Analisis fenomena twin deficit pada negara-negara Asean

(1)

ANALISIS FENOMENA TWIN DEFICIT PADA

NEGARA-NEGARA ASEAN

OLEH

MARISSA MALAHAYATI H14070052

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

MARISSA MALAHAYATI. Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara ASEAN (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI)

Pemerintah suatu negara seringkali menghadapi masalah defisit, baik defisit fiskal maupun defisit transaksi berjalan (current account deficit). Defisit fiskal seringkali terjadi saat pemerintah meningkatkan pelayanan publik kepada rakyatnya atau untuk meningkatkan pembangunan perekonomian sehingga pemerintah dapat bertindak dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah

(government expenditure) atau` menurunkan tingkat pajak (taxes). Defisit

perdagangan (current account deficit) terjadi apabila penerimaan pemerintah dari ekspor lebih kecil dibandingkan pengeluaran pemerintah untuk impor, hal ini seringkali terjadi apabila produk domestik kurang memiliki daya saing dibandingkan produk lain di pasar internasional atau karena kurs domestik yang terapresiasi sehingga menurunkan daya saing produk domestik di pasar internasional (Fleegler, 2006).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa defisit fiskal dan defisit neraca perdagangan saling berkaitan satu sama lain, keterkaitan antara kedua defisit ini dikenal sebagai twin deficit atau defisit kembar. Secara teoritis, bila terjadi kebijakan fiskal yang ekspansioner (terjadi defisit fiskal) maka nilai tukar riil mata uang domestik akan terapresiasi sehingga daya saing perdagangan akan menurun dan memperburuk defisit neraca perdagangan (current account deficit) (Salvatore, 2007).

Penelitian ini menganalisis hubungan antara anggaran pemerintah dan transaksi berjalan (current account) pada beberapa negara ASEAN serta hubungan antara nilai tukar terhadap anggaran pemerintah dan transaksi berjalan . Pada penelitian ini, diambil sampel beberapa negara ASEAN yang berpendapatan tinggi (high income country) yaitu Brunei dan Singapura, berpendapatan menengah (middle income country) yaitu Indonesia dan Malaysia serta berpendapatan rendah (low income country) yaitu Laos dan Myanmar. Dengan menggunakan data-data current account, anggaran pemerintah, dan nilai tukar dari seluruh negara ASEAN. Penelitian ini menggunakan metode VAR/VECM yang dianalisis dengan uji Granger Causality untuk mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya serta analisis VAR/VECM dengan menggunakan analisis Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance

Decomposisition (FEVD) untuk mengkonfirmasi hasil uji kausalitas Granger.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Twin Deficit tidak terjadi pada negara high income (Brunei dan Singapura),

middle income (Malaysia) dan Low Income (Laos, Myanmar, dan Kamboja). Pada

Brunei, Singapura, dan Malaysia twin deficit tidak terjadi dikarenakan negara tersebut dapat menutupi defisit mereka dengan menggunakan surplus yang didapat pada periode-periode sebelumnya. Sedangkan pada negara low income tidak terjadinya twin deficit adalah dikarenakan kebijakan fiskal yang ada tidak cukup mampu mempengaruhi variabel makroekonomi yang ada. Selain itu, negara-negara yang tidak mengalami twin deficit cenderung merupakan negara yang menggunakan rezim nilai tukar fixed exchange rate. Sedangkan hubungan

twin deficit dengan pola hubungan defisit anggaran pemerintah menyebabkan


(3)

Kamboja. Hubungan anggaran pemerintah mempengaruhi nilai tukar terjadi pada Vietnam, current account mempengaruhi nilai tukar pada Laos dan Vienam, nilai tukar mempengaruhi anggaran pemerintah pada Malaysia, Thailand, Laos, dan Vietnam, serta nilai tukar mempengaruhi current account pada negara Malaysia dan Thailand.

Pada negara middle income yang mengalami twin deficit, diperlukan sinkronisasi antara kebijakan fiskal dan moneter, sedangkan pada negara low

income stabilitas kondisi sosial politik dalam negeri juga diperlukan untuk

mewujudkan stabilitas perekonomian. Pada negara high income, walaupun tidak mengalami twin deficit, diversifikasi ekonomi perlu dilakukan agar negara-negara ini tidak terlalalu bergantung kepada perdagangan internasional karena berdasarkan penelitian ini pada negara high income, current account member pengaruh yang besar kepada anggaran pemerintah.


(4)

This paper examines the twin deficits hypothesis in ASEAN Countries. All ASEAN countries in this paper are classified into three categories based on World Bank criteria: 1) High Income Countries (Brunei Darussalam and Singapore), 2) Middle Income Countries (Indonesia, Malaysia, Philippine, and Thailand), and 3) Low Income Countries (Cambodia, Lao, Myanmar, and Vietnam). The analysis is based on VAR/VECM method. The major findings of this paper are: 1) Twin deficit relationships are detected in Indonesia, Philippine, Thailand, and Cambodia with budget deficit cause current account deficit, 2) There are no twin deficit in high income countries but there is a strong indication indicate current account influence government budget in these two countries. In Malaysia there is no twin deficit because of good synchronization between fiscal & monetary policy. In Low Income Countries such as Lao, Myanmar, and Vietnam, twin deficit non happen because unstable social political condition and weak fiscal policy, 3) causality exist from exchange rate to government budget and current account in Malaysia and Thailand, 4). In Vietnam, exchange rate is depend on current account and government budget, but in Lao exchange rate only depend on current account.

Keyword: ASEAN, current account, government budget, exchange rate, VAR/VECM


(5)

ANALISIS FENOMENA

TWIN DEFICIT

PADA

NEGARA-NEGARA ASEAN

OLEH:

MARISSA MALAHAYATI H14070052

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Judul Skripsi : Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara ASEAN

Nama : Marissa Malahayati

NIM : H14070052

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Lukytawati Anggraeni, M.Si NIP. 19771213 200501 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Marissa Malahayati H14070052


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Marissa Malahayati. Lahir pada tanggal 31 Maret 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Ir. Abdul Rozaq (Alm) dan ibu Ir. Andira Munir. Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 1 Leuwiliang, Bogor pada tahun 1995 sampai tahun 2001 lalu melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP di SMP Negeri 1 Bogor, pada tahun 2001 sampai tahun 2004. Kemudian pada tahun 2004 sampai tahun 2007 penulis meneruskan pendidikan di SMAN 1 Bogor. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah penulis memperoleh beberapa prestasi. Salah satu prestasi akademis yang pernah diraih adalah menjadi peringkat 1 Mahasiswa Berprestasi Fakultas Ekonomi dan Manajemen tahun 2010. Penulis juga merupakan Asisten Praktikum Ekonomi Umum, Makroekonomi 1, dan Mikroekonomi 1. Selama menyelesaikan akademiknya, penulis mengikuti berbagai kepanitiaan dan aktif di organisasi. Organisasi yang pernah diikutinya antara lain, Koran Kampus IPB sebagai web designer dan layouter pada tahun 2008 dan 2009, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) kabinet Sahabat Ksatria tahun 2009 menjabat sebagai Sekertaris Departemen Ekonomi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) pada tahun 2010 sebagai staff Kementerian Pendidikan.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur mari kita panjatkan Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Fenomena Twin Deficit pada Negara-Negara ASEAN”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengenai keberadaan twin deficit di kawasan Asia Tenggara serta faktor-faktor apa yang menyebabkannya.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tidak terhingga kepada :

1. Mama tersayang, Ir Andira Munir dan Ayah, Ir Abdul Rozaq (alm.) dan adikku Muflih Rizqi Prakoso, atas seluruh dukungan dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis. Serta keluarga besar atas segala bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan studinya.

2. Dr. Lukytawati, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas waktu dan bimbingan yang telah diluangkan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi serta atas segala saran dan kritik mengenai penulisan karya tulis yang baik.

3. Bapak Alla Asmara M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Irfan Syauqi Beik, Ph.D selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan banyak saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan tulisan ini.

4. Segenap dosen di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

5. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang membantu segala proses administrasi.

6. Teman-teman satu bimbingan, Gustyanita Pratiwi, Fitria Panduwinata, dan Dame Siregar.

7. Sahabat-sahabat penulis, Solihin, Sri Retno Wahyu N, dan Fanny Aprilta, dan seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi 44 lainnya atas segala dukungan yang telah diberikan.


(10)

Besar harapan penulis, Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya terutama untuk penelitian-penelitian mengenai twin deficit selanjutnya.

Bogor, Juli 2011

Marissa Malahayati H14070052


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pendapatan Nasional ... 6

2.2. Current Account dan Current Account Deficit ... 9

2.3. Anggaran Pemerintah dan defisit Anggaran Pemerintah ... 10

2.4. Hubungan current account deficit dan defisit Anggaran Pemerintah ... 12

2.5. Hubungan Antara Nilai Tukar Terhadap Anggaran Pemerintah dan Transaksi Berjalan ... 14

2.6. Penelitian Terdahulu ... 15

2.6.1. Twin Deficit di Negara Maju ... 15

2.6.2. Twin Deficit di Negara Berkembang ... 16

2.7. Kerangka Pemikiran ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 21

3.2. Metode Analisis ... 23

3.2.1. Vector Autoregressive (VAR) ... 24

3.2.2. Vector Error Correction Model (VECM) ... 27

3.2.3. Pengujian Praestimasi ... 27

3.2.3.1. Uji Stasioneritas ... 27

3.2.3.2. Pemilihan Panjang Lag Optimal ... 28


(12)

3.2.3.4. Analisis VAR/VECM ...30

3.2.3.4.1. Uji Kausalitas ...30

3.2.3.4.2. Impuls Response Funtion (IRF) ...30

3.2.3.4.3. Variance Decomposisition ...31

IV. GAMBARAN UMUM ANGGARAN PEMERINTAH, CURRENT ACCOUNT, DAN NILAI TUKAR NEGARA-NEGARA ASEAN ...32

4.1. Gambaran Umum Anggaran Pemerintah (Government Budget) di Negara-Negara ASEAN ...32

4.2. Gambaran Umum Transaksi Berjalan (Current Account) di Negara-Negara ASEAN ...36

4.3. Gambaran Umum Nilai Tukar (Exchange Rate) di Negara-Negara ASEAN ... 39

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

5.1. Uji Kestasioneritasan Data ... 42

5.2. Uji Kointegrasi Johansen ... 43

5.3. Penetapan Lag Optimal ... 44

5.4. Hasil Uji Kausalitas ... 45

5.5. Simulasi Impulse Response Function (IRF) ... 50

5.5.1. Analisis Impulse Response Function (IRF) Guncangan Anggaran Pemerintah (BD) terhadap Current Account (CA) dan nilai tukar (ER) ... 50

