42
4. Proses metakognitif Metacognitive process Proses metakognitif adalah proses pengambilan keputusan yang mengatur
penyeleksian dan penggunaan berbagai bentuk pengetahuan. Proses metakognitif tergantung dari penetapan tujuan. Dalam proses metakognitif,
seseorang yang melakukan pengaturan diri meliputi merencanakan, menetapkan tujuan, mengelola, memonitor diri sendiri dan melakukan evaluasi
diri selama proses mencapai kemahiran itu berlangsung Corno dkk, dalam Zimmerman, 1990.
5. Afeksi Zimmerman 1989, mengungkapkan bahwa afektif dapat juga mempengaruhi
self-regulated learning. Misalnya, terdapat sebuah bukti bahwa kecemasan menghambat proses metakognitif, terutama proses mengontrol tindakan.
b. Perilaku Behavioral events
Tiga kategori tindakan siswa terutama bagian yang relevan dalam melakukan analisa self-regulated learning adalah observasi diri self-observation,
penilaian diri self-judgement dan reaksi diri self-reaction Zimmerman, 1989.
1. Observasi diri Self-observasion Self-observasion adalah merupakan respon siswa yang melibatkan
pemantauan yang sistematis terhadap performanya. 2. Penilaian diri Self-judgement
Self-judgement adalah respon yang melibatkan pembandingan yang sistematis antara performa hasil kerjanya dengan standar atau tujuan yang
43
ditetapkan. Dua cara yang dapat digunakan dalam melakukan self- judgement adalah membandingkan hasil yang di peroleh dengan hasil orang
lain atau dengan standar tertentu. 3. Reaksi diri Self-reaction
Zimmerman 1989 mengungkapkan bahwa berdasarkan teori sosial kognitif, self-reaction ini terdiri dari tiga jenis yaitu a behavior self-
reaction yang digunakan siswa untuk mengoptimalkan respon belajar yang spesifik, b personal self-reaction yang digunakan untuk meningkatkan
proses-proses dalam dirinya selama belajar, dan c environmental self- reaction dimana siswa meningkatkan lingkungan-lingkungannya.
c. Hal-hal yang terjadi di luar dirilingkungan Environmental events
Ada dua jenis lingkungan yang mempengaruhi self-regulated learning adalah pengalaman sosial dan struktur dari lingkungan belajar Zimermman,1989.
1. Pengalaman sosial Social experience
Para ahli teori sosial kognitif telah banyak memberikan perhatian pada pengaruh pengalaman sosialpengalaman enactive langsung.
Bandura dalam Zimmerman, 1989 mengasumsikan bahwa belajar dengan cara mengamati tingkah laku atau perilaku sendiri, merupakan
cara yang paling memberikan pengaruh untuk mengubah persepi siswa mengenai kemampuan dan meningkatkan ingatan pada pengetahuan
tersebut. Berbagai pengalaman sosial siswa dapat berpengaruh terhadap penggunaan strategi regulasi diri baik secara positif ataupun negatif
44
tergantung dari pengalaman yang diperoleh. Bagian lain dari pengalaman sosial ini adalah modeling.
Model merupakan sumber untuk menampilkan keterampilan self- regulatory. Yang dapat ditiru dari model diantaranya adalah
merencanakan dan mengelola waktu secara efektif, membangun lingkungan kerja atau belajar yang produktif, dan menggunakan sumber-
sumber sosial Schunk Zimmerman, dalam Santrock, 2001. Modeling akan efektif bila model dirasa sama dengan observer. Modeling dari
strategi-strategi self-regulated learning yang efektif dapat meningkatkan self-efficacy siswa, baik bagi siswa yang merasa kurang memiliki
kemampuan maupun
siswa yang
yakin akan
kemampuannya Zimmerman, 1989.
