KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA BOLA WARNA TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARNA DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SDLB DI SLB N 1 YOGYAKARTA.

(1)

KEEFEKTIFAN PEM TERHADAP KEM

DASAR PAD SED

Diajuk untu guna M

PROGRAM JURU

FA UNIVE

i

PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA BOLA W KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARN PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI

SEDANG KELAS III SDLB DI SLB NEGERI 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Erlina Budi Astuti NIM 11103241014

GRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKLUTAS ILMU PENDIDIKAN NIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JUNI 2015

LA WARNA ARNA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Pengetahuan tak punya makna jika Anda tidak mempraktikannya” (Anton Chekhov)

“Kegagalan adalah tantangan untuk menuju kesuksesan”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

1. Kedua orang tuaku: Bapak Karsijo dan Ibu Ispurwanti 2. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Nusa, Bangsa, dan Agama.


(7)

vii

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA BOLA WARNA TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI KONSEP WARNA

DASAR PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III SDLB DI

SLB N 1 YOGYAKARTA Oleh

Erlina Budi Astuti NIM 11103241014

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan media bola warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan pendekatan Single Subject Research (SSR). Desain yang digunakan dalam penelitian ini ialah A-B-A. Subjek penelitian yaitu seorang siswa tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB. Pengumpulan data menggunakan metode tes dan metode observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Komponen yang dianalisis yaitu analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi.

Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis data dalam kondisi pada penelitian ini menunjukkan kecenderungan arah yang meningkat pada fase intervensi dan Baseline II. Perubahan level pada analisis dalam kondisi juga menunjukkan perubahan yang membaik pada fase intervensi (+50%) dan perubahan yang stabil pada fase Baseline II (=0%), selain itu analisis antar kondisi juga menunjukkan perubahan yang membaik pada fase intervensi dan fase Baseline II dibandingkan pada fase Baseline I. Perubahan level fase baseline I dibandingkan fase intervensi sebesar (=0%), pada fase intervensi dibandingkan fase baseline II sebesar (=0%), sedangkan pada fase baseline I dibanding baseline II sebesar (+50%). Data yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan media bola warna efektif dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N I Yogyakarta. Keefektifan pembelajaran dengan media bola warna ditandai dengan adanya peningkatan persentase keberhasilan subjek dalam melakukan tes kemampuan memahami konsep warna dasar pada fase intervensi dan Baseline II (A’).

Kata kunci: pembelajaran dengan media bola warna, siswa tunagrahita kategori sedang, konsep warna dasar


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang

berjudul “Keefektifan Media Bola Warna Terhadap Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar Pada Anak Tunagrahirta Kategori Sedang Kelas III SDLB

di SLB N I Yogyakarta” yang disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada program Pendidikan Luar Biasa,

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bimbingan,

bantuan, dan ulur tangan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang

tulus dan ikhlas kami samaikan kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan

bagi penulis untuk menyelesaikan studi dari awal studi sampai dengan

terselesaikannya Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberika ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa beserta Ibu dan Bapak dosen jurusan

Pendidikan Luar Biasa, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan,

sekaligus memberikan bimbingan dan motivasi kepada kami selama mengikuti

studi.


(9)

ix

memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat membantu dalam

pembuatan Tugas Akhir Skripsi ini.

5. Ibu Nurdayati Praptiningrum, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat membantu dalam

pembuatan Tugas Akhir Skripsi ini.

6. Kepala SLB N I Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian,

pengarahan, dan kemudahan, agar penelitian serta penulisan skripsi ini

berjalan dengan lancar.

7. Ibu Aris, S.Pd., selaku koordinasi pelaksanaan penelitian di SLB N I

Yogyakarta yang telah memberikan pengarahan, dan kemudahan agar

penelitian serta penulisan skripsi ini berjalan dengan lancar.

8. Ibu Setyawati, S.Pd., selaku guru kelas III SDLB di SLB N I Yogyakarta yang

membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Seluruh Guru dan Karyawan SLB N I Yogyakarta atas dukungan dan

semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

10.Siswa kelas III SDLB di SLB N I Yogyakarta yang telah membantu penulis

selama penelitian.

11.Bapak, Ibu dan saudara yang selalu memberikan doa serta dukungan selama

masa kuliah hingga terselesaikannya Tugas Akhir Skripsi ini.

12.Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan motivasi untuk tetap semangat

menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.

13.Teman- teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta doa


(10)

x

Semoga segala bantuan dan partisipasi yang diberikan kepada penulis

menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Oleh karena itu, apa bila ibu-bapak membaca skripsi ini, dengan rendah hati kami

mengharapkan petunjuk, koreksi, kritik dan saran yang membangun.

Akhirnya atas petunjuk, koreksi, kritik, dan saran dari pembaca, kami ucapkan

terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan

bagi penulis khususnya. Amin

Wassalamualaikum wr. Wb.

Yogyakarta, 28 April 2015


(11)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ………... i

PERSETUJUAN ………... ii

SURAT PERNYATAAN . ……….. iii

PENGESAHAN ………... iv

MOTTO ……… v

PERSEMBAHAN ……… vi

ABSTRAK ……… vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR GAMBAR ………...……… xvi

DAFTAR BAGAN ………... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 6

C. Batasan Masalah ……….. 6

D. Rumusan Masalah ……… 7

E. Tujuan Penelitian ………. 7

F. Manfaat Penelitian ………... 7

G. Batasan Istilah ……….. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Anak Tunagrahita Kategori Sedang ……… 11

1. Pengertian Anak Tunagrahita Kategori Sedang ……… 11

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Kategori Sedang ……… 12

B. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar ……….. 14

1. Pengertian Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar …….. 14

2. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Anak Tunagrahita Kategori Sedang ……… 16


(12)

xii

C. Media Pembelajaran ……….………... 18

1. Pengertian Media Pembelajaran ……….…... 18

2. Ciri- ciri Media Pembelajaran ……….….. 20

3. Fungsi Media Pembelajaran .………. 20

4. Klasifikasi Media Pembelajaran ………..………….. 22

5. Kriteria Media Pembelajaran .……… 24

D. Pembelajaran dengan Media Bola Warna ………….……….. 25

1. Pengertian Pembelajaran ………... 25

2. Pengertian Media Bola Warna ………... 26

3. Karakteristik Media Bola Warna ………... 27

4. Pengertian Pembelajaran dengan Media Bola Warna …………... 28

5. Alasan Pemilihan Media Bola Warna ………... 29

E. Keefektifan ……… 30

1. Pengertian Keefektifan ……….. 30

2. Keefektifan Media Bola Warna ………. 31

E. Hasil Penelitian Yang Relevan ……… 32

F. Kerangka Pikir ……….……… 33

G. Hipotesis ……….. 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……….. 37

B. Desain Penelitian ………. 38

C. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 43

D. Setting Penelitian ………. 43

E. Subyek Penelitian ……… 44

F. Variabel Penelitian ……….. 45

G. Teknik Pengumpulan Data ……….. 45

1. Observasi ………... 46

2. Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna ……… 46

H. Pengembangan Instrumen ……… 47


(13)

xiii

2. Instrumen Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna ………... 49

I. Uji Validitas ………. 49

J. Teknik Analisis Data ………... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 56

B. Deskripsi Subjek Penelitian ……….. 58

C. Deskripsi Data Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar …….. 60

1. Deskripsi Baseline-1 (kemampuan awal sebelum dilakukan intervensi) ……… 60

2. Deskripsi pelaksanaan intervensi (saat pemberian tresatment) ... 64

3. Deskripsi Baseline-2 (kemampuan akhir tanpa treatmen) ……….. 81

D. Analisis Data ………... 87

E. Pembahasan Penelitian ………. 93

F. Keterbatasan Penelitian ………. 98

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... 100

B. Saran ………. 101

DAFTAR PUSTAKA ………..……… 102


(14)

xiv DAFAR TABEL

hal Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian …………...………. 43 Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi Penggunaan Media Bola Warna

terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Pada Sesi Intervensi………... 48 Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Tes Kemampuan Memahami Konsep

Warna Dasar ... 50 Tabel 4. Pedoman Penilaian ... 53 Tabel 5. Hasil Baseline-1 Kemampuan Memahami Konsep Warna

Dasar ………. 63

Tabel 6. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-1 ... 67 Tabel 7. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-2 ... 69 Tabel 8. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-3 ... 71 Tabel 9. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-4 ... 73 Tabel 10. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-5 ... 74 Tabel 11. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-6 ... 75 Tabel 12. Data Hasil Subjek RLP dalam Tes Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar pada Intervensi ke-7 ... 77 Tabel 13. Data Kesalahan Subjek dalam Tes Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar pada Fase Intervensi ... 78 Tabel 14. Data Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

pada Fase Baseline-1 dan Intervensi ... 79 Tabel 15. Hasil Baseline-2 Kemampuan Memahami Konsep Warna

