.2 Pergerakan Air Tanah ... 18
2.1.5.3 Sumber Air Tanah ... 20
2.1.5.4 Sumur ... 22
2.2 Pencemaran Air ... 26
2.2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencemaran Air Tanah ... 27
2.2.2 Sumber Pencemaran Air ... 28
2.2.3 Indikator Pencemaran Air ... 29
2.2.4 Komponen Pencemaran Air ... 31
2.3 Merkuri ... 36
2.3.1 Sifat-Sifat Merkuri ... 39
(14)
2.3.3 Manfaat Merkuri ... 40
2.3.4 Efek Toksik ... 41
2.4 Karakteristik Tanah ... 43
2.4.1 Sifat-Sifat Tanah ... 43
2.4.2 Struktur dan Interaksi Tanah ... 44
2.4.3 Jenis Tanah ... 46
2.5 Landasan Teori ... 49
2.6 Kerangka Konsep ... 52
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 53
3.1 Jenis Penelitian ... 53
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54
3.3 Objek Penelitian dan Sampel... 54
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 55
3.4.1 Data Primer ... 55
3.4.2 Data Sekunder ... 55
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 55
3.5.1 Variabel Penelitian ... 55
3.5.1.1 Variabel Independen ... 55
3.5.1.2 Variabel Dependen ... 56
3.5.2 Definisi Operasional ... 56
3.6 Metode Pengukuran ... 57
3.6.1 Variabel Independen ... 57
3.6.2 Variabel Dependen ... 57
3.6.2.1 Pengambilan Sampel ... 58
3.6.2.2 Prinsip Analisa Merkuri ... 58
3.6.2.3 Cara Kerja ... 58
3.7 Metode Analisis Data ... 60
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 62
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 62
4.1.1. Letak Geografis ... 63
4.1.2. Iklim ... 64
4.1.3. Sumber Mata Air ... 64
4.2 Data Hasil Penelitian ... 64
4.3 Analisa Univariat Hasil Penelitian ... 68
4.3.1. Distribusi Jarak Sumber Pencemar ... 69
4.3.2. Distribusi Suhu Air Sumur ... 69
4.3.3. Distribusi Umur Sumur ... 71
4.3.4. Distribusi Kedalaman Sumur ... 72
4.3.5. Distribusi Porositas Tanah ... 72
4.4 Analisa Bivariat Hasil Penelitian ... 72
(15)
4.4.1. Korelasi Jarak Sumber Pencemar, Suhu Air Sumur, Kedalaman Sumur, Dan Porositas Tanah Terhadap
Kadar Merkuri (Hg) Pada Air Sumur ... 72
4.5 Analisa Multivariat ... 75
BAB 5. PEMBAHASAN... 78
5.1 Hubungan Jarak Sumber Pencemar Dengan Sumur terhadap Kadar Merkuri (Hg) Pada Air Sumur ... 78
5.2 Hubungan Konstruksi/Fisik Sumur terhadap Kadar Merkuri (Hg) Pada Air Sumur ... 80
5.3 Hubungan Suhu Air Sumur terhadap Kadar Merkuri (Hg) Pada Air Sumur... 81
5.4 Hubungan Umur Sumur terhadap Kadar Merkuri (Hg) Pada Air Sumur ... 82
5.5 Hubungan Kedalaman Sumur terhadap Kadar Merkuri (Hg) Pada Air Sumur ... 83
5.6 Hubungan Porositas Tanah terhadap Kadar Merkuri (Hg) Pada Air Sumur... 85
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
(16)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Perbedaan Antara Sumur Dangkal dan Sumur Dalam ... 22
2.2 Biogmanifikasi Merkuri Pada Beberapa Organisme Anggota
Jala Makanan Pada Ekosistem Perairan ... 38 3.1 Definisi Operasional dan Variabel ... 59
4.1 Data Hasil Observasi Konstruksi/Fisik Sumur di Desa
Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal . 64
4.2 Distribusi Frekuensi Konstruksi/Fisik Sumur di Desa
Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal . 66
4.3 Data Hasil Observasi Konstruksi/Fisik Sumur di Desa
Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal . 66
4.4 Hasil Uji Statistik Variabel Jarak Sumber Pencemar Terhadap Sumur, Suhu Air Sumur, Umur Sumur, Kedalaman Sumur Dan Porositas Tanah Di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten
Mandailing Natal 2013 ... 68
4.5 Distribusi Frekuensi Jarak Sumber Pencemar dengan sumur penduduk di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing Natal ... 69
4.6 Distribusi Frekuensi Suhu Air Sumur di Desa Tamiang
Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal ... 70
4.7 Distribusi Frekuensi Umur Sumur di Desa Tamiang
Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal ... 71
4.7 Distribusi Frekuensi Kedalaman Sumur di Desa Tamiang
Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal ... 71
4.9 Distribusi Frekuensi Porositas Tanah di Desa Tamiang
Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal ... 72
4.10 Hasil Uji Bivariat Dengan Korelasi Sperman ... 73
(17)
4.11 Hasil Uji Bivariat Dengan Korelasi Pearson ... 73
4.12 Hasil Uji Bivariat Dengan Mann-Whitney ... 74
(18)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Landasan Teori ... 47
2.2 Kerangka Konsep ... 50
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Lembar Kuesioner Penelitian ... 92
2. Surat Permohonan Survey Penelitian ... 93
3. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 94
4. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 95
5. Hasil Pemeriksaan Konsentrasi Merkuri ... 97
6. Master Data ... 99
7. Hasil Uji Statistik ... 100
8. Peta Lokasi Penelitian ... 137
9. Peta Titik Pengambilan Sampel ... 138
10. Dokumentasi Penelitian ... 139
(20)
ABSTRAK
Air tanah dapat terkontaminasi oleh logam berat Merkuri (Hg). Salah satu sumber merkuri dari kegiatan tambang emas yang berada di aliran sungai. Limbah yang mengandung merkuri dari kegiatan tersebut dapat masuk kedalam sungai sehingga dapat mencemari air sumur yang berada dialiran sungai. Terkontaminasinya air sumur disebabkan oleh beberapa faktor.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kadar merkuri (Hg) pada air sumur penduduk di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.
Metode penelitian adalah survai analitik dengan desain crossectional study.
Objek pada penelitian adalah air sumur yang digunakan sebagai sumber air minum dan tanah di sekitar sumur yang berjumlah 30 sampel. Analisa data menggunakan uji
Mann-Whitney dan uji regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan kadar merkuri tertinggi pada air sumur 0,00207 mg/l. Variabel jarak sumber pencemar terhadap sumur (p=0,000) dan porositas tanah (p = 0,000) berpengaruh terhadap kadar merkuri (Hg) pada air sumur. Sedangkan umur sumur (p = 0,183), konstruksi/fisik sumur (p = > 0,25) , suhu air sumur (p = 0,760), dan kedalaman sumur (p = 0,594) tidak berpengaruh terhadap kadar merkuri (Hg) pada air sumur.
Dari hasil uji regresi linier berganda diketahui yang berpengaruh terhadap kadar merkuri pada air sumur adalah jarak sumber pencemar terhadap sumur dengan nilai koefisien Exp (B) 5,882E-6 dan variabel porositas tanah dengan nilai koefisien Exp (B) 5,317E-5.
Kata Kunci: Merkuri (Hg), Air Sumur
(21)
ABSTRACT
Ground water could be contaminated by heavy metal Mercury (Hg), which could come from the activity of gold mining at the side of river flow. Waste with mercury content will flow to the river so could pollute wellwater along the watershed. The contamination of wellwater is affected by some factors.
The objective of the research was to analyze some factors which influenced mercury (Hg) content in people’s wellwater at Tamiang Village, Kotanopan Subdistrict, Mandailing Natal District.
The research used an analytic survey with cross sectional study. The samples of the research were the wellwater used as drinking water and the soil around these sites. The data were analyzed by using Mann-Whitney test and multiple linear regression tests.
The result of the research showed that the highest mercury measured was 0,00207mg/l, Variables of the distance of polluting source from the wells (p = 0.000), and soil porosity (p = 0.000) influenced the mercury (Hg) content in wellwater, while the age of the wells (p = 0.183), well construction/physic (p > 0.25), wellwater temperature (p = 0.760), and well depth (p = 0.594)did not have any influence on the mercury (Hg) content in wellwater.
The multiple linear regression tests showed that the mercury content in wellwater was affected by the variable of the distance of the polluting source from the
wells with coefficient value Exp (β) of 5.882E-6 and the soil porosity with coefficient
value Exp (β) of 5.317E-5.
