2.4.1 Minyak inti sawit
Minyak inti sawit sangat potensial digunakan sebagai sumber trigliserida, metil ester asam lemak maupun asam lemak pada industri pangan, kosmetika dan farmasi
karena mengandung trigliserida rantai sedang yang dominan seperti C
12
dan C
14
. Lipida seperti ini disebut sebagai Medium Chain Triglycerides MCT, yang bersifat
rendah kalori dan dapat digunakan untuk mengobati pasien pengidap HIV, gagal pencernaan, liver maupun bagi seseorang yang dalam proses penyembuhan dari
pembedahan serta dapat juga digunakan untuk orang yang memiliki permasalahan alergi terhadap bahan makanan tertentu O Brien, 1998.
Minyak inti sawit mengandung asam laurat 50 dan asam miristat 18. Kedua jenis asam lemak ini merupakan dua diantara beberapa jenis asam lemak yang
biasa digunakan sebagai bahan baku surfaktan. Dengan diubah menjadi surfaktan, nilai tambah produk turunan minyak inti sawit akan bisa ditingkatkan.
2.4.2 Asam laurat
Asam lemak yang digunakan pada sintesis ini adalah asam laurat. Asam laurat 12:0 adalah satu diantara tiga asam lemak jenuh yang paling banyak dijumpai 14:0,
16:0, dan 18:0. Asam laurat paling banyak dijumpai pada minyak cinnamon 80-90, minyak kelapa 40-60 dan minyak inti sawit 40-50. Asam laurat banyak
digunakan pada pembuatan sabun, sampo, kosmetika dan bahan aktif permukaan lainnya, termasuk pelumas khusus. Asam laurat juga digunakan pada industri obat-
obatan karena sifat antimikrobialnya yang baik. Sifat-sifat asam laurat adalah sebagai berikut E Merck, 2008:
Rumus molekul : C
12
H
24
O
2
Rumus kimia : CH
3
CH
2 10
COOH Berat Molekul
: 200,32 grmol Densitas : 0,883
grcm
3
Titik Lebur : 43 - 45
o
C 1 atm Titik Didih
: 299
o
C 1 atm Kelarutan dalam air
: 0,058 gl 20
o
C
2.5 Sintesis Alkanolamida secara Enzimatik
Beberapa penelitian telah dilakukan pada sintesis alkanolamida secara enzimatik. Sumber lemakasam lemak yang digunakan antara lain metil ester asam
lemak, etil ester asam lemak, asam oleat, asam laurat, serta trigliserida dari minyak sawit, inti sawit dan berbagai sumber minyak lainnya. Pelarut yang lazim digunakan
pada sintesis alkanolamida adalah heksan dan tert-amil alkohol. Heksan adalah pelarut non polar, dimana n-metil-glukamina tidak larut.
Maugard, dkk. 1997 mengamati bahwa jika campuran yang stoikiometris antara asam oleat dengan N-metil-glukamina menggunakan Novozym pada 55
o
C dan tekanan atmosfi, maka 40 dari asam lemak akan terkonversi setelah 130 jam dengan
yield produk campuran terdiri dari 80 amida dan 20 turunan monoester. Jika reaksi dijalankan pada 90
o
C dan tekanan atmosfir, 100 konversi asam oleat akan dicapai hanya dalam waktu 50 jam dan yield konversi amida sebesar 97 akan diperoleh. Pada
kondisi ini akan diperoleh 3 produk samping dari diasilasi amida-ester. Produk ini terbentuk dari mono ester yang merupakan produk antara yang akan seluruhnya habis
pada akhir reaksi. Jika reaksi dijalankan pada 90
o
C dan tekanan 500 mbar, 100 konversi asam oleat akan diperoleh dalam 12 jam, akan tetapi campuran akhir
mengandung 75 amida, 10 amida-ester, 5 ester dan 10 amina yang tidak bereaksi. Substrat amina tidak seluruhnya bertransformasi pada kondisi seperti itu.
Penelitian lanjutan yang dilakukannya mencoba untuk membatasi terbentuknya sejumlah ko-produk dan menemukan bahwa trigliserida cukup baik untuk digunakan
sebagai ester asam lemak. Rasio asam lemakamina tidak hanya menentukan jumlah amin yang terlarut di dalam fasa organik akan tetapi juga keselektifan dari reaksi
enzimatik. Maugard, dkk. 1998 mengamati bahwa dengan adanya asam lemak, n-metil-
glukamina akan dilarutkan dengan membentuk pasangan ion.