Dasar ………. 84

Tabel 16. Data Kesalahan Subjek dalam Memahami Konsep Warna Dasar pada Fase Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 ... 86 Tabel 17. Data Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar


(15)

xv

pada Fase Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 (A’) ... 86 Tabel 18. Data Hasil Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

pada Fase Baseline-1, Intervensi dan Baseline-2 ... 88 Tabel 19. Rangkuman Hasil Analisis Visual Dalam Kondisi Dengan

Aspek Memahami Konsep Warna Dasar ... 90 Tabel 20. Rangkuman Hasil Analisis Visual Antar Kondisi Dengan


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-1... 63 Gambar 2. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna

Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1... 64 Gambar 3. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar Pada Fase Intervensi (B) ... 78 Gambar 4. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna

Dasar Subjek Pada Fase Intervensi (B) ... 78 Gambar 5. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-1 (A) dan

Intervensi (B) ……… 80

Gambar 6. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1 (A) dan Intervensi (B) 80 Gambar 7. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-2 (A’) ... 84 Gambar 8. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna

Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1 (A’) ... 85 Gambar 9. Grafik Frekuensi Kesalahan Kemampuan Memahami

Konsep Warna Dasar Pada Fase Baseline-1 (A), Intervensi dan Baseline-2 (A’) ... 86 Gambar 10. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna

Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1 (A’), Intervensi (B), dan Baseline-2 (A’) ... ... 87 Gambar 11. Grafik Hasil Kemampuan Memahami Konsep Warna

Dasar Subjek Pada Fase Baseline-1 (A’), Intervensi (B), dan Baseline-2 (A’) ... 89


(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

hal

Bagan 1. Rangka Pikir Penelitian ………... 35


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen Tes Kemampuan Memahami konsep Warna

Dasar ... 107

Lampiran 2. Panduan Observasi Penggunaan Media Bola Warna

Terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

Pada Sesi Intervensi ……….. 108

Lampiran 3. Panduan Observasi Pencatatan Kejadian (Menghitung

Frekuensi) ……….. 111

Lampiran 4. Hasil Observasi Penggunaan Media Bola Warna

Terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

Pada Sesi Intervensi ……….. 112

Lampran 5. Hasil Tes Kemampuan Memahami konsep Warna Dasar . 133

Lampiran 6. Hasil Observasi Pencatatan Kejadian (Menghitung

Frekuensi) …... 159

Lampiran 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 166

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Presentase Keberhasilan Data Fase

Baseline I, Intervensi, Baseline II ………. 170

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Komponen-komponen Analisis Data

Fase Baseline-I, Intervensi, Baseline II …..………... 174

Lampiran 10. Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran ……….. 180 Lampiran 11. Surat Keterangan Dan Izin Penelitian ………... 183


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan bukan hanya hak untuk anak normal saja, tetapi juga anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari beberapa jenis. Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus ialah anak tunagrahita. Tunagrahita merupakan kondisi yang komplek, yang menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif (Endang Rochyadi & Zaenal Alimin, 2005: 12). Rendahnya intelektual anak tunagrahita, menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari, terutama aktivitas yang melibatkan kemampuan berfikir. Anak tunagrahita ini diklasifikasikan berdasarkan intelegensinya antara lain keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Penelitian ini lebih berfokus pada anak tunagrahita kategori sedang.

Anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang memiliki gejala klinis dan usia sebelum lima tahun sudah menampakkan keterlambatannya atau ketunaannya. Karaktristik anak tunagrahita kategori sedang antara lain tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akadamik, dalam perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita kategori ringan, akan tetapi pada umumnya proses belajar dapat dilakukan secara membeo. Selain itu juga dapat diketahui bahwa anak tunagrahita kategori sedang tidak dapat memperhatikan sesuatu hal dengan serius dan waktu lama, serta dalam hal memperhatikan pembelajaran cepat bosan.


(20)

2

Mengingat kemampuan yang dimiliki oleh anak maka perlu adanya perhatian khusus pada anak tunagrahita kategori sedang. Hal ini selaras dengan fungsi utama pendidikan bahwa pengembangan potensi siswa diberikan seoptimal mungkin. Walaupun kemampuan yang dimiliki anak tunagrahita kategori sedang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, sulit berfikir abstrak, dan daya ingat yang lemah, namun masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangan untuk kehidupan sehari-hari seperti halnya pembelajaran IPS tentang warna dasar.

Kecakapan pembelajaran IPS khususnya dalam konsep warna dasar yang perlu diajarkan anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB C1 dilakukan agar pembelajaran dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dikarena dalam kehidupan sehari-hari banyak benda-benda yang berwarna-warni sehingga pembelajaran konsep warna perlu diajarkan agar dapat mendukung aktivitas anak sehari-hari. Warna merupakan sesuatu yang memiliki unsur visual sehingga dalam pemahaman konsep warna dasar peneliti menggunakan media benda-benda asli dan menarik agar pembelajaran konsep warna dapat diterima dan bermanfaat.

Berdasarkan hasil wawancara guru kelas III SDLB C1 di SLB N 1 Yogyakarta, dalam pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan KTSP karena implementasi kurikulum 2013 terletak di kelas I, IV, dan VII. Pembelajaran mengenal warna dasar pada mata pelajaran IPS kelas II SDLB C1 semester 1 yang dikemukakan dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Luar


(21)

3

Biasa Tunagrahita Sedang (2006: 94), bahwa standar kompetensi tersebut berisi tentang memahami konsep warna dan kompetensi dasarnya ialah mengenal warna dasar.

Menurut hasil pengamatan di SLB N 1 Yogyakarta, di ketahui bahwa dalam proses pembelajaran jarang mengajarkan konsep warna. Pembelajaran konsep warna sesekali diajarkan menggunakan media gambar. Akan tetapi pembelajaran tersebut membuat anak mudah bosan karena media gambar sering digunakan dalam proses pembelajaran. Ketika anak sudah merasa bosan anak bersembunyi di bawah meja dan guru membiarkan perilaku itu. Hal itu dikarenakan anak ingin melakukan kegiatan dengan kemauannya sendiri. Selain media gambar di dalam ruang kelas juga terdapat beberapa media yang lain. Media tersebut antara lain media bola warna, puzzle, dan balok-balok kayu. Penggunaan media tersebut belum digunakan secara optimal dan bervariatif. Misalnya pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan bola warna, pembelajaran hanya menggunakan 2 bola yang berwarna merah dan biru.

Hasil pengamatan diketahui bahwa anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB C1 masih mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep warna dasar. Siswa sudah mampu untuk menyamakan warna atau mengelompokkan warna yang sesuai akan tetapi masih kesulitan untuk mengidentifikasi warna sesuai yang ditunjukkan oleh guru. Hal itu terbukti ketika siswa diminta untuk menyebutkan benda warna merah yang ditunjukkan oleh guru, siswa menyebutkannya dengan warna ungu selain itu


(22)

4

ketika guru menunjukkan benda-benda yang lain dengan berbagai warna siswa selalu menyebutkannya dengan warna yang lain.

Mengingat kondisi dan permasalahan yang dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang keefektifan pembelajaran dengan media bola warna dalam pemahaman konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang. Media bola warna merupakan benda yang berbentuk bulat, mempunyai ukuran besar dan kecil, mempunyai berat dan warna, serta dapat digunakan untuk pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan kognitif khususnya dalam memahami konsep warna dasar. Hal itu selaras dengan pernyataan Nurul Khotimah (2013: 3) bahwa media bola berwarna adalah sebuah pengembangan dari sebuah alat media benda sebenarnya atau nyata yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan kognitif. Alasan pembelajaran dengan media bola warna untuk anak tunagrahita kategori sedang antara lain: karena media bola warna mudah di dapat, tidak membahayakan peserta didik, mudah digunakan, sebagian besar peserta didik sudah mengenal bola warna, menarik, dapat digunakan dengan teknik bermain, dan dengan media bola warna anak dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung, yaitu dengan anak dapat melihat langsung benda yang divisualisasikan sehingga anak dapat mudah untuk memahami konsep warna dasar.

Bola warna yang merupakan benda asli tersebut digunakan agar anak dapat langsung memegang benda yang sedang dihadapi, maksudnya adalah anak secara langsung dapat mempelajari dan mengetahui warna benda-benda


(23)

5

yang akan ditemukan pada kehidupan sehari-harinya. Sehingga dengan pembelajaran ini anak dapat memperoleh pengalaman secara langsung, dan anak dapat memahami konsep warna dasar yang menarik dan menyenangkan serta dapat diambil manfaatnya bagi anak tunagrahita kategori sedang karena pembelajaran yang diperoleh berupa pembelajaran yang bersifat nyata.

