HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016.

(1)

i

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Fajar Deany Subekti NIM 12108244002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikut tata penulisan karya ilmiah yang telah berlaku.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam lembar pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 11 April 2016 Yang menyatakan,

Fajar Deany Subekti NIM 12108244002


(4)

(5)

v MOTTO

1. Orang yang rajin membaca bagaikan sedang melihat masa lalu dan masa depan. Hadir disetiap sejarah, dan hadir di setiap imajinasi orang-orang hebat. 2. Setiap orang hebat meninggalkan warisan. Dan warisan paling berharga

mereka tanamkan dalam buku yang mereka tulis. Beruntunglah orang-orang yang senang membaca, karena mereka akan mendapatkan warisan paling berharga dari orang-orang hebat.


(6)

vi

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016

Oleh

Fajar Deany Subekti NIM 12108244002

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui HubunganKemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasipearson product moment

dengan menggunakan metode kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SD/MIGugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 58 siswa dari 5 SD Negeri kelas V di Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: (1) Tingkat kemampuan membaca siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 79,31%, (2) Tingkat kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 67,24%, (3) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika pada siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016, yang dibuktikan dengan nilai r hitung 0,628 lebih besar dari r tabel sebesar 0,259 (0,628 >0,259) dan nilai signifikansi hasil analisis program komputer SPSS for windows versi 16 sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi sebesar 0,05 pada taraf signifikansi 5% (0,00 < 0,05).

Kata kunci: kemampuan membaca, kemampuan pemecahan soal cerita, mata pelajaran matematika


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa menganugerahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penulisan Tugas Akhir Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas kerjasama, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan, sehingga studi saya dapat berjalan lancar.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan, sehingga studi saya dapat berjalan lancar.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar/Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan.

4. Bapak Purwono PA, M.Pd Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kebijaksanaan dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

viii

6. Ibu / bapak Kepala SD Negeri Gugus III Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta, yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian.

7. Bapak/ibu guru kelas V SD Negeri Gugus III Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Bapak Jemingin dan Ibu Tumini yang selalu mendoakan, memotivasi, dan memberikan dorongan baik moril maupun materiil.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 11April 2016 Penulis


(9)

ix DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Perumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Kemampuan Membaca ... 15

1. Pengertian Kemampuan Membaca ... 15

2. Tujuan Membaca ... 16

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca ... 18

B. Tinjauan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 21

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 21

2. Langkah-Langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika ... 22

3. Pendekatan-Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita ... 25


(10)

x

1. Pengertian Mata Pelajaran Matematika ... 26

2. Tujuan Mata Pelajaran Matematika ... 28

3. Karakteristik Matematika ... 29

4. Pentingnya Pengajaran Matematika ... 31

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Belajar Matematika ... 32

6. Ruang Lingkup Matematika ... 34

D. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 35

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 37

F. Penelitian yang Relevan ... 39

G. Kerangka Pikir ... 40

H. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 43

B. Jenis Penelitian ... 43

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

D. Variabel Penelitian ... 44

E. Populasi dan Sampel ... 44

F. Teknik Pengumpulan Data ... 47

G. Instrumen Penelitian ... 48

H. Uji Coba Instrumen ... 50

1. Validitas Instrumen ... 51

2. Reliabilitas Instrumen ... 54

I. Teknik Analisis Data ... 57

1. Penerapan Teknik Analisis ... 57

2. Pengkajian Analisis Prasyarat ... 58

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Linearitas ... 59


(11)

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62

B. Hasil Analisis Deskriptif ... 62

1. Kemampuan Membaca ... 62

2. Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 68

3. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 76

a. Uji Prasyarat Analisis ... 76

1) Uji Normalitas ... 76

2) Uji Linearitas ... 78

b. Uji Korelasi ... 79

C. Pembahasan ... 81

D. Keterbatasan Penelitian ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Hal 1. Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Soal di SD Negeri

Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo

Tahun Ajaran 2015/2016 ...9

2. Tabel 2. SD-KD Bahasa Indonesia Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016 ...20

3. Tabel 3. SD-KD Matematika Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016 ...34

4. Tabel 4. Daftar SD/MI Gugus III Kokap Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016 ...45

5. Tabel 5. Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD Negeri Gugus III Kokap Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016 ...46

6. Tabel 6. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Membaca ...48

7. Tabel 7. Pola Penyekoran Tes Kemampuan Membaca ...49

8. Tabel 8. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...50

9. Tabel 9. Pola Penyekoran Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...50

10. Tabel 10. Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD Negeri yang Menjadi Subjek Uji Coba Instrumen ...51

11. Tabel 11. Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Membaca...53

12. Tabel 12. Kisi-Kisi Kemampuan Membaca Setelah Uji Coba ...53

13. Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Membaca ...63

14. Tabel 14. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Membaca ...64

15. Tabel 15. Perolehan Skor Indikator Tes Kemampuan Membaca ...65

16. Tabel 16. Perolehan Skor Sub Indikator Tes Kemampuan Membaca ...67

17. Tabel 17. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...69


(13)

xiii

18. Tabel 18. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...70 19. Tabel 19. Perolehan Skor Indikator Tes Kemampuan Pemecahan

Soal Cerita Matematika ...72 20. Tabel 20. Perolehan Skor Sub Indikator Tes Kemampuan

Pemecahan SoalCerita Matematika ...73 21. Tabel 21. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan Membaca

dan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika...76 22. Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Variabel Kemampuan Membaca dan

Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...78 23. Tabel 23. Hasil Uji Korelasi Variabel Kemampuan Membaca dan


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Gambar 1. Kerangka Pikir ...40 2. Gambar 2. Histrogram Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan

Membaca ...63 3. Gambar 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Membaca ...65 4. Gambar 4. Diagram Batang Perolehan Rata-Rata Skor Indikator

Tes Kemampuan Membaca ...66 5. Gambar 5. Diagram Batang Perolehan Skor Sub Indikator Tes

Kemampuan Membaca ...68 6. Gambar 6. Histrogram Distribusi Skor Kemampuan Pemecahan

Soal Cerita Matematika ...69 7. Gambar 7. Histrogram Distribusi Tingkat Kemampuan

Pemecahan Soal Cerita Matematika ...71 8. Gambar 8. Diagram Batang Perolehan Skor Indikator Tes

Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...72 9. Gambar 9. Diagram Batang Perolehan Skor Sub Indikator


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Lampiran 1. Soal Tes Kemampuan Membaca ...96 2. Lampiran 2. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Membaca ...101

3. Lampiran 3. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita

Matematika ...102 4. Lampiran 4. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika ...107 5. Lampiran 5. Validitas Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan

Soal Cerita Matematika ...108 6. Lampiran 6. Validitas Instrumen Tes Kemampuan Membaca ...109 7. Lampiran 7. Reliabilitas Tes Kemampuan Membaca ...110

8. Lampiran 8. Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...112 9. Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan

Membaca ...114 10. Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan

Pemecahan Soal Cerita Matematika ...115 11. Lampiran 11. Hasil Uji Linearitas antara Variabel Kemampuan

Membaca (X) dengan Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika (Y) ...116 12. Lampiran 12. Hasil Uji Korelasi antara Variabel Kemampuan

Membaca (X) dengan Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika (Y) ...118

