50 Dari kutipan di atas dapat dilihat peranan dari mamele pada saat
melakukan upacara ritual sangat diperlukan. Mamele dilakukan agar roh leluhur yang sudah meninggal baik berada di tempat keramat maupun bukan tempat
keramat dapat mengabulkan permintaan si pemohon. Jika dilihat dari fungsi sesajian juga memiliki fungsi sebagai komunikasi terhadap roh-roh leluhur yang
sudah meninggal. Salah satu informan yang mengatakan bahwa persembahan sesajian adalah sebagai alat komunikasi kepada roh leluhur yang sudah meninggal
yaitu Bapak Sihol Simanjuntak umur 46 tahun yang mengatakan bahwa: persembahan sesajian adalah sesajian yang dipersiapkan
atau disajikan buat roh leluhur yang sudah meninggal. Persembahan sesajian juga berfungsi agar kita langsung
berkomunikasi dengan roh leluhur yang sudah meninggal. Kalau sesajian tidak ada, maka roh leluhur tidak akan datang.
Dari penjelasan di atas, maka peneliti melihat bahwa dalam upacara ritual mamele, pemberian sesajian adalah sangat diperlukan. Sesajian digunakan sebagai
alat komunikasi kepada roh leluhur yang sudah meninggal baik berada di tempat keramat maupun bukan tempat keramat.
3.2. Jenis-Jenis Mamele
Menurut Buhit Sagala umur 55 tahun Raja Bius Hutaurat, mamele terdiri dari 4 empat jenis, antara lain:
a. Tondi
Tondi artinya dalam bahasa Indonesia adalah roh. Roh yang menjadi sembahan mereka adalah roh leluhur si Raja Batak. Roh yang mereka sembah ini
dibuat dengan upacara ritual yang dilakukan hanya setahun sekali. Upacara ritual
Universitas Sumatera Utara
51 yang dilakukan masyarakat setempat adalah Upacara Ritual Pomparan Guru
Tatea Bulan. Upacara ritual ini dilakukan di Batu Hobon. Pemberian persembahan makanan kepada Guru Tatea Bulan adalah daun sirih, jeruk purut, kemenyan,
telur ayam kampung, ikan jurung, nasi, kerbau, daun tujuh rupa sipilit, ropu, sirih, silinjuang, alum-alum, dan siritak, ayam putih atau ayam merah yang telah
dipersiapkan sebelumnya diletakkan diatas Batu Hobon.
b. Sumangot
Sumangot dilaksanakan oleh keturunan untuk pemujaan roh orang tuanya yang dianggap menduduki tingkat sumangot. Roh orang tua yang meninggal
tersebut telah mencapai posisi sebagai sumangot. Roh orang tua yang mencapai tingkat sumangot adalah arwah orangtua yang meninggal karena sudah tua. Ketika
orang tua itu sudah meninggal, keturunannya terbukti mengalami kemakmuran, hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Keturunan orang tua yang mengalami
kemakmuran, hagabeon, hamoraon dan hasangapon membuat suatu upacara atau ritus untuk meningkatkan roh orang tuanya dari status begu menjadi status yang
lebih tinggi yakni sumangot. Roh ini disembah dan dihormati dengan menggunakan sesajian agar tetap
bisa ikut memajukan kesejahteraan keturunannya. Salah satu upacara yang termasuk dalam sumangot adalah mangongkal holi. Mangongkal holi merupakan
penaikkan tulang belulang yang di gali dari bawah tugu ke atas tugu. Penaikkan tulang belulang ini merupakan lambang penghormatan yang lebih tinggi kepada
roh orang tua.
Universitas Sumatera Utara
52 Tugu ini juga merupakan simbol kehadiran sumangot di dalam kehidupan
keturunannya. Tugu ini merupakan tanda ikatan persetujuan antara roh orang tua dengan keturunannya. Tugu tersebut merupakan pusat kekuatan dari roh orang
yang sudah meninggal di dalam menjamin berkat dan keberhasilan kepada para keturanannya. Roh ini akan menjadi pusat pemujaan dari keturunannya. Dalam
doa tonggo-tonggo dia akan dipanggil setelah Debata, dan kepadanya dimohonnya berkat bagi keberhasilan dan kesehatan seluruh keturunannya.
Tugu ini juga merupakan sarana untuk meneguhkan persekutuan antara seluruh keturunan marga dan menguatkan rasa solidaritas marga. Upacara ini
dilakukan adalah untuk saling mengenal antara satu keturunan dengan keturunan lainnya. Ikatan dan rasa solidaritas marga pada orang Batak terkenal sangat kuat
dan kekuatan itu sangat terlihat di dalam pertemuan teman semarga di daerah perantauan.
Upacara ini bukan hanya menguatkan ikatan di antara sesama marga, tetapi juga meneguhkan kembali ikatan persekutuan antara seluruh keturunan
marga itu, dengan para roh leluhur marga mereka. Persekutuan masyarakat Batak Toba dengan roh-roh leluhur yang sudah meninggal, kemudian diteguhkan
kembali dalam diri generasi yang hidup jauh di masa belakang. Peneguhan itu dilaksanakan dalam rangkaian acara adat yang ada di dalamnya. Pada saat
seseorang terlibat dalam rangkaian acara adat itu, ikatan itu diteguhkan kembali. Maka seluruh keturunan dari marga yang mengikuti upacara ini telah diteguhkan
kembali ikatan dirinya dengan seluruh roh leluhurnya.
Universitas Sumatera Utara
53 Upacara ini juga merupakan pengangkatan status sekaligus mohon berkat
yang lebih melimpah lagi. Satu keturunan marga-marga yang sama melakukan upacara yang disebut horja. Horja adalah pesta orang seketurunan. Horja tertuju
kepada sumangot orangtua seketurunan. Horja yang dirayakan kelompok seketurunan adalah pernyataan status genealogis demi kemakmuran keturunan
yang bersangkutan. Dalam upacara seketurunan tersebut roh orang tua dipanggil sumangot. Ritus kepada sumangot biasanya dibuat pada pesta horja.
Raja pesta horja biasanya dilakoni oleh yang paling sulung siangkangan mengundang raja-raja bius untuk menghadiri pesta horja tersabut. Pada saat pesta
tersebut dilaksanakan doa dan persembahan pelean kepada sumangot orangtua untuk memohon berkat dari sumangot kepada semua keturunannya. Dalam ritus
itu diselenggarakan mohon berkat dari. Ritus itu dibuat untuk menyampaikan pelean dan sesembah kepada sumangot sehingga diharapkan berkat melimpah
bagi keturunannya. Ritus itu adalah upacara kepada sumangot, bukan ritus ke sumangot lain. Persembahan dan peralatan yang harus dibawa adalah sirih, jeruk
purut, pisang, kambing putih, ikan batak, sagu-sagu nagodang, itak putih, gendang, hinoopingan nihotang niandalu, gundur palangi.
c. Peninggalan Sejarah atau Barang Sakti