Pembelajaran dengan media bola warna untuk anak tunagrahita kategori sedang tersebut difokuskan pada bagian materi dan latihan. Penyajian materi dilakukan sebanyak 7 kali pertemuan. Hal itu bertujuan agar anak tunagrahita kategori sedang dapat menyerap informasi yang dilakukan secara berulang-ulang. Langkah yang dilakukan dalam penyampaian materi pembelajaran dengan media bola warna menggunakan beberapa tahapan diantaranya tahap mengenalkan, membedakan, menyebutkan dan mengklasifikasikan. Sehingga dengan penyajian materi yang melibatkan indra penglihatan dan pendengaran diharapkan dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran dengan media bola warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang.

Sesuai pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan media bola warna diasumsikan efektif serta dapat meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang. Hal itu berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurul Khotimah (2013) yang meneliti tentang media bola warna untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Kognitif anak Dalam Mengenal Lambang


(24)

6

Bilangan Melalui Media Bola Warna Pada Kelompok A TK Kartika IV-53 Desa Kudujambar Kecamatan Kudu Jombang" menunjukkan hasil bahwa media yang digunakan dapat meningkatkan kemampuan kognitif dalam mengenal lambang bilangan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengetahui keefektifan pembelajaran dengan media bola warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat di identifikasi permasalahan yang berkenaan dengan fokus penelitian, yaitu:

1. Anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta masih mengalami kesulitan dalam pemahaman konsep warna dasar.

2. Anak tunagrahita kategori sedang dalam proses pembelajaran belum dilatih secara optimal untuk mengenal konsep warna dasar.

3. Guru belum menggunakan media secara optimal dalam proses pembelajaran konsep warna di SLB N 1 Yogyakarta.

4. Media bola warna yang digunakan guru terbatas dan kurang bervariatif.

C. Batasan Masalah

Mengingat agar masalah yang akan diteliti tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang


(25)

7

penggunaan media bola warna dalam pembelajran yang belum digunakan secara optimal dalam proses pemahaman konsep warna dasar di SLB N 1 Yogyakarta serta media bola warna yang digunakan terbatas dan kurang bervariatif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan di atas, maka rumusan masalah utama yang harus dijawab dalam peneliti ini adalah: “ Apakah pembelajaran dengan media bola warna efektif untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N 1 Yogyakarta?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan media bola warna untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N 1 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat dan kegunaan sebagai berikut:

1. Teoritis


(26)

8

terutama dalam pembelajaran dengan media bola warna untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar.

2. Praktis

a. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan untuk lebih mengembangkan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, terutama bagi anak tunagrahita kategori sedang dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar.

b. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan guru dalam penggunaan dan pengoptimalisasian media pembelajaran yang digunakan, dalam usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran bagi anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta, khususnya dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar.

c. Bagi siswa

Hasil penelitian ini dapat membantu untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar sehingga dapat berguna dalam kehidupan sehari-harinya.

G. Batasan Istilah

Penelitian menggunakan definisi oprasional yaitu Media Pembelajaran Konsep Warna Dasar bagi anak tunagrahita kategori sedang di Sekolah Luar


(27)

9 Biasa.

1. Anak Tunagrahita kategori Sedang

Anak tunagrahita kategori sedang ialah anak yang memiliki gejala klinis dan pada usia sebelum lima tahun sudah menampakkan keterlambatannya atau ketunaannya (Mumpuniarti,2003: 24). Anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang mengalami kelemahan dalam memahami konsep warna dan ketika pembelajaran anak mudah bosan. Anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDLB C1 di SLB N 1 Yogyakarta.

2. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

Warna merupakan sesuatu yang memiliki unsur visual yang sangat penting dan memberikan kesan pemisah atau penekanan untuk membangun suatu keterpaduan (Azhar Arsyad, 2006: 112-113). Warna dasar merupakan kemampuan mengenal warna primer. Warna primer merupakan warna dasar yang tidak bersatu dengan warna-warna yang lain (Dwi Oktasesa, dkk, 2013: 599). Warna yang termasuk dalam golongan primer yaitu warna merah, kuning, dan biru. Kemampuan memahami konsep warna dasar merupakan kemampuan anak tunagrahita kategori sedang dalam mengenal, menunjukkan, menyebutkan dan mengidentifikasi warna primer. Warna primer yang akan di identifikasi mencakup warna merah, kuning dan biru.


(28)

10

3. Keefektifan Pembelajaran dengan Media Bola Warna

Keefektifan berkenaan dengan hasil yang akan dicapai (Syaiful Bahri & Aswan Zain, 2006: 130). Sesuai pernyataan tersebut pembelajaran dengan media bola warna dapat dikatakan efektif dalam penelitian ini apabila frekuensi kesalahan anak dalam memahami konsep warna dasar lebih sedikit dan persentase keberhasilan anak dalam memahami konsep warna dasar lebih banyak dibandingkan dengan sebelum diberikan media bola warna. Media bola warna termasuk media benda asli atau benda nyata. Media benda asli atau benda nyata merupakan benda tanpa perubahan untuk menyalurkan pesan secara langsung oleh panca indra dengan cara melihat, mengamati dan memegangnya secara langsung tanpa alat bantu yaitu benda-benda riil yang dipakai manusia dalam kehidupan sehari-hari. Alasan menggunakan media bola warna antara lain media bola warna mudah di dapat, harganya terjangkau, tidak membahayakan peserta didik, mudah digunakan, menarik dan dengan media bola warna anak dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung. Media bola warna diharapkan dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar. Media Bola warna yang digunakan ialah 3 warna setiap warna berjumlah 10 bola.


(29)

11 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Anak Tunagrahita Kategori Sedang

1. Pengertian Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita dikenal sebagai anak yang memiliki keterbelakangan mental. Bandi Delphie (2006: 2-3) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, kemampuan, yang memiliki hambatan dalam proses pembelajaran yang disebabkan karena adanya keterlambatan dalam proses perkembangan intelegensi, mental, emosi, fisik, dan sosial sehingga memerlukan suatu metode pembelajaran yang bersifat khusus.

AAMR (Hallahan, Kaufman & Paige, 2009: 147) menyatakan,

“Mental retardation is a dissability characterized by significant limitation both in intellectual functioning and in adaptive behavior as expressed in conseptual, social, and practical adaptive skills. This dissability originates before age 18.” Maksud dari pernyataan tersebut

adalah anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata dibandingkan tingkat intelektual pada umumnya, yang disertai dengan kelainan dari perilaku adaptif yang dapat terlihat selama periode perkembangan anak.

Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi anak tunagrahita kategori sedang. Anak Tunagrahita kategori sedang adalah anak yang hanya dapat mencapai prestasi akademik setingkat anak kelas satu SD


(30)

12

dan masih dapat dilatih keterampilan untuk menolong diri sendiri, penyesuaian sosial dalam kehidupan tetangga serta dapat melakukan pekerjaan sederhana di tempat kerja terlindungi (sheltered workshop)

(Maria J. Wantah, 2007:18). Ditambahkan pendapat Mumpuniarti (2003: 24) bahwa anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang memiliki gejala klinis dan pada usia sebelum lima tahun sudah menampakkan keterlambatan atau ketunaannya.

Sutjihati (2007: 107) mengemukakan bahwa anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil, kelompok ini memiliki 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala WISC. Pendapat lain mengenai anak tunagrahita kategori sedang menurut Muhamad Efendi (2006: 90) adalah anak yang hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living).

Berdasarkan dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita kategori sedang adalah golongan anak yang memiliki gejala klinis dan IQ di bawah rata-rata, yang masih memiliki potensi untuk dikembangkan dalam bidang akademik maupun non akademik, akan tetapi dalam pendidikan perlu bimbingan dan pelayanan khusus.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang banyak dikemukaan oleh beberapa ahli dan masing-masing memiliki kesamaan. Karakteristik anak tunagrahta kategori sedang menurut Mumpuniarti


(31)

13

(2007: 25) terdapat beberapa aspek-aspek individu diantaranya sebagai berikut:

a. Secara fisik anak tunagrahita sedang lebih menampakkan kecacatannya dan koordinasi motorik pada anak tunagrahita sedang lemah sekali, baik koordinasi motorik halus maupun motorik kasar.

b. Secara psikis anak tunagrahita sedang tidak mempunyai inisiatif, nampak bersifat kekanak-kanakan, sering melamun atau sebaliknya hiperaktif.

c. Dalam aspek sosial anak tunagrahita sedang banyak diantaranya yang memiliki sikap sosial kurang baik, rasa etisnya, tidak mempunyai rasa terima kasih, tidak mempunyai rasa belas kasihan, dan tidak mempunyai rasa keadilan.

d. Dalam bidang akademik rata-rata anak tunagrahita sedang tidak dapat mempelajari pelajaran akademik, pada umumnya anak tunagrahita sedang belajar secara membeo.

Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang adalah secara fisik sering memiliki atau disertai dengan kelainan fisik baik sensori maupun motoris (Sutjihati Soemantri, 2006: 108-117). Menurut Suranto dan Sudarni (2002: 6-7) menyatakan bahwa karakteristik mental anak tunagrahita sedang daya asosiasi yang terbatas, cenderung berbuat sesuatu menurut kebiasaan. Daya ingatnya terbatas sehingga anak tunagrahita cenderung sering lupa, kemampuan berfikir konkrit, kurang mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam menjawab pertanyaan, daya konsentrasinya kurang, kemampuan dalam penalaran dan presepsinya rendah.