5.5.2. Analisis Impulse Response Function (IRF) Guncangan Current Account (CA) terhadap Anggaran Pemerintah(BD) dan nilai tukar (ER) ... 56

5.5.3. Analisis Impulse Response Function (IRF) Guncangan Nilai Tukar (ER) terhadap current account (CA) dan Anggaran Pemerintah (BD) ... 61

5.6. Hasil Simulasi Forecast Error Variance Decomposisition ... 64

5.6.1. Hasil Simulasi Forecast Error Variance Decomposisition pada Variabel Anggaran Pemerintah ... 65

5.6.2. Hasil Simulasi Forecast Error Variance DecomposisitionCurrent Account ... 66

5.6.3. Hasil Simulasi Forecast Error Variance Decomposisition Variabel Nilai Tukar ... 67


(13)

5.7. Twin Deficit di Kawasan ASEAN ... 68

5.8.Hubungan Nilai Tukar (ER)terhadap Anggaran Pemerintah (BD) dan Current Account (CA) ... 74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1.Kondisi Current account pada Negara-Negara Anggota ASEAN

Periode tahun 2005-2010 ...2

1.2.Kondisi Government Budget pada Negara-Negara Anggota ASEAN Periode tahun 2005-2010 ...3

3.1. Daftar Variabel yang Digunakan dalam Penelitian... 22

4.1. Rezim Nilai Tukar yang digunakan Negara-Negara ASEAN ... 40

5.1. Hasil Uji Stasioneritas ... 42

5.2 Hasil Uji Kointegrasi... 44

5.3. Model VAR yang terbentuk ... 44

5.4. Hasil Uji Bivariate Granger Causality ... 45

5.5. Hasil Uji Granger Causality/ Block Exogeneity Wald Test ... 47

5.6. Ringkasan Hasil Uji Kausalitas ... 49

5.7. Hasil FEVD dari BD ... 65

5.8. Ringkasan Hasil FEVD dari CA ... 66

5.9. Ringkasan Hasil FEVD dari ER ... 68


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1Kurva Investasi ... 8

2.2Hubungan antara Tingkat Inflasi dengan Penerimaan Pemerintah ... 10

2.3.Kerangka Pemikiran ... 20

3.1Tahapan Analisis VAR/VECM. ... 24

4.1 Pertumbuhan Anggaran Pemerintah pada ASEAN High Income Countries periode 1991-2010 ... 32

4.2 Pertumbuhan Anggaran Pemerintah pada ASEAN Middle Income Countries periode 1991-2010 ... 34

4.3 Pertumbuhan Anggaran Pemerintah pada ASEAN Low Income Countries periode 1991-2010 ... 35

4.4 Pertumbuhan Current Account pada ASEAN High Income ... Countries periode 1991-2010 ... 36

4.5 Pertumbuhan Current Account pada ASEAN Middle Income Countries periode 1991-2010 ... 37

4.6. Pertumbuhan Current Account pada ASEAN Low Income Countries periode 1991-2010 ... 38

5.1. Respon CA dan ER terhadap Guncangan BD Pada ASEAN High Income Countries ... 51

5.2 Respon CA dan ER terhadap Guncangan BD Pada ASEAN Middle Income Countries ... 52

5.3 Respon CA dan ER terhadap Guncangan BD Pada ASEAN Low Income Countries ... 55

5.4 Respon BD dan ER terhadap Guncangan CA Pada ASEAN High Income Countries ... 57

5.5 Respon BD dan ER terhadap Guncangan CA Pada ASEAN Middle Income Countries ... 58

5.6 Tingkat Suku Bunga Pada Negara-Negara Middle Income di ASEAN ... 59 5.7 Respon BD dan ER terhadap Guncangan CA Pada ASEAN Low


(16)

Income Countries ... 61 5.8 Respon BD dan CA terhadap Guncangan ER Pada ASEAN High

Income Countries... 62 5.9 . Respon BD dan CA terhadap Guncangan ER Pada ASEAN Middle

Income Countries ... 63 5.10 Respon BD dan CA terhadap Guncangan ER Pada ASEAN Low

Income Countries ... 64 5.11 Pengeluaran Operasional Pemerintah Singapura periode tahun


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Penelitian Terdahulu ... 87

2. Uji Lag Optimum ... 89

3. Uji Stabilitas VAR ... 94

4. Uji Kointegrasi ... 97

5. Hasil Simulasi FEVD ... 109

6. Perbandingan Pertumbuhan GDP dan Suku Bunga pada Negara-Negara Middle Income di ASEAN ... 140

7. Perbandingan Pertumbuhan GDP dan Konsumsi pada Negara-Negara Low Income di ASEA ... 140


(18)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pemerintah suatu negara seringkali menghadapi masalah defisit, baik defisit fiskal maupun defisit transaksi berjalan (current account deficit). Defisit fiskal seringkali terjadi saat pemerintah meningkatkan pelayanan publik kepada rakyatnya atau untuk meningkatkan pembangunan perekonomian sehingga pemerintah dapat bertindak dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah

(government expenditure) atau menurunkan tingkat pajak (taxes). Defisit

perdagangan (current account deficit) terjadi apabila penerimaan pemerintah dari ekspor lebih kecil dibandingkan pengeluaran pemerintah untuk impor, hal ini seringkali terjadi apabila produk domestik kurang memiliki daya saing dibandingkan produk lain di pasar internasional atau karena kurs domestik yang terapresiasi sehingga menurunkan daya saing produk domestik di pasar internasional (Fleegler, 2006).

Defisit fiskal dan defisit neraca perdagangan (current account deficit) dianggap dapat mengganggu kestabilan kondisi perekonomian suatu negara dalam jangka panjang (Edwards, 2001). Beberapa penelitian menyatakan bahwa defisit fiskal dan defisit neraca perdagangan saling berkaitan satu sama lain, keterkaitan antara kedua defisit ini dikenal sebagai twin deficit atau defisit kembar. Secara teoritis, bila terjadi kebijakan fiskal yang ekspansioner (terjadi defisit fiskal) maka nilai tukar riil mata uang domestik akan terapresiasi sehingga daya saing perdagangan akan menurun dan memperburuk defisit neraca perdagangan (current account deficit) (Salvatore, 2007).

Hubungan antara defisit anggaran pemerintah dan transaksi berjalan belum dapat dipastikan secara pasti, penelitian mengenai twin deficit terus dilakukan untuk melakukan prediksi yang lebih baik mengenai dampak suatu defisit terhadap defisit lainnya sehingga mudah untuk menentukan kebijakan selanjutnya (Vyshnyak, 2000). Oleh karena itu, pola hubungan antara defisit anggaran pemerintah dan defisit transaksi berjalan berbeda-beda antara suatu negara dengan negara lainnya walau berada dalam satu regional wilayah yang sama, hal ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian negara yang bersangkutan.


(19)

Tabel 1.1.Kondisi Current account pada Negara-Negara Anggota ASEAN Periode tahun 2005-2010*)

Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Brunei Darussalam 52,73 56,43 51,07 54,34 40,23 42,79

Filipina -3,82 -0.645 -2,45 -6,21 -5,16 -4,33

Laos 0.097 2,98 2,43 0.025 2,58 0.891

Indonesia -18,05 -11,16 -15,89 -18,53 -17,57 -10,21

Kamboja 15,00 16,44 15,92 17,48 16,50 11,82

Malaysia 0.444 1,03 0.112 -0.694 -0.454 -0.856

Myanmar 2,01 4,55 4,94 2,18 5,81 4,49

Singapura 21,11 24,82 27,34 14,58 19,04 22,21

Thailand -4,33 11,18 6,35 0.791 8,29 4,64

Vietnam -1,06 -0.269 -9,83 -11,95 -6,56 -3,79

Sumber: IMF (2011)

Ket: *) Sebagai persentase dari GDP

Tabel 1.1 menggambarkan kondisi current account pada negara-negara ASEAN. Kondisi current account dari setiap negara berbeda-beda, bergantung kepada kebijakan yang diambil oleh negara yang bersangkutan. Sebagai contoh, saat terjadi krisis suprime mortgage di Amerika pada tahun 2007, current account negara-negara ASEAN cenderung mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada periode tahun tersebut daya beli internasional mengalami penurunan, sehingga penerimaan dari ekspor bagi negara-negara ASEAN yang banyak bermitra dagang dengan Amerika dan Eropa mengalami penurunan current account.


(20)

Tabel 1.2. Kondisi Government Budget pada Negara-Negara Anggota ASEAN Periode tahun 2005-2010*)

Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Brunei Darussalam 21,1 21,5 21,9 27,9 3,93 8,02 Filipina -0,7 -0,2 -0,5 -0,1 -3,35 -1,48

Laos -0,5 -0,9 -1,3 -0,1 -2,3 -0,59

Indonesia -4,5 -3,1 -2,6 -2,2 -3,3 -3,99

Kamboja -3,6 -3,3 -3,2 -4,8 -7,0 -5,06

Malaysia -3,3 -4,3 -3,8 -3,4 -3,7 -4,44

Myanmar -2,7 -1,1 -0,2 -0,9 -3,9 -3,67

Singapura 6,5 6,3 11,4 7,6 1,7 5,25

Thailand 0,1 -0,3 -1,3 -0,6 -4,1 -2,69

Vietnam -1,1 1,3 -1,0 -1,9 -7,7 -6,41

Sumber: IMF (2011)

*) Sebagai persentase dari GDP

Tabel 1.2 menggambarkan kondisi defisit/surplus anggaran pemerintah untuk negara ASEAN. Selama periode tahun 2005-2010 mayoritas negara-negara di ASEAN mengalami defisit anggaran pemerintah. Hanya Brunei Darussalam dan Singapura yang cenderung tidak mengalami defisit selama periode tersebut. Brunei yang perekonomiannya ditopang oleh penjualan minyak bumi terus mengalami surplus walaupun mulai pada tahun 2009 surplus anggaran mulai menurun dikarenakan terjadi penurunan harga minyak dunia pada tahun tersebut1. Selain itu, pertumbuhan anggaran pemerintah Singapura mengalami penurunan pada tahun 2009 karena banyak mengeluarkan stimulus fiskal untuk meningkatkan investasi di negaranya, pemerintah singapura berhasil memperbaiki kebijakan fiskalnya sehingga negara ini kembali mengalami surplus pada tahun 20102.