(22)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, luas daratan memang lebih
kecil dibandingkan dengan luas lautan. Air merupakan sumber daya alam yang
diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Air
menjadi kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Air yang relatif bersih
sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, keperluan
industri, untuk sanitasi, maupun keperluan pertanian dan lain sebagainya. Oleh karena
itu sumber daya alam air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Saat ini terjadi masalah yang dihadapi oleh sumber daya air yang meliputi
kuantitas air yang hampir tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat
serta kualitas air untuk keperluan domestik yang menurun. Berbagai kegiatan
industri, domestik, dan kegiatan lain yang berdampak negatif seperti penuruanan
kualitas air. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan terhadap makhluk
hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan
sumber daya air.
Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis
industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada
bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem pengolahan limbah cair yang
(23)
digunakan dalam industri tersebut. Menurut Mukono (2008), yang termasuk kedalam
bahan kimia berbahaya sebagai polutan air antara lain: Merkuri (Hg), Cadmium (Cd),
Timah Hitam (Pb), Pestisida dan jenis logam berat lainnya.
Merkuri (Hg) digunakan pada proses penambangan emas sebagai pemisah
antara bebatuan atau pasir dengan emas. Sisa dari kegiatan tersebut, limbah yang
mengandung merkuri dibuang ke perairan yang dapat mencemari perairan tersebut.
Beberapa kasus yang pernah terjadi yang disebabkan pencemaran oleh Merkuri (Hg):
kasus Minamata, Jepang, yang terjadi pada tahun 1955-1960, mengakibatkan
kematian 110 orang, kasus di Irak yang terjadi tahun 1961 mengakibatkan kematian
35 orang dan 321 orang cidera, kasus di Pakistan Barat yang terjadi tahun 1963
mengakibatkan kematian 4 orang dan cidera 34 orang, kasus di Guetamala yang
terjadi tahun 1966 mengakibatkan kematian 20 orang dan 45 orang cidera, kasus di
Nigata, Jepang, yang terjadi tahun 1968 mengakibatkan 5 orang dan 25 orang cidera
(Widowati, dkk, 2008).
Badan Pengeloalaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Daerah (BPPLHD)
Kalimantan Tengah pada tahun 2002 melaporkan bahwa setiap tahun diperkirakan 10
ton merkur i (Hg) sisa penambangan emas tradisional di buang ke sungai. Di
Kalimantan Tengah terdapat 65.000 penambang emas tradisional yang menggunakan
merkuri (Hg) sebagai pelebur butir emas. Sekitar 25.000 penambang emas bekerja di
11 aliran sungai besar di Kalteng sehingga limbah merkuri (Hg) langsung mencemari
sungai. Dari 2.264 tromol emas yang dioperasikan di Kalteng, tercatat 1.563 unit
(24)
merkuri (Hg) selama tiga bulan sehingga kadar merkuri (Hg) setelah mencapai
sungai Kahayan adalah 0,014 mg/l air. Tujuh sungai di Kalteng tercemar merkuri
(Hg) sebesar 0,002 sampai 0,007 mg/l air melampaui ambang batas yang diizinkan
PP no 82 Tahun 2001, yakni sebesar 0,001 mg/l.
Tambang emas tradisional di daerah Kecamatan Kotanopan yang berada
disepanjang aliran sungai Batang Gadis tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air
Limbah sehingga sisa dari kegiatan penambangan emas yang mengandung merkuri
(Hg) dibuang ke sungai tanpa mengalami pengolahan sebelumnya.
Menurut Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal
berdasarkan hasil laporan puskesmas pemakaian merkuri dan galundung (alat
pemisah antara bebatuan dan emas dengan menggunakan merkuri) di Wilayah
Kabupaten Mandailing Natal Pada Tahun 2012, pada wilayah kerja Puskesmas
Longat terdapat 400 galundung dengan pemakaian Merkuri 8000ml/Hari, pada
wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae terdapat 2760 buah galundung dengan
pemakaian Merkuri 55200ml/Hari, pada wilayah kerja Puskesmas Gunung Tua
terdapat 640 buah galundung dengan pemakaian Merkuri 12800 ml/Hari, pada
wilayah kerja Puskesmas Mompang terdapat 1880 buah galundung dengan
pemakaian Merkuri 37600 ml/Hari, pada wilayah kerja Puskesmas Hutabargot
terdapat 4800 buah galundung dengan pemakaian Merkuri 96000ml/Hari, pada
wilayah kerja Puskesmas Malintang terdapat 120 buah galundung dengan
pemakaian Merkuri 2400ml/Hari, pada wilayah kerja Puskesmas Naga Juang
terdapat 680 buah galundung dengan pemakaian Merkuri 13600ml/Hari.
(25)
Galundung atau glundung adalah alat yang berbentuk tabung yang terbuat dari
baja berdiameter 27cm, 32cm, 50cm atau 60cm. Galundung berfungsi sebagai wadah
berisi bebatuan (mengandung emas) dan merkuri. Di dalam galundung, bebatuan
akan pecah bahkan hancur. Merkuri berfungsi sebagai pengikat emas yang berasal
dari bebatuan.
Dari hasil Laboratorium Penelitian yang dikirimkan oleh PT. Sorik Mas
Mining pada Mei 2012 ternyata beberapa pembuangan air limbah akibat aktivitas
penggelundungan hasilnya telah melampaui Nilai ambang Batas yaitu 0,002 mg/l
didalam air, sementara menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
416/MEN.KES/PER/IX/ 1990 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air kadar
merkuri yang diperbolehkan dalam air sungai adalah 0,001 mg/l. Dalam hal ini
limbah yang dibuang ke badan air akan sangat merugikan masyarakat yang
menggunakan sungai sebagai sumber air bersih.
Berdasarkan survey awal pada bulan Maret 2013 di Kabupaten Mandailing
Natal Kecamatan Kotanopan kegiatan pertambangan emas tradisional di Daerah
Aliran Sungai Batang Gadis sudah terjadi dalam beberapa tahun ini yang mana dalam
proses kegiatan penambangan menggunakan Merkuri (Hg) sebagai proses pemisahan
emas dengan bebatuan dan pasir. Berdasarkan data sepuluh penyakit yang di dapat
dari Puskesmas Kecamatan Kotanopan, penyakit kulit berada di nomor dua.
Kegiatan penambangan tersebut akan berdampak negatif terhadap kualitas badan air,
air tanah, serta pencemaran lingkungan hidup yang mengganggu keseimbangan
(26)
Dari survey pada bulan Mei tahun 2013 yang dilakukan dengan mengambil
sampel air badan air Sungai Batang Gadis pada 3 titik yaitu Hulu, Tengah, Hilir Desa
Tamiang. Konsentrasi Merkuri yang didapatkan dari hasil uji ialah, pada titik hulu
0,215 mg/L, titik tengah 0,072 mg/L, pada titik hilir 0,008 mg/L. Pengambilan
sampel ketiga titik dibagi berdasarkan panjang Desa Tamiang yang ± 1.800 M. Titik
pengambilan sampel diambil pada jarak ± 600M.
Desa Tamiang berada di Daerah Aliran Sungai Batang Gadis Kecamatan
Kotanopan yang diduga sudah tercemar oleh Hg, yang mana air sungai tersebut serta
air tanah (sumur gali) menjadi sumber air bersih bagi masyarakat sekitar tambang
emas tradisional tersebut. Letak Geografis Desa Tamiang sebelah Barat berbatasan
dengan Hutadangka, sebelah Timur berbatasan dengan Husartolang, sebelah Selatan
berbatasan dengan Hutapungkut, sebelah Utara berbatasan dengan Simandolam.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi kadar Merkuri pada air sumur
penduduk di Kelurahan Tamiang Kabupaten Mandailing Natal. Hal tersebut menjadi
penting untuk diteliti karena limbah dari proses penambangan emas tradisional dapat
berdampak luas terhadap kesehatan masyarakat sekitar. Masalah kesehatan yang
dapat muncul akibat terpapar merkuri (Hg) yaitu gangguan syaraf, bergetarnya
seluruh tubuh disertai dengan kekakuan ektremitas serta kehilangan memori.
Keracunan kronis bisa menyerang pekerja yang langsung kontak dengan
merkuri dan orang yang tinggal di sekitar kawasan industri yang menggunakan bahan
merkuri. Toksisitas kronis berupa gangguan system pencernaan dan system syaraf
(27)
atau gingivitis. Gangguan system syaraf berupa tremor, Parkinson, gangguan lensa
mata berwarna abu-abu sampai abu-abu kemerahan, serta anemia ringan (Widowati,
dkk ,2008)
1.2Permasalahan
Kegiatan penambangan emas tradisional di Kelurahan Tamiang yang berada
dari hulu hingga hilir pada sungai batang gadis tidak memiliki pengolahan limbah.
