Prospek Pemasaran Tepung Ubi Jalar Ditinjau Dari Potensi Permintaan Industri Kecil Di Wilayah Bogor” (Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)

(1)

WILAYAH BOGOR”

(Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)

Oleh

SEVLINA ANELA DJAMI

H24103050

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SEVLINA ANELA DJAMI. H24103050

Ditinjau Dari Potensi Permintaan Industri Kecil Di Wilayah Bogor (Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang). Dibawah bimbingan W.H. Limbong.

Ubi jalar sebagai komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat selain beras belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Kelompok Tani Hurip (KTH) memandang perlu dilakukan pengolahan pasca panen agar ubi jalar memiliki masa simpan yang lebih panjang dan menaikan nilai tambah. Peneliti menggunakan metodelogi Participatory Action Research (PAR) dalam menggali potensi dan pemecahan masalah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui fungsi tepung ubi jalar dan siapa yang dapat menggunakannya, mengetahui prospek pemasaran tepung ubi jalar, dan mengetahui potensi permintaan tepung ubi jalar pada industri. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Analisis dilakukan secara eksploratif dan deskriptif dari data dan informasi yang didapat dari wawancara mendalam dengan industri sumber informasi.

Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai substitusi tepung terigu ataupun sebagai bahan campuran tepung terigu. Produk-produk olahan tepung terigu yang dapat menggunakan tepung ubi jalar diantaranya adalah putu ayu, bolu kukus, bolu panggang, brownies, muffin, mie, roti, cake, cheese stick, dodol, kue kering (cookies), biskuit, biji ketapang, dan kue bawang. Tepung ubi jalar memiliki peluang untuk memasuki pasar industri kecil pengolahan pangan. Dilihat dari persentase minat industri untuk mencoba tepung ubi jalar, yaitu sekitar 68,41% perusahaan berminat untuk mencoba dan hanya sekita 31,58% perusahaan yang tidak berminat untuk mencoba. Meskipun sekitar 73,69% perusahaan belum pernah mendengar informasi mengenai tepung ubi jalar sebelumnya. Potensi permintaan tepung ubi jalar dilihat dari kebutuhan tepung terigu di wilayah Bogor adalah sampai 70 ton/bulan. Namun KTH mengambil sekitar 50%-60% sebagai pangsa pasar, melihat KTH masih merupakan produsen tepung ubi jalar dengan skala kecil. Penentuan segmentasi berdasarkan geografis dan manfaat. Menentukan wilayah Bogor dan industri kecil pengolah pangan sebagai target pasar. Positioning tepung ubi jalar sebagai produk substitusi tepung terigu dengan berbagai keunggulan.


(3)

WILAYAH BOGOR”

(Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SEVLINA ANELA DJAMI

H24103050

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

PROSPEK PEMASARAN TEPUNG UBI JALAR DITINJAU DARI POTENSI PERMINTAAN INDUSTRI KECIL DI WILAYAH BOGOR”

(Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SEVLINA ANELA DJAMI H24103050

Menyetujui, Agustus 2007

Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen


(5)

iii

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... ... 3

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teoritis ... 4

2.1.1. Ubi Jalar ... 4

2.1.2. Tepung Ubi Jalar... 5

2.1.3. Kelompok Tani dan Usaha Kecil... 6

2.1.4. Prospek Pemasaran ... 8

2.1.5. Riset Aksi Partisipatif ... 9

2.1.6. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 12

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 14

3.3. Metode Penentuan Sumber Informasi... 15

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 16

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 16

IV. GAMBARAN UMUM PENELITAN 4.1. Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip ... 21

4.2. Gambaran Umum Produk ... 27

4.2.1. Bahan Baku... 27

4.2.2. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Fungsi Tepung Ubi Jalar dan Penggunanya... 33

5.2. Potensi Lokal Penggunaan Tepung Ubi Jalar ... 36


(6)

iv

5.3.4. Aspek Pasar... 46

5.4. Implikasi Penenlitian... 61

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 63

2. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(7)

v

1. Kandungan unsur gizi ubi jalar ... 4

2. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu ... 6

3. Bahan terbaik bolu kukus dan brownies kukus... 12

4. Permintaan ubi jalar dalam negeri tahun 1993-2002 (ton)... 20

5. Realisasi eksport ubi jalar 2000-20006 ... 21

6. Tugas pengurus Kelompok Tani Hurip (KTH)... 23

7. Karakteristik anggota KTH ... 25

8. Varietas unggul ubi jalar, hasil rata-rata, umur panen, dan kadar pati... 28

9. Keragaman hasil olahan tepung ubi jalar ... 33

10 Perkembangan harga rata-rata tepung terigu dan minyak goreng tahun 2006, januari, februari, maret 2007 ... 37

11. Penyampaian informasi tepung ubi jalar kepada industri ... 40

12. Rendemen ubi jalar ... 42

13. Luas lahan, produktivitas, dan produksi ubi jalar di kabupaten Bogor... 44

14. Minat industri dalam mencoba tepung ubi Jalar ... 47


(8)

vi

1. Siklus PAR ... 8

2. Kerangka pemikiran konseptual... 13

3. Saluran pemasaran ubi jalar sebelum pendampingan ... 22

4. Proses fasilitasi (dengan menggunakan FGD) ... 26

5. Saluran pemasaran ubi jalar setelah pendampingan... 26

6. Proses pembuatan tepung ubi jalar... 30

7. Ampas dan endapan yang dikeringkan ... 32

8. Hasil percobaan pembuatan kue dari tepung ubi jalar oleh KTH ... 35

9. Persentase industri sumber informasi ... 36

10. Grafik perkembangan harga tepung terigu dan minyak goreng... 37

11. Grafik kebutuhan tepung perbulan... 38

12. Bahan baku percobaan pembuatan tepung ubi jalar oleh KTH... 43

13. Perkembangan produksi ubi jalar... 45

14. Persentase penyampaian informasi tepung ubi jalar di industri... 47

15. Grafik presentase harapan harga tepung ubi jalar ... 57

16. Saluran distribusi tepung ubi jalar... 59


(9)

vii

1. Kuisioner penelitian ... 67

2. Varietas unggul ubi jalar dan karakteristiknya... 70

3. Sumber informasi penelitian ... 71

4. Data kebutuhan tepung pada industri... 72

5. Informasi tepung ubi jalar dalam industri dan atribut yang diharapkan .... 73

6. Struktur organisasi KTH ... 74


(10)

Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 18 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Natsir dan Nina Martini.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Kartika Udayana-IX Denpasar pada tahun 1991 sampai 1997. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 6 Denpasar dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umun Negeri 1 Denpasar pada tahun 2000 sampai dengan 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi interen dan eksteren kampus. Diantaranya Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia cabang Bogor dan menjadi pengurus pada dua masa periode. Departemen Komunikasi-Bidang Organisasi GMKI cabang Bogor masa bakti 2005-2006 dan Wakil Sekretaris Cabang GMKI cabang Bogor 2006-2007. Penulis juga aktif dalam organisasi interen kampus seperti PMK dan Com@. Menjadi staf POK dalam kepengurusan Com@ masa bakti 2005-2006. Selain itu penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan acara-acara di dalam dan luar kampus.


(11)

WILAYAH BOGOR”

(Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)

Oleh

SEVLINA ANELA DJAMI

H24103050

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

SEVLINA ANELA DJAMI. H24103050

Ditinjau Dari Potensi Permintaan Industri Kecil Di Wilayah Bogor (Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang). Dibawah bimbingan W.H. Limbong.

Ubi jalar sebagai komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat selain beras belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Kelompok Tani Hurip (KTH) memandang perlu dilakukan pengolahan pasca panen agar ubi jalar memiliki masa simpan yang lebih panjang dan menaikan nilai tambah. Peneliti menggunakan metodelogi Participatory Action Research (PAR) dalam menggali potensi dan pemecahan masalah.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui fungsi tepung ubi jalar dan siapa yang dapat menggunakannya, mengetahui prospek pemasaran tepung ubi jalar, dan mengetahui potensi permintaan tepung ubi jalar pada industri. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Analisis dilakukan secara eksploratif dan deskriptif dari data dan informasi yang didapat dari wawancara mendalam dengan industri sumber informasi.

Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai substitusi tepung terigu ataupun sebagai bahan campuran tepung terigu. Produk-produk olahan tepung terigu yang dapat menggunakan tepung ubi jalar diantaranya adalah putu ayu, bolu kukus, bolu panggang, brownies, muffin, mie, roti, cake, cheese stick, dodol, kue kering (cookies), biskuit, biji ketapang, dan kue bawang. Tepung ubi jalar memiliki peluang untuk memasuki pasar industri kecil pengolahan pangan. Dilihat dari persentase minat industri untuk mencoba tepung ubi jalar, yaitu sekitar 68,41% perusahaan berminat untuk mencoba dan hanya sekita 31,58% perusahaan yang tidak berminat untuk mencoba. Meskipun sekitar 73,69% perusahaan belum pernah mendengar informasi mengenai tepung ubi jalar sebelumnya. Potensi permintaan tepung ubi jalar dilihat dari kebutuhan tepung terigu di wilayah Bogor adalah sampai 70 ton/bulan. Namun KTH mengambil sekitar 50%-60% sebagai pangsa pasar, melihat KTH masih merupakan produsen tepung ubi jalar dengan skala kecil. Penentuan segmentasi berdasarkan geografis dan manfaat. Menentukan wilayah Bogor dan industri kecil pengolah pangan sebagai target pasar. Positioning tepung ubi jalar sebagai produk substitusi tepung terigu dengan berbagai keunggulan.


(13)

WILAYAH BOGOR”

(Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SEVLINA ANELA DJAMI

H24103050

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

DEPARTEMEN MANAJEMEN

PROSPEK PEMASARAN TEPUNG UBI JALAR DITINJAU DARI POTENSI PERMINTAAN INDUSTRI KECIL DI WILAYAH BOGOR”

(Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SEVLINA ANELA DJAMI H24103050

Menyetujui, Agustus 2007

Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen


(15)

iii

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... ... 3

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teoritis ... 4

2.1.1. Ubi Jalar ... 4

2.1.2. Tepung Ubi Jalar... 5

2.1.3. Kelompok Tani dan Usaha Kecil... 6

2.1.4. Prospek Pemasaran ... 8

2.1.5. Riset Aksi Partisipatif ... 9

2.1.6. Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 12

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 14

3.3. Metode Penentuan Sumber Informasi... 15

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 16

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 16

IV. GAMBARAN UMUM PENELITAN 4.1. Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip ... 21

4.2. Gambaran Umum Produk ... 27

4.2.1. Bahan Baku... 27

4.2.2. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Fungsi Tepung Ubi Jalar dan Penggunanya... 33