1

Berdasarkan artikel berjudul Penurunan Harga Minyak 2009 "Tergerus" Konsumsi Tinggi BBM dari http://www.antaranews.com/view/?i=1218527015&c=EKB&s= [12 Agustus 2008]

2

Berdasarkan artikel Budget 2010: Singapore sets smaller budget deficit dari

http://www.asiaone.com/Business/News/My+Money/Story/A1Story20100222-200250.html [22 Februari 2010]


(21)

1.2. Rumusan Masalah

Terdapat empat kemungkinan pola hubungan antara defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran pemerintah, yaitu: 1) Defisit transaksi berjalan (current account deficit) menyebabkan terjadinya defisit anggaran pemerintah (budget deficit), 2) Defisit anggaran pemerintah (budget deficit) menyebabkan terjadinya defisit transaksi berjalan (current account deficit), 3) Terdapat hubungan dua arah antara kedua defisit tersebut, atau 4) tidak terdapat hubungan antara kedua defisit tersebut.

Beberapa kajian mengenai twin deficit menemukan hasil yang berbeda terkait hubungan antara defisit fiskal dan defisit current account. Hal ini bergantung kepada periode waktu yang diambil untuk penelitian serta variabel-variabel yang digunakan. Terkait kasus twin deficit di kawasan ASEAN, belum terdapat kajian yang mendalam dan mencakup seluruh negara di Asia Tenggara. Oleh karena itulah, pada penelitian kali ini,penulis melakukan kajian mengenai fenomena twin deficit di seluruh negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dinamika pola defisit anggaran pemerintah dan defisit transaksi berjalan pada negara-negara anggota ASEAN?

2. Bagaimana dampak defisit anggaran pemerintah terhadap transaksi berjalan, dan nilai tukar di negara-negara ASEAN?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusah masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dinamika pola defisit anggaran pemerintah dan defisit transaksi berjalan pada negara-negara anggota ASEAN.

2. Mengetahui dampak defisit anggaran pemerintah terhadap transaksi berjalan, dan nilai tukar di negara-negara ASEAN.


(22)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya mengenai fenomena twin

deficit untuk sepuluh negara yang menjadi anggota ASEAN yaitu: Brunei

Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh World Bank yaitu:

1. High Income Countries: Brunei Darussaalam dan Singapura

2. Middle Income Countries: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

3. Low Income Countries: Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

Selain itu variabel-variabel yang digunakan adalan anggaran pemerintah (BD), current account (CA), dan nilai tukar.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendapatan Nasional

Konsep pendapatan nasional pertama kali diperkenalkan oleh Kuznetz, menurut Lipsey dan Steiner (1995) perhitungan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu 1.) Pendekatan Nilai Tambah (Added Value Approach); Pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlah nilai tambah dari setiap proses produksi suatu produk.. 2.) Metode Pendapatan (Income Approach); Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan yang diterima pemilik faktor produksi selama satu periode. Penerimaan tersebut antara lain: sewa (rent), upah (wage), suku bunga (interest), dan keuntungan (profit). 3.) Metode Pengeluaran

(Expenditure Approach/ Keynessian Total Expenditure Model); Pendapatan

nasional dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh keempat sektor dalam perekonomian yaitu sektor konsumen, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor perdagangan luar negeri.

Dari ketiga model pendekatan tersebut, pendekatan pengeluaran merupakan model yang paling sering dipakai untuk mengukur tingkat pendapatan nasional suatu negara. Hal ini dikarenakan data-data yang terkait dengan pengeluaran lebih mudah dikumpulkan dibandingkan data yang terkait dengan pendapatan serta sulitnya untuk menghitung nilai tambah dari seluruh komoditas yang ada di suatu negara.

Berdasarkan model pengeluaran total Keynessian (Keynessian Total

Expenditure Model) faktor-faktor yang merupakan komponen pendapatan

nasional adalah : 1) Konsumsi, 2) Investasi, 3) Belanja Pemerintah (Government

Purchase), dan 4) ekspor bersih. Keempat faktor tersebut mempengaruhi

permintaan agregat (aggregate demand) dan memiliki dampak untuk tingkat harga dan tingkat pendapatan nasional. Dibawah ini merupakan penjelasan mengenai masing-masing komponen pendapatan nasional berdasarkan Mankiw (2002).


(24)

a. Konsumsi

Konsumsi adalah seluruh produk, baik barang maupun jasa, yang dibeli oleh rumah tangga di suatu negara. Konsumsi juga merupakan komponen paling besar yang menentukan pendapatan nasional. Secara matematis, fungsi konsumsi dapat dituliskan sebagai berikut:

C= C0+ MPCYd ... (2.1) dimana:

C= Konsumsi

C0= Konsumsi autonomus

MPC= Marginal Prospensity to Consume

Yd= Disposible Income

Disposible Income (Yd) adalah pendapatan yang siap dibelanjakan oleh

masyarakat. Secara matematis Disposible Income dapat dituliskan sebagai berikut Yd= Y-Tx+Tr ... (2.2) dimana:

Yd= Disposible Income Y= Pendapatan Nasional Tx= Tingkat Pajak Tr= Transfer Payment

Dengan menyatukan Persamaan (2.1) dan (2.2) maka didapatkan : C= C0+ MPC(Y-Tx+Tr) ... (2.3)

b. Investasi

Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk membeli barang-barang modal untuk menjalankan produksi. Investasi terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk kebutuhan di masa yang akan datang. Investasi dibagi menjadi tiga kategori yaitua: business fixed investment, residential fixed investment, dan inventory investment. Business fixed investment dilakukan dengan cara membeli pabrik atau peralatan yang dilakukan oleh perusahaan. . Residential investment dilakukan oleh pemilik tanah dengan cara membeli perumahan, sedangkan Inventory investment dilakukan oleh perusahaan dengan cara membeli barang-barang cadangan untuk investasi (Mankiw, 2002).


(25)

Fungsi investasi berbanding terbalik terhadap tingkat suku bunga riil, hal ini dikarenakan saat suku bunga adalah biaya untuk meminjam, semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan. Hal ini digambarkan oleh kurva fungsi investasi yang memiliki slope negatif.

Sumber: Mankiw, 2002

Gambar 2.1. Kurva Investasi

Fungsi investasi merupakan fungsi yang kurang stabil bila dibandingkan dengan fungsi konsumsi (Rohlf, 2010). Ketidakstabilan investasi disebabkan antara lain karena:

a. Suku bunga yang senantiasa berubah setiap waktu. b. Ekspektasi bisnis yang cenderung berubah-ubah.

c. Keputusan investor untuk menunda melakukan investasi. d. Kesempatan untuk berinvestasi tidak terjadi setiap saat.

c. Belanja Pemerintah (G)

Belanja pemerintah adalah seluruh barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat maupun daerah. Pengeluaran yang termasuk sebagai belanja pemerintah diantaranya adalah belanja militer dan pembangunan fasilitas publik untuk masyarakat. Transfer Payment (Tr) tidak termasuk kedalam komponen

I r


(26)

belanja pemerintah dikarenakan Tr hanya mengalokasikan ulang pendapatan dan tidak terdapat pertukan barang dan jasa dalam penyaluran Tr.

d. Ekspor Bersih (NX)

Ekspor Bersih atau neraca perdagangan adalah selisih antara volume ekspor dan volume impor yang dilakukan oleh suatu negara. Jika nilai expor lebih besar dibandingkan nilai impor, maka dikatakan negara mengalami surplus perdagangan, sebaliknya jika nilai impor lebih besar dibandingkan nilai ekspor maka negara mengalami defisit perdagangan.

Keempat komponen di atas membentuk persamaan pengeluaran agregat (AE) sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

AE= C+I+G+NX ... (2.4) AE=(C0+MPCYd) +I+G+NX ... (2.5) AE= (C0+ MPC(Y-Tx+Tr)) + I+ G+ NX... (2.6)

Karena keseimbangan pendapatan nasional dapat tercapai apabila pendapatan nasional sama dengan pengeluaran agregat sehingga dapat dituliskan : Y=AE= C + I + G + NX ... (2.7) Sehingga secara ringkas dapat dituliskan sebagai Y= C + I + G + NX

2.2. Current account dan Current Acount Deficit

Current account adalah neraca dalam transaksi ekonomi nasional yang

mencatat transaksi barang dan jasa, pembayaran bunga hutang, dan pengiriman uang dari suatu negara. Secara matematis, current account dituliskan sebagai berikut:

CA = X – M + Net ... (2.8) Dimana:

CA= Current account

X= Ekspor M=Impor


(27)

Untuk menyederhanakan persamaan, pendapatan dan transfer dari luar negeri diasumsikan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap current account . Sehingga persamaan dapat ditulis ulang menjadi:

CA= X-M ... (2.9) Berdasarkan Persamaan (2.9), current account merupakan selisih antara ekspor dan impor suatu negara. Jika nilai ekspor melebihi nilai impor maka

current account dinyatakan mengalami surplus (current account surplus),

sebaliknya jika nilai impor melebihi nilai ekspor maka current account dinyatakan mengalami defisit (current account deficit).

2.3 Anggaran Pemerintah dan Defisit Anggaran Pemerintah

Anggaran pemerintah (Government Budget) adalah selisih antara penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak dengan pengeluaran pemerintah. Jika penerimaan pemerintah lebih besar dibandingkan pengeluarannya maka pemerintah mengalami surplus anggaran (budget surplus), sebaliknya jika pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan penerimaannya, maka pemerintah mengalami defisit anggaran (budget deficit).

Defisit anggaran pemerintah (budget deficit) dapat dibiayai melalui empat sumber, antara lain: 1) Mengambil cadangan mata uang asing , 2) Melalui pinjaman domestik dengan cara menjual surat berharga kepada masyarakat, 2) Melalui pinjaman luar negeri, 3) Melakukan pencetakan uang, atau perpaduan antara ketiga sumber tersebut (Fischer dan Easterly, 1990).

Seluruh sumber permbiayaan defisit anggaran pemerintah tersebut memiliki risiko masing-masing. Membiayai defisit anggaran pemerintah melalui pinjaman domestik akan menyebabkan suku bunga riil domestik meningkat sehingga investasi domestik akan turun. Sumber pembiayaan defisit dengan menggunakan cadangan mata uang asing atau melalui sumber pinjaman luar negeri dapat menyebabkan kurs domestik terapresiasi sehingga daya saing produk domestik menurun dan menyebabkan ekspor domestik menurun. Hal ini berakibat pada menurunnya netto expor sehingga berdampak pada menurunnya cadangan mata uang asing di dalam negeri dan pelunasan hutang yang tidak berkesinambungan (unsustainable external indebtedness). Pembiayaan defisit


(28)

dengan mencetak uang akan mengakibatkan meningkatnya tingkat inflasi. Menurut Kiguel dan Laviatan (1990), dalam jangka pendek pencetakan uang dapat meningkatkan pendapatan pemerintah melalui pajak inflasi (seigniorage), akan tetapi pada jangka panjang inflasi menurunkan pendapatan pemerintah dikarenakan kepercayaan dan permintaan terhadap mata uang domestik akan menurun.

