PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP GAYA MAGNET MELALUI PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY METHOD SISWA KELAS V SD NEGERI 2 AMPEL BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP GAYA MAGNET

MELALUI PEMBELAJARAN

GUIDED INQUIRY METHOD

SISWA KELAS V SD NEGERI 2 AMPEL BOYOLALI

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh:

HENY SUSILOWATI NIM X7109043

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul “Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet melalui Pembelajaran Guided Inquiry Method Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel Tahun Pelajaran 2010/2011”

Oleh :

Nama : Heny Susilowati NIM : X7109043

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada hari : Tanggal :

Dosen Pembimbing I

Drs. Kartono, M.Pd NIP. 195401021977031001

Persetujuan Pembimbing

Dosen Pembimbing II

Dra.Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd NIP. 196101211986012001


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet melalui Pembelajaran Guided Inquiry Method Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel Tahun Pelajaran 2010/2011”

Oleh :

Nama : Heny Susilowati NIM : X7109043

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Sukarno, M.Pd ___________

Sekretaris : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd ____________ Penguji I : Drs. Kartono, M.Pd ___________

Penguji II : Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd ___________

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidilan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. H. M Furqon Hidayatulah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Heny Susilowati, NIM X7109043. PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP GAYA MAGNET MELALUI PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY METHOD SISWA KELAS V PADA SD NEGERI 2 AMPEL BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2011.

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet melalui pembelajaran guided inquiry method siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2010/2011.Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan model siklus, setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Tempat penelitian dilaksanakan di SD Negeri 2 Ampel dan sebagai subyek penelitian adalah siswa kelas V. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011. Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, lembar observasi dan tes hasil evaluasi belajar. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif interaktif yaitu keterkaitan antara tiga komponen antara lain: pengumpulan data/reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Prosedur penelitian dengan model siklus yang terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa: penerapan pembelajaran melalui guided inquiry method dapat meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel. Hal ini dapat dilihat dari prosentase kenaikan hasil evaluasi belajar (peningkatan penguasaan konsep) siswa kelas V sebanyak 34 anak dari sebelum ada tindakan sampai siklus II. Sebelum ada tindakan siswa yang mendapatkan nilai minimal 60 ada 16 anak atau 47,05% dari 34 anak, pada siklus I siswa yang mendapatkan nilai minimal 60 ada 24 anak atau 70,59% dari 34 anak, pada siklus II siswa yang mendapatkan nilai minimal 60 ada 33 anak atau 91,18% dari 34 anak. Hasil evaluasi belajar penguasaan konsep gaya magnet siswa sebelum tindakan kemudian dilaksanakan siklus I mengalami prosentase kenaikan 23,54%; dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II penguasaan konsep gaya magnet siswa mengalami prosentase kenaikan 20,59%.


(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Heny Susilowati, NIM. X7109043. INCREASING MASTERY of the CONCEPTS of LEARNING STYLE MAGNETS through the GUIDED INQUIRY METHOD STUDENTS CLASS V in SD NEGERI 2 AMPEL BOYOLALI YEARS 2010/2011. Thesis, Surakarta: Faculty of teacher training and educational sciences. Sebelas Maret University of Surakarta, June 2011.

The purpose of this classroom action research is to improve the mastery of the concept of magnetic force through learning guided inquiry method students class V SD Negeri 2 Ampel Subdistrict Ampel Boyolali Years 2010/2011. The form of research is the research action classroom that consists of two cycles, each cycle consists of four stages: planning, implementation, observation and reflection. As the subject of research is the student class V SD Negeri 2 Ampel.

Place of research conducted in SD Negeri 2 Ampel and the study subject were students in gradeV. Time studies conducted in the second semester of the school year 2010/2011. Sources of data used by researchers is the source of primary data and secondary data sources. Data collection techniques in the research is documentation, observation sheet and test results of the evaluation study. Techniques of data analysis using interactive analysis techniques: the link between the three components include: data collection/data reduction, dish, withdrawal of conclude/verification. Research procedures with cycle model consisting of four stage, namely planning, execution, observation and reflection.

This classroom action research results can be inferred that: application of learning through the guided inquiry method can improve student mastery of the concept of magnetic force class V SD Negeri 2 Ampel. This can be seen from the percentage increase in the results of the evaluation study (increased mastery of the concepts) class V students as much as 34 children from prior to any action until the cycle II. Before there was the action of students who get a minimum of 60 there are 16 child or child 47,05% of 34, on cycle I students who get the value of 60 minimum there are 24 children or 70,59% of 34 children, cycle II students who get the value of 60 minimum there are 33 children or 91,18% of the children. The results of the evaluation of the magnetic force concept Mastery Learning students before action then implemented the cycle I experienced the percentage increase in 23,54%. from the cycle I then implemented the cycle II magnetic force concept mastery students experience the percentage increase in 20,59%.


(6)

commit to user

vi

MOTTO

Pelajarilah ilmu dan mengajarlah kamu, rendahkanlah dirimu terhadap guru-gurumu, dan berlakulah lembut terhadap murid-muridmu.

(Terjemahan HR. Tabrani)

Siapapun yang bermaksud menjadi seorang guru bagi manusia, biarlah dia mengawali dengan mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain, dan

mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-kata. (Kahlil Gibran)

Pengetahuan adalah tanda nyata kebangsawananmu, tidak peduli siapa bapakmu atau dari suku mana kau berasal.

(Kahlil Gibran)

Setiap keindahan dan kebesaran di dunia ini diciptakan oleh sebuah pemikiran atau perasaan yang ada dalam diri seseorang.


(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

 Bapak_Ibu dan “Umi”, yang selalu memberikan doa restunya disetiap langkah-langkahku.

 Ayahanda tercinta dan Ananda Alul tersayang yang selalu memberikan semangat baru.

 Rekan-rekan S1 PGSD-Transfer kelas A dan Almamaterku.


(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penelitian

2. Drs. Hadi Mulyono, M.Pd, selaku Ketua Program Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan izin penulisan skripsi.

3. Dra. Endang SM, M.Hum, selaku Pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi.

4. Drs. Kartono, M.Pd, selaku dosen pengampu Pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan dan motivasi.

5. Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd, selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi.

6. Mulyono, S.Pd, selaku Kepala Sekolah Negeri 2 Ampel yang telah memberikan ijin penelitian.

7. Berbagai pihak yang telah membantu, terutama teman-teman penulis yang selalu memberi dukungan.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Surakarta, Juni 2011


