Hubungan antara Pendidikan dengan Terkendalinya kadar gula

dengan perilaku pasien dalam mengendalikan kadar gula darahnya agar tetap stabil dalam batas normal. Pada penelitian ini diketahui bahwa, sebagian besar pasien Diabetes Melitus yang menjalani pengobatan di poliklinik penyakit dalam RSUP Fatmawati berpendidikan SMA dan perguruan tinggi, yaitu 18 orang 24,0 yang berpendidikan SMA dan 35 orang 46,7 yang berpendidikan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa antara pendidikan dengan terkendalinya kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus belum ada cukup bukti untuk menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara keduanya. Pasien yang berpendidikan SMP memiliki potensi 2,143 kali untuk terkontrolnya kadar gula darahnya dibandingkan dengan pasien yang berpendidikaan SD, pasien yang berpendidikan SMA memiliki potensi 1,114 kali untuk terkontrolnya kadar gula darahnya dibandingkan dengan pasien yang berpendidikaan SD, sementara pada pasien Diabetes Melitus yang berpendidikan perguruan tinggi menurunkan resiko untuk tidak terkendalinya kadar gula darahnya sebesar 0,935 dibandingkan dengan pasien yang berpendidikaan SD, namun tidak signifikan secara statistik. Dari hasil uji chi square didapat hubungan yang tidak bermakna dengan nilai P 0,05 yaitu sebesar 0,612. Keadaan tersebut mencerminkan bahwa kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus bisa tinggi pada berbagai tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mira 2003, namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukaan oleh Iswanto 2004 yang menyatakan adanya hubungan antara pendidikan dengan terkendalinya kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus. Dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa persentase tertinggi pasien Diabetes Melitus yang kadar gula darahnya terkendali adalah pada pasien dengan pendidikan sekolah menengah pertama SMP, yakni sebesar 83,3. Hal ini dimungkinkan dapat terjadi karena pendidikan pada pasien Diabetes Melitus terutama dalam mengendalikan kadar gula darah, tidak hanya diperoleh melalui pendidikan formal melainkan dapat juga diperoleh melalui pendidikan non formal seperti: dari hasil penyuluhan, siaran radio atau televisi, maupun informasi dari majalah dan koran. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mawalda Fitrisa 2008 di RS. Umum Daerah Mataram pada pasien Diabetes Melitus yang di rawat jalan didapat pasien sebagian besar 45 berpendidikan SLTA, kadar gula darahnya baik.

E. Hubungan antara Kedekatan dan Keterpaparan terhadap Sumber

Informasi dengan Terkendalinya kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus Pada penelitian ini diketahui sebagian besar pasien Diabetes Melitus yang melakukan pengobatan di Poliklinik penyakit dalam RSUP Fatmawati, memiliki kemudahan dalam memperoleh informasi tentang diabetes dan pangendalian kadar gula darah agar tetap stabil dalam batas normal. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan P value 0,05 yaitu 0,743 maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik belum cukup bukti untuk menyatakan adanya hubungan antara kedekatan dan keterpaparan terhadap sumber informasi dengan terkendalinya kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus. Hal ini tidak sejalan dengan teori Lawrence green 1980 yang dikutip oleh Notoatmodjo 2005 bahwa salah satu faktor yang berpengaruh dalam perilaku adalah faktor pemungkin enabling factor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan seseorang. Dalam hal ini yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana yang digunakan adalah informasi. Dengan adanya kemudahan dalam memperoleh informasi mengenai pentingnya mengendalikan kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus sehingga dapat memfasilitasi terkendalinya kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus. Dengan hasil penelitian yang belum menunjukan adanya cukup bukti untuk menyatakan hubungan antara kedekatan dan keterpaparan terhadap sumber informasi dengan terkendalinya kadar gula darah pada pasien Diabetes Melitus, kemungkinan disebabkan karena adanya motivasi yang tinggi dalam diri pasien untuk melakukan pengendalian kadar gula darahnya, walaupun minimnya informasi kesehatan terutama mengenai pengendalian kadar gula darah yang didapat, pasien tetap berupaya untuk mengendalikan kadar gula darahnya. Hal ini berdasarkan teori Claydon Efron 1994 yang menyatakan bahwa, diperlukan adanya motivasi dan