2. Struktur lingkungan belajar Structure of the learning context Secara khusus struktur lingkungan belajar memiliki dua elemen
yaitu tugas akademik dan tempat belajar. Menurut teori sosial kognitif Mischel dkk, dalam Zimmerman, 1989 belajar siswa sangat ditentukan
oleh lingkungan belajar pada situasi itu terjadi. Perubahan tugas akademik untuk meningkatkan kesulitan atau merubah tempat belajar dari bising
menjadi sepi dapat mempengaruhi afeksi self-regulated learning. Bandura dalam Zimmerman, 1989, menunjukkan bukti bahwa penilaian siswa
mengenai self-efficacy dipengaruhi langsung oleh kesukaran atau kesulitan tugas.
45
2.2.4. Strategi-strategi self-regulated learning
Zimmerman 1989 menekankan bahwa untuk dapat dikatakan mengatur belajar self-regulated, proses belajar siswa harus melibatkan
penggunaan strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan akademisnya. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa-siswa yang memperoleh prestasi tinggi
dilaporkan telah menggunakan strategi-strategi self-regulated learning Pintrich DeGroot, dalam Chen, 2002. Strategi self
–regulated learning adalah aksi dalam proses mendapatkan informasi dan keterampilan secara Zimmerman, 1989.
Zimmerman dan Martinez Pons 1990 mengembangkan structured interview, Self-regulated Learning Interview Schedule SRILIS untuk mengukur
strategi self-regulated learning yang digunakan siswa. Structured interview ini dikembangkan menjadi 14 kelas strategi self-regulated learning. Satu kategori di
luar dari strategi-strategi self-regulated learning dinamakan other. Strategi-strategi self-regulated learning sebagai berikut:
1. Evaluasi diri Self-evaluation Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif dari siswa untuk mengevaluasi
kualitas atau kemajuan dari pekerjaan siswa. Contoh, ” Saya memeriksa kembali pekerjaan saya untuk memastikan telah benar.”
2. Mengatur dan transformasi Organizing and transforming Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif dari siswa mengatur materi
instruksional guna menin gkatkan pembelajaran. Contoh, ”Saya membuat
outline sebelum mengerjakan makalah saya.”
46
3. Menetapkan dan merencanakan tujuan Goal setting and planning Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif siswa menetapkan tujuan, dan
merencanakan urutan, waktu, dan penyelesaian terhadap tujuan tersebut. Contoh, ”Pernah pertama kali saya harus belajar dua minggu sebelum ulangan
tiba dan menyiapkan diri saya.” 4. Mencari informasi Seeking information
Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif siswa untuk berusaha mencari dan memastikan sumber-sumber non-sosial ketika menyelesaikan sebuah tugas.
Contoh, ”Sebelum mengerjakan tugas saya ke perpustakaan dulu mencari sebanyak mungkin bahan untuk tugas tersebut.”
5. Menyimpan rekaman dan memonitor diri Keeping record and monitoring Pernyataan yang mengindikasikan siswa dalam merekam kejadian ataupun
hasil dari pekerjaannya. Contoh, ” Saya membuat catatan kecil dari diskusi kelas.”, “Saya menyimpan daftar kata-kata yang salah saya ucapkan.”
6. Mengatur lingkungan Environment structuring Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif dari siswa untuk menata lingkungan
fisik sekitar tempat belajar agar membuat proses belajar lebih baik. Contoh, ”saya selalu menghindar dari apapun yang mengganggu saya belajar.”, ”Saya
mematikan radio ketika saya belajar agar saya bisa berkonsentrasi.” 7. Konsekuensi diri Self-consequenting
Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif dari siswa mengatur dan mempersiapkan rewards atau punishment bila ia sukses atau gagal dalam
47
menyelesaikan suatu tugas atau tujuan. Contoh, ” Jika saya berhasil ujian saya akan pergi menonton ke bioskop.”