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN ABSTRAK ... iv

HALAMAN ABSTRACT ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Tinjauan tentang Penguasaan Konsep Belajar IPA ... 7

a. Hakekat Belajar ... 7

b. Hakekat Penguasaan Konsep Gaya Magnet Siswa ... 9

c. Hakekat Pembelajaran IPA ... 11

d. Belajar dan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 15

e. Tujuan Pembelajaran IPA ... 16


(10)

commit to user

x

g. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA ... 19

h. Tinjauan tentang Konsep ... 19

i. Tiga Tahapan Penguasaan Konsep ... 20

j. Macam-macam Konsep ... 21

k. Prinsip Belajar Konsep... 22

l. Pembelajaran IPA Kelas V Materi Gaya Magnet ... 23

2. Tinjauan tentang Inquiry Method (metode inkuiri) ... 25

a. Teori Inquiry Method (metode inkuiri) ... 25

b. Tujuan Penggunaan Inquiry Method (metode inkuiri) .. 30

c. Macam-macam Inquiry Method (metode inkuiri) ... 31

B. Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Hipotesis Tindakan ... 36

BAB III METODOLOGI TINDAKAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

1. Tempat Penelitian ... 37

2. Waktu Penelitian ... 37

B. Subjek Penelitian ... 38

C. Sumber Data ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

1. Dokumentasi ... 38

2. Observasi ... 39

3. Tes ... 39

E. Validitas Data ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 41

1. Reduksi Data ... 42

2. Penyajian Data ... 42

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ... 42

G. Jadwal Penelitian ... 43


(11)

commit to user

xi

1. Tahap Perencanaan ... 44

2. Tahap Pelaksanaan ... 45

3. Tahap Observasi ... 45

4. Tahap Refleksi ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 55

1. Kondisi Awal (Pra-Tindakan) ... 55

B. Pelaksanaan Tindakan ... 57

1. Siklus I ... 57

2. Siklus II ... 65

C. Pembahasan Hasil Penelitan ... 75

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ... 79

B. Implikasi ... 79

C. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal penelitian ... 43

Tabel 2. Benda-benda yang dapat dan tidak dapat ditarik oleh magnet .. 52

Tabel 3. Frekuensi nilai evaluasi sebelum tindakan ... 55

Tabel 4. Prosentase hasil observasi siswa suklus I ... 62

Tabel 5. Frekuensi nilai IPA siklus I siswa kelas V ... 63

Tabel 6. Prosentase hasil observasi siswa suklus II ... 71

Tabel 7. Frekuensi nilai IPA siklus II siswa kelas V ... 72

Tabel 8. Data perbandingan nilai tes penguasaan konsep gaya magnet sebelum tindakan, siklus I dan siklus II ... 75

Tabel 9. Data peningkatan penguasaan konsep gaya magnet sebelum penelitian, siklus I dan siklus II ... 77


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistematika materi gaya magnet ... .. 24

Gambar 2. Langkah-langkah guided inquiry method ... .. 28

Gambar 3. Pendekatan metode inkuiri ... . 29

Gambar 4. Kerangka berpikir ... . 36

Gambar 5. Model Analisis Interaktif ... .. 42

Gambar 6. Model penelitian Kemmis dan Taggart ... 46

Gambar 7. Grafik histogram frekuensi nilai evaluasi sebelum tindakan ... 56

Gambar 8. Grafik histogram prosentase hasil observasi siswa suklus I .... 62

Gambar 9. Grafik histogram frekuensi nilai IPA siklus I ... 63

Gambar 10.Grafik histogram prosentase hasil observasi siswa siklus II .... 72

Gambar 11.Grafik histogram frekuensi nilai IPA siklus II ... 73

Gambar 12.Data perbandingan nilai tes penguasaan konsep gaya magnet sebelum tindakan, siklus I dan siklus II ... 76

Gambar 13.Grafik data peningkatan penguasaan konsep gaya magnet sebelum penelitian, siklus I dan siklus II ... 77


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus IPA Kelas V Semester 2 ... 85

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 86

Lampiran 3. Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 97

Lampiran 4. Kunci Jawaban Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 98

Lampiran 5. Lembar Kegiatan Siswa 1 pada Siklus I ... 99

Lampiran 6. Lembar Kegiatan Siswa 2 pada Siklus I ... 100

Lampiran 7. Lembar Penilaian Siswa Sebelum Siklus I ... 101

Lampiran 8. Lembar Penilaian Siswa pada Siklus I ... 102

Lampiran 9. Lembar Penilaian Test Proses Pada Siklus I ... 103

Lampiran 10. Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I ... 104

Lampiran 11. Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus I ... 105

Lampiran 12. Gambar Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus I ... 106

Lampiran 13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 107

Lampiran 14. Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .... 116

Lampiran 15. Materi Gaya Magnet Kelas V Semester II ... 118

Lampiran 16. Lembar Kerja Siswa 1 Gaya Magnet pada Siklus II ... 123

Lampiran 17. Lembar Kerja Siswa 2 Gaya Magnet pada Siklus II ... 124

Lampiran 18. Lembar Kerja Siswa 3 Gaya Magnet pada Siklus II ... 125

Lampiran 19. Lembar Kerja Siswa 4 Gaya Magnet pada Siklus II ... 126

Lampiran 20. Lembar Kerja Siswa 5 Gaya Magnet pada Siklus II ... 127

Lampiran 21. Lembar Kerja Siswa 6 Gaya Magnet pada Siklus II ... 128

Lampiran 22. Lembar Kerja Siswa 7 Gaya Magnet pada Siklus II ... 129

Lampiran 23. Lembar Hasil Kerja Siswa Gaya Magnet pada Siklus II ... 130

Lampiran 24. Lembar Penilaian Siswa pada Siklus II ... 131

Lampiran 25. Lembar Penilaian Test Proses Pada Siklus II ... 132

Lampiran 26. Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus II ... 133

Lampiran 27. Lembar Observasi Kegiatan Guru Siklus II ... 134 Lampiran 28. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Sebelum dan Sesudah Siklus 135


(15)

commit to user

xv

Lampiran 29. Gambar Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus II ... 136 Lampiran 30. Perijinan ... 137


(16)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Seperti dicanangkan oleh PBB sebagai berikut :

Selain itu pendidikan juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM baik fisik, mental maupun spiritual. Sejalan dengan konsep pendidikan yang dicanangkan oleh PBB bahwa pendidikan ditegakan oleh 4 pilar, yaitu lern to know, learn to do, learn to live together dan learn to be. Pilar pertama dan kedua lebih diarahkan untuk membentuk sense of having yaitu bagaimana pendidikan dapat mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas di bidang ilmu pengetahuan dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, sehingga mendorong sikap proaktif, kreatif dan inovatif ditengah kehidupan masyarakat. Sementara pilar ketiga dan keempat diarahkan untuk membentuk karakter bangsa atau sense of being, yaitu bagaimana harus terus menerus belajar, dan membentuk karakter yang memiliki integritas dan tanggung jawab serta memiliki komitmen untuk melayani sesama. Sense of being ini penting karena sikap dan perilaku seperti ini akan mendidik siswa untuk belajar saling memberi dan menerima serta belajar untuk menghargai serta menghormati perbedaan atas dasar kesetaraan dan toleransi (Upik, 2005).

Dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menanggapi setiap pembelajaran. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran dikaitkan dengan manfaatnya dalam lingkungan sosial masyarakat. Sikap aktif, kreatif, dan inovatif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan.


(17)

commit to user

Tugas utama guru adalah mengelola proses belajar dan mengajar, sehingga terjadi interaksi aktif antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Interaksi tersebut sudah barang tentu akan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang dirumuskan. Usman (2000: 4) menyatakan bahwa proses belajar dan mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Senada dengan Usman, Suryosubroto (1997: 19) mengatakan bahwa proses belajar dan mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yakni pengajaran.

Mengacu dari kedua pendapat tersebut, maka proses belajar dan mengajar yang aktif ditandai adanya keterlibatan siswa secara komprehensif, baik fisik, mental, maupun emosionalnya. Pelajaran IPA misalnya diperlukan kemampuan guru dalam mengelola proses belajar dan mengajar sehingga keterlibatan siswa dapat optimal, yang pada akhirnya berdampak pada perolehan penguasaan konsep gaya magnet. Hal tersebut, sangat penting karena dalam kehidupan sehari-hari, siswa tidak pernah lepas dengan dunia IPA (Sains), yang dekat dengan aktivitas kehidupan mereka.

Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Senior Secondary Education Project 2006 memperlihatkan bahwa dalam proses belajar dan mengajar, guru berperan dominan dan informasi hanya berjalan satu arahdari guru ke siswa, sehingga siswa sangat pasif. Untuk itu dalam pembelajaran diperlukan metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Dengan demikian pemilihan metode yangtepat dan efektif sangat diperlukan. Sebagaimana pendapat Sudjana (1987: 76), bahwa peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakanproses belajar dan mengajar.

Berdasarkan hasil evaluasi mata pelajaran IPA materi gaya magnet, data yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan untuk menguasai konsep gaya magnet pada siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten


(18)

commit to user

Boyolali masih dibawah KKM yaitu 60. Hal ini dapat dilihat dengan hanya 47,05% siswa yang mendapat nilai 60 atau lebih, dan 52,95% siswa mendapat nilai dibawah 60 (lihat lampiran 7). Kemampuan siswa dalam penguasaan konsep gaya yang masih rendah disebabkan karena guru masih menggunakan metode yang bersifat konvensional. Proses belajar mengajar, guru yang berperan aktif sedangkan siswanya pasif.

Kemampuan penguasaan konsep gaya magnet yang masih rendah akan mengakibatkan siswa kesulitan dalam pembelajaran materi gaya magnet (elektromagnetik) di satuan pendidikan yang lebih tinggi. Guru dianjurkan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, salah satunya pembelajaran dengan menggunakan guided inquiry method (metode inkuiri terbimbing).

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara,untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.

Metode inquiry menurut Roestiyah (2001: 75) merupakan suatu teknik atau cara yang dipergunakan guru untuk mengajar di depan kelas, dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa di bagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Hasil kerja mereka kemudian dibuat laporan yang kemudian dilaporkan.

Menurut Sanjaya (2008: 202) hakekat guided inquiry method sebagai berikut :

Metode inkuiri terbimbing yaitu metode inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Metode inkuiri


(19)

commit to user

terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan metode inkuiri. Dengan metode ini siswa belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada metode ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka kontribusi guided inquiry method dalam pembelajaran adalah peningkatan penguasaan konsep gaya magnet oleh siswa. Untuk membuktikannya perlu dilakukan penelitian yang relevan tentang kemampuan penguasaan konsep gaya magnet pada pembelajaran IPA. Oleh karena itu penelitian ini diberi judul ”Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet melalui Guided Inquiry Method pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2010/2011”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahn sebagai berikut :

1. Guru belum menggunakan metode atau metode pembelajaran dalam menyampaikan materi gaya magnet .

2. Rendahnya kemampuan siswa dalam penguasaan konsep gaya magnet dalam pembelajaran IPA.

3. Anggapan siswa, bahwa mata pelajaran IPA sulit dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain.

C. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini tidak diteliti secara keseluruhan mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu. Penelitian ini dibatasi pada :

1. Peningkatan penguasaan konsep gaya magnet pada pembelajaran IPA.

2. Penggunaan guided inquiry method (metode inkuiri terbimbing) dalam pembelajaran IPA.


(20)

commit to user

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah penggunaan guided inquiry method (metode inkuiri terbimbing) dapat meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet pada siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2010/2011?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : Meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet melalui guided inquiry method (metode inkuiri terbimbing) pada siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2010/2011.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.

b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa

1) Memberikan kontribusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan konsep-konsep materi IPA khususnya materi gaya magnet sehingga penguasaan konsep gaya magnetnya dapat meningkat.

2) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan karena pembelajaran dilakukan secara sintaks/tahap per tahap.


(21)

commit to user

b. Bagi guru

1) Sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPA, khususnya materi gaya magnet.

2) Meningkatkan kualitas belajar mengajar dengan penerapan model dan metodologi yang bersifat variatif dan bukan lagi secara klasikal yang sifatnya konvensional.

3) Memberikan kepuasan kepada guru karena pembelajaran dapat semangat dan memperoleh hasil sesuai yang di harapkan.

c. Bagi Sekolah

1) Merupakan asset yang dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kemajuan serta kualitas pendidikan di sekolah yang bersangkutan

2) Dengan meningkatnya penguasaan konsep gaya magnet siswa serta kualitas pendidikan di sekolah, maka akan meningkatkan citra sekolah di mata masyarakat.


(22)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan tentang Penguasaan Konsep Belajar IPA a. Hakekat Belajar

Belajar dapat dipandang suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan dari hasil pengalaman, di mana guru terutama melihat siswa dalam bentuk terakhir dari bebagai pengalaman interaksi belajar mengajar. Dari situ terlihat sifat-sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang dimilikinya. Seorang siswa dinyatakan telah belajar apabila telah terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa. Perubahan tingkah laku itu antara lain tentang :

1) Penguasaan pengetahuan baru (kognitif) 2) Penguasaan keterampilan baru (psikomotor) 3) Pengembangan sikap dan minat baru (afektif)

Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali, baik dilihat dari jenis maupun sifatnya. Karena itu tidak semua perubahan dalam diri seseorang itu merupakan perubahan dalam arti belajar.

Menurut Oemar Hamalik (2003: 60), belajar (learning) adalah merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan. Hal di atas sependapat dengan Skinner dalam Muhibbin Syah (1995: 89), bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguatan. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang berlangsung secara progresif sebagai hasil dari pengalaman dan latihan.


(23)

commit to user

Menurut Suhaenah Suparno (2001: 2), belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan suatu perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukan. Perubahan-perubahan tersebut tidak disebabkan faktor kelelahan (fatique), kematangan, ataupun karena mengkosumsi obat tertentu.

Sejalan dengan perumusan di atas, menurut Hilgard dan Bower dalam Ngalim Purwanto (1990: 84), mengemukakan bahwa belajar adalah berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat dari seseorang (kelelahan, kecelakaan).

Sedangkan menurut Slameto (1995: 2), berpendapat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Senada dengan pendapat Oemar Hamalik (2003: 327), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, psikomotor dan afektif. Belajar adalah suatu usaha kegiatan yang menghasilkan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang berulang-ulang. Sedangkan menurut peneliti yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses kegiatan atau usaha dengan melalui latihan dan pengalaman yang berulang-ulang dalam proses belajar agar mendapatkan perubahan tingkah laku yang bersifat lebih baik dan tersimpan dalam jangka waktu yang lama.


(24)

commit to user

Seseorang dikatakan telah melakukan kegiatan belajar apabila terjadi adanya perubahan tingkah laku yang baru pada orang tersebut, yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, yang sebelumnya belum bisa menjadi bias, sehingga terjadi perubahan tingkah laku.

Benyamin S. Bloom (Gay, 1985: 72-76; Gagne dan Berliner, 1984: 57-60) dalam Anni, Tri Catharina (2004: 6) mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu:

1) Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual yang mencakup kategori: pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.

2) Ranah Afektif

Taksonomi tujuan pembelajaran afektif, dikembangkan oleh Krathwohl dkk, merupakan penguasaan konsep gaya magnet yang paling sukar diukur. Tujuan pembelajaran ini berhubungan dengan sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran ini mencerminkan hierarki yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup.

3) Ranah Psikomotorik

Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif.

b. Hakekat Penguasaan konsep gaya magnet Siswa.

