2.3 Populasi dan Penyebaran Macan Tutul
Prater 1980 menjelaskan bahwa macan tutul merupakan jenis yang sukses dalam migrasi dari daerah aslinya, Asia Tenggara dan Asia Utara. Diantara jenis
kucing besar yang ada, macan tutul memiliki daerah penyebaran yang paling luas Lekagul dan McNeely, 1977. Macan tutul tersebar di benua Afrika, Asia bagian
selatan dan timur sampai ke bagian Manchuria, menyebar ke Indonesia, Malaya, dan Pulau Jawa Anonim, 1978.
Macan tutul Jawa hanya terdapat di pulau Jawa dan Kangean Madura. Di Jawa Barat macan tutul Jawa terdapat di Cirebon, Cianjur selatan, TN Gunung
Gede Pangrango dan TN Ujung Kulon Hoogerwerf, 1970. Daerah penyebaran macan tutul Jawa di Yogyakarta dan Jawa Tengah adalah sebagai berikut: Nusa
Kambangan, Batang, Banjarnegara, Kendal, Cepu, Sragen, Notog, Jati Lawang, Gunung Slamet, Kebasan, Gunung Muria, Gunung Merapi, dan Kulon Progo
Anonim, 1978. Di Jawa Timur macan tutul Jawa dapat dijumpai di TN Meru Betiri, TN Baluran, Tuban, Ponorogo, Padangan, Saradan, Jember, Blitar,
Jatirogo, Madiun, dan Gundih Hoogerwerf, 1970. Walaupun Pulau Jawa telah kehilangan 90 vegetasi alaminya, namun
keberadaan macan tutul terdeteksi pada 12 kawasan konservasi diantaranya taman nasional, cagar alam, hutan wisata dan taman buru. Hingga saat ini populasi
macan tutul di seluruh Pulau Jawa tidak diketahui dengan pasti tapi masih berupa asumsi. Misalnya 1 individu per 10 km
2
di habitat yang tidak terganggu dan satu individu per 5 km
2
untuk habitat yang telah terganggu. Dengan menggunakan asumsi tersebut dan berdasarkan luasan habitat macan tutul yang tersisa di Pulau
Jawa diperkirakan masih ada lebih kurang 350 – 700 ekor macan tutul Santiapillai dan Ramono, 1992.
Macan tutul tidak terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan maupun Bali Hoogerwerf, 1970. Macan dahan Neofelis nebulosa dan macan emas Felis
temminckii di Sumatera yang mengalami melanisme sering dikira macan
kumbang Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, 1978.
2.4 Perilaku Macan Tutul
2
.4.1 Perilaku Teritorial
Macan tutul biasanya hidup menyendiri soliter, kecuali pada musim kawin dan mengasuh anak. Macan tutul Jawa kurang suka menetap, namun ia tidak akan
keluar dari daerah teritorinya jika makanan masih mencukupi Ahmad, 2007. Eisenberg dan Lockhart 1972 mengatakan bahwa macan tutul jantan dan betina
dapat mendiami daerah perburuan yang sama, tetapi hal ini tidak berlaku bagi individu–individu yang berjenis kelamin sama. Cara mempertahankan daerah
teritori dilakukan dengan pengiriman tanda–tanda berupa suara, cakaran, maupun urine
dan kotoran. Macan tutul jawa membuang kotoran tanpa disembunyikan, melainkan diletakkan di tempat–tempat yang terbuka Medwey, 1975 dalam
Gunawan, 1988.
2.4.2 Perilaku Berburu
Macan tutul Jawa mulai berburu dengan cara mengintai mangsanya, dan kemudian menyergapnya dari belakang. Jika serangan pertama pada mangsa
gagal, ia cenderung tidak meneruskan serangannya. Bagian yang pertama kali dimakan adalah bagian dalam tubuh, lalu daging sekitar dada, rusuk dan paha.
Macan tutul juga mau memakan tulang mangsanya. Apabila ada sisa, macan tutul Jawa akan menyimpannya untuk suatu saat didatangi lagi. Untuk melindungi hasil
buruannya dari pemangsa lain, macan tutul menyembunyikannya di atas pohon, atau menutupinya dengan daun, ranting, rumput atau serasah Ahmad, 2007
Jenis mangsa yang dimakan adalah sigung, kelelawar, lutung Anonim, 1978. Ada juga jenis surili, kijang, ayam hutan, merak, pelanduk dan kancil.
Ditemukan juga tanah liat, remukan tulang dan rerumputan di dalam kotorannya. Berdasarkan ukuran tubuh mangsa, macan tutul lebih sering memangsa satwa
dengan ukuran berat badan antara 25-50 kg, yaitu satwa yang memiliki ukuran badan setengah hingga sama dengan ukuran badan macan tutul Seidensticker,
1976 dalam Gunawan, 1988.
2.4.3 Perilaku Reproduksi
Macan tutul betina memiliki pola polyestrus, yaitu mengalami beberapa kali birahi dalam satu tahun. Di penangkaran, periode pematangan telur terjadi setiap
tiga minggu sekali dengan masa subur selama 4-12 hari. Rata–rata masa buntingnya adalah 90-95 hari. Jumlah anak per kelahiran adalah 1-3 ekor. Anak–
anak macan tutul sejak lahir sudah memiliki rambut, namun matanya belum berfungsi secara sempurna. Penyapihan akan dimulai ketika proses penyusuan
sudah berlangsung antara tiga sampai empat bulan. Anakan akan mencapai kedewasaan pada umur 2,5-4 tahun. Di bawah pengawasan dan pemeliharaan
macan tutul dapat hidup hingga usia dua puluh tiga tahun Grzimek, 1975. Adapun usia macan tutul di alam diperkirakan antara tujuh sampai sembilan tahun
Guggisberg, 1975.
