SLHD Kabupaten Bojonegoro
Buku Laporan | Bab II
39
B. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Potensi pengembangan wilayah di Kabupaten Bojonegoro diarahkan pada kawasan budidaya yang telah
ditetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro. Kawasan budidaya yang dimaksud antara lain adalah kawasan hutan
produksi 93.833,36 Ha, hutan rakyat 986,27 Ha, perkebunan 5.456,20 Ha, pertanian lahan basah 43.286,21 Ha dan lahan kering 33.025,56 Ha,
permukiman 26.715,75 Ha, ladang 17.579,80 Ha, pertambangan 222,15 Ha, perindustrian 847,84 Ha dan kawasan lainnya 5.087,07 Ha.
2.1.4 Luas Penutupan Lahan Dalam Kawasan Hutan dan Luar
Kawasan Hutan
Lahan Hutan mendominasi tata guna lahan di Kabupaten Bojonegoro dengan luas hutan kurang lebih 96.708,40 hektar terdiri dari hutan produksi
95.197,80 Ha, hutan lindung 1.509,40 Ha dan hutan rakyat 1,20 Ha. Untuk hutan produksi hutan Negara pengelolaannya dibawah 7 tujuh Kesatuan
Pemangkuan Hutan KPH, antara lain : -
KPH Padangan berlokasi pada Kecamatan Padangan dan sekitarnya; -
KPH Bojonegoro berlokasi pada Kecamatan Ngasem, Ngambon, Bubulan, Dander dan sekitarnya;
- KPH Parengan berlokasi pada Kecamatan Trucuk, Malo dan sekitarnya;
- KPH Jatirogo berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Malo;
- KPH Ngawi berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Margomulyo;
- KPH Saradan berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Tambakrejo;
- KPH Cepu berlokasi pada sebagian hutan di Kecamatan Kasiman.
Adapun luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan menurut data dari perum perhutani tahun 2015 adalah sebagaimana tabel
berikut ini :
SLHD Kabupaten Bojonegoro
Buku Laporan | Bab II
40
Tabel 2.1 Luas Penutupan Lahan
Dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan KSA-KPA
Ha HL Ha
HPT Ha HP Ha
HPK Ha APL Ha
0,0 1.516,7
0,0 88.853,0
109,0 37,3
Keterangan
KSA-KPA : Kawasan Suaka Alam
– Kawasan Pelestarian Alam; HL
: Hutan Lindung; HPT
: Hutan Produksi Terbatas; HP
: Hutan Produksi Tetap; HPK
: Hutan Produksi yang dapat dikonversi; APL
: Area penggunaan lain selain kawasan hutan.
2.1.5 Kerusakan Lahan dan Hutan
2.1.5.1 Lahan Kritis
Lahan kritis merupakan lahan atau tanah yang saat ini tidak produktif karena pengelolaan dan penggunaan tanah yang tidak atau kurang
memperhatikan syarat-syarat konservasi tanah dan air, sehingga lahan mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas
yang telah ditentukan atau diharapkan. Lahan kritis yang ada di Kabupaten Bojonegoro disebabkan :
a. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaiannya, sehingga terjadinya erosi dipercepat, yaitu kecepatan tanah
yang hilang lebih besar dibanding dengan pembentukannya. Akibatnya solum tanah menjadi tipis atau bahkan yang muncul di permukaan berupa
batuan induk
bed rock
, karena sudah kehilangan lapisan tanah. b. Penebangan hutan secara liar di Kabupaten Bojonegoro terjadi pada tahun
1999, dimana pada saat itu terjadi penebangan hutan secara besar-besaran yang dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan sampai
dengan sekarang terutama saat terjadi hujan yang cukup deras, maka akan
SLHD Kabupaten Bojonegoro
Buku Laporan | Bab II
41
terjadi banjir bandang seperti yang terjadi di desa Kedungsumber Kecamatan Temayang dan desa Kunci Kecamatan Dander, yang memerlukan
pemulihan dengan segera sehingga bahaya erosi dan banjir bandang dapat dicegah.
Luas lahan kritis di Kabupaten Bojonegoro mengalami penurunan dari 3.898 Ha pada tahun 2011, menjadi 2.143 Ha pada tahun 2012. Hal ini tidak
lepas dari upaya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam rangka menangani lahan-lahan kritis yang ada, diantaranya dengan membuat program-program
yang pro lingkungan hidup seperti, gerakan menanam satu milyar pohon, peraturan tentang pengendalian penebangan pohon dan pengetatan alih fungsi
lahan. Tahun 2013, luas lahan kritis di Kabupaten Bojonegoro mengalami sedikit
kenaikan menjadi 2.166,63 Ha dan sangat kritis 22,75 Ha, sedangkan di tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 258 ha untuk lahan kritis dan sudah tidak
ada lagi lahan sangat kritis di Kabupaten Bojonegoro. Dan di tahun 2015, luas lahan kritis mengalami penurunan menjadi 195 Ha, artinya upaya yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam merehabilitasi lahan kritis bisa dikatakan berhasil.