Pembuangan limbah dari sisa penambangan emas langsung di buang ke badan air
tanpa melalui proses pengolahan. Limbah yang mengandung merkuri dapat masuk ke
dalam sumur melalui proses infiltrasi. Badan sungai yang telah tercemar merkuri
juga dapat mencemari air sumur melalui proses infiltrasi. Proses infiltrasi tersebut
dapat mengganggu kualitas air tanah (sumur). Berdasarkan data sepuluh penyakit
pada Puskesmas Kecamatan Kotanopan penyakit kulit atau dermatitis kontak ada di
nomor dua.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
memengaruhi kadar merkuri pada air sumur penduduk di Desa Tamiang Kecamatan
(28)
1.4Hipotesis
Hipotesis dalam penelitan ini adalah adanya hubungan antara jarak sungai
dengan sumur, fisik atau konstruksi sumur, suhu air sumur, umur sumur, kedalaman
sumur, porositas tanah, terhadap kadar merkuri pada air sumur.
1.5Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal tentang
bahaya pencemaran logam berat terhadap air sumur penduduk di Desa Tamiang.
2. Dapat menindaklanjuti jika memang air sumur penduduk telah tercemar oleh
merkuri.
3. Sebagai informasi kepada intansi pengambil kebijakan untuk dapat melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap pencemaran sungai.
(29)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
2.1.1 Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan suatu fenomena alam. Hidrologi sendiri
merupakan suatu ilmu yang mempelajari siklus air pada semua tahapan yang
dilaluinya, mulai dari proses evaporasi, kondensasi uap air, presipitasi, penyebaran air
di permukaan bumi, penyerapan air ke dalam tanah, sampai berlangsungnya proses
daur ulang (Chandra, 2007).
Menurut Effendi (2003), yang mengutip pendapat Miller, air tawar yang
tersedia selalu mengalami siklus hidrologi: pergantian total (replacement) air sungai
berlangsung sekitar 18-20 tahun, sedangkan pergantian uap air yang terdapat di
atmosfer berlangsung sekitar 12 hari dan pergantian air tanah dalam (deep
groundwater) berlangsung hingga ratusan tahun.
Menurut Effendi (2003), siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi
dan presipitasi. Air yang terdapat dipermukaan bumi berubah menjadi uap air di
lapisan atmosfer melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut,
serta proses evapotransportasi atau penguapan air melalui tanaman. Proses evaporasi
yang berlangsung di laut lebih banyak dari pada proses evaporasi di perairan daratan.
Di laut, proses evaporasi juga melebihi proses presipitasi sehingga lautan merupakan
(30)
presipitasi lebih banyak dari pada evaporasi. Di daratan, sekitar 50% air yang
diperoleh melalui presipitasi mengalami evaporasi, dan sisanya tersimpan di danau,
sungai maupun sebagai air tanah.
2.1.2 Sumber Air
Berdasarkan Chandra (2007), air yang berada di permukaan bumi ini dapat
berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi
air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah.
a. Air angkasa
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada
saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung
mengalami pencemaran katika berada di atmosfer. Pencemaran yang
berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu,
mikroorganisme dan gas, misalnya, karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia.
b. Air permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga,
waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air
hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan
mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.
c. Air tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh kepermukaan bumi
yang kemudian mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang
telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah,
8 Universitas Sumatera Utara
(31)
membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air
permukaan.
Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber air lain.
Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu
mengalami proses purifikasi atau penjernihan. Persediaan air tanah juga cukup
tersedia sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu air
tanah juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibanding sumber air
lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi.
Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral seperti magnesium, kalsium dan
logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air.
Pada saat infiltrasi ke dalam tanah, air permukaan mengalami kontak
dengan mineral-mineral yang terdapat di dalam tanah dan melarutkannya,
sehingga kualitas air mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia. Kadar
oksigen yang masuk ke dalam tanah menurun, digantikan oleh karbondioksida
yang berasal dari aktivitas biologis, yaitu dekomposisi bahan-bahan organik
yang terdapat dalam lapisan tanah pucuk (top soil) (Effendi, 2003).
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah di dalam
zona jenuh, dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan
atmosfer yang dinyatakan oleh Suyono (1993) dalam Asmadi, dkk (2011).
Air tanah terutama berasal dari air hujan yang jatuh dipermukaan tanah/ bumi
(32)
pori-pori di dalam tanah. Kandungan air tanah di dalam tanah tergantung dari
struktur tanahnya, apakah merembes atau yang mempunyai lapisan kedap air.
Menurut Asmadi, dkk (2011), di dalam proses daur air, dapat diambil
pengertian bahwa air tanah adalah air yang tersimpan/terperangkap di dalam
lapisan batuan yang mengalami pengisian/ penambahan secara terus menerus
oleh alam. Kondisi suatu lapisan tanah membuat suatu pembagian zona air
tanah menjadi 2 zona besar yaitu
a. Zona air berudara yaitu suatu lapisan tanah yang mengandung air yang
masih mendapat kontak dengan udara. Pada zona ini terdapat 3 lapisan
tanah yaitu lapisan air tanah permukaan, lapisan intermediate yang berisi
air gravitasi lapisan kepermukaan bumi.
b. Zona air jenuh yaitu suatu lapisan tanah yang mengandung air tanah yang
relatif tak berhubungan dengan udara luar sedangkan lapisan tanahnya
disebut Aquifer bebas.
2.1.3 Syarat Kualitas Air
1. Syarat Fisik
Peraturan menteri kesehatan RI Nomor : 416/MENKES/PER/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah air yang mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air
minum maupun air baku (air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan
secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. Pada
(33)
umunya syarat fisik ini diperhatikan untuk estetika air. Adapun sifat-sifat air
secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai berikut :
1) Suhu
Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air
tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya
terutama apabila temperature sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan
adalah ± 30 C suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar,
tetapi iklim setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi
temperatur air. Disamping itu, temperatur pada air mempengaruhi secara
langsung toksisitas banyaknya bahan kimia pencemar, pertumbuhan
mikroorganisme, dan virus. Temperatur atau suhu air diukur dengan
menggunakan termometer air.
2) Bau dan Rasa
Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan
oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu
organisme mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti
phenol. Bahan–bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari
berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat
klorinasi. Karena pengukuran bau dan rasa ini tergantung pada reaksi
individu maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak. Untuk standard air bersih
sesuai dengan peraturan kementerian kesehatan No.416/MENKES/
(34)
3) Kekeruhan
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur
dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah
liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil
yang tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus
dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa
kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha
penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno,
2006). Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan
laboratorium dengan metode Turbidimeter. Untuk standard air bersih
ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, yaitu
kekeruhan yang dianjurkan maksimum 25 NTU (Depkes RI, 1990)
2. Syarat Kimia
Air bersih yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh
zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium
(Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Mangan ( Mn ),
Derajat keasaman (pH), Cadmium (Cd), dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat
kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar
maksimum yang diperbolehkan seperti yang tercantum dalam Permenkes RI
416/MENKES/PER/ IX/1990.
(35)
Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang
melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik bagi kesehatan
dan material yang digunakan manusia. Contohnya pH; pH Air sebaiknya netral yaitu
tidak asam dan tidak basa untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan
korosi jaringan. pH air yang dianjurkan untuk air minum adalah 6,5–9. Air
merupakan pelarut yang baik sekali maka jika dibantu dengan pH yang tidak netral
dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya (Soemirat, 2000).
3. Syarat Bakteriologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air
angkasa, air permukaan, maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai
dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Penyakit yang ditransmisikan
melalui faecal material dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan metazoa.
Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari
bakteri patogen. Bakteri golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri
patogen, tetapi bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri
patogen (Soemirat, 2000).
Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, bakteri coliform
yang memenuhi syarat untuk air bersih bukan perpipaan adalah < 50 MPN.
2.1.4 Syarat Air Bersih
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber
yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman menurut
(36)
1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.
2. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Tidak berasa dan tidak berbau.
4. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.
5. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen
Kesehatan RI.
2.1.5 Air Tanah
Menurut Wilson (1993),curah hujan yang masuk ke dalam tanah dan meresap
ke lapisan yang di bawahnya disebut air tanah. Banyaknya air yang yang dapat
tertampung di bawah permukaan bergantung pada kesarangan lapisan di bawah tanah.
Lapisan pembawa air disebut akuifer atau pehantar, dapat terdiri dari bahan lepas
seperti pasir dan kerikil atau bahan yang mengeras seperti batupasir dan
batugamping. Batugamping nisbi kedap, tetapi dapat larut dalam air jadi sering
memiliki kekar dan lorong yang lebar-lebar yang membuat batuan itu secara
keseluruhan serupa dengan batuan sarang dalam kemampuannya itu secara
keseluruhan serupa dengan batuan sarang dalam kemampuannya untuk memegang air
dan bertindak sebagai lapisan pembawa air.