Sumber: Fischer dan Easterly (1990)

Gambar 2.2. Hubungan antara Tingkat Inflasi dengan Penerimaan Pemerintah

Gambar 2.1 menjelaskan hubungan antara tingkat inflasi dan penerimaan pemerintah. Tingginya tingkat inflasi yang disebabkan oleh pencetakan uang untuk membiayai defisit anggaran akan menyebabkan defisit pemerintah semakin tinggi pada jangka panjang karena penerimaan pemerintah menurun seiring dengan peningkatan inflasi.


(29)

2.4. Hubungan Antara Current account Deficit dan Defisit Anggaran Pemerintah

Hubungan antara current account dan budget deficit dapat diturunkan dari persamaan pendapatan nasional. Persamaan pendapatan nasional dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = C + I + G+ (X – M) ... (2.10) Dimana:

Y= Pendapatan Nasional C= Konsumsi

I= Investasi Swasta

G= Pengeluaran Pemerintah X= Ekpor

M= Impor

Selain itu, persamaan lain yang merumuskan pendapatan nasional adalah:

Y=C+S+T ... (2.11) Dimana :

Y= Pendapatan Nasional C= Konsumsi

S= Tabungan Swasta Domestik T=Pajak

Persamaan (2.10) dan (2.11) dapat disusun kembali sehingga : C + I + G+ (X – M) = C+S+T ... (2.12) X-M= C+S+T-C-I-G ... (2.13) X-M= S+T-I-G ... (2.14) X-M= (S-I) + (T-G) ... (2.15)

Persamaan (2.15) lebih sering disebut sebagai hubungan twin deficit. Persamaan tersebut menyatakan defisit yang terjadi pada current account (X< M) akan diikuti oleh budget deficit pemerintah (T< G). Hubungan twin deficit ini hanya berlaku apabila gap antara investasi sektor swasta dan tabungan (S-I) diasumsikan tetap (Hossain dan Chowdhury,2001).


(30)

Terdapat empat kemungkinan terkait dengan hubungan defisit anggaran pemerintah dengan defisit current account yaitu:

1. Tidak terdapat hubungan antara defisit anggaran pemerintah dan defisit

current account.

Sesuai dengan persamaan (2.6), hubungan anggaran pemerintah dan

current account dirumuskan sebagai X-M= (S-I) + (T-G). Hubungan twin deficit

tidak terjadi apabila saat pemerintah melakukan kebijakan fiskal ekspansif dengan meningkatkan belanja pemerintah (G) sehingga defisit anggaran pemerintah meningkat, masyarakat menyadari bahwa kenaikan G akan mengakibatkan peningkatan pajak (T) di masa yang akan datang sehingga mereka menabung lebih banyak pada masa kini sehingga tidak menyebabkan terjadinya defisit current account (Barro, 1989) atau dengan kata lain Selain itu, twin deficit juga tidak akan terjadi pada negara dengan tingkat tabungan yang yang tinggi.

Fenomena Twin deficit juga tidak akan terjadi apabila institusi fiskal di suatu negara tanggap dalam merespon setiap surplus/ defisit fiskal dan membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi neraca fiskal negara mereka masing-masing. Kebijakan fiskal yang tidak responsif akan menyebabkan defisit fiskal mempengaruhi tingkat suku bunga dan akan berdampak pada nilai tukar. Perubahan nilai tukar inilah yang rentan menyebabkan defisit neraca perdagangan(Artana, et.al, 2003). Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Corsetti dan Müller (2006), suatu negara akan lebih rentan mengalami twin deficit apabila negara tersebut memiliki tingkat keterbukaan (degree of openness) yang tinggi dan terus menerus melakukan kebijakan fiskal ekspansif tanpa menyesuaikan dengan kondisi perekonomian yang ada.

2. Defisit anggaran pemerintah mengakibatkan defisit current account

Berdasarkan model Mundell-Fleming, pada rezim nilai tukar fixed

exchange rate, keberadaan defisit anggaran pemerintah mengakibatkan

peningkatan pendapatan riil dan tingkat harga dan memperburuk keseimbangan current account. Pada rezim nilai tukar flexible exchange rate, peningkatan pengeluaran pemerintah akan menggeser kurva IS ke kanan atas dan


(31)

meningkatkan tingkat suku bunga. Peningkatan suku bunga tersebut mengakibatkan terjadinya arus modal masuk (capital inflow) dan membuat kurs nominal terapresiasi sehingga membuat daya saing produk domestik di pasar internasional menurun sehingga memperburuk defisit current account (Ardiyanto, 2006).

3. Defisit Current account Menyebabkan Defisit Anggaran Pemerintah

Terjadi pada negara yang bergantung kepada perdagangan Internasionalnya atau tengah melakukan ekspansi pasar sehingga pemerintah negara yang bersangkutan merasa neraca perdagangan sangat penting dan sangat diperlukan suntikan dana dari pemerintah untuk menutupi defisit current account yang dialami oleh negara yang bersangkutan (Chang dan Hsu, 2009).

4. Hubungan Dua Arah (Bidirectional) antara Defisit Current account dan Defisit Anggaran Pemerintah

Hubungan terakhir adalah hubungan dua arah antara Defisit Current

account dan Defisit Anggaran Pemerintah, sehingga defisit Current account dapat

menyebabkan defisit anggaran pemerintah begitu pula sebaliknya.

2.5. Hubungan Antara Nilai Tukar Terhadap Anggaran Pemerintah dan Transaksi Berjalan

Anggaran pemerintah dapat memiliki hubungan positif atau negatif dengan Nilai tukar (exchange rate). Pada umumnya hubungan antara nilai tukar dan anggaran pemerintah adalah negatif. Hal ini terjadi apabila pemerintah menjalankan kebijakan fiskal ekspansif dan menyebabkan turunnya anggaran pemerintah sehingga meningkatkan konsumsi lalu meningkatkan pengeluaran agregat. Peningkatan pengeluaran agregat menyebabkan peningkatan suku bunga. Peningkatan suku bunga menyebabkan terjadinya capital inflow dan diikuti oleh terapresiasinya nilai tukar karena terjadi peningkatan permintaan terhadap mata uang domestik (Gulcan dan Bilman, 2005 ).

Hubungan positif antara anggaran pemerintah dan nilai tukar juga dapat dijelaskan secara teoritis bahwa jika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan anggaran pemerintah (menurunkan defisit anggaran) terdapat


(32)

kemungkinan secara tidak langsung terjadi peningkatan permintaan uang oleh sektor swasta. Kenaikan permintaan uang ini dapat disebabkan oleh salah satu dari tiga hal ini terjadi: 1) Ekspektasi inflasi yang lebih rendah, 3) Ekspektasi premi risiko nilai tukar yang lebih rendah, atau 3) Ekspektasi mengenai tingkat pengembalian (ROR) yang lebih besar dari surat berharga domestik. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan permintaan terhadap surat berharga domestik meningkat sehingga nilai tukar akan meningkat (Hakkio, 1996).

Beberapa penelitian, walau masih diperdebatkan, menyatakan bahwa nilai tukar juga dapat berpengaruh terhadap anggaran pemerintah. Hal ini terkait dengan pembayaran hutang luar negeri. Jika nilai tukar menguat (terapresiasi), hutang luar negeri yang dibayarkan menjadi cenderung lebih kecil sehingga akan mengurangi defisit anggaran pemerintah. Sedangkan jika nilai tukar melemah, suatu negara cenderung harus membayar hutang luar negeri mereka dengan nilai yang lebih tinggi sehingga akan memperburuk neraca anggaran pemerintah. Sehingga dapat disimpulkan nilai tukar memiliki keterkaitan positif dengan anggaran pemerintah.

Secara teoritis, nilai tukar memiliki hubungan negatif dengan neraca perdagangan. Jika nilai tukar meningkat (terapresiasi), maka harga barang domestik menjadi kurang kompetitif di pasar internasional sehingga ekspor akan berkurang dan menyebabkan current account akan berkurang, begitu pula sebaliknya.

2.6 Penelitian Terdahulu

2.6.1. Twin deficit di Negara Maju

Corsetti dan Müller (2005) meneliti mengenai twin deficit untuk negara maju dengan mengambil contoh kawasan Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Inggris dengan menggunakan metode Vector Autoregression (VAR) dengan menggunakan data kuartalan dari tahun 1980:1 hingga 2000:4. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa twin deficit paling terlihat di wilayah Amerika Serikat karena ditemukan defisit current account di negara ini mengakibatkan defisit anggaran pemerintah. Hal ini dikarenakan pemerintah Amerika Serikat


(33)

menggunakan penerimaan fiskal mereka untuk menutupi defisit neraca perdagangan.

Ganchev (2002) dengan menggunakan data bulanan tahun 2000:M1 hingga 2010:M4 didapatkan twin deficit tidak terlihat pada kasus negara Bulgaria dikarenakan di negara ini terdapat kebijakan surplus fiskal yang didapatkan pemerintah digunakan untuk mengurangi defisit current account dan untuk membayar hutang-hutang negara. Selain pemerintah mengusahakan kebijakan fiskal sebisa mungkin tidak digunakan untuk menggantikan kebijakan moneter.

Karlinger (1999) meneliti mengenai hipotesis twin deficit di Austria dengan menggunakan Granger causality tests, cointegration tests dan Vector Error

Correction Model (VECM) dengan data dari tahun 1976:1 hingga 1996:4 dan

menyimpulkan bahwa di Austria, ekspansi kebijakan fiskal berkorelasi negatif terhadap transaksi berjalan (current account) walaupun mekanismenya tidak secara langsung

Afonso dan Rault (2009) menggunakan data panel dengan range data dari tahun 1970 hingga tahun 2007 untuk meneliti mengenai twin deficit di negara-negara uni eropa dan OECD dan menyimpulkan bahwa hubungan antara budget deficit dan current account deficit ada namun tidak terlalu kuat dikarenakan banyak faktor lain yang cukup kuat mempengaruhi current account seperti kebijakan moneter negara yang bersangkutan dan likuiditas di pasar modal internasional. Dengan menggunakan metode yang sama, Bartolini dan Lahiri (2006) meneliti mengenai twin deficit untuk negara-negara OECD dan Amerika Serikat dengan menggunakan data tahunan dari tahun 1972-1998. Terdapat tiga kesimpulan besar dari penelitian tersebut yaitu 1) peningkatan defisit fiskal diikuiti oleh peningkatan konsumsi masyarakat , 2) investasi tidak menunjukan memiliki hubungan yang sitematis dengan defisit fiskal, dan 3) di Amerika, defisit fiskal menyebabkan terjadinya defisit transaksi berjalan.