Berdasarkan uraian tentang karakteristik anak tunagrahita di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunagrahita kategori sedang diantaranya adalah anak memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, perkembangan fisik dan kejiwaan sangat lambat, keterbatasan bahasa,


(32)

14

kurang mampu mengkoordinasikan gerakan tubuh, gerakan kaku dan tidak dapat berkonsentrasi atau cepat bosan masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan pada bidang keterampilan mengurus diri sendiri yang bersifat rutinitas.

B. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

1. Pengertian Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

Kemampuan merupakan sesuatu kesanggupan, kecakapan atau kekuatan untuk melakukan sesuatu. Charies E Jhonsons (Cece Wijaya, 1991: 56) mengemukakan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sesuai pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan merupakan keterampilan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan sesuatu, dalam hal ini seseorang hendaknya mempunyai pemahaman tentang apa yang akan di selesaikan.

Pemahaman adalah menguasai sesuatu dengan pikiran, oleh karena itu dalam belajar harus mengerti secara mental dan filosofi, maksudnya dapat mengimplementasikan dalam suatu aplikasi pembelajaran sehingga dapat menyebabkan siswa dalam memahami sesuatu situasi (Sardiman, 2001: 41). Pemahaman dapat dibedakan menjadi 3 kategori menurut Nana Sujana (2006: 24) yaitu: a) terjemahan, b) interprestasi, c) ekstrapolasi. Terjemahan yaitu mengungkap simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa merubah makna.


(33)

15

Contoh simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar. Interprestasi adalah menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol baik dalam simbol verbal maupun non- verbal. Ekstrapolasi yaitu melihat kecenderungan arah kelanjutan dari suatu temuan.

Syaiful Sagala (2010: 71) mengungkapkan bahwa konsep adalah buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan suatu pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum dan teori. Rosser (Syaiful Sagala, 2010: 73) mengemukakan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Konsep pembelajaran yang akan dilakukan dalam penelitian ini ialah warna dasar.

Warna merupakan suatu unsur visual yang sangat penting tetapi dalam penggunaannya perlu kehati-hatian. Hal ini dikarenakan bahwa warna digunakan untuk memberikan kesan pemisah atau penekanan untuk membangun suatu keterpaduan (Azhar Arsyad, 2006: 112-113). Warna dasar merupakan warna primer. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Hidayat (Dwi Oktasesa,dkk, 2013: 599) bahwa warna dasar merupakan warna murni yang belum tercampur dengan warna lain. Warna primer mencakup warna merah, kuning dan biru.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan memahami konsep warna dasar ialah kesanggupan yang


(34)

16

dimiliki oleh anak dalam mengenal, membedakan, menyebutkan dan mengklasifikasikan warna dasar serta dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Warna dasar yang di maksud ialah mencakup warna merah, kuning dan biru. Akan tetapi kemampuan-kemampuan yang diperlukan itu dapat diperoleh melalui proses yang panjang. Sebelum sampai pada tingkat mampu memahami konsep warna, siswa hendaknya harus memulai tingkat awal, tingkat permulaan, mulai dari mengenal warna dasar. Pernyataan tersebut selaras dengan pendapat Slamet Suyono (2005: 193-194) bahwa kegiatan mengenal warna dimulai dari mengenal, membedakan, menyebutkan dan mengklasifikasikan berbagai warna benda serta warna pola.

2. Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Anak Tunagrahita

Kategori Sedang

Kemampuan merupakan keterampilan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan sesuatu, dalam hal ini seseorang hendaknya mempunyai pemahaman tentang apa yang akan di selesaikan. Namun, kemampuan yang dimiliki seseorang itu berbeda-beda, seperti halnya kemampuan anak tunagrahita kategori sedang. Kemampuan anak tunagrahita kategori sedang termasuk kelompok hambatan mental yang kemampuan intelektual dan adaptasi perilaku di bawah hambatan mental ringan. Kemampuan anak tuagrahita kategori sedang masih mampu untuk dioptimalkan, diantaranya ialah kemampuan dalam bidang mengurus diri, dan dalam bidang keterampilan akademis yang sederhana


(35)

17 (Mumpuniarti, 2007: 25).

Uraian di atas dapat diketahui bahwa kemampuan anak tunagrahita kategori sedang dalam bidang keterampilan akademis sederhana perlu dioptimalkan, salah satunya ialah kemampuan dalam memahami konsep warna dasar. Kemampuan memahami warna dasar perlu di berikan kepada anak tunagrahita kategori sedang. Hal itu dikarenakan kemampuan memahami konsep warna dasar dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang dapat diperoleh dari hasil belajar konsep warna dasar. Proses belajar memahami konsep warna dasar dapat dilakukan dengan cara mengenal, membedakan, menyebutkan, dan mengklasifikasikan warna dasar sesuai yang di instruksikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa taksonomi hasil belajar yang diharapkan dari proses belajar adalah hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotor (Benjamin Bloom dalam Santrock, 2009: 425-427). Hasil belajar di bidang kognitif dalam konsep warna dasar diharapkan anak dapat memahami dan mengingat warna dasar. Hasil belajar di bidang afektif yang diharapkan ialah anak dapat membedakan warna dasar dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan hasil belajar di bidang psikomotor ialah anak dapat menunjukkan warna dasar dengan benar.


(36)

18

C. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Salah satu komponen yang paling penting dalam proses belajar adalah media. Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara

harfiah berarti ‘tengah’, ‘peratara’, atau ‘pengantar’ (Azhar Arsyad, 2006: 3). Selain itu menurut Arif S. Sadiman, dkk. (2005: 7) Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.

Penggunaan media dalam berbagai disiplin ilmu sangat penting. Terdapat beberapa pendapat menurut para ahli mengenai definisi media untuk proses belajar. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pembelajar atau siswa (Zainal Aqib, 2014: 50).

Cecep Kustandi & Bambng Sutjipto (2013: 8-9) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah sarana untuk meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar. Mengingat banyaknya bentuk-bentuk media tersebut, maka guru harus dapat memilikinya dengan ceramah, sehingga dapat digunakan dengan tepat. Selain itu, Yudi Munadi (2013: 7-8) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehinggga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimaannya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan


(37)

19 efektif.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa media untuk proses belajar merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehigga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, mempunyai tujuan dan terkendali.

2. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Ciri-ciri media pembelajaran dapat dilihat berdasarkan kemampuannya dalam membangkitkan rangsang pada indra pengihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Ciri-ciri umum media pembelajaran secara singkat menurut Yosfan Azwandi (2007: 90-91) adalah sebagai berikut:

a. Media pendidikan dikenal sebagai hardware atau perangkat keras.

b. Media pendidikan dikenal sebagai software atau perangkat lunak.

c. Media pendidikan ditekankan pada media visual dan media audio. d. Media pendidikan sebagai alat bantu pada proses pembelajaran. e. Media pendidikan digunakan untuk melakukan komunikasi dan

intraksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

f. Media pendidikan dapat digunakan bersama-sama maupun perorangan.

g. Media pendidikan dapat diterapkan dalam bentuk sikap, perbuatan, organisasi, strategi maupun manajemen.


(38)

20

Selain itu, Gerlach & Ely (Azhar Arsyad, 2006: 12-14) mengemukakan ciri-ciri media pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Ciri fiksatif (Fixative Property), merupakan alat yang dapat

menggambarkan kemampuan media dalam merekam, menyimpan, melestarikan dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek.

b. Ciri manipulatif (Manipulative Property), merupakan kemampuan

media dalam mentransformasi suatu kejadian atau objek untuk mengatasi ruang dan waktu.

c. Ciri distributif (Distributive Property), merupakan suatu

kemampuan yang digunakan untuk memungkinkan objek atau kejadian untuk ditransportasikan melalui ruang bahkan secara bersama kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah siswa dengan stimulasi pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui ciri-ciri media yang digunakan untuk proses belajar yaitu bahwa media yang digunakan dalam proses belajar dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca indra. Sehingga pembuatan media perlu dilakukan dengan semenarik mungkin pada warna dan bentuknya, disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan dan tidak terlepas dari kemampuan guru dalam menggunakan media.

3. Fungsi Media Pembelajaran

Media sangat berfungsi dalam proses belajar. Hal itu dikarenakan media merupakan komponen yang sangat penting dalam melakukan


(39)

21

proses belajar karena media merupakan sarana yang digunakan untuk meningkatkan proses kegiatan belajar mengajar (Cecep Kustandi & Bambang Sutjipto, 2013: 8). Menurut Yusfan Azwandi (2007: 95-96) mengemukakan bahwa fungsi media pembelajaran ialah sebagai berikut: a. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga akan memperlancar dan meningkatkan hasil belajar.

b. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa, sehingga akan menimbulkan motivasi belajar dan intraksi secara langsung.

c. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang dan waktu,

d. Media yang digunakan dalam proses belajar dapat memberikan kesan secara langsung sehingga siswa memperoleh pengalaman tentang peristiwa dilingkungan.

Berdasarkan fungsi media yang dikemukakan dapat diketahui bahwa media yang digunakan dalam proses belajar dapat berfungsi sebagai perantara untuk menyimpulkan apa yang akan dipelajari selain itu siswa akan lebih mudah paham, karena siswa akan mempraktekkan secara langsung. Adanya fungi media yang digunakan tersebut dapat diketahui manfaat media dalam proses belajar. Manfaat media pembelajaran menurut Zainal Aqib (2013: 51) diantaranya ialah


(40)

22

b. Proses belajar dilakukan lebih jelas dan menarik, c. Proses belajar lebih melakukan intraksi,

d. Penggunaan waktu dan tenaga lebih efisien, e. Kualitas hasil belajar lebih meningkat,

f. Belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja,

g. Proses belajar dan materi belajar dapat menumbuhkan sikap positif, h. Peran guru dapat ditingkatkan ke arah positif dan produktif.

Uraian di atas dapat diketahui bahwa media yang digunakan dalam proses belajar berpengaruh besar terhadap kesuksesan hasil belajar. Akan tetapi, penggunaan media dalam proses belajar hendaknya guru memperhatikan beberapa hal, diantaranya: (a) guru harus mengetahui tujuan belajar yang akan dicapai, (b) mengetahui isi materi belajar, (c) guru juga harus mengetahui strategi yang akan dilakukan dalam proses belajar, (d) karakteristik siswa yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan siswa dan (e) guru hendaknya mempersiapkan media yang digunakan dalam proses belajar sesuai dengan jumlah siswa dan kebutuhan siswa. Sehingga dengan beberapa hal tersebut dapat membuat siswa lebih paham tentang apa yang disampaikan guru dan proses belajar dapat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

4. Klasifikasi Media Pembelajaran

Media yang digunakan dalam proses belajar dapat diklasifikasikan dengan beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Hujair AH Sanaky (2013: 44-45) bahwa media pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai


(41)

23 berikut:

a. Bahan yang mengutamakan kegiatan membaca (misalnya: menggunakan simbol-simbol kata dan bahan cetakan serta bacaan). b. Alat-alat audio-visual, alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini

yaitu: media proyeksi (misalnya: overhed projector, slide, film dan LCD) , media non-proyeksi (misalnya: papan tulis, poster, papan tempel, kartun, papan planel, komik, bagan, dan lain-lain) dan benda tiga dimensi (misalnya: benda tiruan, diorama, boneka, topeng, peta, globe, dan lain-lain).

c. Media yang menggunakan teknik atau masinal (misalnya: slide, film strif, film rekaman, radio, televisi, vidio, VCD, komputer, internet, dan lain-lain).

d. Kumpulan benda-benda (material collections) (misalnya:

peninggalan sejarah, dokumentasi, jenis kehidupan, kebudayaan, agama, perdagangan, dan lain-lain).

e. Contoh kelakuan dan perilaku pengajaran (misalnya: dalam proses belajar mengajar memberikan contoh perilaku atau suatu perbuatan) sehingga diketahui bahwa media yang termasuk ini tergantung dengan inisiatif, rekayasa dan kreasi pengajar.

Media yang digunakan dalam proses belajar menurut Briggs (Arif S. Sadiman, dkk, 2006: 23) diklasifikasikan menjadi 13 macam media, yaitu: objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai,


(42)

24

film bingkai, film, televisi, dan gambar. Hal itu selaras dengan pendapat Gagne (Arif S. Sadiman, dkk, 2006: 23) bahwa media yang digunakan dalam proses belajar dikelompokkan menjadi 7 macam, yaitu: benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar film, film bersuara, dan mesin belajar.

Berdasarkan pernyataan di atas peneliti memilih menggunakan jenis media tiga dimensi dengan kelompok media benda asli. Benda asli di pilih oleh peneliti karena termasuk dalam media benda nyata yang nantinya dalam proses belajar digunakan guru untuk memberi materi secara langsung sehingga siswa dapat memperoleh info mengenai materi secara nyata.

5. Kriteria Media Pembelajaran

Setiap jenis media pembelajaran mempunyai karakteristik atau ciri-ciri tertentu dan masing-masingnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media untuk proses belajar, seperti yang dikemukakan oleh Rayandra Aayhar (2012: 81-82) bahwa kriteria media pembelajaran yang baik perlu diperhatikan dalam proses pemilihan media yaitu sebagai berikut:

a. Jelas dan rapi b. Bersih dan menarik c. Cocok dengan sasaran

d. Relevan dengan topik yang diajarkan e. Sesuai dengan tujuan pembelajaran f. Praktis luwes dan tahan

g. Berkualitas baik


(43)

25

Pendapat tersebut selaras dengan pernyataan Sujana & Rivai (Yusfan Aswadi, 2007: 105-106) bahwa dalam memilih media untuk pembelajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagi berikut: (a) ketepatan dengan tujuan belajar, (b) mendukung isi bahan ajar, (c) kemudahan memperoleh media, (d) guru trampil dalam menggunakannya, (e) waktu untuk menggunakan tersedia.

Kriteria pemilihan media di atas, akan memudahkan guru untuk memilih media yang akan digunakan agar media tersebut dapat membantu guru untuk mempermudah tugas-tugasnya sebagai pengajar. Pemilihan media yang digunakan dalam proses belajar diharapkan tidak mempersulit guru dalam penyampaian materi melainkan dengan media tersebut diharapkan dapat mempermudah guru untuk menyampaikan materi dan materi tersebut dapat mudah ditrima oleh siswa. Oleh sebab itu media pembelajaran digunakan sebagai pelengkap agar dapat mempertinggi kualitas belajar dan mengajar.

D. Pembelajaran dengan Media Bola Warna

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik pada suatu lingkungan belajar. Wina Sanjaya (2006: 89) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses berfikir bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi dibentuk oleh individu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya atas dasar asumsi itulah


(44)

26

pembelajaran berfikir memandang bahwa mengajar bukanlah memindah pengetahuan dari guru kepada siswa melainkan suatu aktivitas yang dilakukan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.. Ditambah pendapat Daryanto (2003: 23) bahwa pembelajaran adalah proses cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu perlakuan yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Sehingga dapat diketahui bahwa Tujuan pembelajaran merupakan aspek penting dalam merencanakan pembelajaran yang memuat suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan (Hamzah B. Uno, 2008: 34).

2. Pengertian Media Bola Warna

Media bola warna merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah proses belajar. Bola adalah suatu mainan yang cukup representatif untuk memuaskan keinginan untuk bereksplorasi (Maimunah Hasan, 2013: 106).

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa bola adalah mainan yang terbuat dari karet, berbentuk bulat dan cukup merespresentatif untuk memuaskan keinginan anak untuk bereksplorasi. Sesuai pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa media bola warna merupakan suatu alat yang dapat digunakan dalam proses belajar konsep


(45)

27

warna dasar, alat tersebut berbentuk bulat dan warna-warni serta dapat digunakan dengan cara bermain.

3. Karakteristik Media Bola Warna

Bola warna sebagai media yang digunakan dalam proses belajar konsep warna dasar termasuk dalam kelompok media nyata atau asli. Hal tersebut dikarenakan bola merupakan benda yang berbentuk bulat, mempunyai ukuran besar dan kecil, mempunyai berat serta warna. Sesuai pernyataan tersebut media bola warna dapat dikatakan sebagai media benda asli atau media benda nyata. Selaras dengan pendapat Hujair AH Sanaky (2013: 127-128) bahwa media benda asli merupakan benda dalam keadaan sebenarnya dan seutuhnya yang bersifat asli, mempunyai ukuran besar dan kecil, berat, warna, serta ada kala disertai dengan gerak dan bunyi.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa media bola warna memiliki karakteristik tertentu yaitu media bola berbentuk bulat, mempunyai ukuran besar dan kecil, berat warna dan dapat digunakan secara bermain. Maka dapat diketahui kelebihan menggunakan media bola warna. Kelebihan media bola warna menurut Nurul Khotimah (2013: 3) diantaranya adalah (a) mudah didapat, (b) harganya terjangkau, (c) tidak membahayakan bagi peserta didik, (d) mudah digunakan, (e) sebagian besar peserta didik sudah mengenal bola warna.

Selain pendapat di atas juga dapat diketahui bahwa dengan menggunakan media bola berwarna anak dapat melakukan proses belajar


(46)

28

konsep warna dasar dengan teknik permainan yang membuat anak tidak merasa jenuh. Akan tetapi dengan adanya kelebihan tersebut juga dapat ditarik kesimpulan mengenai kekurangan dari media bola warna yaitu media bola warna sulit untuk mengontrol hasil belajar karena konflik-konflik yang mungkin terjadi dengan pekerjaan atau lingkungan kelas dan dapat menimbulkan bahaya orang lain dalam lingkungan kelas.

