Instrumen Penelitian METODE PENELITIAN

49 dokumentasi berupa foto dari siklus satu ke siklus berikutnya dapat digunakan untuk melengkapi hasil observasi.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati Sugiyono, 2012: 148. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran model paired storytelling untuk meningkatkan keterampilan berbicara. alat yang digunakan sebagai pengumpul data adalah tes, observasi, dan dokumentasi. 1. Tes Tes tentang bahasa dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan tentang bahasa seperti pengetahuan tentang tatabahasa, bentuk kata, bunyi bahas dan sebagainya yang ada hubungannya dengan bahasa Soenardi Djiwandono, 1996: 2. Tes yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan model paired storytelling. Untuk tes keterampilan berbicara, digunakan pedoman penilaian keterampilan berbicara yang sesuai dengan pendapat A hmad Rofi‟uddin dan Darmiyati Zuchdi 19981999: 244 yang sudah dimodifikasi. Berikut disajikan pedoman penilaian dan kisi-kisi penilaian keterampilan berbicara. 50 Tabel 2. Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara No Aspek Indikator yang Dinilai Skor 1 Kebahasaan Tekanan 10 Pelafalan bunyi 10 Kosa kata diksi 10 Struktur kalimat 20 2 Non Kebahasaan Kelancaran 10 Penguasaan topik 20 Keberanian 10 Sikap 10 Jumlah 100 Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara Aspek yang Dinilai Indikator Penilaian Patokan Skor Kriteria Aspek Kebahasa- an Tekanan 1. Jika penempatan nada, tekanan, dan jeda sudah tepat. 8-10 Sangat Baik 2. Jika penempatan nada dan tekanan tepat, tetapi jeda kurang tepat. 5-7 Baik 3. Jika penempatan nada tepat, namun tekanan dan jeda belum tepat. 3-4 Cukup 4. Jika penempatan nada, tekanan, dan jeda belum tepat. 1-2 Kurang Pelafalan Bunyi 1. Jika pembicaraan mudah dipahami, vokal jelas, dan tidak ada pengaruh bahasa daerah atau bahasa yang tidak baku. 8 -10 Sangat Baik 2. Jika pembicaraan mudah dipahami, vokal kurang jelas, dan terkadang terpengaruh bahasa yang tidak baku. 5-7 Baik 3. Jika pembicaraan sulit dipahami, vokal kurang jelas, dan terpengaruh bahasa yang tidak baku. 3-4 Cukup 4. Jika pembicaraan tidak dapat dipahami, vokal tidak jelas, suara tidak terdengar, dan terpengaruh bahasa yang tidak baku. 1-2 Kurang Kosa kata Diksi 1. Pemilihan kosa kata diksi banyak, penggunaan dan pengucapan sudah benar.. 8-10 Sangat Baik 2. Pemilihan koasa kata diksi 5-7 Baik 51 terbatas, tetapi penggunaan dan pengucapan sudah benar. 3. Pemilihan kata diksi terbatas, kurang tepat penggunaannya, tetapi sudah benar mengucapkannya. 3-4 Cukup 4. Pemilihan kata diksi terbatas, kurang tepat penggunaannya, dan sering salah mengucapkannya. 1-2 Kurang Struktur Kalimat 1. Kalimat yang diucapkan sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, dapat menempatkan subyek, predikat, obyek secara tepat, dan sudah ada keterkaitan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. 18-20 Sangat Baik 2. Kalimat yang diucapkan sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, dapat menempatkan subyek, predikat, obyek secara tepat, namun belum ada keterkaitan antara kalimat yang satu dengan yang lain. 15-17 Baik 3. Kalimat yang diucapkan sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, namun masih belum bisa menempatkan subyek, predikat, obyek secara tepat, dan belum ada keterkaitan antara kalimat yang satu dengan yang lain. 12-14 Cukup 4. Kalimat yang diucapkan belum sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, masih belum bisa menempatkan subyek, predikat, obyek secara tepat, serta belum ada keterkaitan antara kalimat yang satu dengan yang lain. 9-11 Kurang Aspek Non Kebahasa- an Kelancaran 1. Berbicara lancar dan tidak terputus-putus. 8-10 Sangat Baik 2. Berbicara lancar tetapi kurang stabil. 5-7 Baik 3. Berbicara lambat, pkalimat lancar tetapi ada bunyi e, anu, dan lain- lain. 3-4 Cukup 4. Berbicara lambat dan terputus- putus, jeda panjang, dan kalimat 1-2 Kurang 52 pendek-pendek. Penguasaan Topik 1. Siswa berbicara sangat sesuai dengan teks cerita dan rangkaian cerita saling berhubungan. 18-20 Sangat Baik 2. Siswa berbicara sesuai topik dan rangkaian cerita saling berhubungan. 15-17 Baik 3. Siswa bercerita cukup sesuai dengan topik, rangkaian cerita sesekali tidak saling berhubungan. 12-14 Cukup 4. Siswa bercerita kurang sesuai dengan topik, rangkaian cerita beberapa kali tidak saling berhubungan. 