13. Lampiran 13. Tabel r Product Moment pada Sig 0,05 (Two Tail) ... 119 14. Lampiran 14. Titik Persentase Distribusi F untuk Probabilitas

0,05 ...120 15. Lampiran 15. Skor Uji Coba Butir Tes Variabel Kemampuan

Membaca ...122 16. Lampiran 16. Skor Uji Coba Butir Tes Variabel Kemampuan


(16)

xvi

17. Lampiran 17. Skor Hasil Penelitian dengan Menggunakan Butir

Tes Variabel Kemampuan Membaca ... 126

18. Lampiran 18. Skor Hasil Penelitian dengan Menggunakan Butir Tes Variabel Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 129

19. Lampiran 19. Surat-Surat ... ... 132

20. Lampiran 20. Lampiran Foto-Foto di Lapangan ... 141


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sunaryo Kartadinata (dalam Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik, dan Puji Lestari Prianto, 2004: 1.4) mengemukakan pengertian pendidikan secara singkat tapi penuh makna bahwa pendidikan adalah proses membawa manusia dari apa adanya kepada bagaimana seharusnya.

Sejalan dengan isi UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1, Tim Dosen AP (2010: 3) yang menyatakan bahwa:

Kegiatan didik-mendidik sebagai sistem itu akan terdiri atas berbagai komponen berupa: 1) pendidik, 2) peserta didik, 3) materi dan bahan didikn-disebut juga sebagai “kurikulum”, 4) sarana dan prasarana pendidikan; pendidik dan pedidik melakukan interaksi menggunakan sarana dan prasarana pendidikan untuk “mengolah” bahan atau materi didikan untuk mencapai 5) tujuan pendidikan

Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak hanya ditentukan dari pendidiknya saja namun kerjasama antara pendidik, peserta didik (siswa), kurikulum, serta sarana dan prasarana dari sekolah tersebut. Sebagai salah


(18)

2

satu komponen penting dalam pendidikan, peserta didik (siswa) haruslah membantu dalam keberhasilan proses pembelajaran.

Siswa harus memiliki berbagai kemampuan untuk membantu keberhasilan proses pembelajaran, salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan membaca. Melalui membaca dapat menciptakan suatu proses belajar yang efektif. Masyarakat yang gemar membaca akan mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas.

Burns, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 1) berpendapat bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Hal tersebut di atas memiliki arti bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu masyarakat terpelajar, anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan termotivasi untuk belajar.

Membaca adalah salah satu hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap aspek kehidupan masyarakat pastilah melibatkan kegiatan membaca. Di samping itu, kemampuan membaca merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-hari manusia. Dengan membaca, informasi yang tertulis dapat tersampaikan kepada si-pembaca. Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar dalam belajar.

Dalam membaca dibutuhkan kemampuan menerjemahkan, artinya untuk dapat mengetahui informasi yang tertulis, pembaca harus mampu menerjemahkan/menafsirkan rangkaian kalimat dalam sebuah bacaan.


(19)

3

Seorang pembaca dikatakan berhasil jika mampu menerjemahkan, memahami, dan mengetahui isi/informasi dari bacaan yang telah dibacanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan dimana pembaca dapat menerjemahkan, memahami, dan mengetahui isi/informasi dari bacaan yang telah dibaca.

Kemampuan membaca harus dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar dalam belajar, salah satunya adalah belajar matematika. Sebagian besar siswa berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, penuh dengan berbagai macam rumus dan angka-angka. Dalam pembelajaran matematikapun dibutuhkan kemampuan membaca siswa. Salah satu bentuk soal matematika yang membutuhkan kemampuan membaca siswa adalah soal cerita. ZainalAbidin (1989: 10) mengemukakan bahwa soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang dimaksud bisa berupa masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan dapat mempengaruhi panjang atau pendeknya soal cerita tersebut. Semakin besar bobot masalah yang diungkapkan makin panjang soal cerita yang disajikan, begitu pula sebaliknya semakin kecil bobot masalah yang diungkapkan semakin pendek soal cerita yang disajikan.

Lebih lengkapnya Haji (1994: 13) mengungkapkan bahwa soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang studi matematika dapat berbentuk soal cerita dan bukan soal cerita/soal hitungan. Soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa.


(20)

4

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa soal cerita adalah soal hitungan yang disajikan dalam suatu cerita pendek atau rangkaian kata-kata (kalimat) berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan sekitar siswa serta mengandung masalah yang membutuhkan pemecahan masalah.

Penyajian soal dalam bentuk cerita merupakan usaha menciptakan ceritauntuk menerapkan konsep yang telah dipelajari di sekolah sesuai dengan pengalaman sehari-hari yang dialami siswa. Siswa diharapkan mampu menafsirkan kata-kata dalam soal cerita yang berhubungan dengan pengalamannya sehari-hari. Soal cerita melatih kemampuan siswa menggunakan tanda operasi hitung serta kemampuan untuk berpikir secara analisis. Kemampuan siswa menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika menjadi kunci dalam pemecahan masalah dalam bentuk soal cerita

Dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita dibutuhkan kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut dapat terlihat dari pemahaman soal, yaitu apa saja yang diketahui dari soal, apa yang ditanyakan, dan bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika berpusat pada pemecahan masalah. Dapat diartikan bahwa pembelajaran matematika lebih mementingkan proses dari pada hasil.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 3, 17, dan 19 Oktober 2015 di kelas V SD Negeri 3 Sermo, SD


(21)

5

Negeri 1 Sermo, SD Negeri Tegiri, SD Negeri Hargowilis, dan SD Negeri Kriyan (Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kokap) menunjukkan adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Adapun masalah yang dihadapi sebagai berikut.

Masalah pertama adalah matematika merupakan pelajaran yang sulit dan ditakuti oleh siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 3 Oktober 2015, dapat diketahui beberapa alasan kenapa mata pelajaran matematika ditakuti oleh siswa. Beberapa siswa menganggap mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan penuh dengan rumus-rumus yang rumit, sehingga siswa tidak menyukai apabila berhadapan dengan mata pelajaran matematika. Alasan-alasan lain yang menyebabkan siswa takut terhadap mata pelajaran matematika diantaranya adalah susah, rumit, gurunya galak, malas, dan isinya cuma angka.

Masalah yang kedua, nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo yang kurang memuasakan. Informasi mengenai nilai ulangan tengah semester yang kurang memuaskan diperoleh dari wali kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SD Negeri 3 Sermo pada tanggal 3 Oktober 2015 dengan bapak Jemingin S, Pd selaku wali kelas V diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai UTS matematika siswa tergolong rendah khususnya pada evaluasi dalam bentuk soal cerita. Dari 13 siswa hanya ada 3 orang siswa yang mendapatkan nilai UTS maematika di atas nilai


(22)

6

KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72. Rata-rata nilai UTS matematika kelas V SD Negeri 3 Sermo adalah 63,625. Nilai rata-rata tersebut masih sangat jauh dari KKM yang telah ditentukan SD Negeri 3 Sermo. Guru kelas V menyatakan bahwa untuk pelajaran matematika biasanya menggunakan evaluasi dalam bentuk soal cerita. Guru kelas V SD Negeri 3 Sermo berpendapat bahwa rendahnya nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran matematika disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa dalam menerjemahkan kata-kata dalam soal cerita ke dalam bentuk kalimat matematika.

Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Laras Minarsih S, Pd selaku wali kelas V di SD Negeri 1 Sermo pada tanggal 17 Oktober 2015 menunjukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat dari 12 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 7 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri 1 Sermo adalah 62,083. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah.

Hasil observasi dengan ibu Watini S, Pd selaku wali kelas V di SD Negeri Hargowilis pada tanggal 17 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Hasil observasi menunjukkan bahwa dari 9 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 4 siswa yang mendapatkan


(23)

7

nilai UTS matematika di atas KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu 73. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Hargowilis adalah 65,111. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah.

Hasil observasi dan wawancara dengan bapak Paino A, Ma selaku wali kelas V di SD Negeri Tegiri pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa dari 13 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 1 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 65. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Tegiri adalah 31,615. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah.

Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Suryanti, S, Pd selaku wali kelas V di SD Negeri Kriyan pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika tergolong rendah. Terdapat 12 siswa di SD Negeri Kriyan kelas V, namun hanya 11 siswa yang dapat mengikuti ulangan tengah semester dikarenakan satu siswa mengalami sakit paru-paru dan harus menjalani pengobatan lebih lanjut. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa dari 11 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 5 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 75. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri Tegiri


(24)

8

adalah 69.090. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah.

Masalah ketiga, nilai ulangan harian matimatika beberapa siswa masih berada di bawah KKM yang telah ditentukan oleh masing-masing sekolah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan wali kelas V setiap Sekolah Dasar Negeri Gugus III di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 diperoleh informasi bahwa di SD Negeri 3 Sermo nilai ulangan harian pertama yang diikuti oleh 13 siswa terdapat 9 siswa yang nilainya di bawah KKM. sedangkan 13 siswa yang mengikuti ulangan harian pertama di SD Negeri Tegiri terdapat 10 siswa yang nilai ulangan hariannya di bawah KKM.

Masalah keempat, siswa sering tidak mendengarkan ketika pembelajaran berlangsung. Hal ini terlihat dari hasil observasi proses pembelajaran di kelas V pada tanggal 17 Oktober 2015. Siswa lebih memilih mengobrol dengan teman sebangkunya, memainkan pensilnya, mencoret-coret buku, dan menundukkan kepala di atas meja dibandingkan dengan mendengarkan penjelasan dari guru. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran siswa akan pentingnya pembelajaran matematika masih kurang. Untuk menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, siswa menbutuhkan pengawasan dan perhatian yang lebih.

Masalah kelima, kemampuan membaca siswa belum berfungsi secara maksimal. Hal ini ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika, khususnya


(25)

9

pada soal cerita pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 19 Oktober 2015, diperoleh informasi bahwa tidak adanya kegiatan dari sekolah yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi perpustakaan. Dari hasil observasi juga terlihat ketidak lengkapan buku di perpustakaan, kondisi ruang perpustakaan yang tidak nyaman, dan buku-buku yang tidak tertata rapi.

Masalah keenam, nilai ulangan matematika siswa dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan soal yang menggunakan kalimat matematika. Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa menyelesaikan soal cerita lebih sulit dibandingkan dengan soal yang menggunakan kalimat matematika. Hal ini didukung dengan hasil tes soal. Peneliti membuat tes soal yang terdiri dari 10 soal cerita matematika dan 10 soal dengan menggunakan kalimat matematika. Peneliti membuat tes soal dengan kesulitan yang sama untuk setiap 10 soal cerita dan 10 soal dengan kalimat matematika. Perbandingan rata-rata nilai tes soal di SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016sebagai berikut:

Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Soal di SD Negeri GugusIII Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016

No Sekolah Dasar Gugus III Soal

Soal Cerita Soal Kalimat Matematika

1 SD NEGERI 3 SERMO 48,750 54,375

2 SD NEGERI 1 SERMO 45,833 49,167

3 SD NEGERI TEGIRI 47,692 58,466

4 SD NEGERI HARGOWILIS 44,444 51,111

5 SD NEGERI KRIYAN 42,500 47,500


(26)

10

Dari tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata tes soal cerita matematika di SD Negeri gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebesar 45,844 lebih rendah daripada tes soal kalimat matematika sebesar 52,124 (45,844 < 52,124). Nilai rata-rata tes soal cerita tertinggi diperoleh oleh SD Negeri 3 Sermo sebesar 48,750, sedangkan nilai rata-rata tes soal kalimat matematika tertinggi juga diperoleh oleh SD Negeri Tegiri sebesar 58,466.

Berdasarkan observasi pada tanggal 17 Oktober 2015 dengan beberapa siswa diketahui beberapa alasan yang menyebabkan nilai ulangan dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan soal yang menggunakan kalimat matematika. Alasan-alasan yang dimaksud diantara malas membaca, bingung cara mengerjakannya, dan susah.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa lebih dari 90% siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kokap kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika khususnya soal dalam bentuk cerita. Kesulitan yang dialami oleh siswa ini disebabkan karena kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika. Diperkuat oleh pendapat Marsudi Raharjo (2008: 1) yang menyatakan bahwa:

Hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) PPPPTK (P4TK) Matematika 2007 dan PPPG Matematika tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan lebih dari 50% guru menyatakan sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. Penyebabnya adalah kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika.


(27)

11

Terkait dengan pemecahan masalah matematika yang biasanya diformulasikan dalam bentuk soal cerita, maka beberapa langkah yang ditempuh siswa dalam menyelesaikan soal cerita antara lain membaca dan memahami soal. Dengan membaca dan memahami isi soal, siswa dapat menetahui apa yang ditanyakan dari soal tersebut.

Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “ Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang permasalahan, maka muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Matematika merupakan pelajaran yang paling ditakuti

2. Nilai rata-rata ulangan tengah semester gasal siswa kelas V pada mata pelajaran matematika tergolong rendah dan masih di bawah KKM.

3. Nilai ulangan harian pada pada mata pelajaran matematika sebagian besar siswa belum memenuhi KKM

4. Siswa tidak memperhatikan ketika pelajaran matematika sedang berlangsung


(28)

12

5. Kurangnya kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

6. Nilai ulangan matematika siswa kelas V dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan soal yang menggunakan kalimat matematika.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dengan melihat kondisi serta permasalahan yang kompleks, maka penelitian ini akan dibatasi pada belum diketahuinya hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa pada materi FPB dan KPKkelas V Sekolah Dasar NegeriGugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Seberapa tingkat kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016?

2. Seberapa tingkat kemampuam pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016?


(29)

13

3. Apakah kemampuan membaca berhubungan positif dan signifikan dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

2. Untuk mengetahui tingkat kemampuam pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

3. Untuk mengetahui hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan suatu teori mengenai hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V


(30)

14

Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

2. Manfaat praktis a. Bagi guru

Penelitian ini bermanfaat memberikan masukan untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar terutama pada mata pelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa dan meningkatkan kemampuan pemecahan soal cerita siswa.

b. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi kepala sekolah dalam merancang kegiatan-kegiatan dan menerapkan berbagai kebijakan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan soal cerita matematika dan meningkatkan kemapuan membaca siswa.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bekal bagi peneliti untuk melaksanakan pembelajaran yang baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan soal cerita matematika dan meningkatkan kemapuan membaca siswa.