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran


(25)

commit to user

didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar bukan merupakan kegiatan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana, 1987: 28).

Interaksi guru dan siswa sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Kedudukan siswa dalam proses belajar dan mengajar adalah sebagai subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pembelajaran, sehingga proses atau kegiatan belajar dan mengajar adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Penguasaan konsep gaya magnet dalam kontesktual menekankan pada proses yaitu segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Nilai siswa diperoleh dari penampilan siswa sehari-hari ketika belajar. Penguasaan konsep gaya magnet diukur dengan berbagai cara misalnya, proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas: 2002).

Menurut Horward Kysley dalam Sudjana (1990: 22) membagi tiga macam penguasaan konsep gaya magnet, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing masing jenis penguasaan konsep gaya magnet dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum sedangkan Gagne membagi lima kategori penguasaan konsep gaya magnet, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motorik.


(26)

commit to user

Menurut Purwanto (1986) bahwa penguasaan konsep gaya magnet biasanya dapat diketahui melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Penguasaan konsep gaya magnet yang dicapai siswa dipengaruhi dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor kemampuan siswa lebih besar pengaruhnya terhadap penguasaan konsep gaya magnet. Seperti dikemukakan oleh Clark bahwa penguasaan konsep gaya magnet siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis (Sudjana, 1987: 39-40).

Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi penguasaan konsep gaya magnet di sekolah, ialah kualitas pengajaran yaitu tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar dan mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu penguasaan konsep gaya magnet siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran, maka ranah-ranah tersebut harus selalu diperhatikan karena satu sama lain saling menunjang dalam kegiatan pembelajaran.

c. Hakekat Pembelajaran IPA

Menurut Srini M. Iskandar (2001: 2) IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. IPA merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang aktif dan dinamis tiada


(27)

henti-commit to user

hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal (Suyoso, 1998: 23) dalam http://juhji-science-sd.blog.com/.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sri Sulistyorini, 2007: 39).

IPA mempunyai objek yaitu benda-benda alam dan peristiwa-peristiwanya yang bersifat: 1) ada saling hubungan antara benda alam satu dengan yang lain, 2) ada saling hubungan antara benda dan peristiwa alam, dan 3) ada saling hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain, sehingga benda dan peristiwa alam itu bersifat integral. Perkembangan IPA sebagai ilmu pengetahuan mengalami tingkat tingkat sebagai berikut: 1) tingkat coba-coba dan kebetulan, dan sifatnya deskriptif, 2) tingkat perenungan, penggunaan logika, dan sifatnya otoriter dan teoritik, dan 3) tingkat pengamatan, pembuktian dan percobaan (eksperimental), dan sifatnya terbuka dan objektif.

Menurut Suyoso ( 1998: 23) IPA merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif secara dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yang teratur sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara, universal.

Sri Sulistyorini (2007: 39) menuliskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengertian yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dari sendiri dan alam sekitar serta prospek


(28)

commit to user

pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Srini M. Iskandar (2001: 17 ) IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang kejadian bersifat kebendaan dan pada umumnya didasarkan atas hasil observasi, eksperimen dan induksi.

Dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA yang benar mencakup 4 komponen : (1) IPA sebagai produk, (2) IPA sebagai proses, (3) IPA sebagai sikap dan, (4) IPA sebagai teknologi (Cain dan Evans, 1993: 4 ).

Pada hakikatnya, IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan dari segi pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut.

1) IPA sebagai Produk

IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu yang umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Buku teks IPA merupakan body of knowledge dari IPA. Buku teks memang penting, tetapi ada sisi lain IPA yang tidak kalah pentingnya yaitu dimensi “proses”, maksudnya proses mendapatkan ilmu itu sendiri. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan.

2) IPA sebagai Proses

Yang dimaksud dengan “proses” di sini adalah proses mendapatkan IPA. Kita mengetahui bahwa IPA disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah. Jadi yang dimaksud proses IPA tidak lain adalah


(29)

commit to user

metode ilmiah. Untuk anak SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sederhana. Di samping itu, pentahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan suatu proses penelitian atau eksperimen, yakni meliputi: (1) observasi; (2) klasifikasi; (3) interpretasi; (4) prediksi; (5) hipotesis; (6) mengendalikan variabel; (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian; (8) inferensi; (9) aplikasi; dan (10) komunikasi. Jadi, pada hakikatnya, pada proses mendapatkan IPA diperlukan sepuluh keterampilan dasar. Untuk memahami sesuatu konsep, siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang pada siswa untuk memperoleh dan menemukan konsep melalui pengalaman siswa dengan mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan dan membuat kesimpulan.

3) IPA sebagai Pemupukan Sikap

Makna “sikap” pada pengajaran IPA SD/MI dibatasi pengertiannya pada “sikap ilmiah terhadap alam sekitar”. Beberapa ciri sikap ilmiah itu adalah:

a) Objektif terhadap fakta, artinya tidak dicampuri oleh perasaan senang atau tidak senang.

b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang menyokong kesimpulan itu.

c) Berhati terbuka, artinya mempertimbangkan pendapat atau penemuan orang lain sekalipun pendapat atau penemuan itu bertentangan dengan penemuaannya sendiri.

d) Tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat. e) Bersifat hati-hati.


(30)

commit to user

Ilmu pengetahuan alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah, antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah.

Mata pelajaran IPA berfungsi untuk :

1). Memberi pengetahuan tentang berbagai jenis dan lingkungan alam dan lingkungan dalam kaitan dengan manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari.

2). Mengembangkan keterampilan proses.

3). Mengembangkan wawasan sikap dan nilai yang berguna bagi siswauntuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.

4). Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi.

5). Mengembangkan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (Depdikbud, 1997: 87)

d. Belajar dan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Menurut Nana Sudjana (1989: 28) belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, melihat, mengamati dan memahami sesuatu.

Oemar Hamalik (1999: 37) berpendapat belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Sedangkan menurut Gulo W (2004: 8) belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah laku dalam berfikir, bersikap dan berbuat.


(31)

commit to user

Dari beberapa uraian diatas dapat kita ketahui bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang diarahkan pada tujuan mengubah tingkah laku dalam berfikir, bersikap dan berbuat pada individu yang belajar.

Secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah

(UUSPN dalam Darmodjo dan Kaligis, 1992/1993). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu yang salah satunya adalah IPA. Ilmu Pengetahuan Alam diperlukan oleh siswa Sekolah Dasar karena IPA dapat memberikan iuran untuk tercapainya tujuan pendidikan di Sekolah Dasar.

e. Tujuan Pembelajaran IPA

Salah satu pengajaran IPA adalah agar siswa memahami konsep konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. (Depdikbud, 1994: 61). Sri Sulistyorini (2007: 40) mengemukakan tujuan pembelajaran IPA yaitu :

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaaan, keindahan, dan keteraturan dan ciptaannya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar melanjutkan pendidikan ke SMP. (BSNP, 2006: 14-15).