4. Pengertian Pembelajaran dengan Media Bola Warna

Pembelajaran merupakan suatu proses perlakuan yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Akan tetapi, pembelajaran memerlukan suatu alat atau sarana untuk menyampaikan dan menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar. Dalam hal ini, alat atau sarana yang digunakan dalam pembelajaran ialah media bola warna. Sehingga pembelajaran dengan media bola warna merupakan suatu proses perlakuan yang dilakukan guru terhadap peserta didik menggunakan alat berupa media bola warna.

Media bola warna yang digunakan dalam pembelajaran memiliki berbagai tujuan diantaranya untuk mengenal lambang bilangan dan memahami konsep warna. Adapun langkah-langkah penggunaan media bola warna menurut Dwi Sunar Prasetyo (2008: 74) antara lain anak diminta untuk memindahkan bola dengan warna tertentu dari kotak asal ke kotak lain yang masih kosong. Masing-masing kotak kosong diberi warna berbeda untuk memudahkan anak mengingat warna sesuai yang di instruksikan .


(47)

29

Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah penggunaan media bola warna dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Guru menyiapkan media bola warna yang akan digunakan (30 bola yang terdiri dari 10 bola warna merah, 10 bola warna kuning, dan 10 bola warna biru)

b. Guru menjelaskan dan mendemonstrasikan cara menggunakan media bola warna

c. Siswa mengambil 1 buah bola warna merah dari kotak asal kemudian memindahkan pada tempat yang sudah disediakan

d. Siswa mengambil 1 buah bola warna kuning dari kota asal kemudian memindahkan pada tempat yang sudah disediakan

e. Dilakukan terus menerus sampai 30 bola dengan 3 warna yang berbeda dapat masuk pada tempat yang sudah disediakan.

5. Alasan Pembelajaran dengan Media Bola Warna

Pemilihan media pembelajaran sangat perlu kehati-hatian karena media yang digunakan dalam proses belajar dipilih disesuaikan dengan materi konsep warna dasar dan karakteristik siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2010: 4-5) dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran c. Kemudahan memperoleh media

d. Keterampilan guru dalam menggunakannya e. Tersedia waktu untuk menggunakannya f. Sesuai dengan taraf berpikir anak

Berdasarkan pendapat di atas tentang alasan pemilihan media pembelajaran, maka penulis memiliki alasan menggunakan media bola warna pembelajaran konsep warna dasar, yaitu: (a) ketepatannya dengan


(48)

30

tujuan belajar, (b) dukungan terhadap isi materi belajar, (c) sesuai dengan taraf berfikir anak, (d) kemudahan memperoleh media, (e) ketrampilan guru dalam menggunakannya.

Selain kelima alsan penggunaan media bola warna di atas, juga dapat diketahui tujuan pembelajaran dengan media bola warna dalam memahami konsep warna dasar yaitu memberikan kesempatan bagi anak tunagrahita kategori sedang untuk belajar sambil bermain sehingga anak dapat memuaskan keinginannya untuk bereksplorasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Maimunah Hasan (2013: 106) bahwa bola adalah suatu mainan yang cukup representatif untuk memuaskan keinginan untuk bereksplorasi.

E. Keefektifan

1. Pengertian keefektifan

Keefektifan berasal dari kata dasar efektif. Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2006: 130) mengemukakan bahwa “ Keefektifan berkenaan dengan hasil yang dicapai”. Efektivitas menurut Hidayat (Holy Sumarina, GP , 2013: 199) adalah “suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai”. Selain itu dapat diketahui bahwa efektivitas adalah suatu hasil yang didapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan oprasional (E. Mulyasa dalam Mishadin, 2012: 7).


(49)

31

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa keefektifan merupakan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Hal itu selaras dengan pendapat Hantono (2010: 13) bahwa keefektifan akan menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu tujuan.

2. Keefektifan Pembelajaran dengan Media Bola Warna

Keefektifan pembelajaran dengan media bola warna merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dengan media bola warna dapat dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan setelah pembelajaran. Selain itu setelah pembelajaran siswa memperoleh hasil pembelajaran yang lebih baik dan menyenangka. Akan tetapi dalam penentuan kriteria keefektifan perlu memperhatikan tiga kelas variabel. Ketiga variabel tersebut adalah variabel konteks yang mencakup seluruh karakteristik konteks aktivitas belajar, variabel proses yang mengacu pada apa yang sebenarnya berlangsung di dalam kelas, dan variabel produk yang mengacu pada semua hasil pendidikan yang diinginkan (Kyriacou, 2011: 16-17).

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa media bola warna dikatakan efektif jika mampu mencapai tujuan instruksional khusus yang dirumuskan. Dengan demikian efektifitas suatu media bola warna bergantung pada kriteria yang telah dirumuskan sebelumnya.


(50)

32

Penentuan kriteria ini dapat disesuaikan dengan proses belajar ataupun hasil yang diharapkan.

Kriteria keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada hasil tes kemampuan memahami konsep warna dasar setelah mendapatkan perlakuan. Hasil tes tersebut dapat dilihat dari hasil pre-tes dan post-tes.

Jika hasil post-test presentase keberhasilan siswa dalam kemampuan

memahami konsep warna dasar lebih banyak (baik) dibandingkan hasil

pre-tes maka media tersebut dapat dikatakan efektif.

F. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian mengenai warna dasar dan media bola warna sudah dilakukan oleh mahasiswa maupun dosen secara relevan. Penilitian yang dilakukan oleh Dwi Oktasesa, dkk (2013) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Mengenal Warna Dasar Bagi Anak Tunagrahita Ringan X Melalui Permainan Kolase di SLB Perwari Padang”. Dalam hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengenal warna dasar pada anak tunagrahita. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan ialah terdapat pada media yang akan digunakan. Media dalam penelitian tersebut menggunakan permainan kolase sedangkan media yang digunakan dalam penelitian ini ialah bola warna.

Peneliti lain Nurul Khotimah (2013) yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan melalui Media Bola Berwarna Pada Kelompok A TK Kartika IV-53 Desa Kudubanjar


(51)

33

Kecamatan Kudu Jombang”. Dalam hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa media bola berwarna dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan pada kelompok A TK Kartika IV-53 Kudu Jombang.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, telah nampak jelas bahwa belajar konsep warna dasar perlu diberikan kepada anak tunagrahita dan media bola berwarna dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan, maka peneliti di sini bermaksud menerapkan media bola warna untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui perbedaan penelitian Nurul Khotimah dengan penelitian ini. Perbedaan tersebut terdapat pada jenis penelitian. Jenis penelitian pada penelitian Nurul Khotimah ialah penelitian tindakan kelas, yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan, sedangkan penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan disain Single Subject Research (SSR), yang digunakan untuk menguji keefektifan media bola

warna dalam meningkatkan kemampuan memahami konsep warna dasar.

G. Kerangka Pikir

Anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang kemampuan belajar dan adaptasi sosial berada di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran akademik oleh karena itu proses belajar dilakukan


(52)

34

dengan memberikan keterampilan- keterampilan sederhana yang mengacu pada kehidupan sehari-hari.

Anak tunagrahita kategori sedang hendaknya memperoleh pelajaran yang dapat bermanfaat dalam kemandiriannya dan kehidupan sehari-hari. Salah satu pelajaran yang dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari ialah memahami konsep warna dasar. Kemampuan memahami konsep warna dasar nantinya akan bermanfaat dalam kehidupan karena dalam kehidupan sehari-hari banyak dikelilingi benda-benda yang berwarna. Hal inilah yang menyebabkan perlunya memahami konsep warna dasar yang diajarkan di sekolah.

Proses belajar konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB sangatlah penting sebab belajar konsep warna dasar dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran warna dasar tersebut terdapat dalam Badan Standar Nasional Pendidikan(BNSP) pada pelajaran IPS kelas II SDLB semester 1. Sehingga dengan melakukan proses belajar konsep warna dasar di kelas III SDLB diperkirakan anak tunagrahita kategori sedang mampu memenuhi standar kompetensi dasar tersebut. Namun, untuk ketercapaiannya perlu adanya media pendukung dalam proses belajar kemampuan memahami konsep warna dasar.

Melihat permasalahan di atas, peneliti memilih menggunakan media yang dapat digunakan dengan teknik bermain. Media tersebut ialah media bola warna yang digunakan peneliti untuk meningkatkan kemampuan anak tunagrahita kategori sedang dalam memahami konsep warna dasar. Media


(53)

35

bola warna merupakan benda yang berbentuk bulat, mempunyai ukuran besar dan kecil, mempunyai berat serta warna. Sesuai pernyataan tersebut media bola warna dapat dikatakan sebagai media benda asli atau media benda nyata. Meskipun dalam proses belajar di sekolah sudah menggunakan media bola warna, namun bola warna yang digunakan guru terbatas dan kurang bervariatif. Melihat permasalahan tersebut peneliti memilih menggunakan bola warna dengan jumlah 30 bola yang terdiri dari 10 bola warna merah, 10 bola warna kuning, dan 10 bola warna biru. Bola warna tersebut terbuat dari plastik dengan tekstur halus.