5.2. Potensi Lokal Penggunaan Tepung Ubi Jalar ... 36


(16)

iv

5.3.4. Aspek Pasar... 46

5.4. Implikasi Penenlitian... 61

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 63

2. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(17)

v

1. Kandungan unsur gizi ubi jalar ... 4

2. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu ... 6

3. Bahan terbaik bolu kukus dan brownies kukus... 12

4. Permintaan ubi jalar dalam negeri tahun 1993-2002 (ton)... 20

5. Realisasi eksport ubi jalar 2000-20006 ... 21

6. Tugas pengurus Kelompok Tani Hurip (KTH)... 23

7. Karakteristik anggota KTH ... 25

8. Varietas unggul ubi jalar, hasil rata-rata, umur panen, dan kadar pati... 28

9. Keragaman hasil olahan tepung ubi jalar ... 33

10 Perkembangan harga rata-rata tepung terigu dan minyak goreng tahun 2006, januari, februari, maret 2007 ... 37

11. Penyampaian informasi tepung ubi jalar kepada industri ... 40

12. Rendemen ubi jalar ... 42

13. Luas lahan, produktivitas, dan produksi ubi jalar di kabupaten Bogor... 44

14. Minat industri dalam mencoba tepung ubi Jalar ... 47


(18)

vi

1. Siklus PAR ... 8

2. Kerangka pemikiran konseptual... 13

3. Saluran pemasaran ubi jalar sebelum pendampingan ... 22

4. Proses fasilitasi (dengan menggunakan FGD) ... 26

5. Saluran pemasaran ubi jalar setelah pendampingan... 26

6. Proses pembuatan tepung ubi jalar... 30

7. Ampas dan endapan yang dikeringkan ... 32

8. Hasil percobaan pembuatan kue dari tepung ubi jalar oleh KTH ... 35

9. Persentase industri sumber informasi ... 36

10. Grafik perkembangan harga tepung terigu dan minyak goreng... 37

11. Grafik kebutuhan tepung perbulan... 38

12. Bahan baku percobaan pembuatan tepung ubi jalar oleh KTH... 43

13. Perkembangan produksi ubi jalar... 45

14. Persentase penyampaian informasi tepung ubi jalar di industri... 47

15. Grafik presentase harapan harga tepung ubi jalar ... 57

16. Saluran distribusi tepung ubi jalar... 59


(19)

vii

1. Kuisioner penelitian ... 67

2. Varietas unggul ubi jalar dan karakteristiknya... 70

3. Sumber informasi penelitian ... 71

4. Data kebutuhan tepung pada industri... 72

5. Informasi tepung ubi jalar dalam industri dan atribut yang diharapkan .... 73

6. Struktur organisasi KTH ... 74


(20)

Penulis dilahirkan di Denpasar pada tanggal 18 September 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Natsir dan Nina Martini.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Kartika Udayana-IX Denpasar pada tahun 1991 sampai 1997. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 6 Denpasar dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umun Negeri 1 Denpasar pada tahun 2000 sampai dengan 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi interen dan eksteren kampus. Diantaranya Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia cabang Bogor dan menjadi pengurus pada dua masa periode. Departemen Komunikasi-Bidang Organisasi GMKI cabang Bogor masa bakti 2005-2006 dan Wakil Sekretaris Cabang GMKI cabang Bogor 2006-2007. Penulis juga aktif dalam organisasi interen kampus seperti PMK dan Com@. Menjadi staf POK dalam kepengurusan Com@ masa bakti 2005-2006. Selain itu penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan acara-acara di dalam dan luar kampus.


(21)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Prospek Pemasaran Tepung Ubi Jalar Ditinjau Dari Potensi Permintaan Industri Di Wilayah Bogor (Studi Kasus : Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang) yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat penghasil energi selain beras yang kurang dimanfaatkan masyarakat. Masa simpan ubi jalar yang cukup pendek menjadikan komoditi ini mudah rusak, oleh karena itu perlu dilakukan upaya pengolahan pasca panen, seperti mengolah ubi jalar menjadi tepung yang nantinya akan dipasarkan Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana prospek pemasaran tepung ubi jalar tersebut.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sepenuhnya sadar akan banyaknya dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memotivasi, mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Mimin Aminah, ibu Nesti, pak Eko, pak Agus, pak Yayan, dan pak Anto selaku pembimbing lapang yang banyak membantu dalam proses fasilitasi dan tempat bertukar pikiran selama proses pengerjaan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc dan Eko Rudi Cahyadi, S.Hut, MM. Selaku dosen penguji yang memberikan banyak kritik dan saran.

4. Kedua orang tua, M. Natsir dan Nina Martini serta adik-adikku Feronic dan Nicowall, yang telah terus memberikan dukungan moril, spiritual dan materiil kepada penulis. Semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk membalas semuanya.


(22)

selama masa perkuliahan sampai penulis menyelesaikan studinya.

6. Kelompok Tani Hurip khususnya pengurus dan tim rencana usaha. Terima kasih atas waktu, tempat dan ilmu yang telah kita bagi bersama. Semoga usaha yang dijalankan dapat berjalan sukses.

7. Yennz, Indro, Tati, Rin_chan, Mirdut dan rekan-rekan PAR lainnya yang berkontribusi terhadap penulisan ini. Terima kasih banyak untuk semuanya. 8. Cornelia, Veby, Yermia, dan Elisabeth, sebagai teman satu bimbingan yang

telah banyak memotivasi dan teman bertukar pikiran.

9. Rekan-rekan satu angkatan jurusan Manajemen, rekan-rekan GMKI, PMK, Com@, Brahmacarya dan PILI. Terimakasih dukungan, saran, dan doanya. 10.Bisuk yang telah meminjamkan printernya, yang sangat membantu

penyelesaian skripsi ini dan Sasti yang telah menyediakan tempatnya untuk penulis menginap selama mencari data di daerah Cibinong dan sekitarnya. 11.Pacuz oks, Ipeh, Yayuk, Ulfa, L-Se, Rin2, Ettoy, Amiko, Bojongky, Yanz,

Adit, Ruslan, Mbo-e, Septi-tonk, Go-Yu. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya serta keceriaannya selama ini.

12.Eyang, Silvia, Dimi, Katya, mbk Mpit serta saudara-saudara di Wisma Rosa atas bantuannya dalam tukar pikiran, sebagai stylist, tempat curhat, doa dan motivasinya.

13.Teman-teman dunia maya yang telah memberikan banyak ide dan membantu menghilangkan kejenuhan selama proses penulisan. Serta pihak-pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Berbagai Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan masukan yang konstruktif, agar skripsi ini berguna bagi orang banyak, khususnya para pengusaha kecil yang bergerak di sektor pertanian.

Bogor, Agustus 2007


(23)

1.1. Latar Belakang

Ubi jalar merupakan komoditas tanaman pangan sumber karbohidrat penghasil energi. Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar juga mengandung zat gizi lain yang cukup penting seperti protein, lemak, serat, kalsium, fosfor, zat besi, karoten, vitamin B1, B2, C. Namun, masyarakat kurang memanfaatkan ubi jalar sebagai bahan pangan selain beras. Hal ini disebabkan oleh pola pangan masyarakat Indonesia pada umumnya yang mengikuti pola pangan masyarakat terdahulu, yang menjadikan nasi sebagai makanan utama. Masa simpan yang cukup pendek menjadi salah satu kelemahan ubi jalar, Karena sifatnya yang mudah busuk, maka perlu dilakukan suatu upaya pasca panen agar ubi jalar memiliki masa simpan yang lebih panjang. Selama ini sebagian besar ubi jalar dijual dalam keadaan mentah, sehingga resiko untuk menjadi rusak semakin tinggi dan memiliki nilai tambah yang kecil. Selain untuk memperpanjang masa simpan, pengolahan pasca panen dapat digunakan untuk meningkatkan nilai tambah dari ubi tersebut. Salah satu upaya dalam pengolahan pasca panen adalah mengolah ubi menjadi tepung atau pati ubi jalar. Kelompok Tani Hurip (KTH) memilih untuk mengolah ubi jalar menjadi tepung sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan masa simpan ubi jalar tersebut. Dalam membuat suatu produk, produsen perlu untuk melihat pasar yang akan dituju dan mengetahui prospek pasar dan potensi permintaan dari pasar tersebut. Potensi permintaan pasar terhadap tepung ubi jalar dapat dijadikan suatu acuan dalam menjalankan proses produksi tepung ubi jalar nantinya. Penelitian ini menggunakan metodologi Riset Aksi Partisipatif (RAP) dalam menggali lebih dalam potensi dan keinginan masyarakat, yang dapat digunakan untuk kemajuan bersama. Metode ini juga akan terus digunakan dalam mengumpulkan informasi guna memecahkan masalah yang ada. RAP digunakan dengan mengajak masyarakat dalam pencarian informasi yang dapat dilakukan bersama masyarakat dan mengolah informasi tersebut bersama masyarakat dengan batasan tertentu. Penggalian lebih dalam dilakukan dengan menggunakan teknik focus group discusion. Dari hasil


(24)

diskusi dengan kelompok tani Hurip didapatkan kesimpulan bahwa komoditi yang potensial untuk dikembangkan di daerah ini salah satunya adalah ubi jalar. Kelompok Tani Hurip (KTH) juga ingin mengembangkan komoditi tersebut menjadi sebuah produk olahan yang dapat memberi nilai tambah. Sehingga dibuat beberapa kesepakatan, salah satunya untuk membuat perencanaan pendirian pabrik tepung ubi jalar.

1.2. Perumusan Masalah

Tepung ubi jalar belum banyak dikenal oleh masyarakat luas meskipun penelitian pengembangannya sudah dilakukan sejak lama. Tepung ubi jalar sendiri nantinya dapat dijadikan sebagian produk substitusi dari tepung terigu yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kue, mie, dan produk-produk yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan bakunya, atau dapat pula dijadikan sebagai tepung komposit (teknologi tepung campuran). Dalam proses pembuatannya, tepung ubi jalar tidak jauh berbeda dengan pembuatan tepung singkong, begitu pula dengan pembuatan patinya yang tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan pati singkong atau yang biasa disebut tapioka. Namun, dalam diskusi yang dilaksanakan dengan masyarakat, mereka memilih untuk membuat suatu perencanaan mengenai usaha tepung ubi jalar, karena dianggap pesaingnya masih sedikit, jadi masih memiliki kesempatan yang luas dalam menjual produknya nantinya. Dalam membuka suatu usaha, pasar menjadi salah satu tujuan utama produk yang akan dibuat. Oleh karena itu dirasakan penting dalam melihat prospek pasar dari tepung ubi jalar ini dan nantinya akan digunakan dalam menentukan cara untuk memasuki pasar yang ada. Begitu pula dengan potensi permintaan pasar, yang perlu untuk kita lihat untuk mengetahui perkiraan permintaan yang dapat kita penuhi. Tepung ubi jalar tersebut nantinya akan di pasarkan ke konsumen, dengan tujuan utama adalah konsumen yang bergerak di bidang industri pangan. Bogor menjadi tujuan pertama, karena melihat perkembangan yang cukup bagus pada industri pengolahan pangan seperti toko atau pabrik roti, pabrik mie, dan lain-lain.

Dari permasalahan diatas, dapat dirumuskan bahwa produsen tepung ubi jalar perlu mengetahui:


(25)

a. Apa fungsi tepung ubi jalar dan siapa yang dapat menggunakannya? b. Bagaimana prospek pasar tepung ubi jalar, terutama bagi industri di

Bogor?

c. Bagaimana potensi permintaan tepung ubi jalar pada industri di Bogor?