Gambar 2.4 N-Metil Glukamida Membentuk Pasangan Ion dengan Adanya Asam Lemak Sumber: Maugard, dkk. 1998
Lebih lanjut Maugard, dkk. 1998 menambahkan bahwa jika digunakan imobil lipase dari Rhizomucor Miehei Lipozym sebagai katalis pada sintesis asam oleat
dengan N-metil-glukamina, kemoselektivitas reaksi akan bervariasi bergantung pada rasio asamamina. Untuk rasio asamamin 8 asam berlebih, maka sebahagian besar
CH
2
OH
OH H
H OH
H H
H OH
H H
NH CH
3
OH O
CH
3
n
NH
2
CH
2
OH
OH H
H OH
H H
H OH
CH
3
O O
n
akan membentuk ester. Sebanyak 100 N-metil glukamina akan bertransformasi menjadi 6-O-oleoiyl-N-metil-glukamina. Jika rasio adalah lebih kecil dari 1 amina
berlebih, maka hanya akan terbentuk oleoil-N-metil glukamida. Hasil ini menunjukkan bahwa pentingnya menjaga kondisi asam-basa terutama jika molekul subtrat
mengandung gugus ionik, karena kondisi asam-basa menentukan tempat ionik kedua substrat dan katalis enzim, dan kemudian juga efisiensi dan kemoselektivitas dari
sintesis yang dilakukan. Maugard, dkk. 1998 juga menyelidiki perubahan komposisi produk
disepanjang reaksi dan menemukan bahwa berkurangnya metil ester asam lemak sejalan dengan terbentuknya amida dan ester di awal reaksi. Pada awal reaksi, baik amida
maupun ester telah terbentuk, dan setelah 3 jam ester yang terbentuk berubah menjadi amida ester. Diakhir reaksi ester yang terbentuk menghilang dan bersamaan dengan itu
diperoleh produk baru sebesar 10 yang diidentifikasi sebagai amida ester, yang kemungkinan terbentuk dari ester. Setelah 10 jam reaksi, 100 metil ester asam lemak
akan terkonversi secara sempurna dan yield amida mencapai 80. Kondisi optimum yang diperoleh untuk produksi amida adalah pada tekanan atmosfir, temperatur 90
o
C menggunakan rasio Metil Ester Asam Lemak:N-metil-glukamina 1:1. Pada kondisi ini
campuran surfaktan yang diperoleh mengandung 80 b:b amida, 15 amida ester dan 5 N-metil-glukamina. Pada komposisi ini, untuk bahan baku industri, tidak diperlukan
pemisahan campuran dan dapat langsung digunakan untuk formulasi kosmetika. Burczyk, dkk. 2001 mengamati sintesis dan sifat-sifat permukaan dari
surfaktan nonionik N-alkil-n-metil gluconamida dan n-alkil-n-metil laktobionamida. Substrat yang digunakan adalah n-alkil-n-metil amin dengan d-D-glukolakton dan asam
laktobionik. Pada penelitian ini digunakan suhu 20
o
C dan diamati sifat-sifat permukaan seperti konsentrasi surfaktan berlebih, luas permukaan permolekul, efisiensi reduksi
tegangan permukaan dan konsentrasi misel kritikal. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa masuknya gugus metil ke dalam nitrogen amida akan meningkatkan kelarutan
surfaktan. Laktobionamida lebih mudah larut dibandingkan glukonamida. Dengan kata lain permukaan surfaktan n-alkil-N-metil glukonamida lebih aktif dibandingkan n-alkil-
N-metil laktobionamida. Pengamatan ini didasarkan pada penentuan parameter adsorbsi dan miselisasi. Adanya satu ikatan rangkap dari rantai hidrokarbon seperti pada oleoil
amida akan meningkatkan karakter hidrofiliknya dibandingkan dengan turunan C18 yang jenuh. Akan tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan dari nilai A
min
yang diperoleh dari kedua surfaktan yang disintesis. Surfaktan n-alkil-N-metil glukonamida
yang disintesis mempunyai kemurnian 73 – 92.
Maria dan Holmberg 2005 mengamati sintesis dan sifat-sifat permukaan dari surfaktan yang mempunyai ikatan amida, ester dan karbonat. Kestabilan surfaktan
karbonat ini ditentukan dengan mengamati karakteristik hidrolisis dan biodegradabelnya. Hidrolisis dilakukan dengan katalis alkali atau enzim dan diamati
menggunakan
1
H NMR. Hasil pengamatan mereka menunjukkan bahwa kestabilan yang lebih tinggi diperoleh oleh surfaktan karbonat dibadingkan surfaktan yang
mengandung ester sebagai ikatan yang lemah. Hasil uji biodegradasi menunjukkan bahwa surfaktan ini akan terurai lebih dari 60 setelah 28 hari untuk karbonat
surfaktan. Sifat-sifat fisikomikia seperti konsentrasi misel kritikal, cloud point, luas permukaan permolekul dan tegangan permukaan.ditentukan dan dibandingkan dengan
surfaktan yang mengandung ikatan ester, amida atau eter. Pilakowska, dkk. 2004 mengamati sintesis N,N-di-n-alkilaldonamida dan sifat-
sifat permukaan dari surfaktan ini pada permukaan udaraair. Substrat yang digunakan adalah d-D-glukonolakton dan a-D-glukoheptonik-g-lakton. Dasar dari penelitian ini
adalah karena akhir-akhir ini aspek ekologi menjadi sangat penting bagi lingkungan manusia sehingga surfaktan yang biodegradabel dan sedikit efeknya terhadap
lingkungan banyak dikembangkan. Ada dua grup komponen yang cukup menjanjikan, yang pertama komponen dengan asetal moiety yaitu turunan 1,3-dioksalan dan 1,3-
dioksan, sedangkan komponen kedua adalah turunan sakarida. Turunan sakarida banyak diminati untuk diteliti karena jenisnya bervariasi dan dapat disintesis dengan biaya
rendah karena berasal dari tumbuhan yang murah dan terbarukan. Surfaktan berbasis sugar ini banyak digunakan sebagai bagian dari kosmetik, bahan farmasi dan makanan,
juga industri tekstil. Karena strukturnya yang mirip dengan komponen dalam tubuh manusia, surfaktan sakarida cukup menjanjikan untuk berfungsi dengan lebih baik pada
antar muka. Beberapa kajian mengenai sistesis surfaktan berbasis sugar dapat diperoleh dari
literatur. Turunan sakarida yang digabungkan dengan gugus amida kebanyakan diperoleh dari reaksi asam aldonik atau aldolakton dengan amin atau turunan amin.
