Defisit Fiskal TINJAUAN PUSTAKA

mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara. Kebijakan fiskal dalam hal penerimaan pemerintah dianggap sebagai suatu cara untuk mengukur mobilisasi sumber dana domestik, dengan instrumen utamanya perpajakan. Perpajakan mempunyai tujuan ganda, yaitu menyediakan dana untuk kepentingan umum dan memengaruhi tingkah laku ekonomi. Tingkat pajak dapat ditingkatkan untuk menurunkan permintaan apabila ekonomi sedang baik dan diturunkan kalau ingin meningkatkan permintaan pada waktu resesi. Berdasarkan sisi pengeluaran, dilihat penggunaan dari dana yang diperoleh, yang ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran dan tujuan negara. Sumber-sumber penerimaan negara antara lain dari pajak, penerimaan bukan pajak serta bantuanpinjaman dari luar negeri. Pengeluaran dibagi menjadi dua kelompok besar yakni pengeluaran yang bersifat rutin seperti membayar gaji pegawai dan belanja barang serta pengeluaran yang bersifat pembangunan. Secara umum, kebijakan fiskal merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara.

2.2 Defisit Fiskal

Selisih antara penerimaan dan belanja pemerintah akan membentuk tabungan ataupun defisit yang tergantung besaran nilai selisihnya. Tabungan terbentuk apabila penerimaan pemerintah lebih besar daripada belanjanya. Jika belanja pemerintah lebih besar daripada penerimaannya maka negara tersebut akan mengalami defisit fiskal. Secara identitas, menurut Musgrave 1980 konsep surlusdefisit tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : GB = [R + G] – [E + L – Re] …………………………………………….. 2.1 dimana : GB = Government Balance, defisit jika - dan surplus jika +; R = Revenue penerimaanpendapatan pemerintah; G = Grant hibah; E = Expenditure pengeluaranbelanja pemerintah; L = Lending pemberian pinjamanpiutang; Re = Repayment pembayaran kembali utang. PDF Creator - PDF4Free v2.0 http:www.pdf4free.com Pembiayaan defisit fiskal dapat dilakukan melalui dua sumber, yaitu pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. Pembiayaan dalam negeri adalah semua pembiayaan yang berasal dari perbankan dan non perbankan dalam negeri yang meliputi penerbitan obligasi pemerintah atau surat utang negara, privatisasi BUMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan luar negeri bersih adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan utangpinjaman luar negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan pokok utangpinjaman luar negeri. Efek yang ditimbulkan dari kedua sumber pembiayaan tersebut akan berbeda. Pertama, ketika defisit fiskal didanai melalui pinjaman yang bersumber dari sistem perbankan dalam negeri, maka sistem perbankan akan dipaksa untuk mengurangi pemberian kredit kepada sektor swasta sebagai akibat dari pemberian kredit kepada pemerintah. Fenomena ini biasa dikenal dengan istilah “crowding out effect ”. Kedua, pinjaman dalam negeri non-perbankan dengan cara mengeluarkan obligasi pemerintah atau surat utang negara SUN yang dijual kepada masyarakat atau dunia usaha di dalam negeri. Melalui metode pembiayaan ini, pemerintah dapat memperoleh dana pinjaman tanpa menimbulkan dampak peningkatan uang primer yang dapat menimbulkan inflasi. Tetapi seperti halnya dengan pinjaman dari sistem perbankan, metode pembiayaan yang demikian dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif crowding out effect terhadap dunia usaha, karena pemerintah akan berkompetisi dengan dunia usaha dalam mencari pembiayaan untuk investasi pada sumber yang sama. Pemerintah juga harus menawarkan tingkat bunga yang kompetitif agar masyarakat dan dunia usaha tertarik untuk membeli dan memegang obligasi yang dikeluarkan pemerintah. Hal ini cenderung akan mendorong suku bunga pasar semakin meningkat. Untuk dapat memanfaatkan metode pembiayaan ini secara optimal, sebagai prasyarat, diperlukan faktor penunjang yaitu tersedianya pasar keuangan atau pasar obligasi yang memadai Widodo, 2003. Dan ketika defisit perdagangan dibiayai oleh pinjaman dari luar negeri maka efek yang ditimbulkan akan berbeda. Walaupun tidak bersifat non-nflationary dan tidak menyebabkan crowding-out, pembiayaan dengan pinjaman luar negeri dapat menjadi pemicu terjadinya krisis neraca pembayaran. Kenaikan suku bunga PDF Creator - PDF4Free v2.0 http:www.pdf4free.com pinjaman di luar negeri dan terdepresiasinya nilai tukar domestik akan mengakibatkan pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri dalam mata uang domestik akan semakin membengkak. Menurut Barro 1989 ada beberapa sebab terjadinya defisit fiskal, yaitu : 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi. Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang di bebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. 2. Pemerataan pendapatan masyarakat. Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah tersebut dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. 3. Melemahnya nilai tukar. Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar rupiah mengalami depresiasi terhadap mata uang dollar AS, maka pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula. 4. Pengeluaran akibat krisis ekonomi. Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sementara penerimaan pajak akan menurun akibat melemahnya sektor-sektor perekonomian sebagai dampak krisis tersebut, padahal negara harus bertanggung jawab untuk PDF Creator - PDF4Free v2.0 http:www.pdf4free.com menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin. 5. Realisasi yang menyimpang dari rencana. Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan proyek atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan proyek lain. Jika hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula. 6. Pengeluaran karena inflasi. Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga barang berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggaran tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Akibatnya, negara terpaksa mengeluarkan dana dalam rangka menambah standar harga. Dampak negatif yang ditimbulkan defisit fiskal terhadap kondisi makro ekonomi saling terkait satu dengan yang lain. Diantaranya adalah 1 tingkat bunga akan meningkat, 2 memburuknya neraca perdagangan akibat turunnya kinerja ekspor, 3 menimbulkan terjadinya inflasi, 4 berkurangnya pendapatan riil masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya tingkat tabungan dan konsumsi, 5 pengangguran meningkat, dan 6 turunnya investasi yang disusul dengan rendahnya pertumbuhan.

2.3 Defisit Perdagangan