(32)

commit to user

Dari uraian diatas dapat disimpulkan tujuan IPA adalah untuk menguasai konsep, keterampilan, dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Maksud dan tujuan tersebut adalah agar siswa memiliki pengetahuan tentang gejala alam, berbagai jenis dan perangai lingkungan melalui pengamatan agar siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA.

f. Prinsip-Prinsip Pembelajaran IPA di Sekolah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut siswa tidak hanya belajar dari buku, melainkan dituntut untuk belajar mengembangkan kemampuan dirinya. Melatih keterampilan siswa untuk berfikir secara kreatif dan inovatif merupakan latihan awal bagi siswa berfikir kritis untuk mengembangkan daya cipta dan mengembangkan minat dalam diri siswa secara dini. Guru sebagai faktor penunjang keberhasilan pengajaran IPA dituntut kemampuannya untuk dapat menyampaikan bahan kepada siswa dengan baik. Untuk itu guru perlu mendapat pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan suatu bahan pengajaran atau metode apa yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalahnya. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan metode yang dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.


(33)

commit to user

Prinsip utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yaitu:

1) Pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita dimulai melalui pengalaman baik secara inderawi maupun noninderawi.

2) Pengetahuan yang diperoleh ini tidak pernah terlihat secara langsung karena itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. Pengetahuan siswa yang diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran.

3) Pemgetahuan pengalaman mereka ini pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuan, pengetahuan yang kita miliki. Pengetahuan yang demikian kita sebut miskonsepsi. kita perlu merancang kegiatan yang dapat membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran.

4) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas kita sebagai guru IPA adalah mengajar siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam fakta, data, konsep, simbol dan hubungan dengan konsep lain.

5) Ilmu Pengetahuan Alam atas produk, proses dan prosedur. Karena itu kita perlu mengenalkan ketiga aspek ini walaupun hingga kini masih banyak guru yang lebih senang menekankan pada produk Ilmu Pengetahuan Alam saja. (Leo Sutrisno, 2007: 3 – 5).

Menurut Sri Sulistyorini (2007: 43) untuk mengajarkan IPA dikenal beberapa metode, yakni (1) metode kepada fakta-fakta, (2) metode konsep (3) dan metode proses. Pembelajaran yang menggunakan metode fakta terutama bermaksud menyodorkan penemuan-penemuan IPA. Metode ini tidak mencerminkan gambaran yang sebenarnya tentang sifat IPA. Selanjutnya konsep adalah suatu ide yang mengikat banyak fakta menjadi satu. Untuk memahami suatu konsep, anak perlu bekerja dengan objek-objek yang kongkret, memperoleh fakta-fakta, melakukan


(34)

commit to user

ekplorasi dan memanipulasi ide secara mental, tidak sekedar menghafal. Oleh karena itu, metode konsep memberikan gambaran yang lebih jelas tentang IPA dibandingkan dengan metode faktual.

g. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA

Ruang lingkup bahan kajian Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar dalam BSNP (2006: 15) meliputi aspek-aspek berikut:

1) Mahluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia,hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan

gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

h. Tinjauan tentang Konsep

Konsep adalah bagian yang sangat penting dalam mempelajari dunia kita. Konsep memiliki kemampuan mengelompokkan objek, event, atau gagasan dengan karakteristik umum, Konsep memungkinkan kita menyederhanakan, mengkategorisasikan serta menghadapi keragaman sekitar kita.

Pendefinisian konsep didasarkan pada: 1) Respon

Respon tampak pada: kemampuan deskriminasi yang artinya mampu memberikan berbagai contoh; yang tak dilihat sebelumnya. Misalnya, di mana seorang pengendara secara konsisten berhenti di semua traffic light pada saat menyala merah, ia mungkin berkata memiliki konsep “berhenti” bagaimanapun ia bisa mengatakan, menulis, atau memahami label verbal. Definisi ini menegaskan


(35)

commit to user

perbedaan fundamental antara hafalan dan konseptualisasi. Proses hafalan bisa mencakup pengenalan obyek khusus, atau asosiasi label kata khusus dengan label satu obyek, sedangkan konsep pembentukan melibatkan label umum untuk berbagai kelompok obyek.

2) Stimulus

Stimulus tampak pada kemampuan membedakan contoh dan non contoh. Misalnya, ”persegi” bisa didefinisikan sebagai ”gambar geometri tertutup yang memiliki empat sisi yang sama dan empat sudut yang sama.” Konsep harus dioperasionalkan sebagai kemampuan menyatakan definisi atau mengenal dan mengidentifikasi secara benar gambar geometri yang menunjukkan atribut stimulus di atas. Definisi konsep ini adalah fungsional bagi desainer karena menunjukkan apa yang harus dihadirkan pebelajar, yakni, kriteria atribut yang membedakan contoh-contoh dari non contoh konsep (gambar, tertutup, empat sisi yang sama, sudut yang sama).

i. Tiga Tahapan Penguasaan Konsep

Proses analisis konsep bisa mulai dengan formal atau definisi kamus tetapi harus melangsungkan paling tidak tiga langkah berikut ini: 1) Mengekstrak kriteria atribut dari definisi tersebut, yakni gambar

tertutup, empat sisi yang sama, empat sudut yang sama.

2) Memeriksa (lebih disukai dengan pebelajar yang tak dibuat-buat) apakah atribut itu adalah perlu dan cukup untuk membedakan secara reliable contoh-contoh dari non-contoh.

3) Mempertimbangkan apakah atribut lain (atau sekelompok lebih kecil atribut di atas) akan cukup.


(36)

commit to user

Langkah-langkah di atas mencerminkan skeptisme yang memadai mengenai sebagian desainer instruksional relatif pada definisi tradisional yang diberikan dalam teks dan kamus, baik dengan referensi kepada apakah mereka berfungsi (memberi dasar yang reliable untuk mengidentifikasi contoh-contoh) dan dengan referensi apakah mereka adalah ekonomis (memberi dasar paling sederhana atau paling mahal/efektif untuk mengidentifikasi contoh). Menurut Markle dan Tiemann (1974: 34) melakukan analisis konsep ”morfem” yang menghasilkan delapan atribut (langkah satu di atas). Analisis dan pengujian selanjutnya (langkah dua) menunjukkan bahwa enam atribut adalah tidak relevan dan hanya dua yang kriterial. Analisis selanjutnya (langkah tiga) menunjukkan bahwa penambahan satu kriteria atribut secara signifikan meningkatkan akurasi konsep pebelajar, yakni, keterampilannya dalam membedakan contoh morfem dari non-contoh.

Konsep harus dibangun secara khusus sepanjang kurikulum, misalnya perbaikan berkali-kali kapasitas belajar dan perlunya pengembangan. Konsep awal bisa diajarkan relatif pada konteks lokal yang mana akan dilakukan pembelajar. Misalnya, beberapa atribut formal konsep “serangga” (exo-skeleton, tiga bagian utama tubuh, enam kaki, dan lain-lain).

j. Macam-macam Konsep

Beberapa konsep adalah sebagai berikut: 1) Conjuntive concepts

Didefinisikan dengan ”dan,” dengan atribut dan ini bahwa satu dan serta dan yang lain, misalnya atribut contoh yang umum. Misalnya, ”apel” bisa didefinisikan dengan atribut-atribut misalnya : buah yang enak dimakan dan dari pohon sumber dan kebulat-bulatan dan biasanya kemerah-merahan.


(37)

commit to user

2) Disjunctive concepts

Definisikan dengan ”atau”, yakni., misalnya memiliki baik satu atribut (atau sekelompok) maupun atribut lain (atau sekelompok). Misalnya, ”menendang” dalam olah raga baseball bisa didefinisikan sebagai : ayunan adonan atau panggilan wasit atau pukulan berulang-ulang di luar garis dasar.

3) Relational concepts

definisikan dengan hubungan antara atribut-atriut daripada dengan kehadirannya atau ketiadaannya. Misalnya, ”gunung” bisa didefinsikan sebagai ketinggian permukaan bumi yang lebih besar dibanding bukit dan lebih tidak seragam dibanding dataran tinggi.

k. Prinsip Belajar Konsep

Prinsip belajar konsep diantaranya: 1) Konsep Conjuntive

Konsep conjuntive adalah konsep yang paling mudah dicapai, kemudian relational concepts, dan disjunctive concepts agak dengan mudah dicapai. Untungnya, sebagian besar dalam subyek sekolah adalah conjunctive dan karena itu, relatif diterima pada pengajaran dan belajar.

2) Konsep objek konkret

Konsep objek konkret muncul lebih mudah dibentuk dibanding beberapa konsep yang lebih abstrak. Bagaimanapun perbedaan ini bisa diatributkan pada perbedaan fundamental dalam konsep konkret. Abstrak adalah tidak jelas. Perbedaan ini secara sederhana mencerminkan relatif sulit dalam mengidentifikasi kriteria atribut dan memperjelas kepada pembaca. Tetapi, fakta bahwa kata-kata konkret adalah lebih mudah dihafal dibanding kata-kata abstrak bisa menjelaskan sebagian kemudahan lebih besar pencapaian konsep konkrit.


(38)

commit to user

3) Konsep abstrak

Konsep abstrak bisa dipelajari dari berbagai struktur verbal, misalnya, definisi (termasuk atribut kriteria), konteks kalimat, contoh yang dijelaskan, dan sinonim.

Sedangkan konsep dari beberapa tingkat bisa dibentuk dari konteks kalimat dan sinonim, kita memandang penggunaan definisi (memfiturkan atribut kriteria) dan contoh-contoh yang dijelaskan bisa menjadi alat yang lebih reliable dalam mengembangkan konsep yang akurat.

l. Pembelajaran IPA Kelas V Materi Gaya Magnet Mata Pelajaran : IPA/Sains

Kelas/Semester : V/2 (dua)

Standar Kompetensi : 5. Energi dan Perubahannya.

Kompetensi Dasar : 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan. (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

Sesuai standar kompetensi dan kopetensi dasarnya menyimpulkan hasil percobaan dan pengamatan bahwa gaya magnet dapat menembus benda nonmagnetis, gaya magnet paling kuat terletak dibagian kutubnya, magnet mempunyai dua kutup, cara-cara membuat gaya magnet dan magnet digunakan untuk berbagai macam peralatan, sehingga peneliti mempunyai tujuan yang hendak dicapai dari proses pembelajaran IPA kelas V tersebut, antara lain:

1) Melalui percobaan siswa dapat menunjukkan benda yang bersifat magnetis dan benda yang bersifat non magnetis.

2) Melalui percobaan siswa dapat menunjukkan kekuatan gaya magnet dalam menembus beberapa benda.


(39)

commit to user

3) Melalui percobaan siswa dapat membuat gaya magnet yaitu dengan cara induksi, gosokan, dan aliran listrik.

4) Siswa dapat mengaplikasikan dan menunjukkan penggunaan gaya magnet dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai tujuan IPA dalam proses pembelajaran guru harus mengetahui ruang lingkup IPA. Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat digambarkan sistematika pembelajaran IPA Kelas V dengan materi gaya magnet (gambar 1) sebagai berikut:

DAPAT MENARIK BENDA

DARI BAHAN

GAYA

MAGNET

DAPAT DIBUAT DARI BESI

ATAU BAJA DENGAN CARA

BESI NIKEL KOBALT INDUKSI GOSOKAN ALIRAN LISTRIK


(40)

commit to user

2. Tinjauan tentang Inquiry Method (metode inkuiri) a. Teori Inquiry Method (metode inkuiri)

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.

Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. As Novak (1964) Inquiry is the [set] of behaviors involved in the struggle of human beings for reasonable explanations of phenomena about which they are curious. Penelitian adalah suatu tindakan yang memerlukan usaha atau upaya dari manusia untuk menjelaskan suatu masalah yang ingin diketahui atau diselidiki.

Menurut Piaget (dalam Ida, 2005: 5) metode inquiry adalah metode pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri, dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.

Menurut Kuslan Stone (2006: 6) metode inquiry adalah metode pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan metode dan jiwa para ilmuwan.

Menurut Oemar Hamalik (dalam Ida, 2006: 6) pengajaran berdasarkan inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau


(41)

commit to user

mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.

Menurut Sanjaya (2008 : 196) menyatakan bahwa ciri-ciri pembelajaran metode inquiry sebagai berikut :

Ciri-ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya metode inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam metode inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Sanjaya (2008: 202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:

a) Menjelaskan topik, tujuan, dan penguasaan konsep gaya magnet yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa

b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah-langkah, mulai dari langkah-langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan

c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.


(42)

commit to user

2) Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. 3) Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4) Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5) Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6) Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat digambarkan langkah-langkah pembelajaran dengan guided inquiry method (gambar 2) sebagai berikut:


(43)

commit to user

Dalam metode inkuiri digunakan komunikasi multi arah; komunikasi sebagai ”transaksi”. Apabila dilukiskan dalam suatu bagan, metode inkuiri (gambar 3) sebagai berikut:

ORIENTASI MERUMUSKAN

MASALAH

MERUMUSKAN HIPOTESIS

MENGUMPULKAN DATA

MENGUJI HIPOTESIS MERUMUSKAN

KESIMPULAN


(44)

commit to user

GURU MEMILIH TINGKAH LAKU (TUJUAN)

GURU BERTANYA YANG DAPAT MEMANCING

PENDAPAT PESERTA DIDIK

PESERTA DIDIK MENGAJUKAN HIPOTESIS UNTUK DIKAJI/DIPELAJARI LEBIH LANJUT

INDIVIDU/KELOMPOK PESERTA DIDIK MENJELAJAHI

DATA/ INFORMASI UNTUK MENGUJI HIPOTESIS

PESERTA DIDIK MENARIK KESIMPULAN

GUIDED INQUIRY METHOD

PESERTA DIDIK TIDAK MENCARI DATA UNTUK

MENGUJI HIPOTESIS

GURU MENDORONG PESERTA DIDIK UNTUK

MENCARI DATA

PESERTA DIDIK MENGIDENTIFIKASI JAWABAN/MENARIK

KESIMPULAN

Gambar 3. Metode Metode Inkuiri (Ahmad Rohani, 2004: 40)


(45)

commit to user

b. Tujuan penggunaan Inquiry Method (metode inkuiri)

Menurut Arends, “The overal goal of inquiry teaching has been and continues to be, that helping student learn how ask question, seek answers or solution to satisfy their cuirosity, and building their own theories and ideas about the word” (Arends, 1994 : 386)Pada prinsipnya tujuan pengajaran dengan metode inquiry adalah membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu membangun teori mereka sendiri dan gagasan tentang dunia.

Pembelajaran inkuiri di kelas, guru mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan dan teman yang kritis. Guru harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok melalui tiga tahap: (1) Tahap problem solving atau tugas; (2) Tahap pengelolaan kelompok; (3) Tahap pemahaman secara individual, dan pada saat yang sama guru sebagai instruktur harus dapat memberikan kemudahan bagi kerja kelompok, melakukan intervensi dalam kelompok dan mengelola kegiatan pengajaran.

Tujuan umum dari pembelajaran inkuiri adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Joyce, B, et. al (2000): “ The general goal of inquiry training is to help students develop the intellectual discipline and skills necessary to raise questions and search out answers stemming from their curiosity

Keunggulan-keunggulan metode inquiry : 1) Meningkatkan pemahaman sains


(46)

commit to user

3) Siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi.

4) Menekankan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

5) Memberi ruang kepada siswa untuk belajar sesuai gaya belajar. 6) Mampu melayani siswa di atas rata-rata.

Setiap metode mengajar tidak selalu unggul, namun juga mempunyai kekurangan. Adapun kekurangan metode inquiry antara lain :

1) Guru dituntut untuk lebih kreatif.

2) Belajar mengajar dengan metode inquiry perlu kecerdasan. 3) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

c. Macam-macam Inquiry Method (metode inkuiri)

Metode inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis metode inkuiri tersebut adalah: 1) Inkuiri Terbimbing (guided inquiry method)

Metode inkuiri terbimbing yaitu metode inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Metode inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan metode inkuiri. Dengan metode ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami dan menguasai konsep-konsep pelajaran. Pada metode ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.


(47)

commit to user

Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran IPA. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.

2) Inkuiri Bebas (free inquiry method)

Pada umumnya metode ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan metode inkuiri. Karena dalam metode inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.

Belajar dengan metode inkuiri bebas mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada


(48)

commit to user

kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3) Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan (modified free inquiry method) Metode ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua metode inkuiri sebelumnya, yaitu: metode inkuiri terbimbing dan metode inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam metode ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan metode ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.

Dalam metode inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.

Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan metode inkuiri, peneliti memilih metode inkuiri terbimbing (Guided inquiry method) yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini peneliti lakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas V Sekolah Dasar (SD), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari


(49)

commit to user

operasi abstrak ke operasi konkret, dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan metode inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf belajar proses ilmiah dan proses pembelajaran IPA topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum IPA, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang akan dipelajari. Peneliti beranggapan metode inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan yaitu:

1. Laporan penelitian Sutirah (2009) Penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan penguasaan konsep energi gerak pada mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Negeri Pakisaji 02 Kademangan Blitar Tahun Pelajaran 2008/2009, menyatakan bahwa penggunaan metode inkuiri pada pembelajaran IPA dengan materi konsep energi gerak menghasilkan: meningkatnya keaktifan dalam pembelajaran dan penguasaan konsep gaya magnet siswa.

2. Laporan penelitian dari Joko Sutrisno (2009). Penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan motivasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Kebonsari Temanggung Tahun Pelajaran 2007/2008, menyatakan bahwa metode inquiry memberikan kesempatan meningkatnya motivasi belajar siswa. Memberikan kesempatan dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian, masih terdapat batasan-batasan. Misalnya, jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa terlalu sulit (jarak psikologisnya jauh), tidak memberikan rangsangan dan curiosity yang tinggi, maka peningkatan motivasi belajar juga sulit diharapkan. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dari metode inquiry terhadap motivasi belajar siswa.


(50)

commit to user

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kondisi awal siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel yang terjadi pada saat proses pembelajaran yaitu siswa terlihat pasif dan kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran IPA dengan materi gaya magnet. Hal ini terjadi karena guru lebih banyak berfungsi sebagai instruktur yang sangat aktif dan siswa sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Pembelajaran lebih banyak ceramah, menghafal tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih berfikir memecahkan masalah dengan mengembangkan keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka sehingga pembelajaran kurang bermakna yang mengakibatkan penguasaan konsep gaya magnet siswa rendah (variabel Y).

Salah satu upaya untuk meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet siswa di sekolah, perlu adanya penelitian yang sifatnya lebih inovatif agar pembelajaran lebih diminati siswa dengan penuh semangat dan siswa lebih termotivasi untuk giat belajar. Upaya yang dilakukan peneliti untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan metode pembelajaran guided inquiry method (variabel X)dalam proses pembelajaran IPA. Pembelajaran dengan guided inquiry method menekankan pada penguasaan konsep, keterampilan berpikir intelektual dan keterampilan-keterampilan keterampilan lainnya seperti mengajukan pertanyaan dan keterampilan menemukan jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka, sehingga apa yang mereka pelajari lebih bermakna untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA.

Dari tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai kondisi akhir, yaitu penguasaan konsep IPA dengan materi gaya magnet siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel dapat meningkat, dan siswa lebih termotivasi dan tertarik untuk belajar IPA.


(1)

commit to user

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 - 20 21 - 40 41 - 60 61 - 80 81 - 100 1

3

17

9

4

0

4

8

14

8

0 0

3

15

16

F R E K U E N S I

INTERVAL NILAI

Nilai Awal Siklus I Siklus II

Gambar 12. Grafik Data Perbandingan Nilai Tes Penguasaan Konsep Gaya Magnet sebelum Penelitian, Siklus I dan Siklus II Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel.

Berdasarkan tabel 8 dan gambar 12 di atas dapat dilihat adanya hubungan antar siklus yaitu mengenai penguasaan konsep gaya magnet yang semakin meningkat dari sebelum diadakan tindakan sampai setelah diadakan tindakan. Peningkatan penguasaan konsep gaya magnet tersebut dapat terjadi karena di

dalam pembelajaran guru menggunakan guided inquiry method (metode inkuiri

terbimbing).

Peningkatan penguasaan konsep gaya magnet dari sebelum diadakan penelitian, siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :


(2)

commit to user

Tabel 9. Data Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet sebelum Penelitian, Siklus I dan Siklus II Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel.

Keterangan Sebelum

Penelitian

Siklus I Siklus II

Nilai Terendah 20 30 50

Nilai Tertinggi 95 95 100

Nilai Rata-rata 59 66 80,6

Siswa Belajar Tuntas 47,05 %

(16 siswa)

70,59 % (24 siswa)

91,18 % (31 siswa)

Data peningkatan penguasaan konsep gaya magnet sebelum penelitian, siklus I dan siklus II siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel dapat diamati pada grafik histogram gambar 13 di bawah ini :

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Nilai terendah Nilai Tertinggi Nilai rata-rata Siswa belajar tuntas 20

95

59

47,05

30

95

66

52,95 50

100

80,6

91,18

Sebelum ada tindakan Siklus I Siklus 2

Gambar 13. Grafik Data Peningkatan Penguasaan Konsep Gaya Magnet sebelum Penelitian, Siklus I dan Siklus II Siswa Kelas V SD Negeri 2 Ampel.


(3)

commit to user

Dari tabel 9 dan grafik gambar 13 di atas dapat kita lihat bahwa nilai terendah yang diperoleh siswa pada tes sebelum penelitian adalah 20, pada siklus I naik menjadi 30 dan pada siklus II naik lagi menjadi 50. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa pada tes sebelum penelitian adalah 95, pada siklus I nilai sama yaitu 95 dan pada siklus II naik lagi menjadi 100. Nilai rata-rata kelas juga terjadi peningkatan yaitu pada tes sebelum penelitian adalah 59, pada siklus I naik menjadi 66 dan pada siklus II naik lagi menjadi 80,6. Untuk siswa tuntas belajar (nilai ketuntasan 60) pada tes sebelum penelitian adalah sebanyak 16 siswa atau 47,05 %, pada siklus I sebanyak 24 siswa atau 70,59 % dan pada siklus II sebanyak 31 siswa atau 91,18 % dari 34 siswa.