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui fungsi tepung ubi jalar dan siapa yang dapat menggunakannya.

b. Mengetahui prospek pasar tepung ubi jalar, terutama dalam industri. c. Mengetahui potensi permintaan tepung ubi jalar pada industri.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

a. Kelompok Tani Hurip sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan usaha, khususnya pemasaran tepung ubi jalar.

b. Pembaca, khususnya yang akan atau tengah membuat usaha tepung ubi jalar

c. Peneliti lain sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk melihat peluang dalam mengembangkan produk olahan ubi jalar menjadi tepung yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Hurip. Mengetahui potensi permintaan tepung ubi jalar pada industri pangan. Penelitian dilakukan di Bogor karena di Bogor dilihat cukup banyak industri pengolahan pangan seperti pabrik roti, pabrik mie, dan lain-lain. Serta Bogor merupakan wilayah sasaran utama Kelompok Tani Hurip (KTH) dalam memasarkan tepung ubi jalar.

Metode Riset Aksi Partisipatif akan dilakukan bersama masyarakat dalam sebagian proses pengerjaannya. Diantaranya dalam penentuan produk yang dikembangkan, penentuan pasar sasaran, penentuan wilayah sasaran, mencari bahan mengenai tepung ubi jalar di perpustakaan, serta bersama menghitung jumlah potensi permintaan industri.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Ubi Jalar

Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar terbesar ketiga setelah China dan Vietnam. Ubi jalar sebagai tanaman palawija ditanam dan dijual sebagai sumber pendapatan bagi para petani. Masa tanam ubi jalar relatif pendek jika dibandingkan dengan umbi-umbian lainnya, selain itu tanaman ini juga dapat tumbuh di lahan kering atau ladang dan memiliki varietas yang beragam dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Ubi jalar dapat dipanen mulai umur 3,5 bulan setelah tanam, tergantung pada jenis atau varietasnya. Penundaan masa panen hanya dapat dilakukan selama 1 bulan dari masa panen seharusnya untuk menghindari hama boleng yang sering menyerang ubi jalar. Pembibitan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya setek pucuk, setek batang, dan tunas umbi yang disemai secara khusus (Suprapti, 2003).

Tabel 1. Kandungan Unsur Gizi Ubi jalar

Kadar/100 g bahan

Unsur Gizi Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning

Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00

Protein (g) 1,80 1,80 1,10

Lemak (g) 0,70 0,70 0,40

Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30

Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00

Fosfor (mg) 49,00 49,00 52,00

Zat Besi (mg) 0,70 0,70 0,70

Natrium (mg) - - 5,00

Kalium (mg) - - 393,00

Niacin (mg) - - 0,60

Vitamin A (SI) 60,00 7.700,00 900,00

Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 900,00

Vitamin B2 (mg) - - 0,04

Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00

Air (g) 68,50 68,50

-Bagian daging (%) 86,00 86,00

-Sumber: Direktorat Gizi, Depkes R.I., 1981. dalam Suprapti, 2003.

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian sumber karbohidrat selain padi, ubi kayu, jagung dan lain-lain. Selain sumber


(27)

karbohidrat ubi jalar juga mengandung vitamin A, C, dan mineral. Ubi jalar yang umbinya berwarna ungu mengandung anthocyanin yang berfungsi sebagai pencegah penyakit kanker. Sedangkan ubi jalar yang umbinya berwarna kuning banyak mengandung vitamin A, bahkan beberapa varietas diantaranya memiliki dosis yang sebanding dengan wortel. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai (1) pangan segar atau olahan untuk konsumsi manusia, (2) pakan segar atau kering untuk ternak, dan (3) diolah menjadi pati atau tepung untuk industri pangan ataupun non-pangan. Namun, ubi jalar sebagai tanaman pangan sumber karbohidrat kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pola pangan masyarakat Indonesia pada umumnya yang mengikuti pola pangan masyarakat terdahulu, yang menjadikan nasi sebagai makanan utama.

Ubi jalar tergolong dalam umbi-umbian dari tumbuhan semak bercabang dan memiliki daun berbentuk segitiga yang berlekuk-lekuk dengan bunga berbentuk payung. Kandungan unsur gizi yang terdapat dalam ubi jalar tidak hanya berasal dari umbinya saja, namun berasal dari daunnya juga. Di antara bahan pangan sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki keunggulan lain yang penting bagi masyarakat Indonesia, berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) ubi jalar mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktivitas antara 20-40 t/ha umbi segar; (2) kandungan kalori per 100 g cukup tinggi, yaitu 123 kal dan dapat memberikan rasa kenyang dalam jumlah yang relatif sedikit; (3) cara penyajian hidangan ubi jalar mudah, praktis dan sangat beragam, serta serasi (compatible) dengan makanan lain yang dihidangkan; (4) harga per unit hidang murah dan bahan mudah diperoleh di pasar local; (5) dapat berfungsi dengan baik sebagai substitusi dan suplementasi makanan sumber karbohidrat tradisional nasi beras; (6) bukan jenis makanan baru dan telah dikenal secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia; (7) rasa dan teksturnya sangat beragam, sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera konsumen (Zuraida dan Supriati, 2001).

2.1.2. Tepung Ubi Jalar

Tepung ubi jalar adalah hancuran ubi jalar yang dihilangkan kadar airnya (Suprapti, 2003). Komoditas hasil pertanian, secara umum, memiliki masa simpan yang relatif pendek. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan


(28)

yang lebih lanjut dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan (mengawetkan) komoditas tersebut. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai tambah. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar melalui beberapa proses yang terbagi dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembuatan. Tahap persiapan terdiri atas: (1) sortasi/pemilihan bahan; (2) pengupasan/pengerokan atau pemotongan; (3) perendaman; (4) pemarutan; (5) penyiapan larutan pemutih. Tahap pembuatan terdiri dari (1) pemutihan; (2) pemerasan atau penyaringan; (3) pengendapan pati; (4) pemisahan pati; (5) pencampuran; (6) pengeringan; (7) penggilingan; (8) penyempurnaan pengeringan; (9) pengemasan (Suprapti, 2003).

Hasil kajian Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Malang menyatakan bahwa tepung kasava dan tepung ubi jalar mampu menyulih tepung terigu untuk berbagai produk pangan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi import gandum sebagai bahan baku terigu nantinya. Karena tepung ubi jalar dapat dijadikan sebagai produk substitusi tepung terigu, dengan kadar yang berbeda-beda sesuai produk olahannya (Tabel 2). Tepung ubi jalar dapat dibuat sebagai bahan baku pembuatan beberapa jenis makanan berbahan dasar tepung.

Tabel 2. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu

Jenis produk Daya substitusi tepung ubi jalar (%)

Roti 20 Mie 20 Cake 100 Cookies 50 Sumber: Heriyanto dan Achmad (1998)

2.1.3. Kelompok Tani dan Industri Kecil

Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT. 210/3/97, Tanggal 18 Maret 1997. Menyatakan kelompok tani adalah Kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya.


(29)

Kelompok tani memiliki ciri-ciri (1) Ikatan didalam kelompok tersebut didasarkan kepada keserasian (mempunyai minat, pandangan, kesenangan, dan kepentingan yang sama) sehingga menimbulkan saling pengertian antar sesama anggota, kerjasama yang baik serta kecenderungan para anggota untuk mengikuti dan mentaati keputusan yang telah dibuat bersama. (2) Diantara anggota dan ketua atau diantara sesama anggota terjalin hubungan yang luwes dan wajar sehingga hubungan komunikasi dapat berjalan dengan lancar. (3) Adanya kegiatan yang bersifat informal. (4) Anggota adalah petani yang berada dalam lingkungan pengaruh seorang kontak tani yang bertindak sebagai ketua kelompok. Tujuan dari kelompok tani adalah untuk memudahkan penerapan dan penyebaran teknologi baru, dengan melakukan kegiatan bersama yang dipimpin oleh ketua kelompok dan juga untuk mendiskusikan ide atau gagasan baru, membentuk opini sampai kepada pengambilan keputusan. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri1. Usaha kecil merupakan kelompok usaha yang dimiliki oleh penduduk Indonesia dengan jumlah nilai asset kurang dari Rp. 600 juta di luar nilai tanah dan bangunan yang digunakan (Departemen Perindustrian RI, 1991). Dalam usaha kecil terdapat dua aspek penting yang perlu diperhatikan diantaranya adalah aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan atau kelompok perusahaan tersebut (Pertomo dan Soejoedono, 2004). Departemen KUMKM (2004) mendefinisikan Usaha Kecil sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria berikut:

1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1000.000.000 3. milik warga negara indonesia

4. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung

1


(30)

maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

5. berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum (termasuk koperasi).

Oleh karena Industri Kecil tergolong dalam batasan Usaha Kecil menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, maka batasan Industri Kecil didefinisikan sebagai berikut : “Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp.1 milyar atau kurang.”

2.1.4. Prospek Pemasaran

Masu’ud menyatakan prospek adalah gambaran mengenai masa depan. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dengan pihak lain (Kotler.2002). Prospek pemasaran adalah gambaran peluang untuk menawarkan suatu produk dimasa akan datang. Analisis prospek pemasaran melihat faktor-faktor yang dapat memberikan potensi penyerapan produk terhadap jumlah produk, jumlah dan penyebaran penduduk atau industri, jumlah tempat penjualan, jumlah potensi lokal pengguna produk dan data pendukung lainnya yang diperlukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat prospek pemasaran produk dan apakah usaha tersebut layak untuk dijalankan.

2.1.5. Riset Aksi Partisipatif / Participatory Action Research (PAR)

Penelitian Aksi merupakan “penelitian sistematis yang dilaksanakan bersama (kolektif), saling bekerjasama (kolaboratif), merupakan refleksi diri, bersifat kritis dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian tersebut” (McCutcheon and Jung 1990 dalam CIFOR 2004). Penelitian aksi partisipatif memiliki dasar filosofis ilmu-ilmu kritis dengan permasalahan yang dinyatakan dalam sebuah situasi berdasarkan nilai-nilai yang telah diklarifikasi. Dalam pertemuan negara dunia ketiga mengenai penelitian partisipatif, disusun 16 prinsip Penelitian Aksi Partisipatif (McTaggart 1989


(31)

dalam CIFOR 2004), yaitu : (1) Sebuah pendekatan untuk memperbaiki praktek sosial dengan jalan merubahnya; (2) bergantung pada partisipasi nyata; (3) kolaboratif; (4) membangun komunitas dengan sikap kritis-diri; (5) sebuah proses belajar yang sistematis; (6) melibatkan orang-orang dalam membangun teori mengenai praktek sosial mereka sendiri; (7) mengajak orang-orang menempatkan praktek, ide-ide dan asumsi mereka mengenai institusi untuk diuji; (8) melibatkan pembuatan catatan; (9) mengajak partisipan memahami pengalaman mereka sendiri secara obyektif; (10) sebuah proses politik; (11) melibatkan pembuatan analisis kritis; (12) dimulai dengan hal yang kecil; (13) dimulai dengan siklus kecil; (14) dimulai dengan kelompok kecil; (15) memperbolehkan dan mengharuskan partisipan membuat catatan; (16) memperbolehkan dan mengharuskan partisipan memberikan sebuah alasan yang memberi justifikasi kerja sosial (pendidikan) mereka kepada yang lain.

Yang menjadi tujuan dasar dalam penelitian aksi partisipatif adalah menyingkap dan memahami apa yang membatasi keadilan dan mendukung hegemoni untuk membebaskan individu dari kesadaran yang tidak benar dan merubah praktek sosial agar lebih adil. PAR berguna sebagai pemberdayaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian, kerjasama yang dilakukan secara partisipasi tiap pihak, masing-masing pihak memperoleh pengetahuan, dan terjadi perubahan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti dapat menggunakan siklus penelitian aksi yang secara bertahap yaitu: perencanaan, aksi, pengamatan dan refleksi (Zuber-Sker rit 1991 dalam CIFOR 2004) yang biasa disebut siklus PAR.


(32)

Penelitian Aksi Partisipatif digunakan untuk memberdayakan masyarakat dengan memfasilitasi mereka untuk memecahkan masalah secara partisipasi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mengerti dan dengan pendekatan evaluasi menggunakan Focus Group Discusion

masyarakat dapat memperoleh pemecahan masalah berasal dari masyarakat sendiri. Tugas fasilitator memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu masyarakat memikirkan mengapa dan bagaimana seharusnya terjadi dan mengarahkan jalannya diskusi. Narayan (1996) membedakan waktu penggunaan pendekatan konvensional dengan pendekatan partisipati. Pendekatan konvensional digunakan pada saat data yang dibutuhkan kebanyakan kuantitatif, saat aksi tidak lanjut tidak jelas, isu yang ditujukan tidak sensitif. Pendekatan konvensional juga digunakan saat maksud penelitian tidak memasukan keterlibatan komunitas dalam program, dan jika waktu dan sumber memaksa dengan serius. Sedangkan penggunaan pendekatan partisipasi dilakukan untuk mengadakan hubungan dan komitmen untuk menggunakan hasil penelitian. Digunakan jika ketertarikan dan keterlibatan masyarakat berpusat pada penerimaan tujuan program serta saat informasi yang didapat kompleks atau sensitif. Jika isu utama tidak dapat dikenali atau relatif tidak dapat didefinisikan.

2.1.6. Penelitian Terdahulu

Rumahorbo (1992) dalam penelitiannya mengenai prospek pemasaran produk pahala PT. Asuransi Kerugian X mengatakanan bahwa produk pahala didukung oleh beberapa faktor yang mencakup eksternal dan internal. Produk ini mencoba meraih konsumen rumah tangga dengan menawarkan penghematan dan kemudahan. Faktor eksternal melingkupi prospek industri asuransi serta pasar perorangan di masa datang, sedangkan faktor internal meliputi aspek organisasi serta kebijakan perusahaan terutama yang menyangkut kebijaksanaan di bidang pemasaran. Pada faktor eksternal perusahaan dilihat kondisi perekonomian secara keseluruhan, arus keluar premi, potensi pasar perorangan di Indonesia, dan undang-undang atau peraturan pemerintah yang mengatur mengenai asuransi. Faktor internal perusahaan melihat aspek organisasi yang menyangkut kantor cabang dan sumber daya manusia, serta aspek pemsaran


(33)

yang meliputi kebijaksanaan pemasaran secara umum dan kebijaksanaan mengenai variabel-variabel bauran pemasaran.

Durianto dan Aviantary (1992) melihat adanya prospek usaha pada bisnis apartemen di Jakarta. Hal ini dilatar belakangi oleh adanya peningkatan di Indonesia selama 5 tahun terakhir khususnya di Jakarta maka dibutuhkan penyediaan sarana tempat hunian. Peningkatan investasi dan kebutuhan sarana tempat hunian menyebakan bisnis apartemen menjanjikan prospek yang menguntungkan diantara para pengusaha. Sebagaimana umumnya terjadi merebaknya suatu peluang usaha selain menjanjikan prospek juga menimbulkan permasalahan seperti makin intensifnya persaingan. Bisnis apartemen dewasa ini ditandai pertumbuhan sekitar 35,4% tiap tahun dari 1985 hingga 1992. Potensi permintaan tahun berikutnya diperkirakan akan meningkat sebesar 25%, tetapi diikuti dengan penawaran yang melonjak tajam. Sehingga diperkirakan pada akhir tahun 1995 akan tersedia sekitar 5400 unit apartemen. Akibat yang mungkin terjadi adalah menurunnya tingkat hunian rata-rata hingga 70% pada tahun itu. Peneliti menggunakan analisis sensitivitas variabel tingkat hunian dan mendapatkan hasil bahwa investasi apartemen seharusnya memiliki tingkat hunian minimal 70% dengan PBP 10,2 tahun. Tujuan pemasaran berhubungan dengan aspek-aspek tersebut, sehingga perlu dibuatnya suatu strategi pemasaran terpadu bagi pelaku bisnis. Nisviaty (2006) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bolu kukus dan brownies kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 tergolong pangan yang memiliki nilai indeks glikemik dan beban glikemik rendah. Dapat dijadikan alternatif diet, khususnya bagi penderita diabetes melitus dan obesitas. Respon glikemik terbaik terdapat pada brownies kukus, karena didukung oleh kadar protein, kadar lemak, dan serat pangan larut yang lebih tinggi dari bolu kukus. Serta memiliki serat daya cerna pati yang lebih rendah dari bolu kukus. Dalam percobaannya dilakukan beberapa komposisi perbandingan tepung ubi jalar dan terigu yang digunakan. Dari hasil percobaan tersebut didapat komposisi (bahan-bahan) terbaik dalam pembuatan bolu kukus dan brownies kukus dari tepung ubi jalar(Tabel 3)


(34)

Tabel 3. Bahan terbaik bolu kukus dan brownies kukus Jumlah bahan Bahan

Bolu kukus Brownies kukus

Tepung ubi jalar (g) 20 100

Terigu(g) 80 0

Telur (g) 57 120

Gula pasir (g) 80 80

Air (ml) 65 -

SP (g) 4 2

GMS 1 1.6

Pasta pandan (g) 0.5 -

Susu skim (g) - 20

Coklat bubuk (g) - 14

Coklat blok (g) - 80

Mentega (g) - 40

Margarin (g) - 40

Baking powder (g) - 1

Sumber: Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB (2006)

2.2. Kerangka pemikiran konseptual

Penilaian awal yang dilakukan peneliti sebelum memulai penelitian menunjukan bahwa ubi jalar merupakan salah satu komoditi yang cukup dikembangkan di desa ini. Saat memutuskan komoditi yang akan digunakan sebagai objek penelitian, masyarakat memilih ubi jalar sebagai komoditi yang akan dikembangkan. Pemilihan kelompok tani Hurip sebagai tempat penelitian dilakukan secara sengaja, melihat pengadaan ubi jalar di kelompok tani cukup berkembang dan kelompok ini sendiri merupakan kelompok yang cukup dominan.


(35)

Di kelompok tani Hurip ini peneliti menggunakan metodologi penelitian aksi partisipatif untuk mencari tahu keinginan masyarakat mengenai apa yang ingin dikembangkan di desanya. Dari hasil diskusi didapatkan bahwa masyarakat ingin membuat pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar. Untuk memulai suatu usaha dipandang penting untuk melihat peluang pasar dari produk yang akan ditawarkan. Untuk itu, peneliti beserta masyarakat melihat prospek pemasaran tepung ubi jalar, dari potensi permintaan industri. Hasil penelitian ini nantinya akan menjadi masukan bagi kelompok tani Hurip dalam menentukan pasar sasaran dan penetapan strategi pemasaran selanjutnya.

Gambar 2. Kerangka pemikiran konseptual

Informasi dalam rangka pendirian usaha tepung ubi jalar

Eksploras

i Prospek Pasar

Potensi Permintaan Industri Analisis

deskriptif

Tepung Ubi Jalar Proses penilaian

awal Ubi Jalar


(36)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai bulan Juli 2007 di wilayah Bogor. Penentuan Kelompok Tani Hurip (KTH) sebagai tempat penelitian, dilakukan secara sengaja setelah melalui penilaian awal yang dilakukan dosen dan peneliti sebelumnya. Penelitian di Kelompok Tani Hurip (KTH) telah berjalan mulai bulan Februari. Sedangkan penelitian mengenai prospek pemasaran tepung ubi jalar yang dilakukan dengan mencari informasi dari industri-industri kecil di Bogor, dilakukan mulai bulan Mei sampai Juli. Bogor dipilih sebagai tempat penelitian topik ini karena Kelompok Tani Hurip (KTH) yang akan mengembangkan usaha tepung ubi jalar bertempat di daerah Bogor. Dan merupakan keinginan masyarakat untuk memasarkan usahanya mulai dari Bogor. Serta melihat perkembangan industri yang cukup berkembang di wilayah Bogor.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang berasal dari berbagai sumber. Data primer berupa hasil wawancara mendalam dengan produsen tepung ubi jalar, perusahaan yang menjadi sumber informasi, serta konsumen akhir produk berbahan baku tepung ubi jalar. Data mengenai kondisi atau gambaran umum Kelompok Tani Hur ip dan gambaran umum produk yang akan dikembangkan didapatkan dari observasi/kaji lapang, Focus Group Discussion (FGD), dan wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait. Data primer yang diambil dari industri berupa data produksi dan bahan baku industri tersebut serta potensi atau perkiraan permintaan tepung ubi jalar oleh industri tersebut, dan minat menggunakan tepung ubi jalar. Perusahaan yang dijadikan


(37)

sumber informasi merupakan industri-industri yang memproduksi produk seperti roti, kue, cake, dodol, dan mie. Diantaranya adalah bakery atau usaha pembuat roti dan cake, perusahaan pembuat mie, industri pembuat makanan ringan dan dodol, serta catering. Konsumen akhir membrikan informasi mengenai respon terhadap produk berbahan baku tepung ubi jalar.

Data sekunder merupakan studi literatur dari berbagai sumber. Data sekunder yang digunakan berupa:

a. Alamat industri (khususnya industri yang menggunakan tepung terigu) di kabupaten dan kota Bogor.

Sumber : Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor Dinas Perindustrian Kota Bogor b. Pengolahan tepung ubi jalar.

Sumber : Skripsi Buku

Penelitian-penelitian (perpustakaan IPB,BBIA, PSE, CIFOR)

c. Data Harga Bahan Baku, Jumlah Eksport Ubi Jalar Sumber : Departemen Perdagangan

d. Tingkat Produktivitas Ubi Jalar di Desa Cikarawang Sumber : UPTD Kecamatan Dramaga

3.3. Metode Penentuan Sumber Informasi

Sumber informasi dipilih yang dilihat dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. Sumber informasi terdiri atas produsen tepung ubi jalar, industri yang dapat menggunakan tepung ubi jalar, konsumen akhir dari pengolahan tepung ubi jalar, serta pustaka (literatur).

Produsen tepung ubi jalar yang dijadikan sumber infor masi adalah Kelompok Tani Hurip (KTH), CV. Kaki Patani, dan SPAT. Dalam menggali informasi dari KTH peneliti menggunakan pendekatan aksi partisipatif dengan menggunakan sampling pada tehnik wawancara yang digunakan. Adapun teknik yang digunakan adalah FGD, wawancara mendalam, observasi dimana setiap hasil dilakukan cross check antara hasil yang didapat. Informasi diperoleh dari beberapa anggota kelompok yang aktif dalam kegiatan-kegiatan kelompok, terutama dari pengurus dan tim


(38)

perencanaan usaha tepung ubi jalar. CV. Kaki Patani dan SPAT dipilih sebagai sumber informasi karena merupakan produsen tepung ubi jalar di Indonesia yang masih aktif berproduksi sampai sekarang dan bersedia untuk dilakukan wawancara.

