19 mereka. Oleh karena itu, setiap sekolah pada jenjang pendidikan, seharusnya
dapat memberikan kompensasi yang seimbang dengan beban kerja yang dipikul mereka.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”...kompensasi ialah imbalan berupa uang atau bukan uang, yang diberikan kepada karyawan
dalam perusahaan atau organisasi....
41
Selanjutnya, menurut Mulyasa, “kompensasi adalah balas jasa yang diberikan dinas pendidikan dan sekolah
kepada tenaga kependidikan, yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecendrungan diberikan secara tetap. Pemberian kompensasi, selain dalam
bentuk gaji, dapat juga berupa tunjangan, fasilitas perumahan, kendaraan dan lain-lain.”
42
Masalah kompensasi merupakan salah satu bentuk tantangan yang harus dihadapi manajemen sekolah. Dikatakan tantangan karena imbalan oleh
para tenaga pendidik tidak lagi dipandang semata-mata sebagai alat pemuas kebutuhan materialnya, akan tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan
martabat manusia. Sebaliknya, sekolah cenderung melihatnya sebagai beban yang harus dipikul oleh sekolah tersebut, dalam rangka mencapai tujuan.
Dalam menerapkan suatu sistem imbalan tertentu, kepentingan sekolah dan para tenaga pendidik perlu senantiasa diperhitungkan.
Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 40 disebutkan, “...pendidik dan tenaga kependidikan berhak
memperoleh, a penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, dan b penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi
kerja....”
43
Untuk itu, kepala sekolah perlu memberikan kompensasi atau penghargaan yang pantas untuk para tenaga pendidik.
41
Ibid,. h. 719.
42
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional. h. 156.
43
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003, Cet. 3, h. 52.
20 b. Punishment Hukuman
Hukuman bahasa Inggris: punishment adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang
berlaku secara umum. Dalam hal ini, hukuman diberikan ketika sebuah tingkah laku yang tidak diharapkan ditampilkan oleh orang yang bersangkutan
atau orang yang bersangkutan tidak menampilkan sebuah tingkah laku yang diharapkan.
44
Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan. Hukuman
mengajarkan tentang apa yang tidak boleh dilakukan. Ada tiga fungsi penting dari hukuman yang berperan besar bagi
pembentukan tingkah laku yang diharapkan, yaitu 1 membatasi perilaku. Hukuman menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak
diharapkan, 2 bersifat mendidik, dan 3 memperkuat motivasi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diharapkan.
45
6. Pengembangan Pusat Sumber Belajar PSB
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan pusat sumber belajar berasal dari empat kata, yaitu pengembangan, pusat, sumber,
dan belajar. “...Kata pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan.
46
Pusat ialah pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan berbagai-bagai urusan, hal, dan sebagainya.
47
Sumber yaitu tempat keluar air atau zat cair.
48
Sedangkan belajar adalah 1 berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; 2 berlatih; dan 3 berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman....”
49
Dengan demikian, pengembangan pusat sumber belajar adalah proses mengembangkan terhadap
hal-hal yang menjadi pusat atau sumber dalam memperoleh kepandaian atau sebuah ilmu.
44
Artikel diakses pada 16 Maret 2011 dari http:id.wikipedia.orgwikiHukuman
45
Ibid,.
46
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. IV, Cet. 1, h. 662.
47
Ibid,. h. 1120.
48
Ibid,. h. 1353.
49
Ibid,. h. 23.
21 Pengembangan PSB dapat memperkaya kegiatan pembelajaran,
misalnya melalui penggunaan media audio visual, laptop, internet, dan peralatan di bengkel. Semua ini harus dipahami oleh kepala sekolah agar hal
tersebut dapat mendorong visi dan misi sekolah.
50
Kualitas sarana pembelajaran berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas. Sarana yang dipakai secara tepat akan membuat pembelajaran
berjalan secara efektif dan efesien, sedangkan sarana yang tidak baik akan menimbulkan ketidakefektifan.
51
E. Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “guru ialah orang yang pekerjaannya mata pencahariannya, profesinya mengajar.”