8. Berlatih dan mengingat Rehearsing and memorizing Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif untuk latihan agar bisa mengingat
materi. Contoh, ”Dalam mempersiapkan diri pada ujian matematika saya mengulang menulis rumus-rumus sehingga saya bisa haf
al.”
9-11. Mencari bantuan di lingkungan sosial Seeking social assistance Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif dari siswa untuk meminta bantuan
kepada 9 teman- teman,10 guru, 11 dan orang yang lebih tua. Contoh,”Jika
saya mempunyai masalah dengan pelajaran matematika yang tidak saya mengerti saya akan meminta bantuan dari teman-
teman yang bisa.” 12-14. Membaca kembali catatan Reviewing record
Pernyataan yang mengindikasikan inisiatif dari siswa untuk membaca lagi catatan 12, ujian 13, dan buku pelajaran 14. Contoh, ”ketika
mempersiapkan diri untuk ujian saya membaca ulang buku saya.” 15. Lainnya Other
Pernyataan yang mengindikasikan perilaku belajar merupakan dorongan juga dari orang tua, guru dan lainnya serta hal-hal lain diluar ke-14 kategori di
atas. Contoh, ”Saya hanya melakukan apa yang guru saya inginkan.” Zimmerman dan Martinez Pons 1990 mengemukakan bahwa strategi
organizing, transforming, rehearsing dan memorizing serta goal setting dan planning berfokus pada pengoptimalan pengaturan dalam diri, strategi seperti self-
evaluating, self-consequenting, didesain untuk meningkatkan fungsi perilaku.
48
Sedangkan strategi seperti seeking information, record keeping dan monitoring, environment structuring, seeking social assistence, dan reviewing record didesain
untuk mengoptimalkan pemanfaatan siswa akan lingkungan belajarnya.
2.2.5. Dimensi self-regulated learning
Menurut Pintrich 1999 dimensi self-regulated learning ada tiga yaitu: 1. Cognitive strategy strategi kognitif
Strategi ini digunakan siswa untuk belajar, yaitu mengingat dan memahami materi pelajaran. Strategi kognitif ada tiga macam yaitu rehearsal, elaboration
dan organization. Rehearsal latihan, strategi kognitif ini menyangkut menghafal hal-hal yang diajarkan, seperti melafalkanmengucapkan kata-kata
dengan suara keras seperti seseorang yang sedang membaca bagian isi teks, mengkodekan informasi kedalam bahasaistilah sendiri. Elaboration
pengembangan, strategi ini menyangkut pemahaman materi. Seperti meringkas materi pelajaran, membuat analogi, menghubungkan pengetahuan
sebelumnya dengan yang baru, mengumpulkan informasi, menerapkan ide-ide pelajaran dalam kegiatan lain. Organizational organisasi, menyangkut
pemilihan informasi penting, yang meliputi tingkah laku seperti memilih ide pokok dari teks, membuat outline materi pelajaran, menggarisbawahi materi
penting. 2. Metacognitive strategy strategi metakognitif
Strategi metakognitif digunakan siswa untuk merencanakan, memonitor dan meregulasi berbagai hal selama proses pencapaian tujuan. Seperti;
merencanakan tujuan belajar, menyaring materi sebelum dibacadipelajari,
49
membuat pertanyaan-pertanyaan umum sebelum membaca materi agar lebih fokusterarah, memonitor pemahaman bacaanmateri yang guru terangkan,
memonitor kecepatan mengerjakan soal ketika ujian dapat menyesuaikan dengan waktu yang disediakan, mengubah cara belajar agar lebih tepat,
menyesuaikan cara belajar dengan tipe pelajaran, menyesuaikan cara belajar dengan cara mengajar guru.
3. Resource management strategy strategi mengelola sumber pengetahuan. Pada dimensi ini dapat melihat bagaimana siswa mengelolamengatur sumber
pengetahuannya seperti mengatur waktu melajar, memilih atau menciptakan lingkungan belajar yang baik, kerjasama dengan teman sebaya dan mencari
dukungan atau bantuan belajar ketika menghadapai kendala.