Perusahaan yang dijadikan sumber informasi dipilih secara purposive sampling melihat letak yang tersebar di kabupaten dan kota Bogor dan jenis industri. Sumber informasi adalah industri kecil pengolahan pangan atau yang mengolah tepung terigu menjadi produk-produk seperti roti, kue, dodol, dan mie. Industri-industri kecil atau usaha kecil tesebut diantaranya roti, mie basah, makanan ringan, catering, kerupuk, kue basah/kering. Terdapat 88 perusahaan yang tercatat sebagai industri kecil yang tersebar di wilayah Bogor2. Diambil 19 perusahaan yang dijadikan sumber informasi yang berhubungan dengan penelitian ini. Bungin (2004) mengatakan bahwa sampel yang dapat digunakan dalam penelitian (terutama penelitian sosial) minimal 10%. Peneliti menggunakan 20% populasi yang dijadikan sebagai sample, yang terdiri dari 10% dari kabupaten Bogor dan 10% dari kota Bogor. Serta berdasarkan dari kebersediaan perusahaan untuk dimintai keterangan atau wawancara. Konsumen akhir yang dijadikan sumber infor masi merupakan orang yang pernah mengkonsumsi produk berbahan baku tepung ubi jalar. Penarikan sample dilakukan secara purposive sampling terhadap konsumen yang pernah mengkonsumsi produk-produk olahan tepung ubi jalar.

Studi literatur dilakukan guna mendukung penelitian ini dengan mencari data-data yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti yang dijelaskan pada sub bab 3.2.

3.4. Metode Pengumpulan Data/Informasi

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam dengan ketiga sumber informasi. Sedangkan dengan KTH dilakukan Focus Group Discussion (FGD), observasi, dan wawancara mendalam. Proses pengumpulan data sebagian dijalankan peneliti bersama Kelompok Tani Hurip (KTH) dan sebagian lagi dikerjakan peneliti.

2


(39)

Kelompok Tani Hurip dalam penelitian ini berfungsi sebagai objek penelitian sekaligus subjek penelitian. Kelompok Tani Hurip sebagai objek penelitian disaat peneliti melakukan wawancara dan observasi guna mendapatkan informasi dari KTH. Kelompok Tani Hurip sebagai subjek penelitian disaat KTH ikut melakukan proses pengumpulan informasi seperti melakukan FGD dengan pengelola CV. Kaki Patani dan Data atau informasi yang dikumpulkan bersama Kelompok Tani Hurip (KTH) seperti dalam pengumpulan informasi gambaran umum desa dan informasi terkait pengolahan, pemasaran, serta produk tepung ubi jalar yang didapat dari berbagai literatur dan wawancara dengan produsen tepung ubi jalar yang sedang berjalan. Peneliti melakukan cross check dari hasil wawancara yang didapat dari anggota Kelompok Tani Hurip (KTH) mengenai informasi mengenai desa dengan pejabat desa lainnya. Peneliti melakukan focus group discussion dengan Kelompok Tani Hurip (KTH) terutama tim usaha selaku perwakilan dari kelompok tani untuk mendapatkan gambaran umum produk. Sedangkan dengan produsen tepung ubi jalar lainnya seperti SPAT peneliti menggunakan tehnik wawancara dengan menggunakan telephone. Informasi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti adalah mengenai produksi industri yang dijadikan sumber informasi. Peneliti melakukan in depth interview dalam proses penggalian informasi dari sumber informasi, dengan berpatokan pada kuisioner yang dibuat berdasarkan kebutuhan informasi dari peneliti. Penggalian informasi dilakukan sendiri oleh peneliti tanpa melibatkan Kelompok Tani Hurip karena melihat keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki peneliti dan Kelompok Tani Hurip (KTH).

Informasi yang didapatkan dari konsumen didapatkan dengan menggunakan tehnik wawancara yang dilakukan secara informal. Peneliti memilih beberapa konsumen yang pernah mengkonsumsi produk berbahan baku tepung ubi jalar dan melakukan wawancara secara informal untuk melihat perspektif konsumen mengenai produk tersebut dan saran kedepannya. Sedangkan sebagian informasi lagi yang dikumpulkan peneliti beserta Kelompok Tani Hurip (KTH) merupakan data sekunder dari beberapa sumber, literatur dan Instansi terkait.


(40)

Penelitian ini menggunakan metodologi Participatory Action Research

(PAR) dengan diproses secara kualitatif. Penjabaran hasil informasi yang didapat, diolah secara deskriptif. Penjelasan berupa eksploratif dan deskriptif dikolaborasikan untuk medapatkan hasil yang diinginkan. Kemudian hasil tersebut dibahas oleh peneliti bersama masyarakat secara kolaboratif dalam proses penyelesaian.

Informasi yang diperoleh dianalisis menggunakan mini group discussion yaitu diskusi dalam kelompok kecil dengan Kelompok Tani Hurip (KTH), dalam melihat prospek pasar tepung ubi jalar. Melihat tepung ubi jalar merupakan produk yang kurang dikenal oleh masyarakat, dan sedikitnya pihak yang menjalankan pengolahan tepung ubi jalar (industri tepung ubi jalar) maka data-data kuantitatif cukup sulit didapatkan. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode kualitatif secara eksploratif dalam melihat prospek pemasaran. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakterisrik suatu pasar dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar who, what, when, where, why, way (Rangkuti, 2003). Analisis deskriptif merupakan teknik yang menjabarkan data-data penelitian dalam bentuk frekuensi dan presentasi. Data mengenai jumlah industri yang menggunakan tepung terigu dan beras sebagai bahan baku proses produksi, data penggunaan tepung oleh masing industri, data perkiraan permintaan tepung ubi jalar oleh masing-masing industri akan diolah secara deskriptif oleh peneliti dan masyarakat dalam hal ini Kelompok Tani Hurip (KTH). Proses analisis ini menggunakan


(41)

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia harus dapat dipenuhi secara adil dan merata bagi rakyat banyak. Pangan pokok penduduk yang hanya bertumpu pada satu sumber karbohidrat dapat melemahkan ketahanan pangan dan menghadapi kesulitan dalam pengadaannya (Widowati, 2003). Diversifikasi pangan (penganekaragaman pangan) dapat menjadi jalan keluar masalah ini. Terutama melihat potensi sumberdaya alam Indonesia yang memiliki ketersediaan dan keberagaman pangan di setiap wilayahnya. Pangan sumber karbohidrat seperti umbi-umbian pada umumnya digunakan sebagai bahan pangan sampingan oleh masyarakat Indonesia. Namun jika umbi-umbian sebagai pangan sumber karnohidrat selain beras dapat dikembangkan, akan membawa pengaruh yang cukup berarti. Dengan pemanfaatan ubi jalar sebagai salah satu sumber pangan, maka dapat mengurangi konsumsi beras. Sehingga akan berpengaruh pada pengurangan jumlah import beras yang secara langsung dapat melakukan penghematan pengeluaran devisa negara. Pemanfaatan tepung ubi jalar mampu mensubstitusi tepung terigu. Hal ini berarti dapat mengurangi impor gandum, yang akan berdampak pada penghematan pengluaran devisa negara. Namun pengenalan akan manfaat ataupun edukasi pasar terhadap pemanfaatan umbi-umbian ataupun hasil olahannya (seperti tepung ubi jalar) perlu dilakukan oleh berbagai pihak, salah satunya adalah pemerintah sebagai pemegang kebijakan.

Permintaan ubi jalar untuk konsumsi cenderung menurun setiap tahunnya (khususnya tahun 1993-2002). Rendahnya konsumsi ubi jalar


(42)

pada umumnya disebabkan oleh sederhananya pengolahan ubi jalar seperti direbus, bakar, dan goreng. Semakin menurunnya tingkat konsumsi ubi jalar dapat diakibatkan oleh pola konsumsi masyarakat dan program diversifikasi pangan yang belum berjalan maksimal. Per mintaan ubi jalar sebagian besar digunakan sebagai konsumsi manusia, sekitar 2% sisanya digunakan untuk pakan ternak, 2,5% sebagai bahan baku industri sedangkan 10% hilang setelah proses panen dan pasca panen (Tabel 4). Permintaan ubi jalar banyak yang berasal dari luar negri, sehingga produksi ubi jalar sering kali di ekspor ke negara-negara maju seperti Jepang.

Tabel 4. Per mintaan ubi jalar dalam negeri tahun 1993-2002 Tahun Ketersediaan Konsumsi

(ton) Industri (ton) Pakan (ton) Jumlah (ton)

1993 1.830.869 25.757 42.000 1.898.626

1994 1.620.746 13.810 37.000 1.671.556

1995 1.905.837 15.253 43.000 1.964.090

1996 1.773.231 9.377 40.000 1.822.608

1997 1.616.681 3.607 37.000 1.687.288

1998 1.696.846 19.660 39.000 1.755.506

1999 1.460.631 22.527 33.000 1.516.158

2000 1.608.634 24.763 37.000 1.670.397

2001 1.532.012 26.763 35.000 1.593.775

2002 1.547.092 44.010 35.000 1.626.102

Sumber: BPS dan Badan BIMAS Ketahanan Pangan, DEPTAN (1993-2002, data diolah) dalam Hafsah (2003)

Terjadi permintaan yang positif terhadap ubi jalar khususnya dari tahun 2000 sampai tahun 2002 disektor industri. Permintaan industri ini khususnya pada industri pengolahan ubi jalar. Tepung dan pati yang dihasilkan selama ini oleh industri pengolahan ubi jalar sebagian besar diekspor ke beberapa negara maju seperti Amerika, Jepang, Korea, Taiwan. Di Indonesia terjadi peningkatan pesanan tepung ubi jalar beberapa waktu terakhir, diantaranya dari pelaku industri dodol Garut (www.pikiran– rakyat.com, 2006). Kurangnya informasi dan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dan pengolahan pasca panen ubi jalar menyebabkan ubi jalar tidak banyak dikembangkan di Indonesia. Namun di berbagai negara seperti Jepang, Malaysia, Singapura dan beberapa negara lainnya yang telah mengerti manfaat dan pengolahan ubi jalar, menerima pasokan ubi jalar


(43)

dari Indonesia untuk diolah lebih lanjut. Seperti yang terjadi pada beberapa komoditi pertanian Indonesia yang dijual mentah ke negara lain yang kemudian diolah dan dijual kembali hasil olahannya ke Indonesia. Tingginya minat masyarakat di luar negeri dan pemanfaat ubi jalar di luar negeri dapat terlihat dari peningkatan nilai dan jumlah eksport ubi jalar ke beberapa negara tujuan dari tahun 2000-2006 (Tabel 5). Pemanfaatan ubi jalar dilakukan oleh masyarakat sebagai konsumen akhir dan industri yang nantinya akan diolah kembali menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi3.