Gambar 2.3 Data Lahan Kritis Kabupaten Bojonegoro Tahun 2009 sd 2015
12.232 7.138
3.839 2.143
2.189 258
195 2009
2010 2011
2012 2013
2014 2105
2.000 4.000
6.000 8.000
10.000 12.000
14.000 16.000
1 2
3 4
5 6
7
Tahun Luas Lahan
Kritis Ha
SLHD Kabupaten Bojonegoro
Buku Laporan | Bab II
42
Sampai dengan tahun 2015, di Kabupaten Bojonegoro belum ada data mengenai kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi air, dan belum pernah dilakukan
evaluasi kerusakan tanah di lahan kering maupun evaluasi kerusakan tanah di lahan basah Kabupaten Bojonegoro.
2.1.5.2 Kerusakan Hutan
Hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Oleh sebab itu menjaga kelestarian hutan sangatlah penting. Pembalakan liar
atau lebih dikenal dengan sebutan illegal logging merupakan salah satu sebab kerusakan hutan di Bojonegoro. Dampak pembalakan liar ini sangat dirasakan
oleh masyarakat sekitar hutan seperti perubahan cuaca yang tidak menentu, banjir bandang, sumber air berkurang, erosi, tanah longsor dan curah hujan
serta hari hujan yang berkurang. Salah satu penyebab utama berlangsungnya kegiatan illegal logging,
pencurian kayu dan pengrusakan hutan di Bojonegoro adalah karena mayoritas hutan di Bojonegoro adalah hutan jati, dimana dari segi ekonomi harga kayu jati
lebih mahal dari pada kayu lainnya sehingga mampu mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi para pembalak liar. Selain itu adanya ketimpangan antara
supply
dan
demand
yang terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan pasokan kayu bagi industri, baik kebutuhan kayu untuk industrimasyarakat Bojonegoro
maupun kebutuhan kayu yang diperlukan industrimasyarakat dari luar Bojonegoro.
Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bojonegoro, jumlah unit usaha kerajinan umum yang memerlukan
kayuproduksi hutan di Kabupaten Bojonegoro cukup banyak, diantaranya industri mebel, bubut kayu, gembol, patung kayu, kayu olahan dan masih
banyak lagi lainnya, sehingga pemenuhan kebutuhan kayu harus didapatkan dari hutan di Kabupaten Bojonegoro, baik yang dikelola Perum Perhutani
maupun oleh masyarakat. Terjadinya krisis ekonomi dan lemahnya kebijakan pemerintah dalam
masalah kehutanan telah mengakibatkan permasalahan hutan. Adapun
SLHD Kabupaten Bojonegoro
Buku Laporan | Bab II
43
permasalahan hutan yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro sebagaimana yang tertuang dalam isu strategis adalah penebangan liar dan kebakaran hutan. Pada
tahun 2013, kerusakan hutan di Kabupaten Bojonegoro akibat penebangan liar tercatat 1,55 Ha dan akibat kebakaran hutan 258,80 Ha data perhutani KPH
Bojonegoro, Ngawi, Saradan, Parengan dan Jatirogo.
Kebakaran Hutan
Di tahun 2014, penyebab kerusakan hutan terbesar adalah dikarenakan kebakaran hutan yaitu seluas 248,40 ha, disusul penebangan liar seluas 2,452
ha, bencana alam 1,256 ha dan perambahan hutan 0,046 ha. Sedangkan di tahun 2015 kerusakan hutan akibat kebakaran hutan mencapai 292,11 ha yang
berarti mengalami kenaikan sebesar 15 dibanding tahun 2014, penebangan liar pencurian pohon seluas 12,284 ha dan kerusakan hutan akibat bencana
alam seluas 0,578 ha.
Pembalakan liar Illegal loging
SLHD Kabupaten Bojonegoro
Buku Laporan | Bab II
44
Adapun antisipasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam menghadapi hal tersebut adalah dengan menerapkan standar
perlindungan hutan sesuai kriteria PHL Pengelolaan Hutan Lestari yaitu kelola produksi melalui reboisasi dan penghijauan, kelola lingkungan dan kelola sosial.
2.1.6 Konversi Lahan dan Hutan