Air di dalam pori akuifer terpengaruh oleh gaya gravitasi sehingga cenderung
untuk mengalir ke bawah melalui pori bahan tersebut. Perlawanan terhadap
pengaliran bawah tanah itu sangat berbeda-beda dan kelulusan bahan merupakan
ukuran bagi perlawanan itu. Pehantar dengan pori besar-besar seperti kerakal disebut
(37)
memiliki kelulusan tinggi dan lapisan dengan pori sangat kecil-kecil seperti lempung,
yang porinya hanya dapat dilihat dibawah mikroskop, kelulusannya rendah.
Dengan menelusnya air kebawah, jenuhlah pehantar itu. Permukaan bagian
yang jenuh itu disebut muka air tanah atau permukaan freatik. Permukaan itu dapat
miring curam dan kemantapannya berganntung pada penyediaan dari atas. Permukaan
itu menurun selama waktu kering dan naik pada cuaca berhujan. Air dalam pehantar
umumnya bergerak perlahan-lahan menuju ke permukaan air bebas yang terdekat
seperti danau, sungai, atau laut. Tetapi jika ada suatu lapisan yang kedap yang
mengalasi sebuah pehantar dan lapisan itu tersingkap di permukaan, maka air tanah
dapat muncul di permukaan pada jalur rembasan atau sebagai mata air.
Ada kemungkinan yang sama bagi lapisan pembawa air untuk tertindih oleh
bahan kedap dan dengan demikian ada dalam keadaan tertekan. Akuifer yang
demikian itu yang mendapat airnya dari tempat jauh disebut penghantar tertekan dan
permukaan yang dicapai air itu jika naik, disebut permukaan piezometri. Nama yang
lain, yang digunakan untuk sumur bor bagi akuifer tertekan adalah sumur artois; sifat
artois kadang-kadang terpakai juga untuk akuifer.
Jika permukaan piezometri itu ada diatas permukaan tanah pada suatu sumur
artosis, sumur itu disebut sumur mengalir sendiri atau sumur swalir, adanya rekahan
atau cacat pada lapisan penutup, dapat menyebabkan timbulnya mata air artois.
Kadang-kadang pada akuifer yang luas terdapat suatu daerah kecil yang berbahan
(38)
dapat timbul dari keadaan itu dan tempatnya bisa saja berjauhan dengan permukaan
freatik yang sebenarnya (Wilson,1993).
2.1.5.1 Karakteristik Air Tanah
Karakteristik air tanah menurut Asmadi, dkk (2011) ialah :
1. Kualitas air tergantung pada lapisan tanah yang dilaluinya
2. Umumnya jernih dan tidak mengandung padatan tersuspensi atau
tumbuhan-tumbuhan mati, karena air tanah melalui proses penyaringan alami
3. Kualitas air tanah dangkal rata-rata kurang baik dan kadang-kadang
terkontaminasi air permukaan yang berada disekitarnya. Umumnya
kandungan besi dan mangan tinggi
4. Pada air tanah dalam mengandung mineral dalam jumlah yang sangat tinggi
dan tergantung pada daerah tanah resapannya.
5. Semakin dalam air tanah semakin rendah kandungan oksigen terlarutnya.
Air tanah (ground water) merupakan air yang berada dibawah permukaan
tanah. Air tanah ditemukan pada akifer. Pergerakan air tanah sangat lambat;
kecepatan arus berkisar antara 10-10 -10-3 m/detik dan dipengaruhi oleh porositas,
permeabilitas dari lapisan tanah, dan pengisisan kembali air (recharge). Karakteristik
utama yang membedakan air tanah dan air permukaan adalah pergerakan yang sangat
lambat dan waktu tinggal (recidence time) yang sangat lama, dapat mencapai
puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat lambat dan waktu
tinggal yang lama tersebut air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami
pencemaran (Effendi, 2003).
(39)
Pada dasarnya air tanah dapat berasal dari air hujan (presipitasi), baik melalui
proses infiltrasi secara langsung ataupun secara tak langsung dari air sungai, danau,
rawa dan genangan air lainnya. Air yang terdapat di rawa-rawa (marshes) seringkali
dikategorikan sebagai peralihan antara air permukaan dan air tanah. Dinamika
pergerakan air tanah pada hakikatnya terdiri atas pergerakan horizontal air tanah;
infiltrasi air hujan, sungai, danau, dan rawa ke lapisan akifer; dan menghilangnya atau
keluarnya air tanah melalui sumur (spring), pancaran air tanah, serta aliran tanah
memasuki sungai dan tempat-tempat lain yang merupakan tempat keluarnya air tanah.
Menurut Linsley (2005), langsung dibawah permukaan, pori-pori tanah berisi
air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda. Setelah hujan, air bergerak ke bawah
melalui zona aerasi. Sejumlah air beredar dalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya
kapiler pada pori-pori yang kecil atau tarikan molekuler disekeliling partikel-partikel
tanah. Air pada lapisan atas zona aerasi dikenal sebagai lengas tanah (soil moisture).
Bila kapasitas retensi dari tanah pada zona aerasi telah dihabiskan, air akan bergerak
dibawah lagi ke dalam daerah dimana pori-pori tanah atau batuan terisi air. Air di
dalam zona jenuh (zona of saturation) ini disebut air tanah. Di atas zona jenuh
terdapat lapisan kapiler, dimana pori-pori air yang kecil berisi air yang diangkat oleh
kegiatan kapiler dari zona jenuh.
2.1.5.2 Pergerakan Air Tanah
Menurut Islami (1995), status air di dalam tanah selalu berubah, air di dalam
tanah dapat bertambah karena adanya pengairan, hujan, pengembunan dan lain
(40)
transpirasi dan pengatusan. Di dalam tanah, status air di suatu tempat berbeda-beda,
karena adanya perbedaan status atau energi air tanah inilah, maka air di dalam tanah
akan bergerak dari tempat yang status energinya tingi ke tempat yang status
energinya rendah. Berdasarkan sifat cairan yang bergerak, pergerakan air di dalam
tanah dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Pergerakan air jenuh
Dalam pergerakan air jenuh diangap semua pori berisi air dan bahan yang
bergerak sebagian besar berbentuk cair. Untuk tanah tidak jenuh, mekanisme
pergerakan air tergantung tingkat kejenuhan kandungan air. Jika kandungan
air tinggi pergerakan dalam bentuk cair lebih besar, dan sebaliknya jika
kandungan air rendah yang dominan ialah pergerakan dalam bentuk uap.
Pergerakan air di dalam bentuk cairan terutama disebabkan oleh perbedaan
potensial matriks, yang terjadi karena perbedaan kandungan air tanah.
Disamping air tanah juga bergerak karena pengaruh gaya fisiko-kimia yang
berhubungan dengan interaksi antara liat dan air juga karena perbedaan
konsentrasi larutan. Pergerakan air tanah terjadi karena keadaan air yang
mempunyai potensial matriks tinggi kearah air yang mempunyai potensial
matriks rendah. Air akan bergerak dari larutan yang konsentrasinya rendah ke
arah larutan yang konsentrasinya tinggi.
2. Pergerakan air tidak jenuh
Sebagian besar proses pergerakan air di dalam tanah terjadi pada kondisi tidak
jenuh. Pada kondisi itu air di samping bergerak dalam bentuk cairan juga
(41)
dalam bentuk uap air. Dalam keadaan jenuh pun tidak semua pori berisi air,
pori yang terisi udara dapat mencapai 2-12%. Pada pergerakan air tidak jenuh
kandungan air tanah selalu berubah dengan perubahan waktu. Perubahan itu
menyebabkan adanya perubahan komplek pada parameter lainnya dalam hal
ini potensial air tanah dan konduktivitas. Pergerakan air tidak jenuh sebagian
berbentuk cairan dan sebagian lainnya berbentuk gas.
Menurut Soemarto (1995), gerakan air tanah dalam keadaan sebenarnya tidak
berubah. Gerakan tersebut dikuasai oleh prinsip-prinsip hidrolika yang telah tersusun
baik. Terhadap aliran air tanah lewat aquifer, yang pada umumnya merupakan media
tiris, dapat diberlakukan hukum DARCY yang sangat terkenal. Permeabilitas, yang
merupakan ukuran kemudian aliran lewat media tersebut, merupakan konstante
penting dalam persamaan aliran. Penentuan besarnya permeabilitas secara langsung
dapat dilakukan melalui pengukuran-pengukuran di lapangan atau dilaboratorium.
Informasi mengenai gerakan air tanah dapat diperoleh dengan memberikan suatu zat
kedalam aliran yang kemudian dirumut dalam ruang dan waktu.