2.2.7. Pengukuran self-regulated learning
Untuk mengukur self-regulated learning dalam penelitian ini penulis menggunakan skala. Skala di buat berdasarkan dimensi self-regulated learning
yang dikemukakan Pintrich 1999, yaitu startegi kognitif, strategi metakognitif dan strategi mengelola sumber pengetahuan. Dalam skala self-regulated learning
terdapat pernyataan-pernyaataan mengenai strategi belajar siswa. Dari skala tersebut dapat diketahui startegi-startegi belajar yang digunakan siswa. Pada skala
ini terdapat 30 pernyataan mengenai strategi belajar siswa.
50
2.3. Adversity Quotient
2.3.1. Pengertian adversity quotient
Stoltz 2000 mengungkapkan bahwa AQ memberi informasi seberapa jauh seseorang bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuannya dalam
mengatasinya. AQ juga memprediksikan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang hancur, siapa yang bertahan dan siapa yang menyerah serta siapa
yang akan melampaui harapan atas usaha dan potensinya dan siapa yang gagal. Lebih lanjut Stoltz 2000 mengatakan AQ digunakan untuk membantu
individu dalam memperkuat kemampuan dan ketekunannya dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sambil tetap berpegang pada prinsip-prinsip dan
impian-impian mereka tanpa memperdulikan apa yang terjadi. Pengertian AQ yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang
mendefinisikan AQ dalam tiga bentuk. Pertama, AQ sebagai konsep kerangka kerja yang baru dalam memahami dan mempertinggi semua bagian dari
kesuksesan. Kedua, AQ adalah suatu pengukuran tentang bagaimana seseorang berespon terhadap kesulitan. Ketiga, AQ sebagai alat yang didasarkan pada
penelitian ilmiah untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam berespon terhadap kesulitan Stoltz, 2000.
51
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi adversity quotient
Faktor-faktor yang mempengaruhi adversity quotient menurut Stoltz 2000 sebagai berikut:
a. Daya saing Orang-orang yang merespon berbagai kesulitan secara lebih optimis diramalkan
akan bersikap lebih agresif dan berani mengambil resiko sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan menimbulkan sikap yang pasif. Orang yang
bereaksi secara konstruktif terhadap kesulitan lebih tangkas dalam bertindak supaya yang dikerjakan berhasil dalam menghadapi persaingan, sedangkan
yang bereaksi secara destruktif cenderung lebih tidak berhati-hati serta mudah pesimis.
b. Produktivitas Seligman dalam Stoltz, 2000 membuktikan penelitiannya bahwa orang yang
tidak merespon kesulitan dengan baik maka orang tersebut kurang berpotensi serta kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan
baik. c. Kreativitas
Inovasi merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan, inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Menurut
Barker dalam Stoltz, 2000, kreativitas juga muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang
timbul oleh hal yang tidak pasti, sehingga hanya yang memiliki AQ tinggi yang akan menghasilkan kretivitas karena tidak menyerah pada keadaan, tapi terus
52
mencari berbagai kemungkinan, sebaliknya orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan berAQ rendah tidak mampu bertindak kreatif.
d. Motivasi Stoltz 2000 menganggap orang yang memiliki AQ tinggi sebagai orang yang
paling memiliki motivasi. e. Mengambil resiko
Menurut Satterfield dan Seligman dalam Stoltz, 2000 orang yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif bersedia mengambil resiko lebih banyak
untuk mencoba hal-hal yang baru. f. Perbaikan
Dalam kehidupan individu harus melakukan perbaikan untuk mencegah agar tidak ketinggalan zaman. Menurut Stoltz 2000 orang yang AQ lebih tinggi
menjadi lebih baik dalam melakukan perbaikan sedangkan orang yang AQ rendah sebaliknya.
g. Ketekunan Ketekunan merupakan inti dari pendakian dan AQ seseorang. Ketekunan
adalah kemampuan untuk terus menerus melakukan usaha. Menurut Seligman dalam Stoltz, 2000 dari hasil penelitiannya membuktikan bahwa para tenaga
penjual, militer, mahasiswa serta tim olahraga yang merespon kesulitan dengan baik akan pulih dari kekalahan dan mampu terus bertahan. Sebaliknya yang
merespon kesulitan dengan buruk, mereka akan mudah menyerah.