Tabel 5. Realisasi Eksport Ubi Jalar 2000-20006

Tahun Nilai (US$) Volume (KG)

2000 1.888.384 7.428.647

2001 1.964.629 8.044.597

2002 3.721.624 13.20.,276

2003 3.821.644 10.641.017

2004 5.208.844 11.821.582

2005 4.580.913 11.113.460

2006 6.259.034 11.215.834

Sumber : Departemen Perdagangan, 2007

4.1. Gambaran Umum Kelompok Tani Hurip

Desa Cikarawang sebagai salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga di Kabupaten Bogor memiliki potensi dalam pengembangan palawija diantaranya ubi jalar. Di desa Cikarawang terdapat empat kelompok tani yang membawahi setidaknya 20-40 orang anggotanya, diantaranya adalah kelompok tani Subur Jaya, kelompok tani Setia, kelompok tani Makmur, dan kelompok tani Hurip. Dari hasil penilaian awal didapatkan informasi bahwa kelompok tani Hurip, memiliki potensi pengembangan palawija khususnya ubi jalar. Hasil panen yang dijual oleh sebagian besar anggota Kelompok Tani Hurip adalah tanaman palawija, diantaraanya ubi jalar, sedangkan padi digunakan untuk konsumsi sendiri.

3


(44)

Hal ini berarti, petani memperoleh penghasilan hanya dari penjualan panen palawijanya saja, yang sebagian besar dijual segar ke pasar. Melalui proses fasilitasi yang kami jalankan para petani tersebut sadar dan ingin meningkatkan kesejahteraanya dengan meningkatkan nilai tambah ubi jalar.

Kelompok tani Hurip telah berdiri semenjak tahun 1974 beralamat di Kampung Carangpulang Bubulak Rt 4 Rw 3 No. 43, Dusun II, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kelompok Tani Hurip telah mengalami 2 masa kepengurusan. Pada periode pertama (1974-2000) kelompok ini memiliki anggota sebanyak 20 orang dan belum terdapat struktur kelembagaan, pendeskripsian tugas-tugas pengurus dan kelompok. Kegiatan kelompok pada masa ini sebatas pada pembagian bibit dan belum memiliki kemajuan berarti. Pada tahun 2000 terjadi pergantian jabatan melihat ketua kelompok periode sebelumnya sudah semakin lanjut usianya. Pada periode II ini terdapat struktur organisasi yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Sebelum adanya pendampingan dari peneliti dengan menggunakan pendekatan aksi partisipatif, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh KTH sebatas pada kegiatan dari pemerintah seperti pembagian bibit. Belum ada pemikiran aktif dari setiap anggota untuk melakukan sesuatu yang dapat meningkatkan kesejahteraan bersama. Ketua kelompok menjadi pemeran dominan dalam kelompok karena tidak adanya kejelasan dalam pembagian tugas. Meskipun pada periode II kepengurusan, kelompok memiliki struktur yang lebih lengkap karena memiliki sekretaris dan bendahara. Namun, pada periode II ini Kelompok Tani Hurip (KTH) terlihat mulai aktif dalam pembangunan desa. Sehingga Kelompok Tani Hurip (KTH) sering mendapat bantuan berupa pohon, pupuk, bibit, dan traktor dari Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) dan instansi terkait (seperti IPB). Selama ini hasil panen kelompok tani dijual dalam bentuk segar ke tengkulak dan pasar-pasar tradisional. Belum ada tindakan pengolahan pasca panen terhadap hasil-hasil panennya agar dapat meningkatkan nilai tambah. Beberapa tengkulak yang termasuk dalam keanggotaan Kelompok Tani Hurip menyalurkan ubi-ubi tersebut ke pasar induk dan pabrik-pabrik saos rekanannya.


(45)

Gambar 3. Saluran Pemasaran Ubi Jalar Sebelum Pendampingan

Pada bulan februari-juni para peneliti melakukan pendampingan di Kelompok Tani Hurip. Melalui pertemuan dan diskusi yang diadakan oleh para peneliti sebagai fasilitator, kelompok mulai membahas mengenai peraturan-peraturan dalam kelompok karena kelompok mulai menggangap penting untuk menetapkan peraturan dalam kelompok. Setelah melakukan 7 kali pertemuan dengan anggota kelompok melalui metode FGD, kelompok menetapkan struktur organisasi, tugas pengurus, dan peraturan kelompok tani hurip berdasarkan kesepakatan kelompok. Terdapat 11 orang pengurus dalam struktur kepengurusan organisasi yang terdiri dari dua orang penasehat, ketua kelompok, sekretaris, bendahara, seksi pertanian, seksi kehutanan, seksi humas, seksi usaha, seksi kelompok wanita tani, dan seksi pengairan/P3A. Pergantian nama seksi sebelumnya pernah tejadi atas dasar kebutuhan kelompok dan saran dari penyuluh dari Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD).

Tabel 6. Tugas Pengurus Kelompok Tani Hurip (KTH) Jabatan

Pengurus

Tugas Pengurus Kelompok Tani Hurip (KTH) Ketua 1. Memberdayakan anggota dan pengurus.

2. Mengkoordinasikan pengurus demi kelancaran organisasi Kelompok Tani Hurip.

Penasehat Memberikan usulan dan saran khususnya pada ketua kelompok dan pada umumnya untuk Kelompok Tani Hurip.

Sekretaris 1. Pendataan pengurus dan anggota. 2. Surat menyurat dan undangan.

Bendahara 1. Bertanggung jawab atas pengumpulan uang iuran kas. 2. Bertanggung jawab atas pengumpulan uang

pendapatan traktor. Seksi

Kelompok Tani Wanita

1. Perwakilan pada saat ada pelatihan atau percobaan dari dinas.

2. Mentransfer ilmu yang didapatkan dari pelatihan atau Petani Tengkulak

Pasar i d k

Pedagan g

Pabrik


(46)

percobaan kepada para petani khususnya kepada Kelompok Tani Hurip.

Seksi Pertanian

Mengatur dan berkoordinasi dengan seksi pengairan dan pembenihan.

Seksi

Pengairan/P3A

1. Koordinasi untuk kerja bakti.

2. Mengatur dan mengkoordinasikan pola aliran air. Seksi Humas Memberikan informasi kepada pengurus dan anggota baik informasi yang berasal dari pihak eksternal dan pihak internal Kelompok Tani Hurip.

Seksi Kehutanan

Mengatur pembagian bibit atau benih yang berasal dari dinas kepada para petani.

Seksi Usaha 1. Mengolah bahan baku yang tersisa.

2. Memasarkan hasil bumi para petani Kelompok Tani Hurip.

Sumber: Dokumen Kelompok Tani Hurip (KTH)

Perumusan awal tugas pengurus kelompok tani Hurip dan peraturan-peraturan yang berlaku dilakukan oleh ketua dan sekretaris kelompok yang didampingi oleh para peneliti sebagai fasilitator. Selanjutnya dirumuskan lagi secara bersaa-sama oleh para pengurus kelompok tani yang lain. Kemudian dibawakan pada rapat kelompok tani dimana para fasilitator saat itu menjadi pihak luar yang hanya memberikan pandangan secara umum namun tak terlalu terlibat didalamnya. Dari diskusi atau rapat tersebut, terdapat kesepakatan mengenai tugas pengurus (Tabel 6) dan peraturan kelompok tani.

Adapun peraturan-pertauran kelompok tani tersebut meliputi: 1. Hak untuk Anggota Kelompok Tani Hurip (KTH):

a.Pengurus dan anggota Kelompok Tani Hurip akan mendapatkan bibit (bantuan/program pemerintah) dengan syarat menghadiri kegiatan yang diadakan Kelompok Tani Hurip minimal sebesar 80%. Pengurus dan anggota hanya mengganti biaya transportasi pengambilan bibit (bantuan/program pemerintah).

b.Pengurus dan anggota akan mendapatkan kartu pengenal Kelompok Tani Hurip. Kartu ini berfungsi sebagai:

1.Kartu pengenal Kelompok Tani Hurip

2.Kartu pengambilan bibit (bantuan/program pemerintah).

c.Pengurus dan anggota Kelompok Tani Hurip akan mendapatkan pinjaman modal yang berasal dari iuran wajib pengurus dan anggota. Dengan syar at:


(47)

1)Anggota aktif (menghadiri kegiatan yang diadakan Kelompok Tani Hurip minimal sebesar 80%).

2)Mempunyai lahan.

2. Kewajiban bagi Anggota Kelompok Tani Hurip (KTH):

a.Mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Kelompok Tani Hurip.

b.Membayar iuran wajib bulanan sebesar Rp. 5000,- yang akan digunakan untuk simpan pinjam dan keperluan Kelompok Tani Hurip.

c.Mengikuti dan menghadiri rapat bulanan kelompok yang diadakan sebulan sekali selama setahun kepengurusan.

d.Hasil panen anggota harus dijual kepada Kelompok Tani Hurip. Sesuai dengan harga pasar yang berlaku.

3. Sanksi bagi Anggota Kelompok Tani Hurip (KTH), yaitu jika dua kali (dalam satu tahun kepengurusan) tidak hadir dalam rapat bulanan, maka akan mendapatkan sanksi dari Kelompok Tani Hurip. Sanksinya sebagai berikut:

a.Jika tidak hadir satu kali dalam rapat bulanan, maka akan mendapatkan peringatan dari Kelompok Tani Hurip.

b.Jika tidak hadir dua kali dalam rapat bulanan, maka yang bersangkutan tidak akan mendapatkan bibit (bantuan/program pemerintah) dan pinjaman modal dari Kelompok Tani Hurip.

4. Penghargaan untuk Anggota Kelompok Tani Hurip (KTH), yaitu bagi anggota yang kehadirannya 100% (untuk setiap kegiatan Kelompok Tani Hurip) akan mendapatkan hadiah dari kelompok. Penghargaan ini diberikan setiap satu tahun sekali.

Tabel 7. Karakteristik anggota KTH Karakteristik

Anggota Kelompok Tani Hurip

Persentase (%)

Muda (< 26 tahun) 14,29

Sedang (26 - 40 tahun) 17,86

Usia

Tua (> 40 tahun) 67,86

Rendah (tamat/tidak tamat SD) 60,71

Sedang (SLTP) 7,14

Pendidikan

Tinggi (SLTA) 32,14

Wiraswasta 21,43 Petani 53,57 Pedagang 7,14

Pekerjaan Utama


(48)

Karyawan Swasta 7,14

Supir 3,57

Tidak luas (< 2.100 m²) 42,86

Sedang (2.100 - 10.000 m²) 50

Luas lahan

Luas (> 10.000 m²) 7,14

Baru (< 6 tahun) 17,86

Sedang (6 - 10 tahun) 10,71

Pengalaman Bertani

Lama (> 10 tahun) 71,43

Anggota KTH yang berjumlah 28 orang ini terdiri atas 19 orang anggota yang berusia >40 tahun (67,86%), 5 orang yang berusia 26-40 tahun (17,86%), dan 4 anggota yang berusia <26 tahun (14,29%). Dengan tingkat pendidikan sebagian besar adalah rendah (tamat/tidak tamat SD) yaitu sebesar 17 orang (60,71%), sedang (SLTP) sebanyak 2 orang (7,14%), dan tinggi (SLTA) sebanyak 9 orang (32,14%). Dari 28 orang anggota kelompok tani tersebut, sebagian besar anggotanya memiliki pengalaman bertani lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 20 orang (71,43%).

Berdasarkan kategorisasi tersebut maka sumberdaya manusia yang berasal dari anggota kelompok tani sendiri masih terbilang kurang. Untuk itu kelompok tani dapat menggunakan sumberdaya manusia yang berasal dari keluarga anggota kelompok tani ataupun warga desa setempat.