2.1.5.3 Sumber Air Tanah
Sumber-sumber air tanah adalah presipitasi yang dapat menembus tanah
secara langsung ke air tanah atau mungkin memasuki sungai dipermukaan tanah dan
merembes kebawah melalui alur-alur ini ke air tanah. Air tanah mempunyai prioritas
terendah pada air dari presipitasi. Sadapan, simpanan pada cekungan, dan lengas
tanah haruslah terpakai sepenuhnya sebelum jumlah air yang besar dapat berperlokasi
(42)
Hampir semua air tanah dapat dianggap sebagai bagian dari daur hidrologi,
termasuk air permukaan dan air atmosfir. Sejumlah kecil air tanah berasal dari
sumber lain dapat pula masuk ke dalam daur tersebut. Air connate adalah air yang
terperangkap dalam rongga-rongga batuan sedimen pada saat diendapkan. Air
tersebut dapat berasal dari air laut atau air tawar, dan bermineral tinggi. Air yang
berasal dari magma gunung berapi atau kosmik yang bercampur dengan air terestik
dinamakan air juvenill yang bersumber dari air magma, air vulkanik atau air kosmik.
Air tanah dapat terkontaminasi dari beberapa sumber pencemar, baik lokal
maupun regional. Dua sumber utama kontaminanasi air tanah ialah terjadinya
kebocoran bahan kimia organik dan penyimpanan bahan kimia dalam bunker yang
disimpan dalam tanah, dan penampungan limbah industri yang ditampung dalam
suatu kolam besar yang terletak di atas atau di dekat sumber tanah. Perembesan
minyak pelumas mobil dari suatu perbengkelan yang besar, pompa bensin, larutan
pembersih dari suatu pabrik dan bahan-bahan kimia berbahaya yang tersimpan dalam
gudang bawah tanah, sangat berperan dalam terjadinya kontaminasi ait tanah sampai
mencapai 40% dari sumber air tanah. Perembesan minyak satu gallon per hari dapat
mencemari air minum (asal dari tanah) yang dikonsumsi 50.000 orang penduduk.
Perembesan bahan polutan tersebut secara perlahan biasanya tidak diketahui atau
tidak terdeteksi sampai terjadinya korban pada orang yang mengkonsumsi air sumur
yang bersangkutan, (Darmono, 2010).
(43)
2.1.5.4 Sumur
Menurut Chandra (2007), sumur merupakan sumber utama persediaan air
bersih bagi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan maupun di perkotaan
Indonesia. Secara teknis sumur dapat di bagi menjadi 2 jenis:
a. Sumur dangkal (shallow well)
Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan
di atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini
banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang
berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi
yang ada perlu sekali diperhatikan.
b. Sumur dalam (deep well)
Sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air
hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah. Sumur airnya tidak
terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi.
Tabel 1.1. Perbedaan Antara Sumur Dangkal dan Sumur Dalam
Sumur Dangkal Sumur Dalam
Sumber air Air permukaan Air tanah
Kualitas air Kurang baik Baik
Kualitas bakteriologis Kontaminasi Tidak terkontaminsi
Persediaan Kering pada musim kemarau Tetap ada sepanjang
tahun
Menurut Asmadi, dkk (2011), air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air
(44)
a. Air tanah dangkal terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Air tanah dangkal berada pada kedalaman 15msebagai
sumur air minum, ditinjau dari kualitas air ini lebih baik namun kuantitas
kurang cukup karena tergantung dengan musim.
b. Air tanah dalam terdapat setelah lapis rapat air yang pertama.
Pengambilan air sumur dalam tidak semudah pengambilan air sumur
dangkal karena harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya.
Biasanya kedalaman sumur dalam antara 100-300m.
Menurut depkes RI (1992) persyaratan kesehatan sumur gali adalah sebagai
brikut :
1. Lokasi
a. apabila sumber pencemaran terletak lebih tinggi dari sumur gali dan
diperkirakan air tanah mengalir ke sumur gali maka jarak minimal sumur
gali terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter
b. jika jarak sumber pencemaran sama/lebih rendah dari sumur gali maka
jarak minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 9 meter
c. sumber pencemaran adalah jamban, air kotor/comberan, tempat
pembuangan sampah kandang ternak dan sumber/saluran resapan
2. Lantai
Lantai harus kedap air minimal harus 1 meter dari sumur dan air kotor,
mudah untuk dibersihkan, tidak menyebabkan ganangan air , kemiringan
minimal 1-5 ͦ
(45)
3. SPAL
SPAL harus kedap air , tidak menimbulkan genangan air dan kemiringannya
minimal 2 ͦ 4. Bibir sumur
Bibir sumur minimal 80 cm dari lantai, bahan kuat dan kedap air
5. Diding sumur
Diding sumur minimal 3 meter dari permukaan tanah, terbuat dari bahan yang
kuat dan kedap air
6. Tutup sumur
Jika pengambilan air dengan pompa tangan dan listrik sumur harus ditutup
7. Timba (ember tali )
Jika pengambilan dengan timba maka harus di sediakan timba khusus untuk
mencegah pencemaran, timba harus di gantung dan tidak boleh di letakkan di
lantai
Sumur sanitasi adalah jenis sumur yang telah memenuhi persyaratan sanitasi
dan terlindung dari kontaminasi air kotor. Untuk membuat sumur sanitasi, menurut
Chandra (2007), persyaratan berikut ini harus terpenuhi :
1. Lokasi
Langkah pertama adalah menentukan tempat yang tepat untuk membangun
sumur. Sumur harus berjarak minimal 15 meter dan terletak lebih tinggi dari
(46)
2. Dinding sumur
Dinding sumur harus dilapisi dengan batu yang disemen. Pelapisan dinding
tersebut paling tidak sedalam 6 meter dari permukaan tanah.
3. Dinding parapet
Dinding parapet merupakan dinding yang membatasi mulut sumur dan harus
dibuat setinggi 70-75cm dari permukaan tanah. Dinding ini merupakan satu
kesatuan dengan dinding sumur.
4. Lantai kaki lima
Lantai kaki lima harus terbuat dari semen dan lebarnya lebih kurang 1 meter
keseluruh jurusan melingkari sumur dengan kemiringan sekitar 10o kearah
tempat pembuangan air (drainase).
5. Drainase
Drainase atau saluran pembuangan air harus dibuat menyambung dengan parit
agar tidak terjadi genangan air disekitar sumur.
6. Tutup sumur
Sumur sebaiknya ditutup dengan penutup terbuat dari batu terutama pada
sumur umum. Tutup semacam itu dapat mencegah kontaminasi langsung pada
sumur.
7. Pompa tangan/listrik
Sumur harus dilengkapi dengan pompa tangan atau listrik. Pemakaian timba
dapat memperbesar terjadinya kontaminasi.
(47)
8. Tanggung jawab pemakai
Sumur umum harus dijaga kebersihannya bersama-sama oleh masyarakat
karena kontaminasi dapat terjadi setiap saat.
9. Kualitas
Kualitas air perlu dijaga terus melalui pelaksanaan pemeriksaan fisik, kimia,
maupun pemeriksaan bakteriologis secara teratur, terutama pada saat
terjadinya wabah muntaber atau penyakit saluran pencernaan lainnya.
2.2 Pencemaran Air
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 173/Menkes/VII/77 Pencemaran
Air adalah suatu peristiwa masuknya zat kedalam air yang mengakibatkan kualitas
(mutu) air tersebut menurun sehingga dapat mengganggu atau membahayakan
kesehatan masyarakat, sedangkan menurut Peraturan Pemerintah RI no. 20 tahun
1990 Pencemaran Air adalah masuknya atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas
air turun sampai ketingkat tertentu yang membahayakan yang mengakibatkan air
tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Menurut Sutejo dalam tesis Maimudin (2011), air dikatakan tercemar apabila
air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya. Polusi air adalah
penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal akibat terkontaminasi oleh materian
(48)
badan air tersebut tidak sesuai lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi
mendukung kehidupan biota yang ada didalamnya.
2.2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pencemaran Air Tanah
1. Mikroorganisme
Salah satu indikator bahwa air tercemar adalah adanya mikroorganisme
pathogen dan non pathogen didalamnya. Danau atau sungai yang
terkontaminasi/tercemar mempunyai spesies mikroorganisme yang berlainan
dari air yang bersih. Air yang tercemar umumnya mempunyai kadar bahan
organik yang tinggi sehingga pada umumnya banyak mengandung
mikroorganisme heterotropik. Mikroorganisme heretropik akan menggunakan
bahan organik tersebut untuk metabolisme, misalnya bakteri coliform.