53
h. Belajar Belajar sangat penting dalam kehidupan, karena dengan belajar individu
mampu mencoba hal-hal yang belum terjadi. Dengan belajar, individu akan mampu menghadapi tantangan yang dihadapinya dengan baik. Menurut Carol
Dwek dalam Stoltz, 2000 membuktikan bahwa anak-anak yang merespon pesimis terhadap kesulitan tidak akan belajar dan tidak berprestasi dibanding
dengan anak-anak yang merespon kesulitan dengan optimis. i. Merangkul perubahan
Menurut Stoltz, 2000 agar individu bisa sukses harus efektif dalam mengatasi perubahan.
j. Keuletan, stress, tekanan, kemunduran Suzanne Oullette dalam Stoltz, 2000 dalam penelitiannya memperlihatkan
bahwa orang yang merespon kesulitan dengan sifat tahan banting, pengendalian, tantangan, dan komitmen, mereka akan tetap ulet dalam
menghadapi berbagai kesulitan. Sedangkan orang yang tidak merespon kesulitan dengan pengendalian, tantangan, dan komitmen cenderung akan
menjadi lemah akibat situasi yang sulit.
2.3.3. Dimensi adversity quotient
Menurut Stoltz 2000 AQ memiliki empat dimensi pokok yang disebut CO
2
RE, yaitu control pengendalian, origin dan ownership asal usul dan pengakuan, reach jangkauan dan endurance daya tahan.
Dibawah ini akan dijelaskan tiap-tiap dimensi dari AQ:
54
1. Dimensi C = control pengendalian
Dimensi ini mempertanyakan “seberapa besar kendali yang dianggap dimiliki seseorang terhadap peristiwa kemalangan?” kuncinya adalah persepsi
karena berkaitan dengan anggapan kemampuan seseorang untuk mengubah suatu situasi.
Individu dengan control yang tinggi mempersepsikan lebih banyak kendali yang ia miliki pada kesulitan yang ia hadapi sehingga dapat bertahan
melewati kesulitan dan tetap konsisten dengan tujuannya, sedangkan individu dengan control yang rendah memiliki kecenderungan untuk menganggap kejadian
yang buruk merupakan di luar kendalinya. Rendahnya kendali yang dimiliki oleh seseorang mempunyai pengaruh yang sangat merusak terhadap kemampuan untuk
merubah situasi. Orang yang memiliki control yang rendah sering merasa tidak berdaya bila dihadapkan dengan kesulitan Stoltz, 2000.
2. Dimensi O
2 =
origin dan ownership asal usul dan pengakuan O
2
merupakan gabungan antara origin dengan ownership. O
2
menyatakan dua hal yaitu siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan dan sejauh mana seseorang mengakui akibat-akibat dari kesulitan itu. Origin berkaitan
dengan rasa bersalah. Rasa bersalah yang wajar akan membantu seseorang belajar dan bangkit untuk memperbaiki tingkah lakunya. Sedangkan rasa bersalah yang
tidak wajar akan membuat seseorang merasa tidak berdaya untuk memperbaiki keadaan.