2.6.2. Twin deficit di Negara Berkembang

Kulkarni (1997), meneliti mengenai twin deficit di negara berkembang dengan mengambil sample tiga negara berkembang: India, Pakistan, dan Meksiko pada periode tahun 1998 hingga 2009. Metode yang digunakan adalah metode


(34)

Granger causality test dan VAR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga negara tersebut menunjukkan hasil yang berbeda terkait hubungan antara defisit anggaran pemerintah dan defisit current account. Hasil penelitian di Mexico menunjukkan tidak terdapat hubungan antara defisit anggaran dengan defisit current account. Hasil penelitian di India menunjukan bahwa defisit anggaran pemerintah mengakibatkan defisit current account, sebaliknya di Pakistan defisit

current account yang mempengaruhi defisit anggaran pemerintah.

Lau dan Haw (2003) melakukan penelitian mengenai mekanisme twin deficit di Malaysia dan Thailand dengan menggunakan metode error correction

model (ECM) dan vector error correction model (VECM) dengan menggunakan

data periode tahun 1976-2000. Berdasarkan penelitian mereka ditemukan bahwa di Thailand defisit anggaran pemerintah menyebabkan defisit current account sedangkan di Malaysia terjadi hubungan bikausalitas antara defisit anggaran pemerintah dan defisit current account. Selain itu, secara keseluruhan defisit anggaran mempengaruhi tingkat suku bunga, nilai tukar, dan current account.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baharumshah et. al (2004) dengan menggunakan data dari tahun 1976-2000 dan metode VAR, defisit anggaran pemerintah mengakibatkan defisit current account di Thailand, sedangkan di Indonesia budget deficit yang mendorong terjadinya current account deficit. Hubungan timbal balik antara defisit anggaran dan defisit current account terjadi di Malaysia dan Filipina. Selain itu ditemukan pula hubungan antara defisit anggaran dan defisit current account hanya terjadi pada jangka panjang.

Penelitian mengenai hubungan defisit anggaran dan defisit current account juga dilakukan oleh Pahlavani dan Saleh (2009) dengan menggunakan data anggaran pemerintah dan transaksi berjalan di Thailand pada periode tahun 1970-2005. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan terjadi hubungan dua arah antara defisit anggaran dan defisit current account. Hasil ini diperkirakan dikarenakan sejak terkena krisis di awal tahun 1980, perekonomian Thailand ditopang oleh hutang luar negeri.

Berdasarkan penelitian Ardiyanto (2006) mengenai analisis defisit current

account dan defisit fiskal di Indonesia dengan menggunakan metode VAR dan


(35)

account di Indonesia menyebabkan defisit fiskal. Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia pada saat itu terlalu berfokus defisit perdagangan internasional. Pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk perkembangan industri manufaktur dalam negeri termasuk memberikan keringanan pajak pada industri ini. Hal ini menyebabkan defisit neraca perdagangan diikuti oleh defisit anggaran pemerintah karena pemerintah mengurangi penerimaan pajak dari industri.

Seluruh penelitian terdahulu yang menjadi referensi pada penelitian ini, baik yang terkait dengan negara maju maupun berkembang, diringkas Lampiran 1. Pada penelitian kali ini, akan diteliti fenomena twin deficit dari seluruh negara di ASEAN. Selain itu diteliti pula pengaruh variabel nilai tukar terhadap anggaran pemerintah dan transaksi berjalan (current account).


(36)

2.7. Kerangka Pemikiran

Negara-negara ASEAN seringkali menghadapi masalah defisit anggaran pemerintah ( budget deficit) dari sisi fiskal dan defisit transaksi berjalan (cureent

account deficit) dari sisi perdagangan internasional. Kedua defisit tersebut diduga

terkait satu sama lain sehingga menimbulkan fenomena yang disebut defisit kembar (twin deficit). Keberadaan twin deficit di suatu negara, dikhawatirkan akan mengganggu kestabilan variabel-variabel makro ekonomi di negara yang bersangkutan.

Pada penelitian kali ini dikaji mengenai hubungan antara variabel anggaran pemerintah dan neraca perdagangan yang merupakan indikasi terjadinya twin deficit di suatu negara, setelah itu dicari faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya/ tidak terjadinya twin deficit di suatu negara. Penulis juga meneliti mengenai dampak keberadaan twin deficit terhadap nilai tukar

(exchange rate). Setelah kajian dilakukan, maka akan ditarik kesimpulan

mengenai keberadaan dan hubungan twin deficit di ASEAN dan kaitannya terhadap nilai tukar. Berdasarkan kondisi yang ada, maka akan ditarik rekomendasi kebijakan yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi fenomena twin deficit.


(37)

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Negara ASEAN

Fiskal

Defisit Transaksi Berjalan (Current accountDeficit)

Defisit Anggaran

Pemerintah (Budget Deficit)

Perdagangan International

Kesimpulan

Rekomendasi Kebijakan Nilai Tukar

Terjadi Twin Deficit Tidak Terjadi Twin

Deficit


(38)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data deret waktu (time series) untuk setiap negara. Negara-negara yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah negara-negara yang termasuk wilayah Association of South East Asia (ASEAN) yang mencakup wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filiphina, Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

Pada penelitian kali ini, negara-negara di ASEAN dikelompokan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan kategori pendapatan yang dikeluarkan oleh World Bank, kategori tersebut adalah sebagai berikut:

a. High Income Countries : Brunei Darussalam dan Singapura.

b. Middle Income Countries : Indonesia, Malaysia, Filipina, dan

Thailand

c. Low Income Countries : Kamboja, Laos, Myanmar, dan

Vietnam

Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini anatara lain: 1) Anggaran Pemerintah (BD), 2) Current Account (CA), 3) Nilai Tukar (ER), dan 4) GDP konstan (Y). Variabel Y digunakan untuk meriilkan data BD, CA, dan ER pada model-model negara yang masih menggunakan satuan national currency. Dikarenakan terdapat perbedaan ketersediaan data antara satu negara dengan negara lainnya, maka terdapat perbedaan periode penelitian yang digunakan. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(39)

Tabel 3.1. Daftar Variabel yang Digunakan dalam Penelitian Negara Variabel yang

digunakan

Periode Sumber

High Income Countries Brunei

Darussalam Singapura

BD (National

Currency)

CA (National

Currency)

ER (end of period) Y (sebagai pembagi dengan tahun dasar tahun 2005)

Annual 1980-2010 International

Financial Statistic (IFS), IMF

Middle Income Countries Indonesia

Malaysia Thailand

BD (National

Currency)

CA (National

Currency)

ER (end of period) Y (sebagai pembagi dengan tahun dasar tahun 2005)

Annual 1980-2010 International

Financial Statistic (IFS), IMF

Filipina BD (National

Currency)

CA (National

Currency)

ER (end of period) Y (sebagai pembagi dengan tahun dasar tahun 2005)

Kuartalan 1990:1-2010:4 (Data pada tahun 1990:1-2007:4 merupakan hasil interpolasi data tahunan

dengan menggunakan

metode cubic match last)

World Economic Outlook, Juni 2011, IMF

Low Income Countries

Kamboja BD (National

Currency)

CA (National

Currency)

ER (end of period) Y (sebagai pembagi dengan tahun dasar tahun 2005)

Kuartalan 1994:1- 2010:4 Annual Report Cambodia Development Research Institute

Laos BD (National

Currency)

CA (National

Currency)

ER (end of period) Y (sebagai pembagi dengan tahun dasar tahun 2005)

Kuartalan 1994:1-2010:4 (Data kuartalan GDP

constant merupakan hasil

interpolasi data tahunan

dengan menggunakan

metode cubic match last)

International Financial Statistic (IFS), IMF


(40)

Myanmar BD (Percentage of

GDP)

CA (Percentage of

GDP)

ER (end of period)

Kuartalan 1990:1-2010:4 (Data kuartalan BD dan CA merupakan hasil interpolasi data tahunan

dengan menggunakan

metode cubic match last)

World Economic Outlook Juni 2011, IMF

Vietnam BD (National

Currency)

CA (National

Currency)

ER (end of period) Y (sebagai pembagi dengan tahun dasar tahun 2005)

Kuartalan 1990:1-2010:4 (Data kuartalan BD, CA, dan Y merupakan hasil interpolasi data tahunan

dengan menggunakan

metode cubic match last)

World Economic Outlook Juni 2011, IMF

Penelitian dilakukan untuk meneliti hubungan jangan panjang dan hubungan timbal balik antara defisit transaksi berjalan terhadap defisit anggaran pemerintah dan investasi di wilayah ASEAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Vertor Auto Regressive/ Vector Error Correction Model (VECM) yang digunakan untuk menilai perilaku jangka panjang antar variabel dan hubungan timbal balik antar variabel-variabel tersebut. Variabel yang akan diteliti hubungannya adalah: defisit current account, defisit fiskal, dan nilai tukar.

3.2 Metode Analisis

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan jangka panjang antara current account dan keseimbangan fiskal serta investasi di negara-negara ASEAN. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah metode VAR/VECM, tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan analisis data dengan menggunakan VAR/VECM diringkas dalam Gambar 3.1. Pada penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan E-Views 6.


(41)

Sumber: Nugrahaeni, 2011

Gambar 3.1. Tahapan Analisis VAR/VECM

3.2.1. Vector Auto Regressive (VAR)

Model Vector Auto Regressive (VAR) dikembangkan oleh Sims (1980). Model ini berguna untuk menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel-variabel ekonomi yang saling berkaitan dalam suatu sistem ekonomi. Spesifikasi model dalam VAR mencakup pemilihan variabel dan banyaknya selang yang digunakan dalam model. Variabel yang digunakan dalam VAR dipilih berdasarkan terori ekonomi yang relevan. Pemilihan selang optimal dilakukan dengan menggunakan berbagai kriteria seperti Akaike Information Criteria (AIC) atau Schwarz Criteria (SC) (Arsana, 2010).