Pada pengamatan Pilawoska, dkk. 2004 sintesis surfaktan berbasis sugar ini yang dipilih adalah yang mempunyai dua rantai n-alkil yang simetrik sebagai gugus
hidrofobiknya. Surfaktan dengan dua residu rantai panjang alkil, yang dikenal dengan nama glikolipid, dapat diaplikasikan sebagai sel atau unit membran .
Meskipun pelarut organik memberi beberapa manfaat pada sintesis enzimatik, namun penggunaannya pada industri proses menjadi tidak diharapkan karena beberapa
sebab. Diantara sebab-sebab tersebut adalah pelarut organik adalah komponen yang
mudah menguap sehingga mengakibatkan pencemaran udara, serta penggunaannya memerlukan tambahan biaya proses untuk menguapkan dan menggunakannya kembali.
Selain itu, penggunaan pelarut organik memerlukan reaktor dan peralatan pendukung yang lebih banyak. Oleh sebab itu proses tanpa pelarut solvent free process merupakan
alternatif sintesis yang memberikan manfaat bagi lingkungan dan efisiensi proses Herawan, 2004.
Biaya enzim merupakan faktor yang penting dalam menentukan ekonomi proses. Enzim dengan kestabilan tinggi serta kemungkinan recycle yang tinggi menjadi sangat
diharapkan. Penelitian tentang epoksidasi toluene menggunakan enzim mendapatkan bahwa efisiensi enzim menjadi 75 setelah 15 siklus reaksi Warwel, dkk. 2001. Akan
tetapi, jika enzim dioperasikan pada proses tanpa pelarut pada kondisi optimum, enzim ditemukan kehilangan banyak aktivitasnya, sehingga membatasi jumlah recycle. Karena
itu pemilihan kondisi reaksi yang tepat merupakan hal yang sangat krusial dalam penggunaan kembali Novozym 435. Pengetahuan yang mendalam terhadap faktor-
faktor yang menyebabkan enzim terdeaktivasi sangat diperlukan dalam menyiapkan lipase dengan stabilitas yang ditingkatkan untuk desain proses yang optimal.
Kondisi yang lunak, meminimalkan keperluan untuk memproteksi gugus-gugus, penguncian produk samping, regio dan enantio selektif yang tinggi, dan biaya sintesis
yang rendah menjadikan sintesis amida secara enzimatik lebih disukai dibandingkan reaksi kimiawi. Selain dari lipase, protease seperti termolisin dan subti-lisin ada juga
digunakan pada produksi amida skala besar, akan tetapi diketahui enzim tersebut spesifik untuk asam amino tertentu dan cukup sensitif untuk di inaktifkan oleh pelarut
organik. Diantara asam hidrolase, lipase merupakan katalis yang menjanjikan untuk sintesis peptida, polimer dan surfaktan baru dengan biaya rendah, karena lipase telah
dibuktikan, dapat mengkatalisa pembentukan ikatan amida dalam pelarut organik. Dalam pembentukan ikatan amida terdapat dua cara yang dipertimbangkan dapat
meningkatkan yield amida: 1
Kontrol termodinamika. Pada pendekatan termodinamika, kesetimbangan
diarahkan kepada sintesisnya, kecuali hidrolisisnya dan ini dicapai dengan menvariasikan kondisi reaksi. Sebagai contoh, peningkatan konsentrasi dari
material awal atau pengendapan dari produk, menunjukkan reaksi amidasi, dengan menggantikan molekul air dengan pelarut organik.
2 Kontrol kinetika. Pada pendekatan kinetika yang mengontrol reaksi,
material awal adalah mengaktifkan komponen karboksil seperti ester. Ester diaktifkan oleh enzim melalu intermediet asil-enzim, dimana kemudian
dapat diserang oleh amina atau molekul air. Karena sistesis yang dikontrol secara kinetika memerlukan intermediet asil-enzim, hanya serine atau thiol
hidrolase, seperti lipase, subtilisin dan papain yang dapat digunakan. Metalo protease seperti termolisin hanya sesuai untuk reaksi yang dikontrol secara
termodinamika
Maria dan Holmberg, 2005
.
2.6 Lipase