Ownership, pengakuan atas masalah yang terjadi membuat seseorang bertanggung jawab untuk memperbaiki keadaan meskipun kesalahan bukan
55
sepenuhnya berasal dari dirinya. Berbeda dengan tidak mengakui atas akibat dari masalah yang terjadi akan membuat seseorang terus menyalahkan orang lain,
tidak berkembang dan tidak mau bertanggung jawab untuk mengubah keadaan. Orang yang memiliki AQ tinggi akan memiliki rasa bersalah yang wajar dan
menjadi pembelajaran baginya agar tidak berbuat salah lagi dan juga ia akan mengakui akibat dari masalah yang terjadi dan akan bertanggung jawab untuk
mengubah keadaan tanpa memperdulikan apa atau siapa penyebabnya Stoltz, 2000.
3. Dimensi R = reach jangkauan
Dimensi reach mempertanyakan sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Rendahnya nilai dari
dimensi ini akan membuat kesulitan menjangkau segi-segi lain dari kehidupan. Dengan kata lain semakin rendah skor dimensi R yang dimiliki seseorang maka
semakin besar kemungkinan orang tersebut menganggap bahwa peristiwa- peristiwa buruk atau kesulitan sebagai bencana, yang akan menyebar dengan cepat
sekali, bisa sangat berbahaya karena akan menimbulkan kerusakan yang signifikan bila dibiarkan tidak terkendali. Dengan kata lain semakin besar
kemungkinan seseorang untuk membesar-besarkan masalah yang ada dalam pikirannya.
Sebaliknya semakin tinggi nilai R semakin besar kemungkinan orang tersebut hanya membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang
dihadapi saja. Menjaga kesulitan supaya tetap berada ditempatnya akan membuat
56
perasaan frustasi, kesukaran-kesukaran hidup dan tantangan hidup lebih mudah ditangani Stoltz, 2000.
4. Dimensi E = endurance daya tahan
Dimensi ini menilai dan menguraikan seberapa lama seseorang menganggap kesulitan akan bertahan. Orang-orang dengan AQ rendah lebih
mungkin menganggap kesulitan akan bertahan lama dan mereka yang mempunyai AQ tinggi menganggap kesulitan tidak akan berlangsung lama.
2.3.4. Pengukuran Adversity quotient
Untuk mengukur adversity quotient dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala dibuat berdasarkan dimensi adversity quotient yang
dikemukakan Stoltz 2000, yaitu control, origin dan ownership, reach dan endurance. Setiap dimensi AQ menguraikan tentang respon seseorang terhadap
kesulitan. Dalam skala AQ, berisi tentang kesulitanpermasalahan yang sering dihadapi siswa SMPT. Daftar kesulitanpermasalahan diambil dari teori mengenai
SMPT dalam Bahan Sosialisasi SMPT Depdiknas 2005 dan juga dari Adolescent life-change event scale ALCES Windle, 1992. Pada skala ini terdapat 20
pernyataan yang dapat mengukur AQ seseorang.
57
2.4. Kerangka Berpikir
Keadaan sosial, ekonomi dan geografis yang dimiliki oleh siswa SMPT, membuat metode pembelajaran di SMPT disesuaikan dengan karakteristik
siswanya, yaitu dengan menggunakan metode belajar mandiri. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa siswa SMPT tidak belajar bersama guru, tidak ada orang
yang mengatur belajar siswa sehingga siswa harus dapat mengatur belajarnya sendiri Bahan Sosialisasi SMP Terbuka Depdiknas, 2005.
Walaupun demikian siswa SMPT diharapkan dapat berhasil mengikuti proses belajarnya di SMPT. Sesuai dengan visi SMPT yaitu menghasilkan lulusan
yang berkualitas, mandiri dan bertanggung jawab serta menjangkau sasaran yang luas Bahan Sosialisasi SMP Terbuka Depdiknas, 2005. Untuk itu siswa SMPT
dituntut untuk memiliki prestasi belajar yang baik, karena prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang Winkel, 1996. Kemudian
prestasi belajar dapat dikatakan sebagai indikator keberhasilan dari suatu proses belajar mengajar Hakim, 2000.
Prestasi belajar yang dicapai seseorang erat kaitannya dengan usaha yang dilakukan. Jadi apabila siswa SMP Terbuka ingin berhasil dalam mengikuti
pendidikan di SMP Terbuka, maka diperlukan strategi atau cara yang bervariasi yang mampu memudahkan proses belajarnya dan juga dapat membantunya dalam
menjaga motivasinya sehingga memiliki tujuan yang terarah dan dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Salah satu caranya yaitu dengan meregulasi dirinya
dalam belajar atau dikenal dengan istilah self-regulated learning.
58
Di dalam self-regulated learning, aksi dan proses secara langsung untuk memperoleh informasi dan keterampilan belajar ini dapat dilakukan melalui
penggunaan strategi-strategi self-regulated learning Zimmerman, 1989. Ada 3 macam strategi self-regulated learning yaitu strategi kognitif cognitive strategy,
strategi metakognitif metacognitive strategy dan strategi mengelola sumber pengetahuan resource management strategy Pintrich, 1999.
Dengan meregulasi dirinya dalam belajar siswa dapat memperluas pengetahuan dan menjaga motivasinya, secara periodik memonitor kemajuannya
dalam mencapai tujuan, dapat mengevaluasi halangan yang muncul dan melakukan penyesuaian yang dibutuhkan Winne, dalam Santrock 2001.
Penelitian yang mendukung bahwa self-regulated`learning berpengaruh terhadap prestasi belajar yaitu penelitian Zimmerman dalam Santrock 2001 telah
menemukan bahwa siswa yang berprestasi tinggi adalah para self-regulated learner yaitu siswa yang mengatur belajarnya. Hasil penelitian yang senadapun
dilakukan oleh Pintrich dan De Groot dalam Chen 2002 yang hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi tinggi dilaporkan lebih banyak
menggunakan strategi-strategi self-regulated learning daripada siswa yang meraih prestasi rendah.
Selain faktor regulasi diri, faktor lain yang diasumsikan memiliki pengaruh dalam meraih kesuksesan dalam belajar adalah adversity quotient yang
tinggi. AQ merupakan bagaimana seseorang berespon terhadap kesulitan- kesulitannya Stoltz, 2000. Lebih lanjut Stoltz 2000 mengungkapkan AQ
sebagai prediktor global terhadap kesuksesan. Dan kesuksesan dalam bidang
59
pendidikan adalah prestasi belajar yang baik. Di dalam adversity quotient tedapat 4 dimensi yaitu pengendalian control, asal uaul dan pengakuan origin dan
ownership, jangkauan reach serta daya tahan endurance. Penelitian sebelumnya mendukung pentingnya AQ terhadap prestasi
belajar. Seperti William 2003 telah menemukan bahwa siswa dengan AQ yang tinggi menunjukkan prestasi yang lebih baik dibanding siswa dengan AQ yang
rendah. Dweck dalam Stoltz, 2000 telah menemukan bahwa anak-anak dengan respon pesimis terhadap kesulitan tidak banyak belajar dan berprestasi rendah bila
dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola lebih optimis. Dengan demikian dapat diduga bahwa siswa SMP Terbuka yang
meregulasi dirinya dalam belajar self-regulated learner akan memiliki prestasi yang baik dan juga siswa SMP Terbuka yang memiliki daya juang adversity
quotient yang tinggi akan memiliki prestasi yang baik pula. Dan sebaliknya siswa yang tidak meregulasi dirinya dan juga tidak memiliki daya juang yang tinggi
maka prestasinya pun akan rendah.
60
Bagan kerangka berpikir
Cognitive strategy
Metacognitive strategy
Resource management
strategy
Control
Origin dan ownership
Reach
Endurance Self-regulated
learning
Prestasi belajar siswa SMP
Terbuka Tinggi
Sedang Rendah
tasi belajar
d
Adversity quotient
61
2.5 Hipotesis Penelitian