KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN POHON MASALAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

(1)

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED

LEARNING BERBANTUAN POHON MASALAH

DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

Skripsi

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidkan Fisika

Oleh Nartini Lestari

4201411039

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran

Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP” bebas plagiat, dan apabila di kemudian

hari terbukti terdapat plegiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


(3)

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta (Albert Enstein).

 Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (QS. Al-insyirah: 5-6)

 Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar- Rahman: 77).

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita berhasil melakukannya dengan baik.

PERSEMBAHAN

 Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak Soekimin, Almh. Ibu Saniyem, kakak-kakakku, Irfan Al Ayubbi, sahabat-sahabatku serta teman-teman pendidikan Fisika 2011 tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungan.


(5)

v

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Atas petunjuk dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa SMP”. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada.

1. Kedua orang tua dan kakak-kakak tercinta yang selalu memberikan doa dan semangat;

2. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang; 3. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang; 4. Dr. Khumaedi, M.Si. Ketua Jurusan Fisika;

5. Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. dan Prof. Dr. Hartono, M.Pd. Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan;

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini;

7. Asikin, M.Pd. Kepala SMP Negeri 2 Boja yang telah memberi izin penelitian; 8. Winda Agustina dan Andika Kusumawati. Guru fisika kelas VIII SMP Negeri


(6)

vi

9. Guru-guru, karyawan, dan siswa SMP Negeri 2 Boja yang telah membantu proses penelitian;

10.Teman-teman kos Lestari (Novi, Mba Sasti, Dany, Mike) yang selalu mendukung, membantu, dan memberikan motivasi;

11.Sahabat-sahabatku (Cahya, Mba Lusi, Irma, Destianna, Wina, Eca, Desi, Diaz, Anis, Putri) yang selalu menemani dan memberikan doa;

12.Irfan Al Ayubbi yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan;

13.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Terima kasih.

Semarang, Agustus 2015


(7)

vii

Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. & Prof. Dr. Hartono, M.Pd.

Kata kunci: pembelajaran PBL, pohon masalah, kemampuan berpikir kritis

Kemampuan berpikir kritis diperlukan untuk pemecahan masalah dalam pembelajaran fisika. Oleh karena itu siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis siswa yang perlu ditingkatkan. Pemilihan dan pelaksanaan model pembelajaran serta media yang tepat oleh guru akan membantu guru dalam membelajarkan fisika, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan, meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya, dan akhirnya mampu memecahkan setiap permasalahan yang muncul pada materi. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa berlatih berpikir kritis diantaranya model PBL berbantuan pohon masalah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dikatakan efektif apabila pada tes kemampuan berpikir kritis lebih dari 50% siswa memperoleh nilai minimal 70, dengan skor gain >0,3 dan mencapai persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis mencapai 50%. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP N 2 Boja tahun ajaran 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII B dan C sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan tes.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa meningkat sebesar 20% dari pretest sampai posttest, dengan skor gain sebesar 0,36 kategori sedang. Pada kelompok eksperimen skor gain aspek memberikan sederhana, membangun ketrampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut, dan mengatur strategi dan teknik masing-masing sebesar 0,06; 0,33; 0,42; 0,43; 0,43; sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 0,28; 0,31; 0,34; 0,25; dan 0,24. Perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis tersebut dikarenakan adanya perbedaan

perlakuan pada kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran PBL

berbantuan pohon masalah dan pada kelompok kontrol menggunakan pembelajaran ekpositori. Berdasarkan hasil uji perbedaan dua rata-rata menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran ekspositori. Disarankan bahwa pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.


(8)

viii

ABSTRACT

Lestari, Nartini. 2015. The Effectiveness of Tree Diagram-Assisted Problem

Based Learning in Improving Students’ Critical Thinking Skill of Junior High

School Students. Final Project, Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences of State University of Semarang. Supervisor Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. and Prof.Dr.Hartono, M.Pd.

Keyword: PBL learning, tree diagram, critical thinking skill

Critical thinking skill is one of the objectives in learning physics. Therefore, students are required to have the ability to think critically. The problem in this research was the students’ critical thinking skill need to be improved. The selection and implementation of learning models and also appropriate media that was used by teachers would assist teachers in teaching physics, so that students can understand the material given well, improve their critical thinking skills, and finally able to solve any problems that arise of the studied material. One of the learning model that can help students in thinking critically was model of tree diagram-assisted PBL.

The purpose of this study was to analyze whether PBL-assisted learning problem tree is effective in improving students' critical thinking skills. Said to be effective if the critical thinking skills tests more than 50% of students scored at least 70, with a score gain of > 0.3 and reached the average percentage of critical

thinking skills achieve ≥50%. The study population was all class VIII SMP N 2

Boja academic year 2014/2015. The sample in this research is class VIII B and C as the experimental group and class VIII F as a control group. Methods of data collection methods and test documentation.

The results showed that PBL-assisted learning tree diagram is effective in improving students' critical thinking skills. The average percentage of students' critical thinking skills increased by 20% from pretest to posttest, with a score of 0.36 gain medium category. In the experimental group scores gain aspect provides a simple, build basic skills, concluded, provide further explanation, and a set of strategies and techniques respectively of 0.06; 0.33; 0.42; 0.43; 0.43; whereas in the control group of 0.28; 0.31; 0.34; 0.25; and 0.24. The difference in average increase in critical thinking skills is due to the difference of treatment in the experimental group using PBL-assisted learning tree diagram in the control group using ekpositori learning. Based on the test results of two average difference shows that the critical thinking skills of students with learning-assisted PBL problem tree is higher than the critical thinking skills of students with expository. It is suggested that PBL-assisted learning tree diagram can be used as an alternative model of learning to develop students' critical thinking skills


(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Rumusan Masalah ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

1.7 Penegasan Istilah 1.7.1 Keefektifan ... 6

1.7.2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 7


(10)

x

1.7.4 Problem Based Learning (PBL) ... 7

1.7.5 Pembelajaran Ekspositori ... 7

1.8 Sistematika Penulisan Skripsi ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belajar ... 9

2.1.1.1 Teori Vigotsky ... 10

2.1.1.2 Teori Brunner ... 11

2.1.1.3 Teori Belajar Konstruktivisme ... 12

2.1.2 Berpikir Kritis ... 14

2.1.3 Pohon Masalah ... 17

2.1.4 Problem Based Learning (PBL) ... 19

2.1.4.1 Pengertian dan Karakteristik Problem Based Learning ... 19

2.1.4.2 Tujuan, Kelebihan, dan Kekurangan PBL ... 21

2.1.4.3 Langkah-langkah Pembelajaran PBL ... 24

2.1.4.4 Langkah Pembelajaran Fisika dengan Model Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah ... 27

2.1.5 Pembelajaran Ekspositori ... 28

2.2 Materi Tekanan Zat Cair ... 32

2.2.1 Tekanan Hidrostatis ... 32

2.2.2 Hukum Pascal ... 32

2.2.3 Bejana Berhubungan ... 33

2.2.4 Prinsip Archimedes ... 33


(11)

xi BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Subjek Penelitian

3.1.1 Desain Penelitian ... 40

3.1.2 Populasi ... 43

3.1.3 Sampel dan Teknik Sampling ... 44

3.1.4 Variabel Penelitian ... 45

3.2 Teknik dan Alat Pengumpulan Data 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.2.2 Materi ... 47

3.2.3 Instrumen Penelitian ... 47

3.2.4 Analisis Data Uji Coba Instrumen ... 48

3.2.4.1 Analisis Validitas Item ... 48

3.2.4.2 Analisis Reliabilitas Tes... 49

3.2.4.3 Analisis Taraf kesukaran ... 50

3.2.4.4 Analisis Daya Pembeda ... 52

3.2.5 Penentuan Instrumen ... 53

3.2.6 Analisis Data Awal ... 54

3.2.6.1 Uji Normalitas ... 54

3.2.6.2 Uji Homogenitas ... 56

3.2.7 Analisis Data Akhir ... 57


(12)

xii

3.2.7.2 Uji Homogenitas ... 57

3.2.7.3 Analisis Hasil Tes Berpikir Kritis ... 58

3.2.7.4 Uji N-Gain (Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis) ... 59

3.2.7.5 Uji Hipotesis II (Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak) ... 59

3.3 Indikator Pencapaian ... 61

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 62

4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ... 62

4.1.2 Hasil Analisis Data Akhir ... 62

4.1.2.1 Uji Normalitas ... 63

4.1.2.2 Uji Homogenitas ... 63

4.1.2.3 Hasil Pretest dan Posttest ... 64

4.1.2.4 Uji N-Gain ... 65

4.1.2.5 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 66

4.1.2.6 Uji Hipotesis 2 ... 67

4.2 Pembahasan ... 67

4.2.1 Pelaksanaan Pembelajaran ... 68

4.2.1.1 Pelaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Pohon Masalah ... 69

4.2.1.2 Pelaksanaan Pembelajaran Ekspositori ... 74

4.2.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 77

4.2.1 Uji Hipotesis 2 (Uji Kesamaan Dua Rata-rata) ... 88

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 92


(13)

xiii


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sintaksis untuk PBL ... 26

2.2 Perbandingan Komponen Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah dengan Pembelajaran Ekspositori ... 31

3.1 Desain Penelitian ... 40

3.3 Kriteria Taraf Kesukaran... 51

3.4 Kriteria Daya Pembeda ... 53

3.5 Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis... 58

4.1 Analisis Deskriptif Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 64

4.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Masing-masing Aspek ... 65


(15)

xv

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ... 38

3.1 Langkah Penelitian ... 43

4.1 Grafik Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 65


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen ... 97

2. Daftar Nama Siswa Kelompok Kontrol ... 99

3. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 100

4. Nilai UAS Fisika ... 101

5. Uji Normalitas Data Awal ... 105

6. Uji Homgenitas Data Awal ... 107

7. Penggalan Silabus ... 109

8. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 111

9. Soal Uji Coba ... 129

10.Perhitungan Validitas Butir Soal ... 136

11.Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 140

12.Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ... 143

13.Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 147

14.Hasil Analisis Data Soal Uji Coba ... 151

15.Kisi-kisi Soal Pre-test Kemampuan Berpikir Kritisi ... 153

16.Soal Pre-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 164

17.Kisi-kisi Soal Post-test kemampuan Berpikir Kritis ... 168

18.Soal Post-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 177

19.RPP Kelompok Eksperimen ... 181

20.RPP Kelompok Kontrol ... 182

21.Lembar Diskusi Siswa ... 201


(17)