Kerangka berfikir di atas dapat disimpulkan diagram kerangka berfikir sebagai berikut:

Bagan 1. Kerangka Pikir Penelitian

Kemampuan memahami konsep warna dasar rendah

Kemampuan anak tunagrahita kategori sedang dalam memahami konsep warna dasar meninggkat.

Anak tunagrahita kategori sedang

Media bola warna dengan jumlah 30 bola yang terdiri dari 10 bola warna merah, 10 bola warna kuning, dan 10 bola warna biru.


(54)

36

H. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu : “Media bola warna efektif terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta”.


(55)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian sangat diperlukan dalam suatu kegiatan penelitian, hal itu dikarenakan untuk memperoleh suatu gambaran tentang pemecahan masalah yang sedang diteliti agar mencapai tujuan yang diharapkan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen yang bertujuan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan melihat hasil atau akibat dari suatu perlakuan atau treatmen dalam penerapan media bola warna terhadap

kemampuan memahami konsep warna dasar anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta.

Sugiyono (2007: 107) metode penelitian eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Dalam penelitian ini menggunakan kuasi eksprimen karena akan meneliti keefektifan media bola warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta. Dalam penelitian ini memilih menggunakan pendekatan penelitian Single Subject Research (SSR).

Single Subject Research (SSR) berarti penelitian dengan subyek

tunggal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nana Syaodih (2006: 209) bahwa subyek yang bersifat tunggal atau partisipan yang digunakan dalam


(56)

38

penelitian bisa satu orang, dua orang atau lebih. Pendapat tersebut diperkuat oleh Juang Sunanto (2012: 3) bahwa, “desain subjek tunggal merupakan desain penelitian ekasperimen yang dapat dilakukan pada subjek yang jumlahnya relatif kecil atau bahkan hanya satu orang”. Penelitian ini akan melihat ada atau tidaknya pengaruh dari media bola warna yang diberikan secara berulang-ulang tarhadap subjek penelitian.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian subjek tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pengulangan (reversal) yang berupa A-B-A. Desain ini

menunjukkan suatu hubungan sebab akibat yang lebih kuat diantara variabel terikat dengan variabel bebas (Juang Sunanto, dkk, 2006: 44). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan (A1)-(B)-(A2) yang artinya desain (A1)-(B)-(A2) memberikan suatu hubungan sebab akibat yang lebih kuat diantara variabel terikat dengan variabel bebas. Di mana A1 (Besline 1)

adalah kondisi sebelum diberikan perlakuan, B (Intervensi) adalah kondisi saat diberikan perlakuan, A2 (Besline 2) adalah kondisi setelah diberikan

intervensi atau perlakuan.

Akan tetapi untuk mendapatkan validitas penelitian yang baik, peneliti perlu melakukan langkah-langkah sebelum menggunakan desain A-B-A’ Adapun langkah-langkah tersebut menurut Juang

a. Mendefinisikan peilaku sasaran (target behavior) dalam perilaku

yang dapat diamati dan diukur secara akurat,

b. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi baseline (A1) secara kontinu sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai


(57)

39

kecenderungan arah dan level data menjadi stabil,

c. Memberikan intervensi setelah kecenderungan data pada kondisi baseline stabil,

d. Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi intervensi (B) dengan periode waktu tertentu sampai data menjadi stabil,

e. Setelah kecenderungan arah dan level data pada kondisi intervensi (B) stabil mengulang kondisi baseline (A2).

Adapun gambaran desain penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian Single Subject Research (SSR) pada penelitian ini, yakni:

Bagan 2. Desain A-B-A yang digunakan dalam penelitian Keterangan bagan 1:

O : simbul aktivitas pengukuran

X : simbol pelaksanaan perlakuan atau intervensi Garis dasar (A

1

) : periode melakukan pengukuran kondisi subjek tanpa perlakuan atau intervensi.

Garis dasar (B) : periode diberikannya perlakuan atau intervensi dan disertai dengan kegiatan pengukuran kemampuan pemahaman konsep warna.

Garis dasar (A ) : periode dilakukannya pengukuran perilaku atau

keadaan subjek penelitian tanpa disertai dengan pemberian

2

Garis dasar Perlakuan Garis X X X X X XX

O O O O O O O O O O O O O Sensi (Waktu)


(58)

40

perlakuan seperti pada periode A . Periode ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kondisisubjek saat diberikan perlakuan.

Adapun perincian pelaksanaan penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian subyek tunggal dengan desain penelitian (A1)-(B)-(A2), yaitu:

1. A1 (Baseline-1)

Baseline-1 dalam penelitian ini diadakan tes kemampuan

memahami konsep warna dasar sebelum pemberian perlakuan dengan kegiatan permainan menggunakan media bola warna yang dilakukan sebanyak tiga kali. Tes kemampuan memahami konsep warna dasar yang digunakan adalah tes perbuatan, dimana dalam tes ini terdapat kegiatan mengenal, menyebutkan, dan mengklasifikasi yang bertujuan untuk mengukur kemampuan awal memahami konsep warna dasar siswa. Pengukuran ini dilakukan dengan cara memberikan subyek beberapa soal tes perbuatan yang mencakup mengenal, menyebutkan dan mengidentifikasi. Tes ini dilakukan dengan guru kelas dikarenakan peneliti ingin mengetahui kemampuan awal memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB baik hasil tes maupun dari pendapat guru kelas.

2. B (Intervensi)

Setelah dilakukan pengukuran sebelum perlakuan (baseline-1),

peneliti melanjutkan dengan memberikan perlakuan atau intervensi


(59)

41

kepada subjek. Peneliti melakukan tindakan (intervensi) yang terbagi dalam 7 pertemuan, di mana setiap pertemuan pada pelaksanaan intervensi adalah selama 60 menit. Hal itu bertujuan agar anak tunagrahita kategori sedang dapat menyerap informasi yang dilakukan secara berulang-ulang. Adapun langkah-langkah pelaksanaan intervensi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan Awal

1) Peneliti mempersiapkan dan mengkondisikan ruang kelas agar nyaman dan dapat leluasa digunakan untuk bermain. Peneliti memindahkan meja dan kursi ke pinggir kelas agar anak dapat leluasa bermain bola warna.

2) Peneliti mengucapkan salam dan membimbing subyek untuk ber’doa sebelum memulai pelajaran.

3) Peneliti menunjukkan dan menjelaskan cara menggunakan alat-alat yang digunakan untuk bermain bola warna kepada siswa. b. Kegiatan Inti

1) Siswa melakukan pemanasan dengan membuat gerakan pada telapak tangan yaitu dengan membuka dan menutup telapak tangan.

2) Siswa bersama peneliti bersama-sama melakukan kegiatan bermain bola warna yaitu dengan mengenalkan warna pada setiap bola dan menyebutkan warna setiap bola, serta mengklasifikasikan bola sesuai warnanya.


(60)

42

3) Siswa melakukan kembali kegiatan bermain bola warna yang dilakukan dengan intruksi peneliti, namun dalam pelaksanaan siswa melakukannya sendiri tanpa bantuan peneliti.

4) Peneliti melakukan pengamatan perilaku dan mencatat perkembangan anak selama intervensi.

c. Kegiatan Penutup

Setelah kegiatan inti selesai, peneliti melakukan evaluasi pada setiap akhir permainan. Dari perlakuan yang sudah terlaksana, hal apa saja yang perlu diperbaiki dan bagaimana peningkatan kemampuan memahami konsep warna dasar anak.

3. A2 (Baseline-2)

Baseline-2 merupakan kegiatan pengulangan baseline-1 yang

dimaksudkan sebagai evaluasi guna melihat pengaruh pemberian

treatment kegiatan bermain bola warna terhadap kemampuan memahami

konsep warna dasar siswa. Pada baseline-2 ini, tes diberikan kembali

untuk mengukur kemampuan memahami konsep warna dasar subyek setelah diberikannya intervensi. Pengukuran melalui tes tersebut dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam baseline-2 ini peneliti sudah tidak

melakukan perlakuan, peneliti hanya mengamati siswa dan mencatat hasil pekerjaan siswa, sehingga peneliti dapat mengetahui perubahan ataupun perkembangan yang terjadi antara baseline-1 sebelum diberikan


(61)

43

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB N 1 Yogyakarta, sekolah ini beralamat di Jalan Bintaran Tengah Nomor 3 Yogyakarta. Adapun pertimbangan peneliti dalam menentukan lokasi penelitian ini adalah

a. Di SLB N 1 Yogyakarta ini terdapat anak tunagrahita sedang yang mengalami keterbatasan dalam memahami konsep warna dasar.

b. Sebelumnya media bola warna yang digunakan terbatas dan kurang bervariatif dalam aktivitas pembelajaran konsep warna dasar.