Metode VAR merupakan model yang menyerupai model persamaan simultan, pada model VAR seluruh variabel endogen diestimasi bersamaan akan tetapi setiap variabel endogen dijelaskan oleh lag-nya atau nilai dan nilai lag dari variabel endogen lainnya dalam model. Pada umumnya tidak terdapat variabel eksogen dalam model ini (Gujarati, 2006 )

Model VAR secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Pasaribu, 2003):

t t k

1 i i t i

t AZ BX

Z    


(42)

·

Dengan:

Zt = vektor dari variabel-variabel endogen sebanyak m

Xt = vektor dari variabel-variabel eksogen sebanyak d termasuk di dalamnya konstanta (intercept).

A1, ... , Ap, dan B = matriks-matriks koefisien yang akan diestimasi

t= vektor dari residual-residual yang secara kontemporer berkorelasi tetapi tidak berkorelasi dengan nilai-nilai lag mereka sendiri dan juga tidak berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas.

Misalkan terdapat dua persamaan bivariat:

Yt= b10-b12zt+γ11yt-1+ γ12Zt-1+Ɛyt ... (3.1) Zt= b20-b21zt+γ21yt-1+ γ22Zt-1+Ɛzt ... (3.2) Dimana diasumsikan bahwa:

1.Yt dan Zt stasioner

2.Ɛyt dan Ɛzt adalah white noise3disturbance dengan standar deviasi

masing-masing σydan σz.

3.{Ɛyt} dan {Ɛzt ) tidak berkorelasi.

Persamaan (3.1) dan Persamaan (3.2) bukan merupakan reduce form selama Yt memiliki efek kontemporer terhadap zt dan sebaliknya Zt memiliki efek kontemporer terhadap Yt. Sehingga persamaan-persamaan tersebut dapat diubah ke dalam bentuk matriks:

1 12

21 1 =

10 20 +

ɣ11 ɣ12

ɣ21 ɣ22 −1

−1

+ Ɛ

Ɛ Atau

Βxt= Γ0+ Γ1Xt-1+Ɛt Dimana

B= 1 12

21 1 , = , Γ0= 1020

Γ1= ɣɣ1121 ɣɣ1222 , Ɛ = Ɛ

Ɛ

3

White noise adalah residual yang memiliki rata-rata 0, varians yang konstan, dan non otokorelasi serial.


(43)

Perkalian matrik-matrik tersebut terhadap B-1 dapat menghasilkan model VAR dalam bentuk standar yaitu:

Xt= A0+A1Xt-1+et (3.3)

Dimana: Ao= B-1Γ0 A1= B-1Γ1 et= B-1Ɛt

Untuk mempermudah dalam pemberian notasi, maka persamaan 3.3 dapat ditulis ulang menjadi:

yt= a10-a11yt-1+a12zt-1+ e1t (3.4a) zt= a20-b21yt-1+ a22zt-1+ e2t (3.4b)

Menurut Djalal (2006), beberapa keunggulan dari VAR antara lain:

1. Model VAR sederhana dan tidak perlu membedakan variabel endogen dan eksogen karena seluruh variabel pada model VAR dianggap sebagai variabel endogen.

2. Cara estimasi VAR mudah yaitu dengan menggunakan Ordinary Least

Square (OLS) pada setiap persamaan secara terpisah.

3. Peramalan menggunakan VAR lebih baik dibandingkan menggunakan persamaan simultan yang lebih kompleks dalam beberapa hal.

Sedangkan beberapa kelemahan model VAR adalah:

1. Model Var lebih bersifat ateoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu.

2. Tidak mempermasalahkan perbedaan variabel eksogen dan variabel endogen sehingga menyebabkan implikasi kebijakan yang kuran tepat. 3. Seluruh variabel VAR harus stasioner, jika tidak stasioner maka harus

distasionerkan terlebih dahulu. Model VAR pada penelitian kali ini adalah :

BD=∑ ɑ +∑ + +∑ +Ɣ +Ɛt

CA=∑ ɑ +∑ + +∑ +Ɣ +Ɛt


(44)

Dengan:

BD=Anggaran Pemerintah

CA=Current Account

ER= Nilai Tukar

Ɛt= error term

3.2.2.Vector Error Correction Model (VECM)

Dengan model VAR, seluruh variabel harus memenuhi syarat stasioneritas, jika syarat itu terpenuhi, maka model tersebut hanya dapat melihat isu jangka pendek. Untuk memperoleh isu jangka panjang dan jangka pendek, pendekatan alternatifnya adalah model VECM (Vector Error Correction Model) (Ilham dan Siregar, 2010)

Menurut Ward dan Siregar (2000), rumus umum model VECM adalah:

∆yt=∑ Γi∆Yt−1 + µ0 + µtt + ɑβ′yt−1 + Ɛt Dimana:

∆Yt =Yt-Yt-1

Γi = matriks koefisien regresi µ1 = vektor koefisien regresi

β’ = vektor kointegrasi (k-1) = ordo VECM µ0 = vektor intersep a = matrik loading yt = variabel in level

Ɛt = vektor sisaan

Hasil pendugaan VECM digunakan untuk memperoleh informasi dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan tingkat perubahan tertentu dengan analisis Impulse Response Function dan VarianceDecomposition.

3.2.3. Uji Praestimasi 3.2.3.1. Uji stasioneritas

Data deret waktu (time series) dikatakan stasioner apabila secara stokastik data menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu. Pengujian stasioneritas


(45)

data pada data time series diperlukan karena apabila pada data time series langsung dilakukan analisis tanpa diuji stasioneritasnya maka akan menghasilkan hasil yang spurious karena dalam variabel tersebut sering mengandung unit root (Verbeek, 2000).

Data bersifat stasioner pada nilai tengahnya apabila data tersebut berfluktuasi di sekitar suatu nilai tengah yang tetap dari waktu ke waktu. Uji akar unit dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dicky Fuller (ADF) Test . Pada tes ini, jika nilai ADF statistik lebih kecil daripada MacKinnon Critical

Value maka dapat disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Jika diketahui data

tersebut tidak stasioner, maka dapat dilakukan differences non stasioner process. Misalkan terdapat data deret waktu tunggal Yt:

Yt= a0+a1Zt-1+A2Zt-2+…+ apZt-p+ɛt

Maka model pendiferensiannya dapat dituliskan sebagai:

∆Yt= a0+ɣZt-1+A2Zt-2+…+ apZt-p+ɛt Hipotesis yang diuji adalah:

H0: ɣ=0 (data bersifat tidak stasioner) H1: ɣ<0 (data bersifat stasioner)

Nilai ɣ diduga melalui metode kuadrat terkecil dan menggunakan uji-t untuk pengujiannya. Jika nilai thit< nilai kritis dalam tabel Dickey Fuller, maka keputusan yang diambil adalah tolak H0 yang berarti data bersifat stasioner.

3.2.3.2. Pemilihan Panjang Lag Optimal

Dalam VAR penentuan lag optimal sangat penting karena penentuan lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Penentuan lag optimal juga berguna untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya (Gustiani, et.al, 2010).

Untuk menetapkan besarnya lag yang optimal (lag length criteria) dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria antara lain: Akaike Information

Criteria (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Hannan Quinn Information

Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Besarnya lag yang optimal ditentukan

oleh lag yang memiliki nilai kriteria terkecil diantara keempat kriteria tersebut. Jika terdapat kandidat lag yang berbeda-beda dari tiap kriteria, maka dapat


(46)

digunakan salah satu kriteria (umumnya AIC dan SIC) atau dengan membandingkan nilai Adjusted R2 dari setiap kriteria. Selang optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan selang tertentu yang menghasilkan nilai Adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting dalam sistem.

Selain itu, stabilitas sistem VAR pun perlu diperhatikan dalam penentuan lag. Stabilitas VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai modulus di tabel AR roots-nya, jika seluruh nilai AR roots-nya di bawah satu, maka sistem tersebut stabil.

3.2.2.3. Uji Kointegrasi

Uji Kointegrasi bertujuan untuk memastikan apakah variabel yang digunakan dan telah sistem persamaan mempunyai hubungan jangka panjang (Ilham dan Siregar, 2007). Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjangn antara variabel-variabel yang meski secara individual tidak stasioner tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Thomas, 1997). Adanya hubungan kointegrasi dalam sebuah sistem persamaan menandakan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model yang mengambarkan adanya dinamisasi dalam jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya (Verbeek, 2002).

Beberapa cara untuk melakukan uji kointegrasi antara lain: Eangle

Granger Cointegration Test, Johansen Cointegration Test, dan Cointegrating

Regression Durbin Watson (CRDW). Kointegrasi dapat dilihat dari rank

kointegrasi. Rank kointegrasi (r) adalah jumlah dari seluruh hubungan kontegrasi (Johansen, 1995). Nilai r dapat diuji dengan uji Johansen.

Hipotesis yang diuji adalah: H0: rank ≤r

H1: rank>r

Jika rank kointegrasi labih besar dari nol, maka terdapat kointegrasi sehingga model yang digunakan adalah Vector Error Corecction Model (VECM). Jika rank kointegrasi sama dengan nol, maka model yang digunakan adalah model VAR dengan pedifferensian sampai lag ke-d.


(47)

3.2.4. Analisis Model VAR/VECM

VAR menyediakan alat analisa bagi keempat hal tersebut melalui empat macam penggunaannya, seperti Forecasting untuk ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel, Impulse Response Functions (IRF) untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu,

Forecast Error Decomposition of Variance (FEDVs) untuk memprediksi

kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu, dan Granger Causality Test yang digunakan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel.

3.2.4.1. Uji Kausalitas

Pada umumnya, uji kausalitas satu variabel dengan variabel lainnya adalah dengan menggunakan uji kausalitas bivariat Granger (Bivariate Granger Causality). Uji kausalitas bivariat Granger dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat di antara variabel-variabel yang digunakan dalam analisis. Hubungan kausalitas antara satu variabel dengan variabel lainnya dapat diketahui dengan membandingkan probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan dimana hipotesis nol adalah tidak terdapat hubungan kausalitas dan hipotesis alternatifnya adalah terdapat hubungan kausalitas. Selain itu pula uji kausalitas pada VAR/VECM juga dapat menggunakan uji Block Exogeneity Wald Test.