xvii

25.Hasil Post-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 224

26.Uji Normalitas Data Akhir ... 227

27.Uji Homogenitas Data Akhir ... 229

28.Perhitungan Nilai Gain ... 231

29.Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 237

30.Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 239

31.Dokumentasi ... 243

32.Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 244

33.Surat Izin Observasi ... 245

34.Surat Keterangan Observasi ... 246

35.Surat Izin Penelitian ... 247

36.Surat Keterangan Penelitian ... 248

37.Daftar Luas Daerah Lengkungan Normal Standart ... 249

38.Daftar D Tabel Komolgorov-Sminorv ... 250

39.Daftar X2 Tabel... 251

40.Daftar r Tabel ... 252


(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Hasil observasi tanggal 10 Januari 2015 dan wawancara terhadap guru IPA Fisika kelas VIII SMP N 2 Boja, diketahui bahwa proses pembelajaran Fisika di kelas VIII masih menekankan pengetahuan dan pemahaman materi. Guru selama ini lebih banyak memberikan latihan mengerjakan soal-soal pada LKS atau buku paket. Aktivitas yang terjadi di kelas umumnya masih menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang membuat siswa menjadi bertambah pengetahuannya. Banyak teman-teman guru di berbagai jenjang pendidikan yang asyik mengelola kelasnya dengan pembelajaran satu arah antar guru dengan siswa, sehingga interaksi antar siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru tidak berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Rusmono, 2014: 2). Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.

Fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains, dengan demikian mempunyai karakteristik yang tidak berbeda dengan sains pada umumnya. Pembelajaran sains termasuk fisika, lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi, agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Pendidikan sains


(19)

diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendasar tentang alam sekitar (Yulianti & Wiyanto, 2009: 2). Fisika menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataan. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut (Sambada, 2012: 39).

Kenyataannya siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Jika prinsip penyelesaian masalah diterapkan dalam pembelajaran, maka siswa dapat terlatih dan membiasakan berpikir kritis secara mandiri. Berpikir kritis dibutuhkan agar siswa dapat mengahadapi tantangan yang akan terjadi dalam kehidupan. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain (Johnson, 2014: 183).

Menurut Sizer, sebagaimana dikutip oleh Johnson (2014: 181), sekolah artinya menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif menghadapi persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir. Pembelajaran disekolah sebaiknya melatih siswa untuk menggali dan meningkatkan kemampuan dalam mencari, mengolah, dan menilai berbagai informasi secara kritis. Proses pembelajaran di sekolah, siswa tidak sekedar mendengarkan ceramah guru atau


(20)

3

berperan serta dalam diskusi, tetapi siswa juga diminta menghabiskan waktunya di perpustakaan, di situs web atau terjun di tengah-tengah masyarakat. Menurut Dewey, sekolah merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan nyata, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk menyelidiki lingkungan mereka dan membangun secara pribadi pengetahuannya (Rusmono, 2014: 74). Salah satu upaya mendorong terjadi proses pembelajaran dengan hasil belajar yang optimal bagi pengembangan seluruh potensi anak diperlukan strategi pembelajaran yang menyenangkan. Menurut Reigeluth, sebagaimana dikutip Rusmono (2014: 21), menyatakan definisi strategi pembelajaran merupakan pedoman umum (blueprint) yang berisi komponen-komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu mencapai keluaran yang diinginkan secara optimal di bawah kondisi-kondisi yang diciptakan.

Salah satu strategi pembelajaran adalah pemilihan model pembelajaran. Model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa agar mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari adalah model Problem Based Learning. Model Problem Based Learning (PBL) menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Untuk membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa tertarik maka diperlukan media yang tepat dan kreatif. Peneliti memilih media berupa pohon masalah yang dirancang dalam bentuk menarik untuk memacu minat dan kemampuan berpikir siswa. Pohon masalah digunakan siswa untuk menghubungkan sebab-akibat dari suatu permasalahan.


(21)

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang “Keefektifan Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”.

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

(1) Kurangnya kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah fisika di SMP N 2 Boja.

(2) Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah cenderung berpusat pada guru.

(3) Siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.

(4) Kurangnya penerapan metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mencoba mencari sendiri pengetahuan atau informasi yang mereka butuhkan.

1.3

Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah pada penelitian ini antara lain:

a. Objek yang akan diteliti adalah kemampuan berpikir kritis siswa. b. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP N 2 Boja.

c. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah Problem Based Learning (PBL) berbantuan pohon masalah.


(22)

5

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan

permasalahannya yaitu,

1. Apakah pembelajaran Problem Based Learning berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP N 2 Boja?

2. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa dengan model PBL berbantuan pohon masalah lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran ekspositori?

1.5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis apakah pembelajaran Problem Based Learning berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP N 2 Boja.

2. Menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dengan model PBL berbantuan pohon masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran ekspositori.

1.6

Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

Memberi gambaran pembelajaran fisika dengan PBL berbantuan pohon masalah.


(23)

2. Bagi Siswa

Memberi pengalaman belajar yang lebih variasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran fisika.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan informasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan berpikir kritis menggunakan Problem Based Learning berbantuan pohon masalah.

