2.8 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang terkait dengan kelayakan usaha serbuk minuman instan telah dilakukan. Salah satunya adalah skripsi oleh Alim 2001 yang
berjudul “Kajian Proses dan Analisa Finansial Produksi Bubuk Jahe Pada Industri Skala Rumah Tangga“. Dalam penelitiannya, dikatakan bahwa pada produksi
bubuk jahe skala industri rumah tangga, kapasitas yang direncanakan adalah 2250 kg produk per tahun, dengan total kebutuhan dana proyek sebesar Rp 25.132.250
rupiah, terdiri atas total investasi Rp 12.025.000 rupiah dan modal kerja awal untuk biaya operasi selama tiga bulan sebesar Rp 13.107.250 rupiah. Total biaya
produksi Rp 54.448.000 per tahun, terdiri atas biaya tetap Rp 2.019.000 rupiah dan biaya variabel Rp 53.429.000 rupiah. Harga pokok dihitung dengan
menggunakan metode konvensional sebesar Rp 25.498,22 per kilogram dan harga jual Rp 33.000 rupiah. Analisis kelayakan pada kondisi dengan tingkat suku
bunga 25 persen menunjukkan nilai NPV Rp 22.629.547, nilai IRR nya 61,13 persen, nilai net BC sebesar 1,9, nilai PBP adalah 0,62 tahun, sedangkan BEP
produksinya akan tercapai pada penjualan 1.694,94 kilogram atau pada nilai penjualan Rp 54.448.000 rupiah. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan pada
kenaikkan biaya produksi sebesar 18 persen dan penurunan harga jual sampai 13 persen proyek masih layak untuk dilaksanakan.
Penelitian lain pernah juga dilakukan oleh Indriastuti 1998 yang berjudul “Kajian Proses dan Finansial Produksi Minuman Bubuk Coklat Jahe Pada Industri
Skala Rumah Tangga“. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa produksi minuman bubuk coklat jahe skala industri rumah tangga tempat penelitian direncanakan
sebesar delapan kilogram produk per hari, dengan total kebutuhan dana proyek
sebesar Rp 9.441.590,90 terdiri atas total investasi Rp 1.805.000 rupiah dan modal kerja awal untuk biaya operasi selama tiga bulan adalah Rp 7.636.590,90. Total
biaya produksi Rp 31.097.823,60 terdiri atas biaya tetap Rp551.460 rupiah dan biaya variabel Rp 30.546.363,60 rupiah. Harga pokok dihitung dengan metode
konvensional sebesar Rp 272,79 dan harga jual adalah Rp 381,90 rupiah. Analisis kelayakan pada kondisi dengan tingkat suku bunga 30 persen menunjukkan nilai
NPV Rp 10.246.643,30; nilai IRR lebih tinggi dari suku bunga yang berlaku yaitu sebesar 74 persen, nilai net BC sebesar 1,18 dan PBP selama 1,46 tahun.
Sedangkan titik impas BEP produksi pada kapasitas penuh akan tercapai pada volume penjualan 5054 sachet atau 4,43 persen dari total penjualan atau ada pada
nilai penjualan Rp 1.930.122,60 rupiah. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan pada kenaikkan biaya variabel sebesar 18 persen dan penurunan harga jual sampai
13,2 persen proyek masih layak dilaksanakan. Selain itu, ada penelitian lain yang serupa, talah dilakukan oleh Wasono
2001 mengenai “Kajian Proses Pembuatan Bubuk Kunyit Curcuma domestica Val dan Analisa Finansial”. Dalam penelitiannya didapatkan hasil NPV sebesar
Rp 311.480.838, 70; IRR sebesar 69,32 persen; Net BC sebesar 6,419; PBP 0,793 tahun, dan BEP sebesar Rp 33.808.925,82 atau 25,613 persen dari produksi total.
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis dengan peneltian terdahulu adalah bahwa penulis akan meneliti kelayakan usaha serbuk minuman instan yang
terdiri dari enam komoditas yaitu; serbuk minuman instan jahe, serbuk minuman instan kencur, serbuk minuman instan kunyit, serbuk minuman instan temuputih,
serbuk minuman instan secang wangi, dan serbuk minuman instan temulawak. Perbedaan lain terdapat pada aspek-aspek yang menjadi objek kajian studi
kelayakan. Penelitian yang telah dipaparkan hanya membahas analisis kelayakan usaha dari aspek finansial saja, sedangkan penulis ingin melihat dari berbagai
aspek lain seperti aspek teknis, aspek manajemen, aspek pasar, aspek hukum, aspek lingkungan, maupun aspek sosial.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN