14
2.1.1.1 Teori Belajar David Ausebel
David Ausebel mengemukakan teori belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut Suherman 2003: 32, pada
pembelajaran bermakna materi yang telah diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti. Dari teori ini dapat
disimpulkan bahwa materi pembelajaran akan lebih mudah dimengerti peserta didik jika guru mampu memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk
mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Pembelajaran dalam penelitian dirancang dengan memberikan masalah-
masalah kontekstual bagi peserta didik. Guru memberikan kebebasan kepada kepada peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara mereka
sendiri. Apabila peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, guru akan memberikan arahan yang terbatas. Dalam proses ini, peserta didik harus
berusaha untuk mengaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi.
Prabowo 2008: 21 menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning sesuai dengan teori belajar Ausebel yakni mengedepankan
pemecahan masalah dalam pembelajaran dan tetap mengutamakan pembelajaran bermakna.
2.1.1.2 Teori Belajar Piaget
Salah satu teori belajar kognitif adalah teori Piaget. Sugandi 2004: 35 menyatakan bahwa belajar bersama, baik diantara sesama, anak-anak maupun
orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Ditambahkan
15
bahwa perkembangan kognitif akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata. Oleh karena itu, guru hendaknya mampu memberikan
pengalaman-pengalaman nyata dan perlakuan secara tepat yang disesuaikan dengan tahapan perkembagan kognitif peserta didik.
Menurut Prabowo 2008: 22, implikasi teori belajar Piaget dalam pembelajaran adalah:
1 memusatkan perhatian pada proses berpikir bukan sekedar hasil,
2 menekankan pada pentingnya peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri
dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, dan 3
memaklumi adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangan. 2.1.1.3 Teori Belajar Van Hiele
Teori belajar yang telah diuraikan di atas adalah teori-teori yang dijadikan landasan proses belajar mengajar matematika. Pada bagian ini akan disinggung
teori belajar yang khusus dalam bidang geometri. Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele. Menurut Van Hiele
sebagaimana dikutip oleh Suherman et al. 2003: 51-53, ada lima tahapan perkembangan berpikir peserta didik dalam belajar geometri yakni sebagai
berikut. 1
Tahap Pengenalan. Pada tingkatan ini peserta didik memandang bangun geometri secara keseluruhan, belum melihat komponen-komponen yang
dimiliki bangun tersebut. Peserta didik pada tingkatan ini sudah mengenal nama bangun, tetapi belum mencermati ciri-ciri yang dimiliki bangun
16
tersebut. Sebagai contoh peserta didik sudah mengenal bangun itu persegi panjang, tetapi belum menyadari bahwa sisi-sisi yang berhadapan sejajar.
2 Tahap Analisis. Pada tahap ini peserta didik sudah mengenal bangun
geometri berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki, menganalisis unsur-unsur serta sifat yang dimilikinya. Misalnya selain mengetahui suatu bangun itu
berbentuk persegi panjang, peserta didik sudah mengenal istilah panjang, lebar, serta mengetahui bahwa besar sudut bangun tersebut adalah 90
. 3
Tahap Abstraksi. Peserta didik sudah mampu menghubungkan ciri yang satu dengan ciri yang lain dari suatu bangun dan sudah memahami relasi antara
bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya peserta didik dapat membuat hubungan antar bangun-bangun segiempat.
4 Tahap Deduksi. Peserta didik sudah mampu berpikir secara formal dalam
konteks sistem matematika, memahami istilah pengertian pangkal, definisi, aksioma, teorema, namun dia belum memahami mengapa sesuatu dijadikan
aksioma atau teorema. 5
Tahap Akurasi. Peserta didik sudah mampu bekarja dalam berbagai sistem aksiomatik tanpa kehadiran benda-benda konkrit.
2.1.2 Pembelajaran Matematika