1.7

Penegasan Istilah

Untuk menghindari penafsiran makna yang berbeda terhadap judul dan rumusan masalah oleh para pembaca, diperlukan penegasan istilah sebagai berikut:

1.7.1 Keefektifan

Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberhasilan suatu model pembelajaran yang diterapkan. Indikator keefektifan model pembelajaran Problem Based Learning berbantuan pohon masalah adalah hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP N 2 Boja yang diajar menggunakan model Problem Based Learning berbantuan pohon masalah dapat mencapai sekurang-kurangnya 50% siswa memperoleh nilai minimal 70. Keefektifan juga ditunjukan dengan adanya peningkatan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa dengan mencapai skor gain lebih besar dari 0,3 termasuk dalam kategori sedang sampai tinggi dan persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis mencapai kategori cukup ke atas ( .


(24)

7

1.7.2 Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Sadia (2008: 22), berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir yang benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang dunia nyata. Menurut Norins & Ennis, sebagaimana dikutip oleh Fisher (2014 : 4), mendefinisikan berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. 1.7.3 Pohon Masalah

Menururt Silverman, sebagaimana dikutip Asmoko (2014), istilah tree diagram atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat suatu permasalahan.

1.7.4 Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends (2008; 41), model Problem Based Learning menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan dalam penyelidikan. Menurut Rusmono (2014: 82), strategi pembelajaran dengan PBL yang lebih dipentingkan adalah dari segi proses dan bukan hanya sekedar hasil belajar yang diperoleh.

1.7.5 Pembelajaran Ekspositori

Menurut Rusmono (2014: 66), melalui pembelajaran ekspositori, guru menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai oleh siswa dengan baik. Media pembelajaran biasa digunakan untuk alat bantu dalam rangka memperjelas materi pelajaran yang disampaikan.


(25)

1.8

Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas bagian awal skripsi, bagian isi skripsi, dan bagian akhir skripsi, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut: 1.8.1 Bagian Awal

Bagian ini terdiri atas halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.8.2 Bagian Isi

Bagian ini merupakan bagian pokok skripsi yang terdiri atas 5 bab, yaitu: BAB 1 : Pendahuluan, berisi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 : Tinjauan pustaka, berisi landasan teori, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB 3 : Metode penelitian, berisi metode penentuan subjek penelitian, desain penelitian, langkah-langkah penelitian, metode pengumpulan data, instrument penelitian, analisis instrument penelitian, analisis data awal, dan analisis data akhir.

BAB 4 : Hasil penelitian dan pembahasan. BAB 5 : Penutup, berisi simpulan dan saran. 1.8.3 Bagian Akhir


(26)

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Belajar

Setiap orang baik disadari ataupun tidak, selalu melaksanakan kegiatan belajar. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh

seseorang (Anni & Rifa’i, 2012: 66). Menurut Morgan, sebagaimana dikutip oleh

Anni (2012: 66), menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Hal ini senada dengan Hudojo, sebagaimana dikutip oleh Istiandaru (2011: 11), yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa proses belajar menghasilkan perubahan perilaku yang berupa pemahaman, keterampilan dan sikap. Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil interaksi berbagai macam unsur-unsur dalam belajar.

Belajar dipandang sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat berbagai macam unsur, antara lain:


(27)

(1) peserta didik;

(2) rangsangan (stimulus) indera pembelajar; (3) memori pembelajar dan;

(4) respon (Anni & Rifa’i, 2012: 68).

Belajar adalah lebih dari sekedar mengingat. Siswa yang mampu memahami dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari, mereka harus mampu memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri, dan berkutat dengan berbagai gagasan (Anni & Rifa’i, 2012: 114).

Berbagai teori yang mengkaji konsep belajar telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Teori-teori belajar yang mendukung penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

2.1.1.1 Teori Vigotsky

Vigotsky setuju dengan teori Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap, akan tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya dan membentuk gambaran realitasya sendirian. Menurut Vygotsky, suatu pengetahuan tidak diperoleh anak secara sendiri melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya.

Ada empat pinsip kunci dari teori Vygotsky, yaitu: pada prinsip pertama, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain (orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu) dalam proses pembelajaran. Prinsip kedua dari Vygotsky adalah ide bahwa siswa belajar paling baik apabila berada dalam zona perkembangan terdekat mereka, yaitu tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan anak saat ini. Prinsip ketiga dari teori Vygotsky adalah


(28)

11

menekankan pada kedua-duanya, hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan. Siswa dapat menemukan sendiri solusi dari permasalahan melalui bimbingan dari teman sebaya atau pakar. Prinsip keempat, Vygotsky memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, dan kemudian mengurangi bantuan tersebut untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa bimbingan atau petunjuk, peringatan, dorongan, ataupun yang lainnya (Trianto, 2007: 27).

Penerapan teori Vygotsky dalam proses pembelajaran Fisika adalah siswa melakukan pekerjaan diperkenankan untuk berkelompok kecil. Guru merangsang siswa untuk aktif bertanya dan berdiskusi untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Prinsip scaffolding juga diterapkan pada penelitian ini, dimana siswa dibimbing dalam membuat pohon masalah untuk menemukan solusi permasalahan. Dengan membuat pohon masalah siswa dituntut menuangkan ide-ide mereka.

2.1.1.2 Teori Brunner

Jerome Bruner merupakan ahli psikologi yang menganjurkan pembelajaran dengan penemuan. Menurut Trianto (2007: 26), belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik . Pembelajaran penemuan merupakan suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu. Belajar dengan


(29)

penemuan mempunyai beberapa keuntungan antara lain: memacu keingintahuan siswa, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya sehingga mereka menemukan jawaban, dan belajar memecahkan masalah secara mandiri serta melatih ketrampilan berpikir kritis.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan belajar penemuan adalah PBL. Penerapan PBL dalam pembelajaran Fisika sesuai dengan teori Bruner, menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Siswa belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri. Pada PBL berbantuan pohon masalah, siswa diajak menemukan solusi dari permasalahan yang mereka dapatkan. Pohon masalah digunakan sebagai alat bantu siswa dalam proses penemuan. Untuk menyusunnya, siswa diajak berpikir secara runtut, menghubungkan sebab-akibat permasalahan sampai siswa dapat menemukan solusi permasalahan. Hal tersebut dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

2.1.1.3 Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut pandangan rekonstrivistik, belajar berarti mengkonstruksi makna atas informasi dan masukan-masukan yang masuk ke dalam otak (Anni & Rifa’i, 2012: 114). Inti dari pembelajaran konstruktivis adalah siswa dapat mengkonstruk sendiri informasi yang diperolehnya. Menurut teori konstruktivis yang penting adalah guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi


(30)

13

pengetahuannya melalui pengalaman yang diperolehnya sendiri. Guru dapat memberikan stimulus ataupun rangsangan-rangsangan berupa pertanyaan maupun tugas untuk membangun pengetahuan siswa. Guru juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide mereka dalam menyelesaikan masalah mengenai apa yang dipahaminya.

Dari uraian di atas, maka dalam pembelajaran yang mengacu pada pandangan

konstruktivisme menekankan pada langkah-langkah berikut. Pertama guru sebaiknya

memilih pengalaman belajar yang mendukung konsep yang akan dipelajari siswa. Kedua, siswa menyusun pengertian pribadinya terhadap pengalaman belajar tersebut, sehingga pengetahuan yang disusun itu harus bermakna bagi siswa itu sendiri. Ketiga, pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh siswa itu sendiri dievaluasi melalui diskusi, masing-masing siswa mengemukakan pendapatnya dan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif. Keempat, masing-masing siswa mengkonstruksi kembali tentang pengertiannya dengan dikaitkan pengalaman aslinya. Konstruksi pengetahuan yang sesuai dengan kriteria, akan diterima secara ilmiah, sedangkan yang tidak sesuai akan dimodifikasi, adaptasi melalui akomodasi sampai diterima

secara ilmiah. Penerapan teori konstruktivis dalam penelitian ini adalah siswa

dapat membangun pengetahuan sendiri dan menyelesaikan soal dengan membangun ide-ide yang mereka temukan sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui model pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah dengan rangsangan-rangsangan dari guru siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.


(31)

2.1.2 Berpikir Kritis

Kurikulum berbasis kompetensi menjelaskan melalui pembelajaran mata pelajaran fisika dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah. Baik secara kualitatif mapun kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap percaya diri (Yulianti & Wiyanto, 2009: 53). Usaha seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih bermakna, tidak lepas dari proses. Berpikir merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasakan pada referensi atau pertimbangan yang seksama (Yulianti & Wiyanto, 2009: 53). Menurut Nasution, sebagaimana dikutip oleh Yulianti & Wiyanto (2009: 53), kemampuan berpikir adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu memecahkan masalah taraf tingkat tinggi. Menerapkan mata pelajaran ke dalam tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan ke dalam masalah yang mereka alami, siswa sedikit demi sedikit akan membangkitan kebiasaan berpikir dengan baik, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain dengan tulus, berpikir sebelum bertindak, mendasari kesimpulan dengan bukti kuat, dan melatih imajinasi (Johnson, 2014: 182). Siswa harus mampu membedakan antara alasan yang baik dan alasan yang buruk dan membedakan kebenaran dari kebohongan. Siswa harus mengetahui bagaimana berpikir dengan kritis dan kreatif.

Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.


(32)

15

Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpendapat dengan terorganisasi (Johnson, 2014: 193). Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; (3) semacam suatu ketrampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan buktu pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Fisher, 2009: 3).

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat siswa mengerti maksud dibalik ide yang mengarahkan hidup setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian. Mayer mengungkapkan strategi-strategi untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan berpikir kritis sebagai berikut : Pertama, Menyeimbangkan antara konten dan proses, dalam penyajian materi pelajaran agar diseimbangkan antara konten dan proses. Dalam pelajaran sains, harus seimbang antara sains sebagai produk (penyajian fakta, konsep, prinsip, hukum) dan sains sebagai proses (keterampilan proses sains), seperti mengobsevasi kejadian, merumuskan masalah, berhipotesis, mengukur, menyimpulkan, dan mengontrol variabel. Kedua, Seimbangkan antara ceramah (lecture) dan diskusi (interaction), teori belajar Piaget menekankan bahwa pentingnya transmisi sosial dalam mengembangkan struktur mental yang baru. Ketiga, Ciptakan diskusi kelas, Guru sebaiknya memulai presentasi dengan ”pertanyaan” Ajukan


(33)

pertanyaan yang dapat mengkreasi suasana antisipasi dan inkuiri (Sari, 2012: 27). Menurut Glaser kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan untuk: (1) mengenal masalah; (2) menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah; (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan; (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; (5) memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas; (6) menganalisis data; (7) menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan; (8) mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah; (9) menarik kesimpulan-kesimpulan dan persamaan-persamaan yang diperlukan; (10) menguji ksamaan-kesamaan dan kesimpuan-kesimpulan yang diambil seseorang; (11) menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas; dan (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehisupan sehari-hari (Fisher, 2009: 7).

