BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru adalah ujung tombak bagi terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Melalui pendidikan yang berkualitas akan lahir generasi-generasi yang mampu
bersaing dalam era globalisasi sehingga guru dituntut menjadi seseorang yang profesional di bidangnya. Dalam situs www.sertifikasiguru.org dituliskan bahwa
sebagai tenaga profesional guru dituntut mampu melaksanakan sistem pendidikan guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional salah satu faktor yang
dianggap mampu meningkatkan mutu pendidikan adalah meningkatkan kualitas tenaga pendidik atau guru. Sertifikasi guru merupakan upaya pemerintah dalam
meningkatkan kualitas guru sehingga pembelajaran di sekolah menjadi berkualitas. Keikutsertaan guru dalam program uji sertifikasi selain diharapkan
mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dapat pula memperoleh manfaat antara lain terlindunginya profesi guru dari praktik-praktik yang tidak
kompeten yang dapat merusak citra profesi guru, melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional serta dapat
meningkatkan kesejahteraan guru.
1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru dimana sertifikat pendidik tersebut
telah ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru www.sertifikasiguru.org. Program
pemberian sertifikat pendidik dilakukan melalui uji sertifikasi pendidik yang juga merupakan kontrol kualitas calon pendidik yang dilaksanakan secara selektif dan
bertahap. Secara selektif berarti uji sertifikasi dilakukan melalui serangkaian seleksi mulai dari seleksi administrasi, tes tertulis, tes kinerja dan penilaian
portofolio guru. Sedangkan secara bertahap uji sertifikasi akan dilakukan secara bergelombang pada setiap tahunnya sesuai dengan kemampuan penyelenggara
program sertifikasipemerintah Sarimaya, 2008:10. Uji sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio.
Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam
jejak profesionalitas guru selama masa mengajar yang mencakup sepuluh dokumen yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan,
pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi,
keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Permasalahan muncul ketika para guru harus memenuhi sepuluh komponen penilaian portofolio. Tuntutan ini menimbulkan beragam persepsi dari para guru
yang hendak mengikuti uji sertifikasi. Pengalaman mengajar merupakan masa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kerja sebagai guru pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan formal tertentu dan bukti fisik dari komponen pengalaman mengajar ini berupa surat keputusan, surat
tugas atau surat keterangan dari lembaga yang berwenang pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan.
Bervariasinya pengalaman mengajar atau masa kerja guru diduga akan menimbulkan perbedaan persepsi. Guru dengan pengalaman mengajar yang tinggi
memiliki peluang yang lebih besar dalam pengumpulan nilai portofolio dibandingkan dengan guru yang cukup atau kurang pengalaman mengajarnya.
Menurut Depdiknas Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan 2007 dalam Tanya Jawab tentang Sertifikasi Guru menuliskan
bahwa guru yang dapat mengikuti sertifikasi adalah guru yang telah memenuhi persyaratan utama yaitu memiliki ijasah akademik atau kualifikasi minimal S-1
atau D4. Fauziah 2009 menuliskan syarat ijasah dalam ketentuan sertifikasi ini menjadi permasalahan banyak guru di sekolah-sekolah dikarenakan masih ada
guru yang berijasah diploma 1, diploma 2 dan diploma 3. Adanya perbedaan tingkat pendidikan ini diduga akan menimbulkan perbedaan persepsi guru
terhadap uji sertifikasi. Golongan jabatan berkaitan dengan periode bekerjanya seorang guru dan
tingkat pendidikannya, bila tingkat pendidikan guru dan periode bekerjanya tinggi maka golongan jabatan yang dimiliki juga tinggi sehingga guru dapat
mengajukan permohonan kenaikan pangkat atau golongan jabatan sampai dengan jenjang maksimal kepangkatannya. Karena tingkat pendidikan dan periode bekerja
setiap guru berbeda, maka golongan jabatan yang diterima masing-masing guru PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
juga berbeda. Dari perbedaan golongan jabatan yang diterima setiap guru akan menimbulkan perbedaan persepsi terhadap uji sertifikasi. Guru dengan golongan
jabatan rendah akan berpandangan positif terhadap uji sertifikasi karena dengan lulus uji sertifikasi maka tingkat kesejahteraan akan lebih terjamin, namun guru
dengan golongan jabatan tinggi diduga memiliki pandangan yang berlawanan dengan guru golongan jabatan rendah karena dirasa guru dengan golongan jabatan
tinggi telah tercukupi kesejahteraannya sehingga kurang tertarik untuk mengikuti uji sertifikasi.
Disebutkan dalam UU Guru dan Dosen pasal 35 ayat 2 bahwa guru yang dapat mengikuti uji sertifikasi adalah guru yang telah memenuhi sekurang-
kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam satu minggu sebagai beban mengajarnya. Persyaratan ini menjadi dasar timbulnya
perbedaan persepi dari setiap guru. Guru dengan beban mengajar kurang dari persyaratan tersebut diduga akan memiliki persepsi yang negatif terhadap uji
sertifikasi karena bertambahnya beban persyaratan untuk mengikuti proses uji sertifikasi ini, sedangkan guru dengan beban mengajar yang telah memenuhi
persyaratan tersebut diduga akan terpacu untuk lulus seleksi uji sertifikasi ini Uji sertifikasi guru diikuti oleh semua guru yang memenuhi persyaratan
baik guru PNS maupun Non-PNS Guru Tetap Yayasan dan Guru Tidak Tetap. Perbedaan persepsi ditinjau dari status guru diduga muncul dikarenakan kuota
peserta uji sertifikasi guru untuk guru yang berstatus PNS lebih banyak dibandingkan dengan kuota guru yang berstatus Non-PNS. Kuota sertifikasi guru
dalam jabatan tahun 2009 Provinsi D.I Yogyakarta untuk guru PNS sebanyak 6.983 dan Non PNS sebanyak 1.232 http:lpmpjogja.diknas.go.idindex, 2009.
Di Indonesia uji sertifikasi menuai banyak pro dan kontra dari berbagai pihak salah satunya diungkapkan oleh Sawali Tuhusetya 2009 beliau
menuliskan bahwa tujuan program ini sesungguhnya cukup ideal, yakni untuk melahirkan guru profesional yang memiliki kompetensi pedagogis, profesional,
sosial, dan kepribadian. Guru yang dinyatakan lulus uji sertifikasi akan mendapatkan sertifikat pendidik dan akan menerima tunjangan profesi sebesar
satu kali gaji pokok. Dengan tingkat kesejahteraan yang memadai, etos kerja guru diharapkan dapat meningkat sehingga akan berdampak positif terhadap kualitas
pendidikan. Namun, program ini mulai bermasalah ketika proses uji sertifikasi guru yang dilaksanakan dalam bentuk portofolio diduga terjadi penyimpangan.
Banyak dokumen yang diduga palsu, sehingga tidak mencerminkan kompetensi yang sesungguhnya. Hal ini dirasakan juga oleh guru-guru SD dan SMP di
Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman karena program ini berlaku untuk semua guru di seluruh Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil
judul “Persepsi Guru Terhadap Uji Sertifikasi Ditinjau Dari Pengalaman Mengajar, Tingkat Pendidikan dan Status Guru” studi kasus pada guru
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
B. Batasan Masalah