3.2.4.2. Impuls Response Function (IRF)

Impulse response function (IRF) menunjukkan arah hubungan dan

besarnya pengaruh suatu variabel endogen terhadap berbagai variabel endogen lainnya yang ada dalam suatu sistem dinamis VAR. IRF dapat digunakan untuk meneliti pengaruh satu standar deviasi kejutan dari satu inovasi terhadap nilai variabel endogen saat ini atau untuk waktu yang akan datang (Arianto, et. al, 2010). Hasil IRF sensitif terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan. Pengurutan variabel yang didasarkan faktorisasi cholesky dapat dilakukan dengan menempatkan secara variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap variabel lainnya. Peletakan variabel dilakukan berdasarkan nilai


(48)

matriks korelasi yaitu dari yang memiliki korelasi yang paling tinggi hingga yang paling rendah.

3.2.4.3. Variance Decomposition (VDC)

Variance Decomposition atau Cholesky Decomposition memisahkan

varian yang ada dalam variabel endogen menjadi komponen- komponen kejutan pada berbagai variabel endogen lainnya dalam struktur dinamis VAR. VDC digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah diberi kejutan, baik kejutan yang berasal dari variabel itu sendiri maupun kejutan dari variabel lainnya. Oleh karena itu, VDC digunakan untuk mengkaji pengaruh relatif suatu variabel terhadap variabel lainnya (Arianto, et. al, 2010).


(49)

IV. GAMBARAN UMUM ANGGARAN PEMERINTAH, CURRENT

ACCOUNT, DAN NILAI TUKAR NEGARA-NEGARA ASEAN

Negara-negara ASEAN pada pembahasan mengenai gambaran umum anggaran pemerintah (BD), current account (CA), dan nilai tukar (ER) pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh World Bank yaitu: 1) High Income Countries (Brunei Darussalam dan Singapura), 2) Middle Income Countries (Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand), dan 3) Low Income Countries (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam).

4.1. Gambaran Umum Anggaran Pemerintah (Government Budget) di Negara-Negara ASEAN

a. High Income Countries

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada negara High Income di ASEAN (Brunei dan Singapura) terjadi pertumbuhan negatif anggaran pemerintah secara bersamaan pada tahun 1996, 2001, dan 2009.

Sumber: IMF World Economic Outlook, 2011 (diolah)

Gambar 4.1. Pertumbuhan Anggaran pemerintah pada ASEAN High Income

Countries periode 1991-2010

Pada tahun 1996, pemerintah Brunei mengeluarkan The Sevent

Development Plan. Kebijakan pemerintah ini dilakukan sebagai upaya

peningkatan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kebijakan ini -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0


(50)

menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat karena digunakan untuk mendanai dan meningkatkan industri-industri pertanian dan peningkatan kesejahteraan sosial (World Market Research Centre, 2003). Pada tahun 2001, untuk memperbaiki dan mempertahankan kondisi negara karena adanya krisis finansial tahun 1998, pemerintah Brunei kembali mengeluarkan kebijakan fiskal ekspansif yang sebagian besar digunakan untuk membiayai investasi pada infrastuktur publik 4(2002). Pada tahun 2009, Brunei Darussalam memperbesar pengeluaran pemerintah selain untuk menghadapi krisis ekonomi juga untuk mengurangi ketergantungan perekonomian negara kepada perdagangan minyak. Pemerintah Brunei melakukan insentif fiskal di dalam negeri dengan cara meningkatkan belanja pemerintah untuk memberdayakan sektor UMKM dan menurunkan tingkat pajak pendapatan perusahaan5.

Hal yang hampir serupa dilakukan oleh pemerintah Singapura yang meningkatkan pengeluaran pemerintah mereka untuk upaya peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, salah satu perogram yang dilakukan adalah memberi insentif kepada rumah tangga dengan pendapatan rendah di Singapura. Pada tahun yang sama, pemerintah Singapura juga melakukan penurunan tingkat pajak corporate tax untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi di dalam negeri (Singapore Ministry of Finance, 1996). Sama seperti Brunei, pada tahun 2001 dan 2009, pemerintah Singapura mengeluarkan kebijakan fiskal ekspansif dengan cara menurunkan pajak perusahaan untuk menarik investasi dan menolong perusahaan-perusahaan yang terkena dampak krisis6.

b. Middle Income Countries

Pada umumnya ASEAN mengalami defisit anggaran pemerintah pada tahun 1998 dan pada tahun 2009. Pada tahun 1998, seluruh negara di ASEAN, kecuali Brunei, mengalami pertumbuhan anggaran pemerintah yang negatif bahkan ada yang mengalami defisit fiskal. Hal ini dikarenakan pada tahun 1998 Asia dilanda krisis finansial yang bermula dari krisis yang terjadi di Thailand dan

4

Brunei Economic Buletin Volume 1, Juli 2002. Dikeluarkan oleh Brunei Economic Development Board

5

http://www.export.by/en/?act=news&mode=view&id=7759 [17 Maret 2009] 6


(51)

merambat ke negara-negara lainnya di ASEAN (Yanuarita, 2006). Terjadinya krisis mengakibatkan beberapa negara yang terkena dampak krisis mengalami kontraksi ekonomi, sehingga pemerintahnya mengambil kebijakan fiskal yang ekspansioner untuk dijadikan sebagai stimulus untuk menghadapi krisis finansial yang terjadi.

Sumber: IMF World Economic Outlook, 2011 (diolah)

Gambar 4.2. Pertumbuhan Anggaran pemerintah pada ASEAN Middle Income

Countries periode 1991-2010

Selain sebagai upaya pemulihan ekonomi karena krisis, Malaysia pada tahun 2009 melakukan peningkatan pengeluaran pemerintah yang juga ditujukan untuk usaha perbaikan dan pengembangan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur tersebut dilakukan oleh Malaysia sebagai upaya untuk menurunkan biaya dalam menjalankan usaha di Malaysia7.

7

http://ww2.publicbank.com.my/cnt_review38.html [economic review oktober 2002] -8.000 -6.000 -4.000 -2.000 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0


(52)

c. Low Income Countries

Sumber: IMF World Economic Outlook, 2011 (diolah)

Gambar 4.3. Pertumbuhan Anggaran pemerintah pada ASEAN Low Income

Countries periode 1991-2010

Pada tahun 2003, peningkatan defisit anggaran pemerintah pada beberapa negara ASEAN, seperti Laos dan Myanmar disebabkan karena negara-negara ini mengadakan kebijakan ekspansi kredit, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada sektor publik Pada Vietnam, peningkatan defisit anggaran disebabkan pemerintah mengeluarkan banyak dana untuk upaya pemulihan ekonomi setelah krisis 1998. Sedangkan pada Kamboja lebih dikarenakan pemerintah memiliki program untuk mengurangi tingkat kemiskinan di dalam negeri (Htwe, 2005).

Meningkatkan defisit anggaran di Kamboja pada tahun 2003 juga disebabkan tingkat pajak yang rendah serta masih rendahnya koordinasi, pelaksanaan, dan transparansi alokasi belanja pemerintah. Sejak tahun 1997 Kamboja mengalami dua krisis sekaligus yaitu krisis politik internal dan krisis Asia, kedua krisis tersebut mengganggu stabilitas ekonomi karena pemerintah Kamboja sulit untuk menentukan kebijakan fiskal yang tepat Akan tetapi dihadapi persoalan untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang tinggi di dalam negeri (Sophaldan Sovannairth.1999).

-10.000 -8.000 -6.000 -4.000 -2.000 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0


(53)

4. 2. Gambaran Umum Transaksi Berjalan (Current Account) di Negara-Negara ASEAN

a. High Income Countries

Sumber: IMF World Economic Outlook, 2011 (diolah)

Gambar 4.4. Pertumbuhan Current Account pada ASEAN High Income Countries periode 1991-2010

Berdasarkan Gambar 4.4, Brunei mengalami pertumbuhan current account yang negatif pada tahun 1992, 1995, 1998, 2002, 2007, dan 2009. Pertumbuhan negatif current account di Brunei mayoritas disebabkan oleh fluktuasi harga minyak dunia pada tahun-tahun tersebut. Sebagai salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar, ekspor utama Brunei adalah minyak bumi, sehingga bila terjadi penurunan harga minyak, maka current account Brunei akan mengalami pertumbuhan negatif . Pada tahun 1998, pertumbuhan negatif current account di Brunei lebih dikarenakan menurunnya konsumsi minyak global karena pada saat tersebut terjadi krisis finansial (Case, 2007).

Pertumbuhan negatif current account pada tahun 1999 dan 2000 disebabkan oleh menurunnya daya beli mitra dagang Singapura di Asia dikarenakan terjadi krisis finansial. Sedangkan Pertumbuhan negatif current

account pada tahun 2004 dan 2008 disebabkan mulai terjadinya resesi di Amerika

-30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 1 9 9 1 1 9 9 2 1 9 9 3 1 9 9 4 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0


(1)

135

48 0.144298 15.28077 7.30856 77.41067 49 0.144298 15.28077 7.308559 77.41067 50 0.144298 15.28078 7.308571 77.41064

j. Vietnam

Variance Decomposition of BD:

Period S.E. BD CA ER

1 0.104554 100 0 0 2 0.31145 99.48337 0.026295 0.490333 3 0.609128 99.01824 0.05622 0.925536 4 0.938448 98.19288 0.081518 1.725606 5 1.231552 96.97192 0.104731 2.923348 6 1.442627 95.40397 0.120989 4.475036 7 1.562067 93.90868 0.127822 5.963503 8 1.61314 92.93559 0.127298 6.937108 9 1.627903 92.67523 0.125116 7.19965 10 1.631194 92.69968 0.128906 7.171413 11 1.636405 92.31218 0.149094 7.538726 12 1.647721 91.2063 0.199718 8.593986 13 1.662716 89.60332 0.295433 10.10125 14 1.67961 87.9121 0.440414 11.64748 15 1.704454 86.47473 0.611978 12.91329 16 1.746154 85.51456 0.762361 13.72308 17 1.804185 85.00576 0.857023 14.13722 18 1.865981 84.72382 0.905603 14.37058