Ennis mengungkapkan bahwa, ada 12 indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:

1. Memberikan penjelasan sederhana yang berisi : memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, dan bertanya serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.

2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri dari mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.


(34)

17

3. Menyimpulkan yang terdiri dari kegiatan mendeduksi atau

mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, untuk sampai pada kesimpulan.

4. Memberikan penjelasan lanjut yang terdiri dari mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.

5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri dari menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain (Afrizon, 2012).

Peneliti menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang dikemukakan Ennis untuk dijadikan acuan penelitian. Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan peneliti adalah: memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut dan, mengatur strategi dan teknik.

2.1.3 Pohon Masalah

Menururt Silverman, sebagaimana dikutip Asmoko (2014), istilah tree diagram atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat suatu permasalahan. Pohon Masalah atau sering disebut tree diagram, merupakan teknik untuk memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci.

Morse & Field menefinisikan tree diagram sebagai berikut:

A tree diagram can be developed to help in organizing these categories into a hierarchical structure. Next, definitions for each category, subcategory, and code are developed. To prepare for reporting the findings, exemplars for each code and category are identified from the data. Depending on the


(35)

purpose of the study, researchers might decide to identify the relationship between categories and subcategories further based on their concurrence, antecedents, or consequences (Shannon & H sieh, 2005).

Artinya, sebuah diagram pohon dapat dikembangkan untuk membantu dalam mengatur kategori ini ke dalam struktur hirarkis. Definisi untuk setiap kategori, subkategori, dan kode dikembangkan. Untuk mempersiapkan untuk melaporkan temuan, eksemplar untuk setiap kode dan kategori diidentifikasi dari data. Tergantung pada tujuan penelitian, peneliti dapat memutuskan untuk mengidentifikasi hubungan antara kategori dan subkategori lanjut berdasarkan persetujuan mereka.

Pohon masalah adalah salah satu langkah pemecahan masalah dengan mencari sebab dari suatu akibat. Sebagai suatu alat atau teknik dalam mengidentifikasi dan menganalisis masalah, analisis pohon masalah mempunyai banyak kegunaan. Alat analisis ini membantu untuk mengilustrasikan korelasi antara masalah, penyebab masalah, dan akibat dari masalah dalam suatu hirarki faktor-faktor yang berhubungan. Analisis ini digunakan untuk menghubungkan berbagai isu atau faktor yang berkontribusi pada masalah organisasi dan membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dari masalah organisasi tersebut (Asmoko, 2014: 2).

Beberapa manfaat dari penggunaan analisis pohon masalah adalah:

1. Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan persoalan utama atau masalah prioritas organisasi.

2. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis secara rinci dalam mengeksplorasi penyebab munculnya persoalan.


(36)

19

3. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.

4. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama dalam suatu gambar atau grafik

5. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan utama yang ada.

2.1.4 Problem Based Learning (PBL)

2.1.4.1 Pengertian dan Karakteristik Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang disajikan. Strategi pembelajaran dengan PBL menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Secara umum, PBL dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang ketrampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial.

Menurut Panen, sebagaimana dikutip Rusmono (2014: 74), dalam strategi pembelajaran PBL, siswa diharapkan terlibat dalam proses penelitian untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, dan menggunakan data untuk memecahkan masalah. Menurut Arends (2008: 41), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk


(37)

investigasi dan penyelidikan. PBL membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Baron mengemukakan ciri-ciri PBL sebagai berikut:

1. Menggunakan permasalahan dunia nyata

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

2. Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

3. Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

4. Guru berperan sebagai fasilitator

Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai (Rusmono, 2014: 74).

Dilihat dari ciri-cirinya, pembelajaran PBL cocok digunakan untuk pelajaran Fisika. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran PBL meliputi kegiatan kelompok


(38)

21

dan kegiatan perorangan. Dalam kelompok, siswa melakukan kegiatan-kegiatan: (1) membaca kasus, (2) menentukan masalah mana yang paling relevan dengan tujuan pembelajaran, (3) merumuskan masalah, (4) membuat hipotesis, (5) mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas, (6) melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi di kelas (Rusmono, 2014: 75).

Menurut Yazdani, sebagaimana dikutip oleh Rusmono (2014: 82), proses pembelajaran dengan PBL ditandai dengan karakteristik:

(1) siswa menentukan isu-isu pembelajaran,

(2) pertemuan-pertemuan pembelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan,

(3) tutor adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya bertindak sebagai pakar yang merupakan satu-satunya sumber informasi,

(4) tutorial berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang berpusat pada siswa. 2.1.4.2 Tujuan, Kelebihan, dan Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang hendak dicapai, begitu pula model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning (PBL) dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa lainnya


(39)

melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonomi.

Tujuan umum pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL) menurut Putra (2011 : 74), sebagai berikut:

1. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan

masalah, serta kemampuan intelektual.

2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi.

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem Based Learning (PBL) adalah:

a. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut.

b. Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.

d. Siswa dapat merasakan manfaaat pembelajaran, kaaena masalah-masalah yang diseleseikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa menigkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahanyang dipelajarinya.

e. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya.


(40)

23

f. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.

g. PBL diyakini pula dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa (Putra, 2011 : 82).