52
Mengajar merupakan hal yang utama karena untuk menciptakan generasi penerus
bangsa yang berkualitas. Selanjutnya, Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 disebutkan, “guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”
53
E. Mulyasa menjelaskan, “guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan atau kelas untuk memberikan kemudahan belajar
bagi peserta didik.”
54
Selain itu, menurut Haidar Putra Daulay, “...guru adalah salah satu di antara faktor pendidikan yang memiliki peranan yang paling
strategis, sebab gurulah sebetulnya pemain yang paling menentukan di dalam terjadinya proses belajar mengajar....”
55
50
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional. h. 122.
51
Ibid,. h. 140.
52
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. III, Cet. 4, h. 377.
53
Mulyasa, E., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 1, h. 227.
54
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional. h. 53.
55
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indone- sia Jakarta: Kencana, 2004, Ed. 1, Cet. 1, h. 75.
22 Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis menarik simpulan, guru
ialah tenaga pendidik, tenaga pengajar, yang bekerja pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam
hal ini, guru diharapkan bekerja dengan profesional. Merujuk kepada pola kependidikan Rasulullah SAW. guru menjadi
posisi kunci dalam membentuk kepribadian muslim yang sejati. Keberhasilan Rasulullah SAW. dalam mengajar dan mendidik umatnya, lebih banyak
menyentuh aspek perilaku, yaitu contoh teladan yang baik dari Rasulullah uswatun hasanah. Hal ini, bukan berarti aspek-aspek lain selain perilaku
diabaikan. Dengan demikian, betapa penting aspek perilaku teladan yang baik bagi proses pembelajaran.
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 14 disebutkan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak.
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
c. Memperoleh perlindungan dalam menghasilkan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi. e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran
untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan. f.
Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan atau sanksi kepada peserta
didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan perundang-undangan.
56
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya mutu pembelajaran. Permasalahan kesejahteraan guru biasannya
akan berdampak pada kinerja yang dilakukannya dalam melakukan proses pembelajaran.
Tentang rendahnya kesejahteraan guru, hal itu akan mengakibatkan perang batin dalam diri para guru atau para tenaga pendidik, kalau perang
batin itu tidak dapat segera diatasi, mereka akan mengalami suatu rasa
56
Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, h. 229.
23 kekecewaan yang amat mendalam karena tujuan yang dikehendakinya tak
kunjung tercapai. Dan sikap kekecewaan ini tidak diharapkan karena akan mengganggu proses pembelajaran.
Kalau akal sehatnya berani menghadapi kenyataan, pada akhirnya mungkin dengan bantuan pihak dan cara tertentu; konselor, teman dekat,
ulama dan sebagainya mereka dapat mengambil keputusan atau tindakan penyesuaian yang sehat secara rasional sehingga tujuannya tercapai. Cara
yang dapat dilakukan oleh mereka, yaitu sebagai berikut. a. Aktif mereka mengubah lingkungan, mungkin mencari dan
mengubah alternatifnya, namun sampai kepada tujuan yang
dikehendaki. b. Pasif mereka mengubah dirinya, mungkin mengadakan modifikasi
aspirasinya sehingga menetapkan tujuannya secara realistik dan bertindak secara realistik pula.
57
Namun, jika akal sehatnya itu tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya, perilaku yang bersangkutan dikendalikan oleh hasrat emosional. Di
antaranya dapat dikemukakan di sini jenisnya, yaitu a agresi marah, b kecemasan tak berdaya, e represi penekanan, f rasionalisasi mencari
alasan, dan g proyeksi melemparkan kesalahan itu kepada lingkungan.
58
F. Kerangka Berpikir Peran Kepala Sekolah sebagai Motivator Guru
INPUT
57
Makmun, Psikologi Kependidikan, h. 43.
58
Ibid,. h. 43.
Kondisi Nyata
- Kurangnya fasilitas fisik di sekolah. - Suasana kerja masih kurang mendukung.
- Kurangnya pelaksanaan disiplin di sekolah. - Kurangnya pemberian dorongan terhadap para guru.
- Kurangnya pemberian penghargaan bagi para guru. - Pusat sumber belajar yang belum digunakan secara
maksimal.