2.5 Habitat Macan Tutul
Habitat adalah suatu kesatuan kawasan yang terdiri dari beberapa komponen, baik fisik maupun biotik, yang digunakan oleh satwaliar sebagai
tempat hidup dan berkembangbiak. Habitat memiliki fungsi dalam hal penyediaan makanan, air dan pelindung Alikodra, 2002.
Habitat adalah suatu tempat dimana kelompok atau individu ditemukan. Suatu habitat merupakan hasil interaksi berbagai komponen, yaitu komponen fisik
yang terdiri dari air, tanah, topografi, dan iklim makro dan mikro, serta komponen biologis yang terdiri dari manusia, vegetasi dan satwa Smiet, 1981.
Makanan bagi satwaliar merupakan faktor pembatas. Makanan harus selalu tersedia dengan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, jika tidak maka akan
terjadi perpindahan satwaliar untuk mencari daerah baru yang banyak makanannya Alikodra, 2002.
Air merupakan komponen yang penting pula bagi satwa dan tidak hanya air tawar, tetapi juga air yang mengandung garam terlarut. Alikodra 1990
mengemukakan bahwa terdapat empat kelompok satwaliar dilihat dari ketergantungan terhadap air, yaitu :
- satwaliar perairan
- satwaliar yang sangat memerlukan air setiap harinya untuk proses
pencernaan -
satwaliar yang relatif tahan hidup dalam kondisi iklim tanpa air -
satwaliar yang jarang memakai air dalam hidupnya. Elton 1966 mengemukakan bahwa vegetasi mempunyai peranan utama
dalam habitat, yaitu sebagai bagian dari makanan dan tempat berlindung satwaliar. Vegetasi sebagai cover mempunyai peranan penting untuk hidup dan berkembang
biak, disamping itu berperan pula sebagai tempat berlindung satwaliar dari serangan predator atau bahaya lainnya.
Giles 1971 menyatakan bahwa vegetasi merupakan aspek lingkungan yang paling penting untuk satwaliar dan merupakan indikator dari kondisi suatu
habitat. Vegetasi dominan pada suatu habitat dapat dipergunakan untuk evaluasi kondisi habitat sebagai indikator keadaan iklim, tanah, kelembaban, gangguan
yang terjadi di masa lampau dan potensi pertanian. Habitat merupakan suatu bagian dari ekosistem, sehingga untuk menjamin
kelestarian habitat berarti kelangsungan dari setiap hubungan di dalam sistem harus dipertahankan. Rusaknya hubungan dalam suatu sistem akan mempengaruhi
sistem lain sehingga secara langsung atau tidak langsung akan merusak habitat. Kerusakan habitat dapat disebabkan beberapa hal, antara lain oleh aktifitas
manusia, satwaliar atau bencana alam Alikodra, 2002. Tempat hidup macan tutul adalah hutan rimba yang lebat, tetapi biasa pula
mendatangi perkampungan dan perkebunan. Macan tutul mampu hidup sampai ketinggian + 2500 m di atas permukaan laut. Macan tutul sangat tidak selektif
dalam menentukan habitatnya, mereka hanya menggunakan wilayah hutan yang memiliki kecukupan akan ketersediaan sumber makanan, air dan shelter
Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, 1978. Harimau loreng, ajag, dan macan tutul tidak saling toleran satu sama lain,
tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk menggunakan habitat secara bersama–sama Hoogerwerf, 1970. Macan tutul kadang–kadang masuk ke
perkampungan di sekitar hutan dan memangsa ternak, apabila persediaan makanan di dalam habitatnya sudah berkurang Anonim, 1978 dalam Sudiana, 1991. Prater
1980 menyatakan bahwa macan tutul dengan bentuk fisik dan perilakunya
menjadikannya mempunyai kemampuan yang luas untuk memilih daerah huniannya.
Macan tutul di pulau Jawa terdapat di seluruh daerah, mulai dari pantai hingga daerah pegunungan tinggi Veever-Carter, 1978. Macan tutul juga
dijumpai di daerah terbuka yang berbatu–batu dengan semak belukar yang kering. Macan tutul memang lebih toleran terhadap panas dibandingkan harimau loreng
Panthera tigris dan mampu tinggal di daerah yang jauh dari air Lekagul dan McNeely, 1977. Macan tutul juga sering muncul di hutan–hutan jati, lahan
pertanian dan bahkan berani masuk ke tengah desa atau kota. Hal semacam ini menunjukkan daya adaptasinya yang tinggi Hoogerwerf, 1970.
Macan tutul umumnya tinggal dekat perkampungan, menempati gua–gua, lubang yang digali atau celah–celah batu Sankhala, 1977 dalam Sudiana, 1991.
Mereka juga bersembunyi di semak–semak lebat, padang rumput dengan tegakan pohon berkelompok dan formasi batu–batuan atau gua–gua Anonim, 1978 dalam
Sudiana, 1991. Tempat untuk memelihara anak biasanya di gua–gua, lubang atau rongga batu besar dan tempat tersembunyi lainnya yang memiliki ruangan gelap
Hoogerwerf, 1970.
2.6 Seleksi Habitat Macan Tutul