Kekurangan PBL adalah sebagai berikut:

a. Tujuan dari model pembelajaran PBL tidak akan tersampaikan pada siswa yang tidak aktif.

b. Alokasi waktu yang dibutuhkan model pembelajaran ini cukup banyak, sehingga guru harus pintar memanage waktu dengan baik.

c. Tidak semua mata pelajaran dapat menerapkan model PBL (Putra, 2011: 84). Berdasarkan uraian di atas, PBL merupakan model yang efektif digunakan dalam pelajaran Fisika. Pembelajaran dengan PBL membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri. Siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kelompok dalam pemecahan masalah sehingga dapat melatih kemampuan berpikir kritis mereka.


(41)

2.1.2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Menurut Rusmono (2014: 83), prosedur strategi pembelajaran dengan PBL sebagai berikut:

1. Pendahuhluan

a. Pemberian motivasi b. Pembagian kelompok

c. Informasi dan tujuan pembelajaran

2. Penyajian

a. Mengorientasikan siswa kepada masalah b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

c. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

d. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan pameran e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

3. Penutup

a. Merangkum materi yang telah dipelajari

b. Melaksanakan tes dan pemberian pekerjaan rumah.

Menurut Putra (2011 : 78), dalam pengelolaan PBL ada beberapa langkah utama berikut:

a. Mengorientasikan siswa pada masalah b. Mengorganisasikan siswa agar belajar

c. Memandu menyelidiki secara mandiri ataupun kelompok d. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja


(42)

25

Sintaksis untuk PBL menurut Arrends (2008: 57), dapat disajikan seperti Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sintaksis untuk PBL

Fase Perilaku Guru

Fase 1:

Memberikan orientasi tentang

permasalahannya kepada siswa

Guru membahas tujuan pelajaran,

mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2:

Mengorganisasi siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Fase 3:

Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan

eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Fase 4:

Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Guru membantu siwa dalam merencakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Secara umum pembalajaran diawali dengan pengenalan masalah kepada siswa. Selanjutnya siswa diorganisasikan dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi penyelesaian masalah. Hasil dari analisis kemudian


(43)

dipresentasikan kepada kelompok lain. Akhir pembelajaran guru melakukan klarifikasi mengenai hasil penyelidikan.

Pada pembelajaran berdasarkan masalah sistem penilaian tidak cukup hanya dengan tes tertulis namun lebih diarahkan pada hasil penyelidikan siswa. Hasil penyelidikan yang dimaksud adalah hasil dari kegiatan siswa dalam upaya menyelesaikan masalah. Penilaian dan evaluasi dilakukan dengan mengukur kegiatan siswa, misal dengan penilaian kegiatan dan peragaan hasil melalui presentasi. Penilaian kegiatan diambil melalui pengamatan, kemudian kemampuan siswa dalam merumuskan pertanyaan, dan upaya menciptakan solusi permasalahan. Model Problem Based Learning erat kaitannya dengan karakteristik kemampuan berpikir kritis. Model PBL lebih menekankan pada usaha penyelesaian masalah melalui kegiatan penyelidikan. Kegiatan penyelidikan peserta didik ini tentunya membutuhkan informasi dari segala sumber. Keterampilan mengolah informasi merupakan salah satu ciri dari kemampuan berpikir kritis.

Penilaian dalam strategi pembelajaran dengan PBL meliputi penilaian oleh: siswa, guru, teman sebaya. Penilaian oleh siswa yaitu setiap siswa diberi kuisioner oleh sekolah untuk menilai penampilan setiap kelompok, setiap siswa membuat catatan sendiri langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam kelompok dan perorangan termasuk komentar. Penilaian oleh guru, meliputi: guru mengadakan ujian tertulis atau lisan, dimana setiap siswa diminta untuk memperagakan mengenai: penguasaan informasi, pemahaman terhadap proses penyelesaian masalah, menghubungkan dengan kutikulum, dan kemauan untuk menerima


(44)

27

informasi dan pengetahuan baru pada masalah baru. Disamping itu guru juga mengadakan pengamatan setiap kelompok karena guru berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan kelompok. Penilaian teman sebaya dilakukan dengan menggunakan lembaran penilaian untuk setiap siswa yang disiapkan oleh sekolah mengenai bagia-bagian yang akan dinilai seperti pengetahuan, kontribusi terhadap proses, dan pemahamn terhadap permasalahan (Rusmono, 2014: 78).

2.1.2.4 Langkah Pembelajaran Fisika dengan model PBL Berbantuan Pohon Masalah

Pohon masalah digunakan dalam proses pembelajaran fisika bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam mata pelajaran fisika dilakukan dengan lima tahap. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap Orientasi

Tahap orientasi adalah tahap atau langkah awal yang diberikan untuk membentuk kesan umum dan pemahaman global mengenai batas-batas ruang lingkup masalah. Tahapan ini, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dalam bentuk masalah, menjelaskan perangkat yang diperlukan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas untuk mendapatkan masalah.

b. Tahap Mengorganisasi Siswa untuk Belajar

Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4 anggota kelompok. Guru memberikan beberapa permasalahan. Masing-masing kelompok memilih masalah yang telah disediakan. Masalah tersebut diselesaikan dengan membuat pohon masalah untuk menghubungkan sebab-akibat permasalahan pada lembar penyelesaian yang telah disediakan. Guru juga


(45)

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengorganisasi tugas yang berhubungan dengan masalah.