9-11 Kurang Keberanian 1. Jika siswa mampu berbicara di depan kelas dengan berani, tanpa gugup, disertai gerak-gerik untuk mendukung pembicaraan, serta tatapan mata yang mengarah pada pendengar 8-10 Sangat Baik 2. Jika siswa mampu berbicara di depan kelas tanpa gugup, namun belum ada gerak tubuh dan belum berani menatap teman. 5-7 Baik 3. Jika siswa sudah berani berbicara di depan kelas, walau ada rassa takut dan gugup. 3-4 Cukup 4. Jika siswa belum berani berbicara di depan kelas, hanya mampu berbicara di tempat duduk. 1-2 Kurang Sikap 1. Siswa bersikap sangat ekspresif, gerak-gerik wajar, sangat tenang, dan tidak grogi. 8-10 Sangat Baik 2. Siswa bersikap ekspresif, gerak- gerik sesekali tidak wajar, tenang, dan tidak grogi. 5-7 Baik 3. Siswa bersikap cukup ekspresif, gerak-gerik beberapa kali tidk wajar, cukup tenang, dan sedikit grogi. 3-4 Cukup 4. Siswa bersikap kurang ekspresif, gerak-gerik beberapa kali tidak wajar, tidak tenang, dan grogi. 1-2 Kurang 53 Berdasarkan pedoman penilaian keterampilan berbicara pada tabel 2, maka klasifikasi nilai keterampilan berbicara adalah sebagai beikut. Tabel 4. Klasifikasi Nilai Keterampilan Berbicara No. Nilai Kategori 1 75-100 Terampil 2 50-74,99 Cukup Terampil 3 25-49,99 Kurang Terampil 4 0-24,99 Tidak Terampil Acep Yoni 2010:175 Dari tabel di atas, klasifikasi nilai keterampilan berbicara dengan kriteria sangat baik, baik, cukup, dan kurang. Nilai siswa berdasarkan hasil tes keterampilan berbicara kondisi awal termasuk pada kriteria cukup. Diharapkan pada siklus I dan II anak meningkat menjadi baik dan sangat baik. 2. Observasi Pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan model paired storytelling. Pedoman observasi dibuat oleh peneliti untuk mengamati siswa dan guru selama proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan model paired storytelling. Kisi-kisi lembar observasi guru dan siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 54 Tabel 5. Lembar Observasi Guru Pembelajaran Keterampilan Berbicara Menggunakan Model Paired Storytelling No Aspek Pengamatan Skor 1 2 3 4 1 Guru menjelaskan mengenai model pembelajaran yang akan digunakan, yaitu paired storytelling. 2 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara jelas kepada siswa. 3 Guru menyampaikan cerita yang akan dibahas. 4 Guru membagi siswa menjadi dua kelompok besar. 5 Guru mengatur posisi duduk siswa agar tenang sesuai dengan kelompok. 6 Guru menyampaikan langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa setelah menerima bagian cerita masing- masing. 7 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan terkait langkah kegiatan yang belum dipahami oleh siswa. 8 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. 9 Guru membimbing siswa dalam menuliskan kata kunci yang terdapat pada cerita 10 Guru membimbing setiap kelompok untuk berlatih bercerita sebelum maju menceritakan di depan kelas. 11 Guru memberi contoh cara bercerita. 12 Guru membimbing siswa selama proses cerita berpasangan 13 Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan cerita yang telah disampaikan 14 Guru memberikan komentar setelah siswa melaksanakan praktik keterampilan berbicara dalam bentuk menceritakan kembali isi cerita. 15 Guru memantau perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Jumlah Jumlah Skor Total R Jumlah Skor Maksimum SM Persentase Kriteria 55 Tabel 6. Lembar Observasi Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Berbicara Melalui Model Pembelajaran Paired Storytelling No Indikator Skor 4 3 2 1 1 Siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai cerita berpasangan. 2 Siswa duduk sesuai dengan kelompoknya. 3 Siswa dapat menemukan kata kunci pada bagian cerita yang didapatkannya. 4 Siswa saling menyampaikan kata kunci dari bagian cerita yang telah dibaca. 5 Siswa semangat dan antusias berlatih bercerita bersama kelompoknya. 6 Siswa berbicara menggunakan bahasa yang baku dan jelas. 7 Siswa memperhatikan kelompok lain yang sedang membacakan hasil pekerjaannya. 8 Siswa bersemangat selama mengikuti pembelajaran. 9 Siswa berani melakukan tanya jawab terkait cerita. 10 Siswa berani bercerita di depan kelas dengan penuh kesungguhan. 11 Siswa menyimpulkan cerita yang telah dibaca. Jumlah Jumlah Skor Total R Jumlah Skor Maksimum SM Persentase Kriteria 3. Dokumentasi Menurut Arikunto 2008: 201 dalam melaksanakan dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran RPP, data hasil penilaian siswa, serta gambar foto selama kegiatan pembelabjaran. Gambar foto dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan kamera digital. 56