(31)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Kemampuan Membaca

1. Pengertian Kemampuan Membaca

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Farida Rahim, 2007: 2). Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup proses pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif.

Sedangkan menurut Klein,dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 3) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup: 1) membaca merupakan suatu proses, 2) membaca adalah strategis, dan 3) membaca interaktif. Dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses yang melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.

Selanjutnya Saleh Abbas (2006: 102) mendefinisikan membaca sebagai suatu aktivitas untuk menangkap informasi bacaan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif dengan memanfaatkan pengalaman belajar pembaca.

Sependapat dengan Burns, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 1) juga berpendapat bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Maksudnya bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu masyarakat


(32)

16

terpelajar. Anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca akan kesulitan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan membaca.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas. Membaca sebagai suatu aktivitas tidak hanya menangkap informasi bacaan yang tersurat namun juga informasi bacaan yang tersirat.

2. Tujuan Membaca

Membaca hendaknya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai, pembaca cenderung lebih memahami apa yang dibaca dibandingkan dengan pembaca yang tidak memiliki tujuan. Menurut Blanton, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 11) menyebutkan tujuan membaca mencakup:

a. Kesenangan;

b. Menyempurnakan membaca nyaring; c. Menggunakan strategi tertentu;

d. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;

e. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;

f. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis; g. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;

h. Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks;

i. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik

Saleh Abbas (2006: 102) menyatakan bahwa hakikat membaca akan disesuaikan dengan hakikat membaca yang mengacu pada tujuan pembelajaran, yaitu sebagai suatu aktivitas untuk menangkap informasi


(33)

17

bacaan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif dengan memanfaatkan pengalaman belajar pembaca.

Lebih lanjut Saleh Abbas (2006: 102) menjelaskan bentuk-bentuk pemahaman dalam membaca sebagai berikut:

a. Pemahaman Literal

Pemahaman literal adalah kemampuan memahami ide-ide yang tampak secara eksplisit dalam wacana. Menurut Burns (dalam Saleh Abbas, 2006: 102), pemahaman literal merupakan prasyarat bagi pemahaman yang lebih tinggi.

b. Pemahaman Inferensial

Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung dalam wacana. Memahami wacana secara inferensial berarti memahami makna wacana yang lebih dalam dari kalimat-kalimat yang tertulis berdasarkan atas informasi-informasi yang tampak secara eksplisit. Burns (dalam Saleh Abbas, 2006: 102) menyatakan bahwa untuk memperoleh pemahaman inferensial atau intepretif, pembaca harus mampu menangkap apa yang tersirat dalam wacana.

c. Pemahaman Evaluatif

Pemahaman evaluatif merupakan kemampuan mengevaluasi isi wacana. Untuk mencapai tingkat pemahaman evaluatif, pembaca tidak hanya sekedar menginterpretasikan maksud penulis, tetapi juga


(34)

18

memberikan penilaian yang kritis terhadap apa yang disampaikan oleh penulis (Syafi’ie dalam Saleh Abbas, 2006: 102).

d. Pemahaman Kreatif

Pemahaman kreatif merupakan kemampuan mengungkapkan respon emosional dan estestis terhadap wacana yang sesuai dengan strandar pribadi dan standar profesional.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca adalah memahami isi wacana yang dibaca, baik isi wacana yang tersirat maupun yang tersurat. Tingkat pemahaman pembaca dalam memahami isi wacana mempengaruhi banyak sedikitnya informasi yang diperoleh dari proses membaca tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada kemampuan membaca narasi. Menurut Gorys Keraf (2001: 136) narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi juga mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan menurut Lamb dan Arnold (dalam Farida Rahim, 2005: 16-30) yaitu:

a. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin.


(35)

19 b. Faktor Intelektual

Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya mempengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam membaca permulaan.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup a) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, dan b) sosial ekonomi keluarga siswa.

d. Faktor Psikologis

Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup 1) motivasi, 2) minat, dan 3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca anak diantaranya adalah faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. Faktor psikologis mencakup motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.

Tingkat kemampuan membaca siswa kelas V dapat diketahui melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V semester I materi sebagai berikut:


(36)

20

Tabel 2. SD-KD Bahasa Indonesia Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami penjelasan

nara sumber dan cerita rakyat secara lisan

1.1. Menanggapi penjelasan narasumber (petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan santun berbahasa.

1.2. Mengidentifikasi unsur cerita rakyat yang didengarnya

2. Mengungkap-kan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara

lisan dengan

menanggapi suatu persoalan,

menceritakan hasil pengamatan, atau berwawancara

2.1. Menanggapi penjelasan narasumber (petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan santun berbahasa.

2.2. Menceriterakan hasil pengamatan/kunjungan dengan bahasa runtut,baik, dan benar .

2.3. Berwawancara sederhana dengan

nara sumber

(petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa

3. Memahami teks dengan membaca teks percakapan, membaca cepat 75 kata/menit, dan membaca puisi

3.1. Membaca teks percakapan dengan lafal dan intonasi yang tepat.

3.2. Menemukan gagasan utama suatu teks yang dibaca dengan kecepatan 75 kata/menit.

3.3. Membaca puisi dengan lafal dan intonasi yang tepat.

4. Mengungkap-kan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis

4.1. Menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan. 4.2. Menulis surat undangan (ulang

tahun, acara keagamaan, kegiatan sekolah, kenaikan sekolah dll) dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan. 4.3. Menulis dialog sederhana antara dua

atau tiga tokoh dengan memperhatikan isi serta perannya. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia kelas V semester I maka peneliti akan membatasi pada Standar Kompetensi 1 yaitu memahami penjelasan narasumber dan cerita rakyat


(37)

21

secara lisan meliputi Kompetensi Dasar 1.1 menanggapi penjelasan narasumber (petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan santun berbahasa. dan Kompetensi Dasar 1.2 mengidentifikasi unsur cerita rakyat yang didengarnya. Dengan demikian peneliti akan meneliti tentang hubungan kemampuan membaca pada materi cerita rakyat dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V pada materi FPB dan KPK.

B. Tinjauan tentang Kemampuan Pemecahan Soal Cerita 1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Soal Cerita

Kemampuan berasal dari kata mampu yang memperoleh awalan

ke- dan akhiran –an yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kemampuan diartikan kesanggupan atau kecakapan untuk melakukan sesuatu.

Sweden, Sandra, dan Japa (dalam Endang Setyo Winarni dan Sri Hamini, 2012: 122) berpendapat bahwa soal cerita adalah soal yang diungkapkan dalam bentuk ceita yang diambil dari pengalaman-pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep matematika.

Sedangkan menurut Muhsetyo (dalam Endang Setyo Winarni dan Sri Hamini, 2012: 122) soal matematika yang dinyatakan dengan serangkaian kalimat disebut dengan soal bentuk cerita. Mendukung kedua pendapat di atas, Endang Setyo Winarni dan Sri Hamini (2012: 122) berpendapat bahwa soal cerita adalah soal matematika yang


(38)

22

diungkapkan atau dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan soal cerita adalah kemampuan atau kecakapan untuk menyelesaikan soal matematika yang dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

2. Langkah-Langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika

Dalam memecahkan atau menyelesaikan masalah kita dituntut untuk berpikir dan bekerja keras menerima tantangan agar mampu memecahkan masalah yang kita hadapi. Untuk memecahkan masalah yang kita perlu merencanakan langkah-langkah apa saja yang harus ditempuh guna memecahkan masalah tersebut.

Polya (dalam Daitin Tarigan, 2006: 155) mengungkapkan pendapatnya mengenai langkah pemecahan masalah yang umum digunakan yaitu:

1. Pemahaman masalah 2. Perencanaan penyelesaian

3. Pelaksanaan rencana penyelesaian

4. Pengecekan kembali kebenaran penyelesaian

Lebih lanjut, Polya (dalam Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini, 2012: 124) menjelaskan langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk pemecahan masalah sebagai berikut:


(39)

23

a. Pemahaman terhadap masalah, maksudnya mengerti masalah dan melihat apa yang dikehendaki. Cara memahami suatu masalah antara lain sebagai berikut:

1) Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat dipahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.

2) Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari masalah.

3) Menentukan/mengidentifikasi apa yang ditanyakan/apa yang dikehendaki dari masalah.

4) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan masalah. 5) Sebaiknya tidak menambah hal-hal yang tidak ada agar tidak menimbulkan masalah yang berbeda dengan masalah yang seharusnya diselesaikan (Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini, 2012: 124)

b. Perencanaan pemecahan masalah, maksudnya melihat bagaimana hubungan antara soal dengan data yang diperoleh untuk membuat suatu rencana pemecahan masalah. Kreativitas dalam menyusun perencanaan pemecahan masalah dibutuhkan dalam menyusun strategi pemecahan masalah. Wheeler (dalam Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini, 2012: 124) mengemukakan strategi pemecahan masalah sebagai berikut:

1) Membuat suatu tabel 2) Membuat suatu gambar

3) Menduga, mengetes, dan memperbaiki 4) Mencari pola

5) Menyatakan kembali permasalahan 6) Menggunakan penalaran

7) Menggunakan variabel 8) Menggunakan persamaan

9) Mencoba menyederhanakan permasalahan 10) Menghilangkan situasi yang tidak mungkin 11) Bekerja mundur

12) Menyusun model

13) Menggunakan algoritma

14) Menggunakan penalaran tidak langsung 15) Menggunakan sifat-sifat bilangan


(40)

24

16) Menggunakan kasus atau membagi masalah menjadi bagian-bagian

17) Memvaliditasi semua kemungkinan 18) Menggunakan rumus

19) Menyelesaikan masalah yang ekuivalen 20) Menggunakan simetri

21) Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.

c. Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah, maksudnya langkah ini merupakan langkah selanjutnya setelah sebelumnya merencanakan penyelesaian masalah dengan menyusun strategi pemecahan masalah. Keterampilan siswa dalam hal perhitungan berperan penting untuk dapat menemukan hasil/jawaban yang tepat. d. Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah, maksudnya

langkah ini merupakan langkah untuk melihat kembali apakah penyelesaian masalah yang kita peroleh merupakan solusi yang paling tepat. Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 124) mengemukakan tentang cara untuk mengetahui apakah penyelesaian masalah yang kita peroleh merupakan solusi yang paling tepat dengan mengecek hasil, menginterprestasi jawaban yang diperoleh, meninjau kembali apakah ada cara lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian yang sama, dan meninjau kembali apakah ada penyelesaian yang lain sehingga dalam memecahkan masalah dituntut tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaiansaja tetapi perlu dikaji dengan beberapa cara penyelesaian.


(41)

25

Menurut Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 124) langkah-langkah yang dapat dijadikan pedoman untuk menyelesaikan soal cerita sebagai berikut:

a. Temukan apa yang ditanyakan oleh soal cerita itu b. Cari informasi/keterangan yang esensial

c. Pilih operasi/pengerjaan yang sesuai d. Tulis kalimat matematikanya

e. Selesaikan kalimat matematikannya

f. Nyatakan jawab dari soal cerita itu dalan bahasa indonesia sehingga menjawab pertanyaan dari soal cerita tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika meliputi: 1) mampu memahami masalah yang ada dalam soal cerita matematika, 2) mampu merencanakan penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang ada dalam soal cerita matematika, 3) mampu melaksanakan rencana penyelesaian yang dianggap paling sesuai, dan 4) mampu mengoreksi atau mengecek ulang kebenaran dari penyelesaian yang sudah dilaksanakan.

3. Pendekatan-Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita

Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 122) mengemukakan bahwa dalam mengajarkan soal cerita dapat digunakan dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Model

Pada pendekatan model, siswa membaca atau mendengakan soal cerita yang diberikan, kemudian siswa mencocokkan situasi yang dihadapi dengan model yang sudah dipelajari sebelumnya.


(42)

26 b. Pendekatan Terjemahan Soal Cerita

Pada pendekatan terjemahan, siswa dilibatkan pada kegiatan membaca kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dari soal cerita yang dihadapinya untuk kemudian menerjemahkan kata demi kata dari ungkapan-ungkapan tersebut ke dalam kalimat matematika.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan-pendekatan dalam penyelesaian soal cerita diantaranya adalah pendekatan model dan pendekatan terjemahan soal cerita.

C. Tinjauan Mata Pelajaran Matematika di SD 1. Pengertian Mata Pelajaran Matematika

Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak bangku SD sampai perguruan tinggi, mata pelajaran matematika sudah diajarkan. Sebagai ilmu dasar, matematika berfungsi untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan benar sejak dini.

Istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”, yang artinya “mempelajari” (Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani, 2007: 42).Menurut Ruseffendi (dalam Sri Subarinah, 2006: 1), matematika itu teorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya. Oleh sebab itu, matematika disebut sebagai ilmu deduktif.


(43)

27

Sejalan dengan Ruseffendi, Sri Subarinah (2006: 1) berpendapat bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Pernyataan ini memiliki arti bahwa sejatinya belajar matematika adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antara konsep dan strukturnya.

Memperkuat pernyataan Ruseffendi di atas, Karso (1998: 1.34) berpendapat bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu. Untuk memahami struktur dan hubungan-hubungannya maka diperlukan penguasaan konsep-konsep yang terdapat pada matematika.

Pandangan rasionalis Descartes dan Leibniz (dalam Marsigit, 2003: 1 ) yaitu konsep matematika merupakan bawaan, sedangkan Locke dan Hume menyatakan bahwa kebenaran matematika dikenal oleh akal tetapi mereka berpikir jika konsep-konsep matematika yang diperoleh merupakan abstraks pengalaman.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu kegiatan yang merupakan abstraksi dari pengalaman dalam bentuk sistematis, teratur, dan eksak. Pembelajaran matematika lebih mementingkan proses dari pada hasil.


(44)

28 2. Tujuan Mata Pelajaran Matematika

Sujono (dalam Artuclus Cahya Prihandoko, 2006: 10) berpendapat bahwa nilai-nilai utama yang terkandung dalam matematika adalah nilai praktis, nilai disiplin dan nilai budaya. Matematika dikatakan memiliki nilai praktis dikarenakan matematika merupakan suatu alat yang dapat langsung dipergunakan untuk menyelesaikan permasalah sehari-hari yang dialami. Disadari atau tidak, dalam kehidupan manusia pasti melakukan kegiatan perhitungan-perhitungan matematis.

Pendapat di atas didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 (dalam Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani, 2007: 52) yang menjelaskan bahwa tujuan pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaiakan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Karso (1998: 2.7) berpendapat bahwa tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar meliputi dua hal, yaitu:


(45)

29

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif.

b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika diberikan pada anak sekolah dasar bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat menghadapi perubahan keadaan disekitarnya yang selalu berkembang dan matematika dapat digunakan/diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Karakteristik Matematika

Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya, Ebbutt dan Straker dalam makalah berjudul pembelajaran matematika berdasarkankurikulum berbasis kompetensi di SMK (Marsigit, 2003: 3-4) mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebutsebagai matematika, sebagai berikut :

1. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) memberikesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-polauntuk menentukan hubungan, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukanpercobaan denga berbagai cara, (3) mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan,perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb, (4) mendorong siswa menarikkesimpulan umum, (5) membantu siswa


(46)

30

memahami dan menemukan hubungan antarapengertian satu dengan yang lainnya.

2. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi,intuisi dan penemuan

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendoronginisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda, (2) mendorong rasa ingin tahu,keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan, (3)menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripadamenganggapnya sebagai kesalahan, (4) mendorong siswa menemukan struktur dan desainmatematika, (5) mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, (6)mendorong siswa berfikir refleksif, dan (7) tidak menyarankan hanya menggunakan satumetode saja.

3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) menyediakanlingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, (2)membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, (3)membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalanmatematika, (4) mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis danmengembangkan sistem dokumentasi/catatan, (5) mengembangkan kemampuan danketrampilan untuk memecahkan persoalan, (6) membantu siswa mengetahui bagaimanadan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti :jangka, kalkulator, dsb.

4. Matematika sebagai alat berkomunikasi

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendorong siswamengenal sifat matematika, (2) mendorong siswa membuat contoh sifat matematika, (3)mendorong siswa menjelaskan sifat matematika, (4) mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika, (5) mendorong siswa membicarakan persoalanmatematika, (6) mendorong siswa membaca dan menulis matematika, (7) menghargaibahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.

Berdasarkan pendapat dari ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteritik matematika diantaranya adalahmatematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan, matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan, matematika sebagai


(47)

31

kegiatan pemecahan masalah (problem solving), serta matematika sebagai alat berkomunikasi.

4. Pentingnya Pengajaran Matematika

Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani (2007: 52) berpendapat bahwa untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Atas dasar itu, pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa sejak sekolah dasar (SD).

Cockroft (dalam Yulianto D. Saputra, tanpa tahun: 41-42) mengemukakan pendapat mengenai pentingnya pengajaran matematika kepada siswa, yakni karena matematika 1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, serta 6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengajaran matematika penting diberikan kepada anak sekolah dasar karena matematika 1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan siswa, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5)


(48)

32

meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, serta 6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Belajar Matematika

Pitadjeng (2006: 65-66) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi anak dalam belajar matematika, yaitu:

a. Faktor Intern

Faktor intern dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor jasmaniah (tubuh), psikologis, dan kelelahan.

1) Faktor jasmani (tubuh)

Faktor jasmani yang dapat mempengaruhi anak dalam belajar matematika ditinjau dari faktor kesehatan dan cacat tubuh (Slameto dalam Pitadjeng, 2006: 65)

a) Faktor kesehatan

Agar seseorang dapat belajar matematika dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan untuk belajar, tidur, makan, olah raga, dan rekreasi (Pitadjeng, 2006: 66).


(49)

33 b) Cacat tubuh

Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Anak didik yang cacat, belajarnya juga terganggu (Pitadjeng, 2006: 67).

2) Faktor psikologis a) Intelegensi b) Perhatian c) Minat d) Bakat e) Motif f) Kematangan

g) Kesiapan (Pitadjeng, 2006: 67-71). 3) Faktor kelelahan

Kelelahan dapat mempengaruhi belajar anak. Agar anak didik dapat belajar dengan baik, haruslah menghindari kelelahan, baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikis. Kelelahan fisik dan psikis dapat dihilangkan dengan cara-cara sebagai berikut:

a) Tidur/istirahat

b) Mengusahakan variasi strategi dalam belajar

c) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah seperti obat gosok

d) Olah raga secara teratur

e) Pola makan yang teratur dan sehat

f) Jika kelelahan yang dialami sampai serius, maka akan lebih efektif jika menghubungi ahli seperti psikiater, dokter dan sebagainya(Pitadjeng, 2006: 72).

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern dalam menentukan keberhasilan belajar anak didik digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat (Pitadjeng, 2006: 73).


(50)

34

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwafaktor-faktor yang mempengaruhi anak dalam belajar matematika adalah faktor intern {faktor jasmaniah (tubuh), psikologis, dan kelelahan} dan faktor ekstern (faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika.

6. Ruang Lingkup Matematika

Menurut Depdiknas (2003: 2), “ruang lingkup matematika pada Standar Kompetensi matematika adalah bilangan, pengukuran dan geometri, dan pengelolaan data”. Bahan kajian inti matematika di SD mencakup: aritmatika (berhitung), pengenalan aljabar, geometri, pengukuran, dan kajian data (Karso, 1998: 2.9).

Pembelajaran Matematika kelas V semester I tahun ajaran 2015/2016 materi sebagai berikut:

Tabel 3. SD-KD Matematika Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Bilangan

1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah

1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran

1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB

1.3 Melakukan operasi hitung campuaran bilangan bulat

1.4 Menghitung perpangkatan dari akar sederhana

1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK, dan FPB


(51)

35

Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar matematika kelas V semester I tahun ajaran 2015/2016 maka peneliti akan membatasi pada Standar Kompetensi 1 yaitu melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah meliputi Kompetensi Dasar 1.2 menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB dan Kompetensi Dasar 1.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK, dan FPB. Dengan demikian peneliti akan meneliti tentang hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V pada materi FPB dan KPK.

D. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika

Kemampuan membaca adalah kemampuan proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas. Aktivitas yang dimaksud diantaranya aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Farida Rahim, 2007: 2). Membaca sebagai suatu aktivitas tidak hanya menangkap informasi bacaan yang tersurat namun juga informasi bacaan yang tersirat.Dalam proses belajar matematika terjadi proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir apabila orang itu melakukan kegiatan mental, dan orang belajar matematika mesti melakukan kegiatan mental (Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani, 2007: 43).Marsudi Raharjo (2008: 1) menyatakan bahwa:

Hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) PPPPTK (P4TK) Matematika 2007 dan PPPG Matematika tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan lebih dari 50% guru menyatakan sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. Penyebabnya adalah


(52)

36

kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika.

Ilmu matematika itu berbeda dengan disiplin ilmu yang lain. matematika memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa yang terdiri atas simbol-simbol dan angka. Sehingga, jika kita ingin belajar matematika dengan baik, maka langkah yang harus ditempuh adalah kita harus menguasai bahasa pengantar dalam matematika, serta kita harus berusaha memahami makna-makna di balik lambang dan simbol tersebut.

Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Galileo Galilei (dalam Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani, 2007: 46) berpendapat bahwa alam semesta itu bagaikan sebuah buku yang hanya dapat dibaca kalau orang mengerti bahasanya dan akrab dengan lambang dan huruf yang digunakan di dalamnya, dan bahasa alam tersebut tidak lain adalah matematika. Dengan kata lain, bahasa matematika memiliki mana “tunggal”, sehingga suatu kalimat matematika tidak dapat ditafsirkan bermacam-macam.

Kemampuan pemecahan soal cerita adalah kemampuan atau kecakapan untuk menyelesaikan soal matematika yang dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam memecahkan atau menyelesaikan soal cerita matematika dibutuhkan kemampuan membaca siswa yang mumpuni sehingga mampu menerjemahkan atau menafsirkan kalimat-kalimat cerita dalam soal cerita ke dalam kalimat matematika.


(53)

37

Langkah pertama yang harus dilakukan siswa untuk menyelesaikan atau memecahkan soal cerita matematika adalah mampu memahami masalah yang ada dalam soal cerita. Agar dapat memahami masalah yang ada dalam soal cerita maka siswa dituntut dapat membaca dengan baik dan benar. Jika siswa memiliki kemampuan membaca yang baik maka tingkat pemahaman siswa mengenai isi wacana atau cerita menjadi tinggi, sehingga dengan pemahaman yang diperolehnya dari membaca soal cerita siswa dapat menentukan cara penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang dipaparkan dalam soal cerita.

Demikian pula dalam hal kemampuan pemecahan soal cerita matematika dalam Standar Kompetensi 1 yaitu melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah meliputi Kompetensi Dasar 1.2 menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB dan Kompetensi Dasar 1.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK, dan FPB. Siswa kelas V yang memiliki kemampuan membaca yang tinggi akan memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menyelesaikan soal cerita matematika pada materiKPK dan FPB tersebut dengan baik.

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Pada usia anak sekolah dasar ditandai oleh tiga dorongan yaitu: kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya, kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlukan keterampilan fisik, serta kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan simbolis serta komunikasi dengan orang dewasa.


(54)

38

Menurut Rita Eka Izzanty,dkk (2008: 104), individu berada pada fase akhir anak- anak yang berlangsung pada usia 6 tahun sampai masuk kemasa pubertas dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun.

Ada beberapa karakteristik anak di usia sekolah dasar yang perlu diketahui oleh para guru agar lebih mengetahui keadaan siswa. Seorang guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswa, oleh karena itu sangat penting bagi seorang pendidik untuk mengetahui karakteristik dan juga kebutuhan para siswa. Menurut Rita Eka Izzaty dkk (2008:116-117)dalam perkembangannya, siswa sekolah dasar mempunyai karakteristik sebagai berikut.

Masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase:

1. Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar (SD) yang berlangsung antara usia 6/7 tahun-9/10 tahun biasanya duduk di kelas 1,2 dan 3. Ciri-ciri anak masa kelas-kelas rendah SD adalah sebagai berikut.

a. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.

b. Suka memuji diri sendiri.

c. Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggap tidak penting.

d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya.

e. Suka meremehkan orang lain.

2. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar (SD) yang berlangsung antara usia 9/10 tahun-12/13 tahun, biasanya duduk di kelas 4,5 dan 6. Ciri-ciri anak masa kelas-kelas tinggi SD adalah sebagai berikut.

a. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. b. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis.

c. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

e. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau

peergroup untuk bermain bersama dan membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.


(55)

39

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 yang rata-rata berumur 10-11 tahun memiliki karakteristik seperti perhatian kepada kehidupan praktis sehari-hari, memiliki rasa ingin tahu dan minat dalam belajar serta memiliki sifat yang realistis, memandang nilai sebagai ukuran prestasi belajar di sekolah, serta suka berkumpul membentuk suatu kelompok sebaya dengan aturan yang mereka buat sendiri.

F. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Fathim Umi Fadhilah tahun 2010 dengan judul “ Upaya Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Bagi Siswa Kelas III SD Negeri Caturtunggal 3 Depok Sleman Yogyakarta” menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada proses pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas III SD Negeri Caturtunggal 3 Depok Sleman Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan dari hasil tes yang secara kuantitatif meningkat. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 60,43 pada siklus I meningkat menjadi 84,42 pada siklus II.

Hasil penelitian Sesi Nur Rochmah pada tahun 2011 dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Matematika Pokok Bahasan Pecahan Melalui Pendekatan Kontekstual Siswa Kelas III SD Muhammadiyah Mutihan Wates Kulon Progo” menyimpulkan bahwa


(56)

40

penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas IIISD Muhammadiyah Mutihan dalam menyelesaikan soal cerita pada pokok bahasan pecahan. Hal ini ditunjukkan dari hasil tes yang secara kuantitatif meningkat. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 83,58 pada siklus I meningkat menjadi 86,44 pada siklus II. G. Kerangka Pikir

Penelitian iniberkaitan dengan dua variabel. Dalam penelitian ini, akan diteliti hubungan kemampuan membaca yang disimbolkan dalam (X) dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika yang disimbolkan dalam (Y) yang dirumuskan dengan bagan sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir

Kemampuan membaca adalah kemampuan proses berpikir yang melibatkan berbagai aktivitas. Membaca sebagai suatu aktivitas tidak hanya menangkap informasi bacaan yang tersurat namun juga informasi bacaan yang tersirat.Siswa yang mempunyai kemampuan membaca yang baik dan

Kemampuan Membaca (X)

Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika

(Y)

1. Pemahaman literal 2. Pemahaman

Inferensial

3. Pemahaman Evaluatif 4. Pemahaman Kreatif

1. Pemahaman masalah 2. Perencanaan

penyelesaian

3. Pelaksanaan rencana penyelesaian

4. Pengecekan kembali kebenaran


(57)

41

mumpuni akan memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menyelesaikan soal cerita matematika.

Dalam soal cerita matematika terdapat berbagai informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Informasi atau data yang ada dalam soal cerita tidak hanya tampak secara tersurat namun juga tersirat. Oleh sebab itu, siswa harus memiliki kemampuan membaca yang baik untuk mencari dan menemukan informasi yang tersurat maupun yang tersirat dalam soal cerita matematika. Demikian pula dalam hal belajar matematika, jika siswa memiliki kemampuan membaca yang baik untuk belajar materi FPB dan KPK maka siswa akan memiliki kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika materi FPB dan KPK.

Dengan demikian, apabila siswa memiliki kemampuan membaca yang baik dan mumpuni maka siswa juga akan memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menyelesaikan soal cerita matematika materi FPB dan KPK. Begitu pula sebaliknya, jika siswa memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menyelesaikan soal cerita matematika materi FPB dan KPK maka siswa tersebut pasti memiliki kemampuan membaca yang baik dan mumpuni.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat dilihat bahwa kemampuan membaca berhubungan dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V SD Negeri.


(58)

42 H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut .

1. Hipotesis Penelitian : “Kemampuan membaca berhubungan positif dan signifikan dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.”

2. Hipotesis Alternatif : “Kemampuan membaca tidak berhubungan positif dan signifikan dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.”

Dasar pengambilan keputusan hipotesis di atas adalah sebagai berikut.

1. Jika p < 0,05 (0,000 < 0,05) maka hipotesis alternatif ditolak dan hipotesis penelitian diterima artinya signifikan.

2. Jika p > 0,05 (0,000 > 0,05) maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis penelitian ditolak artinya tidak signifikan signifikan.


(59)

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian ex-postfacto yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Purwanto (2006: 8) penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang cara kerjanya meniru model penelitian alam.

Purwanto (2006: 26) juga mengemukakan bahwa karakteristik penelitian kuantitatif, yaitu: 1) dipengaruhi metode penelitian alam, 2) bersifat behavioristik-mekanistik-empirik, 3) memberikan perhatian pada hasil (produk), 4) tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan aturan, hukum dan prinsip yang bersifat umum, 5) konversi kualitas menjadi kuantitas, 6) konfirmasi teori, dan 7) menjunjung tinggi objektivitas.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian ex-postfacto. Menurut Sukardi (2012: 165) penelitian ex-postfacto digunakan untuk menentukan apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini, tugas peneliti hanya mengumpulkan dan menganalisis data yang ada pada lapangan dan tidak memanipulasi data, serta peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 dengan subjek penelitian siswa kelas V tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016.


(60)

44 D. Variabel Penelitian

Variabel menurut Purwanto (2006: 45) adalah gejala yang dipersoalkan. Menurut Ghiselli, Campbell, dan Zedeck (dalam Purwanto, 2006: 55) variabel merupakan karakteristik atau kualitas, masing-masing individu berbeda satu sama lain.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah kualitas dari gejala yang dipersoalkan peneliti. Variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Variabel independen atau variabel bebas

Variabel independen menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2011: 17) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya variabel dependen. Variabel independen ini sering disebut prediktor. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca.

2. Variabel dependen atau variabel terikat

Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2011: 17-18) variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan soal cerita matematika.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sudjana (dalam Purwanto, 2006: 219) populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun hasil


(61)

45

mengukur baik kualitatif maupun kuantitatif dari karakteristik mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 dengan data menurut UPTD PAUD DAN DIKDAS Kecamatan Kokap adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Daftar SD/MIGugus III Kokap Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016

No Nama Sekolah

1. SD Negeri 3 Sermo (Inti) 2. SD Negeri I Hargowilis 3. SD NegeriTegiri

4. SD Negeri 1 Sermo 5. SD Muh Penggung 6. SD NegeriKriyan 7. MI Kokap

Dari daftar SD/MIGugus III menurut UPTD PAUD DAN DIKDAS Kecamatan Kokap tahun 2015/2016 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 7 SD/MI di Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi populasi pada Sekolah Dasar Negeri. Dari 7 SD/MI di Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016, terdapat 5 Sekolah Dasar Negeri yaitu SD Negeri3 Sermo, SD Negeri1 Sermo, SD NegeriTegiri, SD NegeriHargowilis, dan SD NegeriKriyan. Daftar jumlah siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kokap, Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 adalah sebagai berikut:

2. Sampel

Pengertian sampel menurut Soenarto (dalam Purwanto, 2006: 220) adalah suatu bagian yang dipilih dengan cara tertentu untuk


(62)

46

mewakili keseluruhan kelompok populasi. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Suharsimi Arikunto, 2010: 174).

Jumlah SD/MI yang dijadikan tempat penelitian di gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 berjumlah 7 SD/MI. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah kelas V Sekolah Dasar Negeri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sample atau sampel bertujuan. Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan misalnya keterbatasan waktu atau dikarenakan karakteristik tertentu (Suharsimi Arikunto, 2006: 139).

Tabel 5. Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD Negeri Gugus III Kokap Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016

No Nama Sekolah Jml Siswa Laki-Laki

Jml Siswa Perempuan

Total

1. SD Negeri 3 Sermo 6 7 13

2. SD Negeri 1 Sermo 6 6 12

3. SD Negeri Tegiri 8 5 13

4. SD Negeri Hargowilis 3 6 9

5. SD Negeri Kriyan 5 6 11

Jumlah 58

Dari tabel 5 diatas dapat disimpulkan bahwa sampel dalam penelitian ini berjumlah 58 siswa. Sampel tersebut berasal dari 5 SD Negeri kelas V gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

F. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan


(63)

47

untuk mengumpulkan data. Menurut Sugiyono (2006: 194) menuliskan tiga metode pengumpulan data yaituinterview (wawancara), angket (kuesioner), dan observasi. Adapun metode-metode yang dipakai oleh peneliti dalam mengumpulkan data-data adalah sebagai berikut:

1. Tes

Untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti, digunakan tes (Sugiyono, 2010: 266). Tes yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tes objektif. Tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan membaca siswa dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Hasil tes digunakan untuk mengetahui hubungan anatara kemampuan membaca siswa dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas VSD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016. Tes yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah tes dalam bentuk pilihan ganda.

2. Dokumentasi

Tidak kalah penting dengan teknik-teknik lain, adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Sugiyono, 2010: 274). Pada teknik ini peneliti memperoleh data dari berbagai sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden.


(64)

48

Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu jumlah siswa, daftar nilai UTS semester gasal kelas V dan rapot siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 yang digunakan sebagai salah satu sumber pendukung di latar belakang penelitian.

G. Instrumen Penelitian

1. Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Terdapat dua instrumen pada penelitian ini, yaitu instrumen kemampuan membaca dan instrumen kemampuan pemecahan soal cerita matematika.

a. Tes Kemampuan Membaca

Di bawah ini akan diuraikan kisi-kisi instrumen kemampuan membaca.

Tabel 6. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Membaca Variabel Indikator Sub Indikator Nomor Item

Jumlah Item Kemampuan

Membaca

Pemahaman Literal

Menyebutkan tokoh dan watak dalam cerita rakyat

1,2, 14, 15, 17

5

Menyebutkan setting dalam cerita rakyat

10, 11, 16, 19, 22, 23, 30, 33, 34,35,36


(65)

49

Variabel Indikator Sub Indikator Nomor Item Jumlah Item Pemahaman Inferensial Menyimpulkan pikiran utama

5, 8, 9, 20, 28, 38 6 Menafsirkan kata (berimbuhan) 3, 4, 29, 31, 32 5 Menarik Kesimpulan dan nilai moral 7, 25, 26 3 Pemahaman Evaluatif Mengungkapkan pendapat 13, 18, 37 3 Memberikan tanggapan 21, 24, 27 3 Pemahaman Kreatif Melengkapi kalimat 6, 12, 39,40 4

Jumlah 40

Jumlah tes pada variabel kemampuan membaca adalah 40 item. Jawaban pada masing-masing item berupa empat alternatif pilihan dengan satu jawaban yang tepat.

Tabel 7. Pola Penyekoran Tes Kemampuan Membaca Jawaban

Benar Salah

1 0

b. Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika

Di bawah ini akan diuraikan kisi-kisi instrumen kemampuan pemecahan soal cerita matematika.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)