pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik anak sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit. Dalam hal ini, status gizi yang baik dapat meningkatkan pula sistem kekebalan tubuh pada balita sehingga tidak
gampang terkena penyakit terutama ISPA pada balita begitupun sebaliknya. Pendapat ini didukung oleh teori yang mengatakan bahwa keadaan gizi yang
kurang baik muncul sebagai faktor resiko terpenting untuk terjadinya ISPA. Dalam keadaan gizi yang baik tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk
mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi, jika keadaan gizi kurang maka reaksi kekebalan tubuh menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan
diri terhadap infeksi menjadi turun Umrahwati, 2013.
5.1.7. Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan Kejadian ISPA Berulang pada Balita
Perilaku cuci tangan dinilai dengan melihat apakah keluarga terbiasa melakukan cuci tangan dengan sabun sesuai standart PBHS atau tidak. Perilaku
cuci tangan dibagi dalam kategori baik dan buruk. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah 42 keluarga 40 masuk dalam kategori buruk dan 32 keluarga 76
diantaranya terjadi ISPA berulang pada balita. Sedangkan sejumlah 64 keluarga 60 memiliki perilaku cuci tangan yang baik, dimana 21 keluarga 32
diantaranya terjadi ISPA berulang pada balita. Hasil analisis penelitian dengan uji chi square yang dilakukan terhadap variabel cuci tangan dengan kejadian ISPA
berulang didapatkan p value sebesar 0,0001 dan lebih kecil dari nilai α sebesar
0,05 0,00010,05, sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status BBLR dengan kejadain ISPA berulang pada balita.
Nilai Odss Ratio OR yang diperoleh adalah 6,55 yang berarti bahwa keluarga yang memiliki perilaku cuci tangan buruk mempunyai risiko untuk
mengalami penyakit ISPA berulang 6,55 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang memiliki perilaku cuci tangan baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ratih Wahyu Susilo 2010 yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara adanya anggota keluarga yang
tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian ISPA pada balita p= 0,022.
Mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling penting. Tujuan mencuci tangan adalah menurunkan jumlah
mikroorganisme pada tangan dan untuk mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi Schaffer, 2000 dalam Susilo RW, 2010. Mencuci tangan
memakai sabun bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit-penyakit menular seperti diare, ISPA, dan Flu Burung. Mencuci tangan menggunakan sabun
terbukti merupakan cara yang efektif untuk upaya kesehatan preventif Depkes, 2007.
5.1.8. Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian ISPA Berulang pada Balita