Waktu penelitian dilakukan selama kurang lebih 1 bulan (4 minggu) dengan alokasi waktu sebagai berikut:

Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian

D. Setting Penelitian

Setting yang digunakan dalam penelitian ini adalah di dalam ruang

kelas yang digunakan untuk belajar anak tunagrahita kategori sedang kelas III C1 di SLB N 1 Yogyakarta. Setting di dalam kelas ini digunakan untuk

memperoleh data tentang keefektifan pembelajaran dengan media bola warna terhadap kemampuan memahami warna dasar pada anak tunagrahita kategori

Waktu Penelitian

Bulan Penelitian

Kegiatan Penelitian

Minggu II Maret Melaksanakan observasi kemampuan memahami konsep warna dasar (Baseline-1)

Minggu III Maret Melaksanakan tretmen/ intervensi/ perlakuan dan pengukuran perlakuan

Minggu IV Maret Melaksanakan tretmen/ intervensi/ perlakuan dan pengukuran perlakuan

Minggu V Maret - April

Melakukan observasi kemampuan memahami konsep warna dasar setelah perlakuan (Baseline-2)


(62)

44

sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta. Alasan pelaksanaan menggunakan media bola di ruang kelas karena dalam pelaksanaan menggunakan media bola warna tersebut dapat dilakukan di ruang kelas.

E. Subyek Penelitian

Menurut Suharmini Arikunto (2005: 90) “subyek penelitian merupakan sesuatu yang kedudukannya sangat sentral karena pada subyek penelitian itulah data tentang variabel yang diteliti berada dan diamati oleh peneliti”. Penelitian ini menggunakan teknik dalam menentukan subjek penelitian yaitu secara purposive. Purposive adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011: 96). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengambil satu subyek siswa tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta.

Adapun penetapan subyek penelitian ini didasarkan atas beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan subyek penelitian, diantaranya:

1. Subyek penelitian merupakan siswa tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta.

2. Subyek mengalami kesulitan dalam memahami konsep warna dasar. 3. Subyek memiliki kemampuan dalam menyamakan benda sesuai dengan


(63)

45

F. Variabel Penelitian

Penelitian dengan eksperimen subjek tunggal mengenai keefektifan pembelajaran dengan media bola warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta, terdapat dua variabel penelitian yang akan menjadi objek penelitian dan sumber penelitian. Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2007: 61). Menurut Juang Sunanto (2006: 12) fungsi hubungan variabel dalam penelitian eksperimen sekurang-kurangnya dibedakan menjadi variabel bebas dan terikat. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan nama intervensi atau perlakuan) yakni: pembelajaran dengan media bola warna. 2. Variabel terikat (dalam penelitian subjek tunggal dikenal dengan nama

target behavior atau perilaku sasaran) yakni: kemampuan memahami

konsep warna dasar.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan sebanyak-banyaknya.Maka dapat diketahui bahwa setiap penelitian perlu adanya suatu cara atau teknik yang digunakan untuk mendapatkan hasil optimal. Teknik


(64)

46

pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti disesuaikan dengan tujuan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 220) mengemukakan bahwa observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipan, dimana peneliti melakukan pengamatan langsung di lapangan dan terlibat dalam kegiatan subyek yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Observasi dilakukan untuk mengetahui perilaku atau sikap siswa dalam pembelajaran konsep warna dasar yang menggunakan media bola warna.

2. Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 150) Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan berupa tes perbuatan untuk mengukur kemampuan memahami konsep warna dasar. Hasil tes digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu keefektifan media bola warna selama pelaksanaan intervensi terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar. Adapun tes kemampuan memahami konsep warna dasar tersebut mencakup aspek


(65)

47

mengenal warna, menyebutkan warna dan mengklasifikasi warna.

H. Pengembangan Instrumen

Peneliti dalam melakukan penelitian membutuhkan suatu alat yang dapat membantu dalam pengumpulan data, alat tersebut biasa disebut dengan instrumen penelitian. Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk membantu peneliti dalam memperoleh data penelitian. Selaras dengan pendapat Suharmini Arikunto (2010: 101) bahwa instrumen merupakan alat bantu bagi penelitian di dalam menggunakan metode pengumpulan data. Dengan demikian terdapat kaitan antara metode dengan instrumen pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu lembar pengamatan atau observasi dan tes kemampuan memahami konsep warna dasar. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Instrumen Observasi

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah melakukan pengamatan dan melakukan pengukuran dari hasil pengematan yang telah dilakukan. Sehingga Instrumen observasi ini digunakan agar observasi yang dilakukan oleh peneliti dapat fokus dan terarah sehingga data-data yang diperoleh selama observasi dapat diolah dengan mudah. Pedoman observasi ini dilakukan pada tahap baseline-1 (A1), Intervensi

(B), dan baseline-2 (A2). Panduan kisi-kisi observasi yang digunakan


(66)

48

kemampuan memahami konsep warna dasar dan menggunakan panduan observasi pencatatan frekuensi kesalahan.

Panduan observasi penggunaan media bola warna yang dimaksudkan ialah untuk mengamati perilaku yang ditunjukkan oleh subjek baik dari segi sikap, kemandirian, maupun keamanan subjek dalam pelaksanaan perlakuan. Sedangkan panduan observasi pencatatan kesalahan yang dimaksud ialah peneliti menghitung kesalahan anak ketika tes memahami konsep warna dasar. Kriteria kesalahannya ialah ketika anak melakukan tes kemampuan memahami konsep warna dasar tidak sesuai instruksi. Hal itu dilakukan agar data yang diperoleh tertata dengan sistematis, dan dapat mempermudah dalam pengolahan data.

Adapun kisi-kisi observasi pengaruh media bola warna terhadap kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta dalam tabel dibawah ini:


(67)

49

Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi Penggunaan Media Bola Warna Terhadap Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar Pada Sesi Intervensi

No Aspek yang

diungkap Indikator Jumlah Item

1. Ketertarikan subyek terhadap media bola warna

Antusias dalam penggunaan media bola warna dan keinginan melakukan aktivitas dengan media bola warna

3

2. Keaktifan siswa dalam menggunakan media bola warna

Aktivitas dalam menggunakan media bola warna

12 3. Perhatian siswa

dalam mengikuti proses pembelajaan menggunakan media bola warna

Konsentrasi dalam mengikuti kegiatan belajar menggunakan bola warna

3

2. Instrumen Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

Instrumen tes yang digunakan adalah pedoman tes yang diwujudkan dalam bentuk tes perbuatan. Kisi-kisi yang digunakan dalam instrumen tes performance ini meliputi kegiatan siswa pada saat proses

penggunaan media bola warna yang mencakup tes untuk mengenal warna, menyebutkan warna dan mengklasifikasi warna. Pada penelitian ini, tes yang dilakukan bertujuan untuk mengukur kemampuan memahami konsep warna dasar subyek sebelum dan sesudah diberikan intervensi yang menggunakan media bola warna. Tes kemampuan memahami konsep warna dilakuka pada kondisi baseline-1 (A1),

intervensi (B) ,dan baseline-2 (A2).

Tes yang dilakuakan pada kondisi baseline-1 (A1) untuk

mengetahui kemampuan awal memahami konsep warna dasar subyek. Tes pada kondisi intervensi (B) dilakukan pada akhir proses pelaksanaan


(68)

50

intervensi. Sedangkan tes pada kondisi baseline-2 (A2) untuk

mengetahui perubahan yang terjadi pada kemampuan memahami konsep warna dasar subyek.

Adapun kisi-kisi tes kemampuan memahami konsep warna dasar pada anak tunagrahita kategori sedang kelas III SDLB di SLB N 1 Yogyakarta, dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Tes Kemampuan Memahami Konsep Warna Dasar

No Indikator Sub-Indikator Jumlah

Item 1. Mengenal Warna Menunjukkan warna bola sesuai

intruksi 3

2. Menyebutkan Warna

Menyebutkan warna bola sesuai bola yang di intruksikan

3 3. Mengelompokkan

Warna Mengelompokkan bola warna merah Mengelompokkan bola warna kuning 4 Mengelompokkan bola warna biru

Mengelompokkan bola warna merah dan biru

Kriteria skor: Benar = 1 Salah = 0

I. Uji Validitas Instrumen

Nana Sayaodih Sukmadinata (2006: 208) mengemukakan bahwa validitas instrumen menunjukkan hasil dari suatu pengukuran yang menggambarkan segi atau aspek yang diukur. Validasi instrumen dalam penelitian ini adalah validasi isi.


(1)

182

Subjek sedang melakukan tes mengklasifikasikan warna bola sesuai instruksi


(2)

183

LAMPIRAN 11 SURAT KETERANGAN DAN IZIN PENELITIAN


(3)

(4)

(5)

(6)