G. Teknik Analisis Data

Dokumen yang terkait

Istikhdaam Usluub Sard Al-Qishshah Bi Al-Muzaawajah (Paired Storytelling) Wa Atsaruhu Fii Ta’lim Mahaarah Al-Kalaam Ladaa Talaamiidz Al-Shaff Al-Tsaanii Bi Madrasah Jam’iyyatul Khair Al-Mutawassithah Al-Islaamiyyah

0 4 107

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PAIRED STORYTELLING TERHADAP KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA SISWA SD KELAS

22 211 224

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA MELALUI TEKNIK PAIRED STORYTELLING DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerita Melalui Teknik Paired Storytelling Dengan Media Audiovisual Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V S

0 2 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA MELALUI TEKNIK PAIRED STORYTELLING DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerita Melalui Teknik Paired Storytelling Dengan Media Audiovisual Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V S

0 0 16

PENERAPAN MODEL PAIRED STORYTELLING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA SISWA KELAS I SD N III SUKOHARJO KECAMATAN TIRTOMOYO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 18

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN MODEL THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI LEMPUYANGAN 1.

0 0 146

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA MENGGUNAKAN MODEL ACTIVE LEARNING TIPE INDEX CARD MATCHING PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS VB SD NEGERI DEMAKIJO 1 SLEMAN.

0 0 177

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS VB SD NEGERI KEPUTRAN I YOGYAKARTA.

1 3 181

TEKNIK PAIRED STORYTELLING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA SEKOLAH DASAR (Eksperimen pada siswa kelas V SD Negeri 1 Tamansari Karanglewas) - repository perpustakaan

0 0 16

BAB II PENERAPAN METODE PAIRED STORYTELLING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA A. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Berbicara - EFEKTIVITAS METODE CERITA BERPASANGAN (PAIRED STORYTELLING) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA (Studi Eksperim

0 2 53