2. Curah Hujan
Curah hujan di suatu daerah akan menentukan volume dari badan air dalam
rangka mempertahankan efek pencemaran terhadap setiap bahan buangan di
dalamnya (deluting effects). Curah hujan yang cukup tinggi sepanjang musim
dapat lebih mengencerkan (mendispersikan) air yang tercemar.
3. Kecepatan Aliran (Stream Flow)
Bila suatu badan air memiliki aliran yang cepat, maka keadaan itu dapat
memperkecil kemungkinan timbulnya pencemaran air karena bahan polutan
dalam air akan lebih cepat terdispersi.
4. Kualitas Tanah
(49)
Kualitas tanah (pasir atau lempeng) juga mempengaruhi pencemaran air,
ini berkaitan dengan pencemaran tanah yang terjadi di dekat sumber air.
Beberapa sumber pencemaran tanah dapat berupa bahan beracun seperti
pestisida, herbisida, logam berat dan sejenisnya serta penimbunan sampah
secara besar-besaran (misalnya open dumping).
2.2.2 Sumber Pencemar Air
1. Domestik (Rumah Tangga)
Mukono (2006), Sumber pencemar yang berasal dari domestik atau rumah
tangga yaitu berasal dari kamar mandi, kakus dan dapur.
2. Industri
Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis
industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air
tergantung pada bahan baku, proses industri, bahan bakar dan sistem
pengelolaan limbah cair yang digunakan dalam industri tersebut.
Secara umum jenis polutan air dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Fisik
Pasir atau lumpur yang tercampur dalam limbah air
2) Kimia
Bahan pencemar yang berbahaya: Merkuri (Hg), Cadmium (Cd), Timah
hitam (Pb), Pestisida dan jenis logam berat lainnya.
3) Mikrobiologi
(50)
Misalnya yang berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah
potong dan tempat pemerahan susu sapi.
4) Radioaktif
Beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) dapat pula menimbulkan pencemaran air.
3. Pertanian Dan Perkebunan
Polutan air dari pertanian/perkebunan dapat berupa:
1) Zat Kimia
Misalnya: berasal dari penggunaan pupuk, pestisida seperti (DDT,
Dieldrin, dan lain-lain)
2) Mikrobiologi
Misalnya : Virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak dan
cacing tambang di lokasi perkebunan.
3) Zat Radioaktif
Berasal dari penggunaan zat radioaktif yang di pakai dalam proses
pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat
pertumbuhan tanaman.
2.2.3 Indikator Pencemaran Air
Indikator atau tanda bahwa air sudah tercemar menurut pernyataan Wardhana
(2004), adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:
1. Adanya perubahan suhu air
2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen
(51)
3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air
4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut
5. Adanya mikroorganisme
6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
Tanda-tanda polusi pada air berbeda-beda, disebabkan oleh sumber dan jenis
polutan yang berbeda. Menurut Fardiaz (1992), polutan air dapat dikelompokkan atas
Sembilan grup berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya sebagai berikut:
1. Padatan
2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen
3. Mikroorganisme
4. Komponen organik sintetik
5. Nutrient tanaman
6. Minyak
7. Senyawa anorganik mineral
8. Bahan radoaktif
9. Panas
Adapun sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk
menentukkan tingkat polusi pada air menurut Fardiaz (1992), misalnya:
1. Nilai pH, keasaman dan alkalinitas
2. Suhu
3. Warna, bau dan rasa
(52)
5. Nilai BOD dan COD
6. Pencemaran mikroorganisme pathogen
7. Kandungan minyak
8. Kandungan logam berat
9. Kandungan bahan radioaktif
2.2.4 Komponen Pencemar Air
Berbagai jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini jika tidak
disertai dengan pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan akan terjadi
pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langung. Erat kaitannya
dengan masalah indikator pencemaran air, ternyata komponen pencemar air ikut
menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi.
Dalam Wardhana (2001), komponen pencemar air dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Bahan buangan padat
Bahan buangan padat yang dimaksud adalah bahan buangan yang berbentuk
padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun halus (butiran kecil). Kedua
macam bahan buangan padat tersebut apabila dibuang ke lingkungan air
(sungai) maka akan dapat menyebabkan pelarutan bahan buangan padat oleh
air, pengendapan bahan buangan padatan didasar air, dan pembentukan
koloidal yang melayang di dalam air.
(53)
2. Bahan buangan organik
Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk
atau terdegredasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu maka sangat
bijaksana apabila bahan buangan tersebut tidak dibuang ke lingkungan air
karena dapat meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air.
Meningkatnya mikroorganisme pada air maka kemungkinan untuk ikut
berkembangnya bakteri pathogen yang membahayakan manusia.
3. Bahan buangan anorganik
Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat
membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan
buangan ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah
ion logam di dalam air. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari
industri yang melibatkan penggunaan unsur-unsur logam seperti Timbal (Pb),
Arsen (As), Kadmium (Cd), Air Raksa (Hg), Kroom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium
(Ca), Magnesium (Mg), Kobalt (Co) dan lain-lain.
Apabila ion-ion logam yang terjadi di dalam air berasal dari logam berat
maupun logam bersifat racun seperti Timbal (Pb), Arsen (As) dan Air Raksa
(Hg), maka air yang mengandung ion-ion logam tersebut sangat berbahaya
bagi tubuh manusia. Air tersebut tidak dapat digunakan sebagai air minum.
4. Bahan buangan olahan bahan makanan
Bahan buangan olahan makanan dapat juga dimasukkan kedalam bahan
(54)
hidung. Apabila bahan buangan olahan makanan yang dibuang mengandung
protein dan gugus amin, pada saat didegredasi oleh mikroorganisme akan
terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan menimbulkan bau.
5. Bahan buangan cairan berminyak
Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas
permukaan air. Bahan buangan cairan berminyak yang dibuang ke air
lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan buangan
cairan berminyak mengandung senyawa yang volatile maka akan terjadi
penguapan dan luasan permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan
menyusut. Penyusutan luasan permukaan ini tergantung pada jenis minyaknya
dan waktu. Lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat juga
terdegredasi oleh mikroorganisme namun membutuhkan waktu yang cukup
lama.
Lapisan minyak dipermukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara
kedalam air sehingga jumlah oksigen terlarut di dalam air menjadi berkurang.
Lapisan minyak juga akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air
sehingga mengganggu fotosintesis tanaman air.
6. Bahan buangan zat kimia
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi yang dimaksudkan dalam
kelompok ini adalah bahan pencemar air yang berupa :
1) Sabun (detergen, sampo dan bahan pembersih lainnya)
2) Bahan pemberantas hama (insektisida)
(55)
3) Zat warna kimia
4) Larutan penyamak kulit
5) Zat radioaktif
7. Bahan buangan berupa panas
Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya
panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Agar proses industri dan
mesin-mesin yang menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan baik maka
panas yang terjadi harus dihilangkan. Penghilangan panas dilakukan dengan
proses pendinginan air. Air pendinginaan mengambil panas yang terjadi.
Apabila air yang panas tersebut dibuang kesungai maka air sungai akan
menjadi panas. Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan
hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam
air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Makin tinggi kenaikan suhu
air makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya.
Dengan mengetahui jenis-jenis parameter dalam limbah, dapat ditetapkan
jenis peralatan yang dibutuhkan. Berikut beberapa tahapan pengolahan air limbah.
a. Prapengolahan (pretreatment)
Pada tahap ini, saringan kasar yang tidak mudah berkarat dan berukuran
kurang lebih 30x30 cm untuk debit air 100 m persegi/jam sudah cukup
baik. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, saringan dapat dipasang
secara seri sebanyak dua atau tiga saringan. Ukuran messnya (besar
(56)
nyamuk. Saringan tersebut diperiksa setiap hari untuk mengambil bahan
yang terjaring. Contoh bahan-bahan yang terjaring dapat berupa padatan
terapung atau melayang yang ikut bersama air. Bahan lainnya adalah
lapisan minyak dan lemak diatas permukaan.
b. Pengolahan primer (primary treatment)
Pada tahapan ini dilakukan penyaringan terhadap padatan halus atau zat
warna terlarut maupun tersuspensi yang tidak terjaring pada penyaringan
terdahulu. Ada dua metode utama yang dapat dilakukan yaitu pengolahan
secara kimia dan fisika.
Pengolahan secara kimia dilakukan dengan cara mengendapkan bahan
padatan melalui penambahan zat kimia. Reaksi yang terjadi akan
menyebabkan berat jenis bahan padatan menjadi lebih besar dari pada air.
Tidak semua reaksi dapat berlaku untuk semua senyawa kimia ( terutama
senyawa organik).