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep gaya magnet pada siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel meningkat yang ditandai

dengan peningkatan tes hasil belajar. Dengan demikian penggunaan guided

inquiry method dalam pembelajaran dapat meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet pada siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel pelajaran 2010/2011.


(4)

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam

2 siklus dengan menerapkan metode guided inquiry method dalam pembelajaran

IPA pada siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel Kecamatan Ampel, dapat dibuat

kesimpulan sebagai berikut : Penerapan metode guided inquiry method dapat

meningkatkan penguasaan konsep gaya magnet siswa kelas V SD Negeri 2 Ampel. Hal ini dilihat dari prosentase per siklus kenaikan penguasaan konsep IPA siswa kelas V dari siklus I sampai siklus II. Pada pembelajaran sebelum ada tindakan siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 16 anak atau 47,37%, pada siklus I siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 24 anak atau 70,59% dari 34 siswa, dan siklus II siswa yang mendapat nilai minimal 60 ada 31 anak atau 91,18% dari 34 anak. Nilai siswa sebelum tindakan kemudian dilaksanakan siklus I mengalami prosentase kenaikan 23,54 %; dari siklus I kemudian dilaksanakan siklus II mengalami prosentase kenaikan 20,69 %.

B. Implikasi

Penerapan pembelajaran dan prosedur dalam penelitian ini didasarkan pada

pembelajaran dengan menerapkan metode guided inquiry method dalam

pelaksanaan proses pembelajaran IPA. Model yang dipakai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model siklus, adapun prosedur penelitiannya terdiri dari 2 siklus. Siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 2 Mei 2011, indikator 5.1. Mengelompokkan benda-benda yang bersifat magnetis dan non magnetis, 5.2. Menunjukkan kekuatan gaya magnet dalam menembus beberapa benda melalui percobaan. Siklus I pertemuan ke dua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 3 Mei 2011, indikator 5.3. Mengidentifikasi sifat kutub


(5)

commit to user

magnet melalui percobaan, 5.4. Memberi contoh kegunaan magnet dalam kehidupan sehari-hari, 5.5. Cara membuat magnet. Siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 9 Mei 2011 dan pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Mei 2011, indikator 5.1. Mengelompokkan benda-benda yang bersifat magnetis dan non magnetis, 5.2. Menunjukkan kekuatan gaya magnet dalam menembus beberapa benda melalui percobaan, 5.3. Mengidentifikasi sifat kutub magnet melalui percobaan, 5.4. Memberi contoh kegunaan magnet dalam kehidupan sehari-hari, 5.5. Cara membuat magnet. Dalam setiap pelaksanaan siklus terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Sebelum melaksanakan tindakan dalam tahap siklus, perlu perencanaan. Perencanaan ini memperhatikan setiap perubahan yang dicapai pada siklus sebelumnya terutama pada setiap tindakan yang dapat meningkatkan penguasaan konsep belajar siswa. Hal ini didasarkan pada analisis perkembangan dari siklus I sampai siklus II.

Berdasarkan kriteria temuan dan pembahasan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada bab IV, maka penelitian ini dapat digunakan peneliti untuk membantu guru dalam menghadapi permasalahan yang sejenis. Disamping itu, perlu penelitian lanjut tentang upaya guru untuk mempertahankan atau menjaga dan meningkatkan penguasaan konsep belajar siswa. Pembelajaran dengan

menggunakan metode guided inquiry method pada hakikatnya dapat digunakan

dan dikembangkan oleh guru yang menghadapi permasalahan yang sejenis, terutama untuk mengatasi masalah peningkatan penguasaan konsep belajar siswa, yang pada umumnya demiliki oleh sebagian besar siswa.

Berdasarkan hasil observasi dan pelaksanaan siklus I dan II juga dapat kita amati adanya perubahan kenaikan prosentase dalam menyiapkan alat dan bahan, keruntutan langkah-langkah siswa dalam melaksanakan percobaan, keaktifan siswa dalam melaksanakan kegiatan percobaan, keaktifan siswa ketika berdiskusi dan hasil akhir atau simpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan diskusi.


(6)

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan sebagai bahan uraian penutup skripsi ini, antara lain :

1. Bagi guru

Guru hendaknya mempersiapkan secara cermat perangkat pendukung pembelajaran dan fasilitas belajar yang diperlukan, karena sangat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh pada proses dan hasil belajar IPA siswa. Guru juga harus memahami dan memvariasikan metode yang sesuai dengan materi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa tidak merasa bosan. 2. Bagi siswa

Siswa hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru dan meningkatkan usaha belajar sehingga dapat memperoleh prestasi yang diharapkan.

3. Bagi sekolah

Sekolah hendaknya mengupayakan pengadaan berbagai media pembelajaran IPA, baik bantuan maupun swadaya sekolah, sehingga lebih menunjang dalam penguasaan konsep-konsep belajar IPA secara lebih nyata sekaligus meningkatkan aktivitas belajar siswa.

4. Bagi orang tua

Peran serta orang tua dalam meningkatkan penguasaan konsep belajar siswa sangat diperlukan, apapun usaha guru tidak akan berhasil secara optimal apabila tidak ada bimbingan orang tua di rumah, masukan, informasi tentang kemajuan dan kekurangan siswa yang bersangkutan. Oleh karena peran serta orang tua sangatlah diperlukan guna menunjang keberhasilan pendidikan anak, untuk itu kerjasama dan jalinan kekeluargaan antara orang tua dan sekolah harus selalu dibina.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY DAN COOPERATIVE LEARNING TERHADAP KREATIVITAS PENERAPAN KONSEP GAYA MAGNET SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR KECAMATAN NGUTER SUKOHARJO TAHUN 2010

1 7 179

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR KONSEP IPA GAYA MAGNET MELALUI PEMANFAATAN ALAT PERAGA BAGI SISWA KELAS V SD SUNGGINGAN 2 KECAMATAN MIRI PADA SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2009 2010

1 25 46

Peningkatan pemahaman konsep bentuk energi Melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas iv Sd negeri 2 sumber simo boyolali Tahun pelajaran 2009 2010

10 42 95

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP TENTANG LAPISAN BUMI MELALUI MEDIA VISUAL DALAM PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 SIDOMULYO TAHUN PELAJARAN 2009 2010

0 6 109

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP GAYA GESEK MELALUI PEMBELAJARAN QUANTUM PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 03 KORIPAN MATESIH KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2009 2010

0 3 72

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP GAYA MAGNET MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (PADA SISWA KELAS V SDN GUCI 02 KABUPATEN TEGAL TAHUN PELAJARAN 2009 2010)

0 3 52

PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR IPA TENTANG GAYA DENGAN METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 TEGALGIRI NOGOSARI BOYOLALI TAHUN AJARAN 2010 2011

0 4 65

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP GAYA MAGNET PADA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD NEGERI 2 NADI BULUKERTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010 2011

0 6 93

PENINGKATAN PENGUASAAN BANGUN DATAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS V SD NEGERI NGRECO 05 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2011

0 2 205

PENINGKATAN PENGUASAAN KONSEP GAYA MAGNET MELALUI MODEL PROJECT-BASED LEARNING (PJBL) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI WATES NGANJUK TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 0 17