Selanjutnya kelompok tani sepakat untuk membuat tim rencana usaha yang terdiri dari perwakilan anggota kelompok, secara khusus di fasilitasi oleh para peneliti dalam proses pembuatan rencana usaha. Terjadi beberapa kali pergantian rencana usaha yang akan dibuat oleh kelompok. Sampai pada akhirnya kelompok sepakat untuk membuat rencana usaha penggilingan padi dan tepung ubi jalar. Perencanaan pendirian usaha ini dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan anggota KTH, karena diharapkan dari usaha yang dijalankan dapat membantu desa khususnya KTH dalam peningkatan kesejahteraan. Rencana usaha yang disepakati untuk dibuat oleh KTH adalah usaha pembuatan tepung ubi jalar dan usaha penggilingan padi. Sehingga dibentuk 2 tim penyusun rencana usaha yang terdiri dari perwakilan anggota KTH dan didampingi oleh beberapa orang peniliti yang bertugas sebagai fasilitator dalam tim tersebut.


(49)

Gambar 4. Proses Fasilitasi (dengan menggunakan FGD)

Terlihat terjadi suatu perubahan dalam masyarakat baik pola pikir dan kehidupan sosial. Kelompok Tani Hurip mulai berfikir dan aktif untuk bersama-sama membangun kelompok dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Sehingga tidak terjadi dominasi pada salah satu pihak. Terjadi perubahan pola saluran pemasaran ubi jalar yang coba di terapkan di kelompok ini.

Gambar 5. Saluran Pemasaran Ubi Jalar Setelah Pendampingan

4.2. Gambaran Umum Produk

Salah satu usaha yang akan dijalankan oleh kelompok tani adalah pendirian usaha pengolahan tepung ubi jalar. Setelah melalui beberapa percobaan yang dilakukan oleh Kelompok Tani Hurip (KTH) dengan perwakilan tim usaha dan beberapa orang pengurus dengan bimbingan fasilitator (para peneliti) akhirnya masyarakat dapat memutuskan bahan baku dan cara pengolahan bagaimana yang akan digunakan. Kelompok Tani Hurip juga telah merencanakan untuk menggunakan merek cap Jempol pada tepung ubi jalar yang akan dipasarkan. Dengan menggunakan logo bintang yang melambangkan pancasila yang menjadi bagian dari kelompok tani. Disertai acungan jempol yang menggambarkan bahwa produk ini merupakann produk bagus atau unggulan.

4.2.1. Bahan Baku Petani

Tengkulak

Pasar i d k

Pedagan g

Pabrik

konsumen Pengolahan tepung ubi

j l KTH


(50)

Ubi jalar sebagai bahan baku utama dalam proses pembuatan tepung ubi jalar, merupakan salah satu komoditi pertanian yang cukup banyak di tanam di Indonesia. Terdapat beberapa varietas (jenis) yang dikembangkan oleh petani di Indonesia. Dimana masing-masing varietas (jenis) sebelumnya telah diujicobakan dan merupakan bibit unggul yang dilepas ke petani (lampiran 2). Varietas ubi jalar dapat memiliki nama yang berbeda dimasing-masing wilayah, akibat pemberian istilah sendiri oleh para petani di daerah tersebut. Ubi jalar yang sebagian besar ditanam atau perdagangkan oleh anggota Kelompok Tani Hurip adalah ubi jalar Merah Ceret, Trikobandung/ Kebo/ Potariko, Jitok/ Tangkil/ Daya, Gelendo, SQ, Kamerun, Suup, Rambo, dan Emen. Ubi jalar jenis Sukuh sedang dikembangkan oleh Kelompok Tani Hurip melihat ubi jalar varietas ini cuup potensial untuk dikembangkan, terlebih sebagai bahan baku pembuatan tepung ubi jalar. Terdapat beberapa varietas unggul yang dapat dikembangkan atau ditanam oleh KTH (Tabel 8). Varietas unggul ini memiliki karakteristiknya masing-masing. Masing-masing varietas yang telah diuji cobakan dapat diolah atau dimanfaatkan untuk penggunaan yang berbeda. Terdapat varietas yang memang cocok untuk diolah menjadi tepung ubi jalar. Namun ada juga varietas yang cocoknya untuk dikonsumsi langsung. Ataupun ubi jalar yang cocok untuk dijadikan pakan ternak. Perbedaan manfaat penggunaan ubi jalar disimpulkan dari perbedaan karakteristik yang dimiliki ubi jalar.

Tabel 8. Varietas Unggul Ubi Jalar, Hasil Rata-Rata, Umur Panen, dan Kadar Pati No Varietas Hasil

rata2 (ton/ha) Umur Panen (bln/hari) Kadar Pati (%) Keterangan

1 Daya 23 4,0 - -

2 Borobudur 25 3,5-4,0 28,00 -

3 Prambanan 28 - - -

4 Muara takus 30-35 4,0-4,5 30,00 -

5 Mendut 35 4,0 - -

6 Kalasan 40 65-100

hari

- -

7 Cangkuang 30-31 4,0-4,5 21,00 -

8 Sawu 28-30 4,0-4,5 19,60 -

9 Cilembu 20 5,0-7,5 - -

10 Sari 30-35 3,5-4,0 32,48 Industri pangan

11 Boko 25-30 4,0-4,5 32,48 Konsumsi

langsung


(51)

13 Jago 25-30 4,0-4,5 30,73 Industri pangan

14 Kidal 25-30 4,0-4,5 32,85 -

15 Shiroyutaka 25-30 4,0-4,5 26-27 Pakan Sumber: Hilman, Yusdar, dkk (2004) dalam Hafsah (2004)

Varietas yang akan digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar oleh Kelompok Tani Hurip di desa Cikarawang adalah Sukuh. Varietas ini dipilih atas dasar percobaan pembuatan tepung yang selama ini dilakukan oleh Kelompok Tani Hurip (KTH). Setelah tiga kali percobaan dilakukan oleh masyarakat, dengan menggunakan metode dan varietas ubi jalar yang berbeda, Kelompok Tani Hurip (KTH) memutuskan memilih ubi jalar varietas Sukuh yang akan diolah menjadi tepung. Hal ini diputuskan setelah melihat hasil proses pembuatan tepung. Tepung yang dihasilkan oleh ubi jalar varietas Sukuh terlihat lebih putih dan menghasilkan tepung lebih banyak. Berdasarkan hasil percobaan Kelompok Tani Hurip (KTH) dan para peneliti diambil kesimpulan bahwa hasil tepung yang didapat lebih banyak karena ubi jalar varietas Sukuh memiliki pati yang lebih banyak. Hal ini berarti ubi Sukuh memiliki kadar air yang sedikit dibandingkan dengan ubi jalar lain yang diuji cobakan. Ubi jalar yang diuji cobakan oleh KTH masing-masing adalah ubi jalar berwarna putih, merah, kuning, dan ungu.

4.2.2. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar

Terdapat berbagai macam proses yang dapat digunakan untuk mengolah ubi jalar menjadi tepung. Kelompok Tani Hurip (KTH) telah melakukan tiga kali percobaan pembuatan tepung, diantaranya dengan membuat tepung dengan cara membuat gaplek dari ubi jalar dan dengan cara ubi diparut. Setelah melakukan 3 kali percobaan, akhirnya Kelompok Tani Hurip (KTH) memutuskan untuk menggunakan proses pembuatan tepung yang diparut, karena dianggap dengan cara ini akan lebih memudahkan mereka dalam bekerja dan lebih cepat dalam proses pengeringan. Dalam proses pembuatan tepung ubi jalar ini diputuskan untuk tidak menggunakan bahan kimia seperti Natrium Metabisulfit dalam proses perendaman yang biasanya digunakan sebagai pemutih sekaligus mengawetkan tepung, karena KTH ingin menghasilkan tepung yang aman dikonsumsi oleh siapa saja tanpa efek samping. Dari hasil percobaan pun menunjukan bahwa hasil yang didapat dari penggunaan bahan kimia tidak


(52)

akan terlalu jauh berbeda jika kita menggunakan ubi jenis sukuh, karena ubi jalar jenis sukuh memiliki warna yang lebih putih dibandingkan ubi jenis lainnya. Sehingga dipandang tidak terlalu penting untuk menggunakan bahan kimia tersebut. Hanya dilakukan perendaman ubi dalam air untuk tetap menjaga warna ubi tidak coklat selama proses pengupasan dan pemarutan. Dari berbagai literatur dan informasi yang didapat dari produsen tepung ubi jalar CV. Kaki Patani serta percobaan yang dilakukan oleh KTH dan para peneliti, maka diputuskan proses pembuatan tepung ubi jalar yang akan digunakan adalah dengan proses seperti pada gambar 6.

Proses pembuatan tepung ubi jalar dimulai dari proses sortasi atau pemilihan ubi jalar. Ubi jalar yang akan diolah meenjadi tepung adalah ubi jalar yang masih segar serta tidak memiliki banyak kerusakan akibat busuk atau boleng (penyakit), karena kualitas ubi yang akan digunakan dapat mempengaruhi kualitas tepung ubi jalar yang dihasilkan.

Kemudian dilakukan pengupasan kulit ubi agar ubi menjadi bersih sebelum dilakukan proses selanjutnya. Pengupasan sekaligus digunakan sebagai tahap sortsi kedua yaitu dengan membuang bagian-bagian ubi yang kurang begitu bagus, agar tidak tercampur dengan bahan yang bagus. Pengupasan kulit ubi dapat berpengaruh pada rendemen yang dihasilkan. Oleh karena itu sebaiknya pengupasan kulit ubi jalar tidak dilakukan dengan proses pengupasan biasa, karena akan banyak membuang bagian ubi jalar. Pengupasan dapat dilakukan dengan cara pengerokan atau penggosokan kulit ari yang sebelumnya dicuci dan direndam selam 5-10 menit untuk mempermudah proses pengerokan.

Ubi jalar segar

Pemerasan Penyaringan

Cairan Ampas

Pemisahan Pengendapan

Pengupasan pemotongan

Pencucian Pemarutan sortasi

Penguraian Perendaman


(53)

Gambar 6. Proses Pembuatan Tepung Ubi Jalar

Setelah dikupas ubi dicuci untuk menghilangkan getah-getah yang keluar setelah proses pengupasan dan direndam agar tidak terjadi pencoklatan pada ubi jalar. Pencoklatan dapat terjadi karena ubi jalar mengandung enzim polifenolase, yang dapat menimbulkan warna cokelat pada daging ubi yang terkena irisan dan terjadi kontak dengan udara yang selanjutnya dapat berubah menjadi berwarna hitam. Perendaman dilakukan sepanjang proses pemarutan, agar tidak terjadi kontak langsung dnegan udara terbuka yang dapat mempercepat proses pencoklatan.

Proses selanjutnya adalah melakukan proses pemarutan ubi jalar yang telah dikupas. Hasil parutan tersebut direndam dalam air agar tidak terjadi pencoklatan dan untuk melakukan tahap selanjutnya. Proses pemarutan dilakukan untuk memperkecil volume ubi jalar. Agar proses penjemuran dan pengeringan dapat lebih cepat.