Pengelolaan secara fisika dilakukanmelalui pengendapan maupun
pengapungan yang ditujukan untuk bahan kasar yang terkandung dalam
air limbah. Pengapungan dilakukan dengan memasukkan udara ke dalam
air dan menciptakan gelembung gas sehingga partikel halus terbawa
bersamagelembung ke permukaan air. Sementara itu, pengendapan (tanpa
penambahan bahan kimia) dilakukan dengan memanfaatkan kolam
berukuran tertentu untuk mengendapkan partikel-partikel dari air yang
mengalir di atasnya.
(57)
c. Pengolahan sekunder (secondary treatment)
Tahap ini melibatkan proses biologis yang bertujuan untuk menghilangkan
bahan organik melalui proses oksidasi biokimia. Didalam proses biologis
ini, banyak digunakan reaktor lumpur aktif dan trickling filter.
d. Pengolahan tersier (tertiary treatment)
Pengolahan tersier merupakan tahap pengolahan tingkat lanjut yang
ditujukan terutama untuk menghilangkan senyawa organic maupun
anorganik. Proses pada tingkat lanjut ini dilakukan melalui proses fisik
(filtrasi, destilasi, pengapungan, pembekuan, dan lain-lain), proses kimia
(absorbs karbon aktif, pengendapan kimia, pertukaran ion, elektrokimia,
oksidasi, dan reduksi), dan proses biologi (pembusukan oleh bakteri dan
nitrifikasi alga).
2.3 Merkuri (Hg)
Menurut Fardiaz (1992), merkuri merupakan elemen alami, oleh karena itu
sering mencemari lingkungan. Kebanyakan merkuri yang ditemukan di alam terdapat
dalam bentuk elemen terpisah. Komponen merkuri banyak tersebar di karang-karang,
tanah, udara, air dan organisme hidup melalui proses-proses fisik, kimia dan biologi
yang kompleks.
Merkuri dan komponen-komponen merkuri banyak digunakan oleh manusia
untuk berbagai keperluan. Sifat-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut
(58)
Menurut Achmad (2004), merkuri masuk ke lingkungan melalui banyak
sumber. Merupakan salah satu dari bahan pencemar logam berat yang sangat penting
untuk diperhatikan. Selain dapat masuk secara langsung ke dalam perairan alami dari
buangan limbah industri juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah.
Merkuri terdapat sebagai komponen renik dari banyak mineral, dengan
bantuan kontinental yang rata-rata mengandung sekitar 80 ppb atau lebih kecil lagi.
Sinabor, merkuri sulfida, HgS, yang berwarna merah, merupakan bijih merkuri utama
yang diperdagangkan. Bahan bakar batu bara fosil dan lignit sering mencapai 100 ppb
merkuri, bahkan lebih.
Ada tiga bentuk merkuri yang toksik terhadap manusia ialah merkuri elemen
(merkuri murni), bentuk garam inorganik dan bentuk organik. Bentuk garam
inorganik Hg dapat berbentuk merkuri (Hg2+) dan bentuk merkuro (Hg+), dimana
bentuk garam merkuri lebih toksik daripada merkuro. Bentuk organik Hg seperti aril,
alkil, dan alkoksi alkil sangat beracun di antara bentuk garam lainnya, (Darmono,
2010).
Menurut Moore dalam Efeendi (2003), merkuri (Hg) adalah unsur renik pada
kerak bumi, yakni hanya sekitar 0,08 mg/kg. Pada perairan alami, merkuri juga hanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri merupakan satu-satunya logam
yang berada dalam bentuk cairan pada suhu normal.
Merkuri anorganik dapat mengalami transformasi menjadi dimetil merkuri
dengan bantuan aktivitas mikroba, baik pada kondisi aerob maupun anaerob. Pada
merkuri anorganik yang rendah, akan berbentuk dimetil merkuri; sedangkan pada
(59)
kadar merkuri anorganik yang tinggi, akan terbentuk monometil merkuri. Pada
perairan alami, kadar monometil merkuri dan dimetil merkuri dipengaruhi oleh
keberadaan mikroba, karbon organik, kadar merkuri anorganik, pH, dan suhu. Kedua
bentuk senyawa metil merkuri tersebut dapat dipecah oleh bakteri yang hidup pada
sedimen. Metil merkuri dapat mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi pada
biota perairan, baik secara langsung ataupun melalui jala makanan (food web).
Tabel 2.2. Biomagnefikasi Merkuri pada Beberapa Organisme Anggota Jala Makanan pada Ekosistem Perairan
Jenis Organisme Kadar Merkuri (Mg/Kg Berat Badan)
1. Sediman 2. Fitoplankton
3. Tumbuhan tingkat tinggi 4. Zooplankton
5. Zoobentos herbivora 6. Zoobentos karnivora 7. Jenis ikan herbivora 8. Jenis ikan karnivora 9. Bebek/itik
10.Burung pemakan ikan
87-114 15
9 13 77 83 332 - 500 604 - 1.510
240 2.512 - 13.684
Sumber: Sarkka et.al., 1978 dalam Mason, 1993.
Kadar merkuri pada perairan tawar alami berkisar antara 10-100ng/liter,
sedangkan pada perairan laut berkisar antara < 10-30 ng/liter dalam Effendi (2003)
(60)
2.3.1 Sifat-Sifat Merkur
Menurut fardiaz (1992), merkuri memiliki beberapa sifat yaitu:
1. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu
kamar (25o C) dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam, yaitu
-39o C.
2. Kisaran suhu di mana merkuri terdapat dalam bentuk cair sangat lebar, yaitu
396o C, dan pada kisaran suhu ini merkuri mengembang secara merata.
3. Merkuri mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.
4. Ketahanan listrik merkuri sangat rendah sehingga merupakan konduktor yang
terbaik dari semua logam.
5. Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk komponen yang
disebut amalgam (alloy).
6. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua
makhluk hidup.
2.3.2 Bentuk-Bentuk Merkuri
Merkuri di alam terdapat dalam berbagai bentuk sebagai berikut:
1. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg++) dan garam-garamnya
seperti merkuri khlorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO).
2. Komponen merkuri organik atau organomerkuri, terdiridari:
1) Aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri
asetat.
(61)
2) Alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri
yang paling beracun, misalnya metil merkuri, etil merkuri, dan
sebagainya.
3) Alkoksialkil merkuri (R-O-Hg).
Merkuri (Hg) bersifat sangat toksik sehingga penggunaan Hg dalam
berbagai industri sebaiknya dikurangi.
2.3.3 Manfaat Merkuri
Merkuri digunakan dalam berbagai bentuk dan untuk berbagai keperluan,
misalnya industri khlor-alkali, alat-alat listrik, cat, instrumen, sebagai katalis,
kedokteran gigi, pertanian, alat-alat laboratorium, obat-obatan, industri kertas,
amalgam dan sebagainya. Logam tersebut digunakan secara luas untuk mengekstrak
emas (Au) dari bijihnya. Ketika Hg dicampur dengan bijih emas, Hg akan
membentuk amalgama tersebut dengan emas (Au) dan perak (Ag). Amalgama
tersebut harus dibakar untuk menguapkan merkuri guna menangkap dan memisahkan
butir-butir batuan (Widowati, dkk , 2008).
Menurut Fardiaz (1992), penggunaan merkuri dan komponen-komponennya
sebagai fungisida. Dalam hal ini merkuri digunakan untuk membunuh jamur dalam
cat, pulp, kertas dan industri-industri pertanian. Cat yang digunakan untuk
kapal-kapal sering ditambahkan merkuri okside (HgO) sebagai anti jamur atau fenil merkuri
(62)
2.3.4 Efek Toksik
Menurut Widowati, dkk (2008), bersarkan sifat kimia dan fisik merkuri (Hg),
tingkat atau daya racun/ urutan toksisitas logam dari yang paling toksik terhadap
manusia adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+ .
Toksisitas logam berat bisa dikelompokkan menjadi 3 yaitu bersifat toksik tinggi
yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang yang
terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co; dan bersifat toksik rendah, yang terdiri dari
unsur-unsur Mn dan Fe.
Logam berat bersifat toksik karena tidak bisa dihancurkan (non degradable)
oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut
terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan dan membentuk
senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik. Absorbsi etil merkuri di
tubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia bisa terjadi melalui makanan,
minuman, dan pernafasan, serta kontak kulit. Paparan jalur kulit biasanya berupa
senyawa HgCl2 atau K2HgI4. Jumlah Hg yang diabsorbsi tergantung pada jalur
masuknya, lama paparan, dan bentuk senyawa merkuri. Apabila gas merkuri terhirup,
akan mengakibatkan penyakit bronkitis. Sebagian besar logam merkuri akan
terakumulasi dalam ginjal, otak, hati, dan janin. Dalam organ, logam Hg tersebut
akan berubah menjadi senyawa anorganik, lalu merkuri akan dibuang melalui
kotoran, urin, dan pernapasan.