19 1.918062 84.49705 0.944866 14.55809 20 1.955458 84.32124 1.016465 14.6623 21 1.981786 84.23009 1.174185 14.59572 22 2.004356 84.15603 1.495871 14.3481 23 2.030014 83.95373 2.058373 13.9879 24 2.061634 83.52181 2.881206 13.59699 25 2.096089 82.85231 3.902308 13.24538 26 2.12673 81.98937 5.018119 12.99251 27 2.149339 80.99836 6.133649 12.86799 28 2.165318 79.96173 7.177732 12.86054 29 2.179141 78.95121 8.10437 12.94442 30 2.193911 77.99207 8.898892 13.10903 31 2.209857 77.08237 9.572453 13.34518 32 2.225807 76.24615 10.14007 13.61379 33 2.240913 75.54598 10.60364 13.85038 34 2.255556 75.05039 10.95072 13.99889 35 2.271524 74.80521 11.16336 14.03143 36 2.290899 74.8159 11.23507 13.94903 37 2.313849 75.02755 11.18996 13.78249 38 2.337597 75.33095 11.08286 13.58619 39 2.358121 75.6162 10.97278 13.41102 40 2.372927 75.82707 10.89438 13.27854 41 2.382165 75.96345 10.85173 13.18482 42 2.387648 76.04353 10.83172 13.12474 43 2.391305 76.07472 10.82025 13.10503 44 2.394305 76.05448 10.81053 13.135


(2)

136

45 2.396954 75.98279 10.80396 13.21324 46 2.399191 75.86819 10.80594 13.32587 47 2.401417 75.72927 10.81875 13.45198 48 2.404884 75.59322 10.83754 13.56924 49 2.411031 75.48468 10.85453 13.66079 50 2.420352 75.41008 10.86821 13.72171 51 2.432004 75.35595 10.88768 13.75636 52 2.44454 75.30441 10.92822 13.76738 53 2.456914 75.24665 11.00408 13.74927 54 2.468913 75.18131 11.12476 13.69393 55 2.480918 75.10523 11.29468 13.60009 56 2.49334 75.00884 11.51422 13.47693 57 2.506092 74.87784 11.78101 13.34114 58 2.518445 74.69738 12.09097 13.21165 59 2.529448 74.45791 12.43774 13.10435 60 2.5386 74.1608 12.81111 13.02809 61 2.546172 73.81873 13.19683 12.98444 62 2.55292 73.44954 13.57953 12.97093 63 2.559545 73.06978 13.94629 12.98393 64 2.566372 72.694 14.28803 13.01797 65 2.57339 72.33814 14.59804 13.06382 66 2.580495 72.02056 14.87019 13.10925 67 2.587691 71.75903 15.09848 13.14249 68 2.595139 71.56573 15.27856 13.15572 69 2.602978 71.4429 15.41041 13.14669 70 2.611086 71.38081 15.50054 13.11865

71 2.618995 71.3605 15.56107 13.07843 72 2.626098 71.36108 15.60559 13.03333 73 2.631966 71.36684 15.6444 12.98876 74 2.636514 71.36925 15.68252 12.94823 75 2.639936 71.36428 15.72095 12.91476 76 2.642527 71.34895 15.75941 12.89164 77 2.644541 71.32017 15.79839 12.88145 78 2.646147 71.27563 15.83962 12.88475 79 2.647506 71.21533 15.88513 12.89954 80 2.648863 71.14247 15.93579 12.92174

Variance Decomposition of CA:

Period S.E. BD CA ER

1 0.299464 0.199409 99.80059 0 2 0.893432 0.047729 99.94673 0.005545 3 1.759907 0.01362 99.97025 0.016134 4 2.782932 0.034569 99.94979 0.01564 5 3.821592 0.071724 99.90736 0.020916 6 4.757398 0.12435 99.84601 0.029642 7 5.524477 0.206355 99.75196 0.04169 8 6.113802 0.368453 99.57946 0.052082 9 6.558773 0.695473 99.24627 0.058253 10 6.912868 1.302026 98.64099 0.056987 11 7.227981 2.229341 97.71853 0.052128 12 7.541131 3.344875 96.60047 0.054657


(3)

137

13 7.869774 4.343829 95.58334 0.072833 14 8.215656 4.947413 94.95197 0.100618 15 8.571181 5.08248 94.79795 0.119567 16 8.925237 4.891742 94.98945 0.118808 17 9.266121 4.580565 95.3088 0.110631 18 9.583915 4.283141 95.59186 0.125 19 9.872895 4.038266 95.77613 0.185607 20 10.13302 3.837961 95.87166 0.290382 21 10.3693 3.668684 95.91765 0.413667 22 10.58965 3.521703 95.95398 0.524313 23 10.8029 3.393097 96.00341 0.60349 24 11.01692 3.284747 96.06643 0.648818 25 11.23659 3.200104 96.13184 0.668053 26 11.46222 3.135463 96.1937 0.670836 27 11.6896 3.078908 96.25659 0.664502 28 11.91206 3.019027 96.32767 0.653304 29 12.12335 2.952449 96.40823 0.639318 30 12.31975 2.88255 96.49378 0.623669 31 12.50074 2.81375 96.57883 0.607416 32 12.6687 2.747897 96.66045 0.591654 33 12.82775 2.684236 96.73865 0.577111 34 12.98262 2.621433 96.81465 0.563915 35 13.13766 2.560186 96.88803 0.55178 36 13.29606 2.50436 96.95527 0.540365 37 13.45935 2.458926 97.01159 0.529485 38 13.62724 2.426319 97.05461 0.519073

39 13.79806 2.405006 97.08598 0.509014 40 13.96973 2.391554 97.10941 0.499036 41 14.14068 2.383629 97.12756 0.488808 42 14.31035 2.381229 97.14058 0.478189 43 14.47912 2.385742 97.14691 0.467352 44 14.64783 2.397829 97.14552 0.456649 45 14.81722 2.415275 97.13833 0.446394 46 14.98743 2.43232 97.13091 0.43677 47 15.15808 2.441596 97.13049 0.427918 48 15.3284 2.437695 97.14224 0.420068 49 15.49765 2.419547 97.16683 0.41362 50 15.66523 2.389932 97.20095 0.409119 51 15.83066 2.353103 97.23983 0.407067 52 15.99351 2.3127 97.27968 0.407625 53 16.15341 2.27101 97.31859 0.410398 54 16.31009 2.229256 97.35622 0.414524 55 16.46349 2.188246 97.39274 0.419011 56 16.61372 2.148884 97.42803 0.423084 57 16.76109 2.112165 97.46151 0.426328 58 16.90593 2.078679 97.49272 0.428605 59 17.04841 2.048172 97.52194 0.429886 60 17.18855 2.019696 97.55019 0.430119 61 17.32624 1.992219 97.57857 0.429208 62 17.46131 1.965121 97.60779 0.427086 63 17.59371 1.938239 97.63795 0.423807 64 17.7235 1.911628 97.66879 0.419579


(4)

138

65 17.85093 1.885341 97.69996 0.414701 66 17.97643 1.859412 97.73112 0.409465 67 18.10051 1.83401 97.7619 0.404092 68 18.2237 1.80962 97.79167 0.398712 69 18.34653 1.787049 97.81955 0.393398 70 18.46937 1.767157 97.84466 0.388187 71 18.59245 1.750467 97.86644 0.383097 72 18.71588 1.736987 97.88489 0.378126 73 18.83968 1.726343 97.90041 0.37325 74 18.96385 1.718073 97.91349 0.368432 75 19.08843 1.711827 97.92452 0.363655 76 19.21346 1.70734 97.93372 0.358938 77 19.33896 1.704253 97.94141 0.354338 78 19.46486 1.701919 97.94815 0.349928 79 19.59099 1.699377 97.95484 0.345787 80 19.71714 1.695555 97.96246 0.341989

Variance Decomposition of ER:

Period S.E. BD CA ER

1 222.0591 2.612014 4.689159 92.69883 2 285.7994 2.894202 9.099047 88.00675 3 330.6353 2.239815 14.15427 83.60592 4 365.5443 2.512366 22.56894 74.9187 5 408.3639 2.051244 30.44842 67.50033 6 437.144 2.539115 37.14865 60.31224

7 457.5229 2.587655 41.97205 55.4403 8 473.9923 2.738252 45.60052 51.66123 9 488.819 2.597835 48.81952 48.58265 10 507.0854 2.96366 51.7056 45.33074 11 537.0535 5.7036 53.81696 40.47944 12 582.381 10.19616 55.37005 34.43379 13 643.3468 15.32858 56.39394 28.27748 14 709.5869 18.70627 57.89944 23.3943 15 774.7529 20.39206 59.71944 19.8885 16 832.0841 20.6543 61.88523 17.46047 17 880.6721 20.34098 63.93829 15.72074 18 920.4478 19.83601 65.74525 14.41874 19 953.5296 19.39413 67.16997 13.4359 20 981.5 18.98371 68.29807 12.71822 21 1005.852 18.54072 69.25528 12.20399 22 1027.655 17.96553 70.19017 11.8443 23 1048.33 17.28864 71.13936 11.572 24 1069.611 16.63705 72.01737 11.34558 25 1092.753 16.14703 72.71852 11.13445 26 1117.887 15.85541 73.2044 10.94019 27 1143.836 15.69424 73.54194 10.76382 28 1169.071 15.59087 73.80752 10.60161 29 1192.32 15.51309 74.0524 10.4345 30 1213.074 15.47369 74.27727 10.24905 31 1231.409 15.48716 74.47055 10.04229 32 1247.773 15.54988 74.62568 9.824447


(5)

139

33 1262.585 15.62458 74.76617 9.609254 34 1276.118 15.65653 74.93512 9.40835 35 1288.555 15.60059 75.17138 9.228029 36 1300.159 15.44979 75.48053 9.069677 37 1311.279 15.23207 75.83545 8.932485 38 1322.219 14.98685 76.19794 8.815212 39 1333.149 14.74293 76.54124 8.715824 40 1344.145 14.51494 76.85604 8.62902 41 1355.309 14.31132 77.14264 8.546041

42 1366.853 14.14306 77.40012 8.45682 43 1379.11 14.02681 77.61988 8.353309 44 1392.425 13.97856 77.79018 8.231265 45 1406.99 13.99985 77.90932 8.090835 46 1422.699 14.06787 77.99637 7.935756 47 1439.196 14.14236 78.08617 7.771461 48 1456.053 14.18513 78.21197 7.602904 49 1472.947 14.17598 78.39015 7.433869 50 1489.725 14.11407 78.61806 7.26787


(6)

LAMPIRAN 6. PERBANDINGAM PERTUMBUHAN GDP DAN SUKU BUNGA

PADA NEGARA-NEGARA

MIDDLE INCOME

DI ASEAN

Sumber: IMF, 2010

Keterangan: a. Indonesia, b. Malaysia, c. Filipina, d. Thailand

LAMPIRAN 7. PERBANDINGAM PERTUMBUHAN GDP DAN KONSUMSI

PADA NEGARA-NEGARA

LOW INCOME

DI ASEAN

Sumber: IMF, 2010