Setelah direndam hasil parutan ubi jalar tersebut diperas dan disaring 2-3 kali untuk didapatkan ampas dan cairan yang akan diolah menjadi tepung ubi jalar. Penyaringan dan pemerasan menggunakan kain saring untuk memisahkan ampas dan cairan yang ditampung dan didiamkan dalam baskom atau wadah. Ampas yang dihasilkan setelah melakukan 2-3 kali penyaringan pada tahap sebelumnya diraikan dan dikeringkan dengan


(54)

cara dijemur atau diangin-anginkan. Sedangkan cairan yang dihasilkan pada tahap pemerasan dan penyaringan diendapkan untuk didaptkan patinya. Pada tahap penyaringan dan pemerasan dibutuhkan air yang banyak agar hasil yang diperoleh maksimal. Pemisahan ampas dengan pati ini juga dilakukan untuk membuang getah-getah yang terdapat dalam ubi jalar.

Setelah melakukan proses pengendapan, dilakukan pemisahan endapan dengan air limbah atau yang tidak dapat mengendap. Endapan ini biasa disebut dengan pati atau aci basah. Air limbah tersebut dapat diendapkan lagi namun akan menghasilkan pati dengan kualitas yang tidak begitu bagus. Endapan atau aci basah yang dihasilkan dikumpulkan dengan mengeluarkannya terlebih dahulu dari wadah pengendapan.

Ampas dan endapan masing-masing di keringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Dengan menggunakan nyiru atau wadah untuk menjemur dengan dilapisi koran atau kertas untuk mempercepat proses pengeringan air. Proses pengeringan menggunakan sinar matahari, oleh karena itu proses pengeringan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Maka cuaca akan menjadi bagian penting dalam menentukan cepat tidaknya proses produksi. Ampas dan endapan yang telah dikeringkan diurai untuk dipersiapkan dilakukan penggilingan. Penggilingan dilakukan dengan mesin penggiling tepung agar dapat dihasilkan tepung yang halus. Campuran endapan yang telah menjadi pati dan ampas yang telah digiling kembali diayak atau dilakukan proses penghalusan. Hal ini dimaksudkan agar didapat tepung yang halus. Karena hasil tepung yang didapat dari proses penggilingan masih terbilang kurang halus.

Gambar 7. Ampas dan endapan yang dikeringkan

Pada tahap terakhir dilakukan penyempurnaan pengeringan agar tepung benar-benar kering sehingga jamur tidak mudah tumbuh. Setelah


(55)

pengeringan terakhir, tepung siap untuk dikemas dengan menggunakan kemasan plastik. Dan siap dipasarkan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Fungsi Tepung Ubi Jalar dan Penggunanya

Tepung ubi jalar dapat mensubstitusi tepung terigu dan pada umumnya dapat digunakan pada produk bakery, seperti dalam pembuatan roti, cake, serta berbagai jenis kue olahan kukus dan goreng. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu disebutkan bahwa tepung ubi jalar dapat mensubstitusi beberapa % tepung terigu, sesuai dengan hasil olahan yang ingin dihasilkan. Substitusi tepung ubi jalar tersebut berbeda-beda karena karakteristik dari hasil olahannya juga berbeda (Tabel 9).


(56)

Tabel 9. Keragaman Hasil Olahan Tepung Ubi Jalar

No. Nama Produk Substitusi Tepung Ubi Jalar (%)

Tepung yang Disubstitusi

1. Roti tawar 10-20 Terigu

2. Mie 10-20 Terigu

3. Cake 50-100 Terigu

4. Cookies 50-100 Terigu

5. Chifon cake 50 Terigu

6. Pukis 50 Terigu

7. Cheese stick 30 Terigu

8. Marmer cake 50 Terigu

9. Kue tambang 30 Terigu

10. Kue lapis 50 Tepung beras

11. Spekoek 50 Terigu

12. Barongko pisang 50 Tepung beras

13. Cucur 50 Tepung beras

14. Domino cookies 50 Terigu

15. Brownies kukus 100 Terigu

16. Bolu kukus 20 Terigu

17. Putu ayu 100 Terigu

Sumber: Suismono (2003) dalam Hafsah (2004), Nisviaty (2006), dan percobaan peneliti bersama masyarakat.

Kelompok tani beserta peneliti melakukan percobaan pembuatan kue berbahan baku tepung ubi jalar. Kue yang dibuat diantaranya adalah bolu kukus, bolu panggan, dan putu ayu. Dalam membuat bolu kukus dan bolu panggang harus diberikan campuran tepung terigu agar dapat mengembang, sedangkan untuk pembuatan kue putu ayu dapat disubstitusi 100%. Hal ini disebabkan oleh tepung ubi jalar tidak mempunyai gluten yang dimiliki tepung terigu yang dapat membantu proses pengembangan. Produksi kue yang berasal dari tepung ubi jalar dapat mengurangi jumlah gula yang digunakan. Tepung ubi jalar juga dapat digunakan sebagai bahan memproduksi dodol ubi4. Dodol yang dihasilkan cukup disukai oleh masyarakat. Tepung ubi jalar dapat dijadikan bahan baku produksi muffin. Respon konsumen akhir yang pernah mencoba muffin yang berasal dari

4


(57)

tepung ubi jalar kurang begitu bagus terhadap produk tersebut, karena memiliki aroma yang kurang disukai konsumen. Tekstur yang cukup kasar tidak begitu disukai oleh konsumen. Serta harga yang cukup mahal jika dibandingkan dengan rasa dan ukuran muffin. Muffin akan lebih menarik jika dapat ditambahkan aroma (essence) untuk menghilangkan aroma yang kurang disukai konsumen yang terdapat dalam muffin serta ditambahkan keju atau perasa lainnya agar tampak dan terasa lebih enak. Respon konsumen yang pernah mencoba brownies ubi jalar cukup positif. Konsumen menyukai brownies yang dibuat dengan menggunakan tepung ubi jalar dan

brownies tidak memiliki aroma yang tidak enak serta memiliki tekstur yang lembut. Dalam penilaian terhadap produk bakery, konsumen memperhatikan rasa, tekstur, aroma, dan tampilan. Sehingga pengolahan tepung ubi jalar menjadi poduk olahan bakery harus memperhatikan atribut-atribut tersebut dan diperlukan penambahan bahan yang dapat mendukung produk menjadi lebih baik. Penelitian mengenai pengolahan produk-produk berbahan baku tepung ubi jalar sebaiknya dikembangkan sehingga dapat menghasilkan produk-produk bakery yang berbeda dengan produk berbahan baku tepung terigu. Ubi jalar memiliki nilai Indeks Glikemik (IG) yang kecil yang berhubungan dengan efek terhadap menaikan gula darah. Pangan yang memiliki nilai IG yang kecil cenderung lambat menaikan kadar gula darah dalam tubuh5. Sedangkan pangan yang memiliki nilai IG yang tinggi, cenderung cepat menaikan kadar gula darah. Hal ini bera rti olahan tepung ubi jalar cukup aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. Selain itu, kandungan gizi ubi jalar yang memiliki nilai IG rendah bermanfaat bagi penderita obesitas.

Gambar 8. Hasil percobaan pembuatan kue dari tepung ubi jalar oleh KTH

5


(58)

Campuran tepung ubi jalar, tepung kedelai, dan tepung tapioka dapat diolah menjadi sweet potato flake. Kekurangan dari produk ini adalah masih terasa kasar (pasir) yang diakibatkan oleh tepung kedelai. Produk sweet potato flake sebaiknya menggunakan susu yang netral dan tanpa gula, seperti susu sapi murni. Tepung ubi jalar memiliki rasa manis sehingga disarankan untuk tidak menggunakan susu kental manis, sehingga akan menimbulkan rasa manis yang berlebihan jika ditambahkan pasa sweet potato flake. Tepung ubi jalar yang digunakan berasal dari ubi jalar berwarna orange.

Sweet potato flake memiliki peluang yang cukup bagus untuk dikembangkan melihat respon konsumen yang cukup tertarik dengan produk tersebut6.

Dari kegunaannya tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan tepung ubi jalar dapat digunakan oleh industri pengolahan pangan. Selain sebagai bahan baku industri makanan, di negara-negara maju seperti amerika dan Jepang, tepung dan ubi jalar dapat dijadikan bahan baku produksi alkohol dan fructosa dan lain-lain. Apabila hasil penelitian atau informasi mengenai tepung ubi jalar dan kegunaannya dapat menyebar dikalangan industri, dapat mempercepat pertumbuhan perkembangan tepung ubi jalar. hal ini disebabkan oleh tepung ubi jalar merupakan produk setengah jadi yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen akhir akhir, sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut. Selama ini penyebaran informasi mengenai hasil penelitian pengolahan tepung ubi jalar dan manfaat-manfaatnya terbilang cukup kurang di kalangan masyarakat ataupun industri. Sehingga tidak jarang masyarakat ataupun industri tidak mengetahui mengenai tepung ubi jalar. Promosi atau pengenalan produk menjadi tahap penting yang harus dilakukan.

5.2. Potensi Lokal Penggunaan Tepung Ubi Jalar

Skala produksi industri akan mempengaruhi jumlah penggunaan bahan baku oleh industri tersebut. Selain itu terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi proses produksi diantaranya harga bahan baku, distribusi atau penyaluran bahan baku, dan permintaan konsumen. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, dapat diketahui bahwa tepung

6


(59)

ubi jalar dapat menjadi substitusi tepung terigu. Jumlah substitusi yang berbeda disesuaikan pada masing-masing produk yang dihasilkan, dari cara pengolahan atau bahan sampingan yang akan digunakan dan hasil yang diharapkan.

Tepung ubi jalar dapat digunakan di beberapa industri pengolahan pangan. Berdasarkan data dari dinas perindustri kabupaten dan kota Bogor, jumlah industri kecil yang mengelola produk seperti contoh diatas tercatat sekitar 88 perusahaan. Masih banyak industri kecil yang masih belum tercatat dan masih berjalan sampai saat ini namun banyak juga perusahaan yang telah tutup. Dari 88 perusahaan tersebut peneliti mendatangi 32 perusahaan seperti roti, dodol, kue basah/kering, cake, mie dan catering yang memproduksi roti, kue, cake, mie. Didasarkan pada fokus dari masyarakat untuk memasarkan produk ini disekitar industri kecil makanan. Namun dari 32 perusahaan tersebut peneliti mendapatkan 19 perusahaan yang bersedia dijadikan sumber informasi untuk melihat prospek pemasaran tepung ubi jalar sedangkan 13 perusahaan sisanya tidak dapat dimintai keterangan, karena telah bangkrut, alamat tidak jelas, dan tidak dapat diganggu. industri yang dijadikan sumber informasi terutama industri yang mengolah mie, dodol, keripik, kue, roti, dan cake.

Persentase Industri Sumber Informasi

KUE 26% keripik 11% dodol 16% mie 5% cake 11% roti 31%

Gambar 9. Persentase industri sumber informasi

Tabel 10. Perkembangan Harga Rata-Rata Tepung Terigu Dan Minyak Goreng Tahun 2006, Januari, Februari, Maret 2007

Komoditi Tahun/bulan Minyak goreng

kemasan (620 ml) Minyak goreng tanpa merek (Kg) Tepung terigu (Kg)

Apr 06 5.072 5.087 4.042


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)