Keracunan akut oleh Hg bisa terjadi pada konsentrasi Hg uap sebesar 0,5 – 1,2
mg/m3. Keracunan akut oleh Hg uap menunjukkan gejala faringitis, sakit pada bagian
(63)
perut, mual-mual dan muntah yang disertai darah, dan shock. Apabila tidak segera di
obati akan berlanjut dengan terjadinya pembengkakan kelenjar ludah, nefritis, dan
hepatitis. Penelitian terhadap kelinci dengan uap Hg 28,8 mg/m3 mengakibatkan
kerusakan yang parah pada berbagai organ ginjal, hati, otak, jantung, paru-paru, dan
usus besar. Keracunan akut karena terhirupnya uap Hg berkonsentrasi tinggi yang
menimpa pekerja pada industri logam Hg serta penambangan emas. Inhalasi uap Hg
secara akut bisa mengakibatkan bronkitis, pneumonitis, serta menyebabkan
munculnya gangguan sistem syaraf pusat, seperti tremor. Inhalasi uap Hg secara
kronis bisa memengaruhi sistem syaraf pusat dengan gejala yang belum spesifik dan
selanjutnya menunjukkan gejala, tremor, pembesaran kelenjar tiroid, takikardia,
demografisme, gingivitis, perubahan hematologis, serta peningkatan eksresi Hg
dalam urin. Gejala akan meningkat lebih spesifik, yaitu tremor pada jari-jari, mata,
bibir, dan bergetarnya seluruh tubuh disertai kekauan pada alat ekstremitas, lalu
diikuti dengan kehilangan memori, peningkatan eretisme, depresi, delirium,
halusinasi dan salivasi, menurut Klassen et al., (1986) dalam Widowati, dkk (2008).
Keracunan kronis bisa menyerang pekerja yang langsung kontak dengan Hg
dan orang yang tinggal disekitar kawasan industri yang menggunakan bahan Hg.
Toksisitas kronis berupa gangguan sistem pencernaan dan sistem syaraf atau
gingivitis. Gangguan sistem syaraf berupa tremor, parkinson, gangguan lensa mata
berwarna abu-abu sampai abu-abu kemerahan, serta anemia ringan (Widowati, dkk
(64)
Merkuri akan diekskresikan dari tubuh melalui usus, ginjal, kelenjar mamae,
kelenjar saliva, dan kelenjar sudoriferos. Sebagaian besar dieksresikan melalui feses
atau urin. Perbandingan ekskresi lewat feses dan urin dipengaruhi oleh besarnya
dosis, cara paparan/pemberian, bentuk senyawa Hg, serta spesies hewan. Ekskresi
merkuri organik sebagian besar terjadi dengan ekskresi pada feses daripada ekskresi
pada urin. Eliminasi merkuri organik lebih lambat dibandingkan merkuri anorganik
menurut pendapat Bartik dan Piskac dalam Widowati, dkk (2008).
2.4 Karakteristik Tanah 2.4.1 Sifat-Sifat Tanah
Tanah merupakan campuran dari berbagai mineral, bahan organik, dan air
yang dapat mendukung kehidupan tanaman. Tanah umumnya memiliki struktur yang
lepas dan mengandung bahan-bahan padat dan rongga-rongga udara. Bagian-bagian
mineral dari tanah dibentuk dari batuan induk oleh proses pelapukan fisik, kimia dan
biologis. Susunan bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa biomas tanaman dari
berbagai tingkat penguraian atau pembusukan. Sejumlah besar bakteri, fungi, dan
hewan-hewan seperti cacing tanah ditemukan didalam tanah.
Fraksi padat dari jenis tanah produktif terdiri dari kurang lebih 5% bahan
organik dan 95% bahan anorganik. Beberapa jenis tanah, seperti tanah gambut dapat
mengandung bahan organik sampai 95%, jenis tanah lainnya ada yang hanya
mengandung 1% bahan organik. Jenis-jenis tanah tertentu mempunyai lapisan-lapisan
yang berbeda bila tanah itu semakin kedalam. Lapisan-lapisan ini disebut horizon.
(1)
Berdasarkan hasil observasi jenis tanah di Desa Tamiang memiliki testur tanah yang cenderung berpasir dan berkerikil sesuai dengan hasil penelitian dari 30 sampel tanah terdapat 21 sampel yang memiliki nilai porositas diatas 50 % sehingga pergerakan zat pencemar lebih mudah.
(2)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tentang faktor-faktor yang memengaruhi kadar merkuri pada air sumur, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor yang paling memengaruhi kadar merkuri (Hg) pada air sumur penduduk adalah variabel jarak sumber pencemar terhadap sumur dengan nilai koefesien Exp (B) -5,882E-6 dan variabel porositas tanah dengan nilai koefesien Exp (B) 5,317E-5
2. Terdapat hubungan antara jarak sumber pencemar dengan kadar merkuri (Hg) pada air sumur dengan nilai (r = -0,845) dan antara porositas tanah dengan kadar merkuri (Hg) pada air sumur (r = 0,987), drainase sumur terhadap kadar merkuri pada air sumur dan tutup sumur terhadap kadar merkuri pada air sumur.
3. Tidak terdapat hubungan antara suhu air sumur dengan kadar merkuri (Hg) pada air sumur, antara umur sumur dengan kadar merkuri (Hg) pada air sumur, antara kedalaman sumur dengan kadar merkuri (Hg) pada air sumur, antara porositas tanah dengan kadar merkuri (Hg) pada air sumur, dan antara konstruksi/fisik sumur dengan kadar merkuri (Hg) untuk dinding sumur, dinding parapet, lantai sumur dan kemiringan lantai.
(3)
6.2. Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 sampel air sumur terdapat 16 air sumur yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu, maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah:
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal
Dengan data dan pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini, Dinas Kesehatan agar dapat melakukan beberapa hal penanganan:
a. Meberikan informasi kepada masyarakat tentang kondisi air sumur mereka yang telah tercemar merkuri (Hg).
b. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang dampak kesehatan jika terus menerus mengkonsumsi air dengan kandungan merkuri.
c. Memberikan informasi tentang pentingnya setiap kegiatan industri harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar tidak mencemari lingkungan.
2. Bagi masyarakat yang menggunakan air sumur sebagai sumber air yang dikonsumsi maka untuk dapat mengganti sumber air yang akan dikonsumsi dengan air isi ulang atau air yang berasal dari pegunungan.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
a. Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan biomarker terhadap darah atau rambut untuk menentukan kadar merkuri yang terdapat dalam tubuh.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap biota air yang terdapat di sungai Batang Gadis yang telah tercemar merkuri.
(4)
c. Melakukan penelitian tentang analisis risiko kandungan merkuri pada air minum masyarakat.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., 2004. Kimia Lingkungan, Yogyakarta, Andi
Budiarto, E., 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, EGC
Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta, EGC
Connell, D, W., Miller, G, J., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Jakarta, UI Press
Craig, R, F., Susilo, S, B., 2004. Mekanika Tanah , Jakarta, Erlangga
Dahlan, S, M., 2012. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 5, Jakarta, Salemba Medika
____________ 2012. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi 3, Jakarta, Salemba Medika
Darmono., 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemarannya: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam, Jakarta, UI Press
Effendi, H., 2012. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Yogyakarta, Kanisius
Fajar, I., Isnaeni., Pudjirahaju, A., Amin, I., Sunindya, R, B., Aswin, A., Iwan, S,S., 2009. Statistika unutuk Praktisi kesehatan, Yogyakarta, Graha Ilmu
Fardiaz, S., 2012. Polusi Air dan Udara, Yogyakarta, Kanisius
Islami, T., Utomo, W, H., 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman, Semarang, IKIP Press
Linsley, R, K., Fransini, J, B., Sasongko, D., 2005. Teknik Sumber Daya Air, Jakarta, Erlangga
Mukono, H.J., 2008. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya, Airlangga University Press
(6)
Noor, D., 2006. Geologi Lingkungan, Yogyakarta, Graha Ilmu
Notoadmodjo, S., 2002. Metodologi Kesehatan Lingkungan, Jakarta, PT Rineka Cipta
Sastrawijaya, T., 2009. Pencemaran Lingkungan, Jakarta, PT Rineka Cipta
Sastroasmoro, S., Ismail, S., 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,Jakarta, Penerbit Binarupa Aksara
Slamet, J, S., 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press
Soemarto, C, D., 1995. Hidrologi Teknik, Jakarta, Erlangga
Sukandarrumidi., 2006. Geologi Medis. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press Wardhana, W.A., 2009. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).
Yogyakarta, Andi
Widowati,W., Sastiono, A., Jusuf R., 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penaggulangan Pencemaran, Yogyakarta, Andi