c. Tahap Membimbing Penyelidikan Individual

Tahap ini, tugas guru adalah mendorong siswa mengumpulkan informasi sesuai masalah yang dipilih untuk mendapatkan penjelasan dan memecahkan masalah.

d. Tahap Membimbing, Membangun, dan Menyajikan Hasil Karya

Tahap ini, guru membimbing siswa dalam merencanakan dan mempersiapkan hasil karya setiap kelompoknya. Hasil karya ini bisa berupa laporan, video, karya tulis, dan model-model lain yang dapat dibaca oleh kelompok lainnya.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses Pemecahan Masalah

Kegiatan evaluasi adalah kegiatan belajar siswa baik individual maupun diskusi kelompok, dinilai oleh guru melalui pengamatan atau observasi. Tahap evaluasi ini terdapat tiga hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru yaitu : (1) guru menilai produk atau hasil akhir setiap kelompok, (2) guru menilai keempat tahap sebelumnya, (3) guru menilai cara penyampaian atau presentasi dari setiap kelompoknya. Seorang guru juga harus melakukan refleksi, penguatan, dan memberikan motivasi kepada siswa.

2.1.5 Pembelajaran Ekspositori

Menurut Brady, sebagaimana dikutip Rusmono (2014: 67), pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan fokus pendekatan ceramah, penjelasan serta penggunaan latihan dan perbaikan dalam


(46)

29

mengkoordinir belajar siswa. Menurut Romizouwski, sebagaimana dikutip oleh Rusmono (2014: 67), pembelajaran ekspositori berakar dari teori pemrosesan informasi atau pembelajaran resepsi. Menurut Rusmono (2014: 66), melalui pembelajaran ekspositori, guru menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai oleh siswa dengan baik. Media pembelajaran biasa digunakan untuk alat bantu dalam rangka memperjelas materi pelajaran yang disampaikan.

Jadi, kegiatan pembelajaran ekspositori bukan sekedar memberi pelajaran dengan bermakna saja, tetapi juga dituntut hal-hal yang lebih dalam, seperti mengaplikasikan informasi yang telah dipelajari dengan situasi yang berbeda dengan yang dipelajari. Pembelajaran ekspositori juga menuntut guru lebih untuk dapat menyampaikan materi dengan menggunakan media-media pembelajaran yang sederhana walaupun pada pelaksanaannya lebih berpusat pada guru.

Adapun langkah-langkah pembelajaran ekpositori:

1. Pendahuluan

a. Pemberian motivasi

b. Menjelaskan tujuan dan materi pembelajaran c. Apersepsi atau pre-tes

2. Penyajian

a. Menjelaskan isi pelajaran b. Pemberian contoh

c. Bertanya kepada siswa d. Pemberian latihan


(47)

3. Penutup

a. Melaksanakan tes b. Pekerjaan rumah

Berdasarkan uraian di atas berikut perbandingan komponen pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah dengan ekspositori disajikan dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbandingan Komponen Strategi pembelajaran dengan PBL Berbantuan Pohon Masalah dan Ekspositori.

Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah

Pembelajaran Ekspositori Urutan kegiatan

A.Tahap Pendahuluan

1. Guru memberi motivasi kepada siswa dengan mengaitkan materi dengan peristiwa sehari-hari 2. Guru membagi siswa ke dalam

kelompok 3 sampai 4 orang per kelompok

3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

B.Tahap Penyajian

1. Setiap kelompok memperoleh Buku Siswa.

2. Siswa mempelajari materi pelajaran melalui Buku Siswa dalam kelompok

3. Siswa menyusun pohon masalah untuk menyelesaikan permasalahan 4. Guru memeriksa pemahaman siswa

dengan mengajukan pertanyaan lisan pada saat siswa

mempresentasikan hasil kerja kelompok (pohon masalahnya) 5. Guru memberikan umpan balik

dengan mengacu pada Buku Siswa 6. Siswa mengerjakan latihan soal

yang diberikan guru dari LKS

i. Tahap Pendahuluan A.Guru memberikan motivasi B.Guru menyampaikan tujuan dan

materi yang akan dipelajari C.Guru memberikan pre-test

ii. Tahap Penyajian

1. Guru menjelaskan isi mata pelajaran

2. Guru memberikan contoh-contoh soal

3. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi yang telah dijelaskan


(48)

31

C.Tahap Penutup

1. Siswa bersama guru merangkum materi pelajaran

2. Guru memberikan penilaian dengan lembar penilaian

3. Siswa menerima pekerjaan rumah (PR) baik dari soal buatan guru ataupun dalam buku siswa

iii. Tahap Penutup

1. Guru memberikan tes formatif 2. Guru memberikan pekerjaan rumah

(PR) sebagai pemantapan

Metode yang Digunakan 1. Pemberian Tugas

2. Kerja Kelompok

3. Diskusi

1. Ceramah

2. Tanya jawab 3. Latihan

4. Pemantapan

Penggunaan Media Pembelajaran 1. Alat dan bahan diperlukan siswa

sebagai alat bantu bekerja siswa 2. Media pembelajaran diperlukan

untuk menampilkan kerja hasil siswa

3. Jenis dan penggunaan media

ditentukan bersama oleh guru dan siswa

1. Alat dan bahan diperlukan sebagai alat bantu mengajar guru

2. Media pembelajaran diperlukan

untuk mempermudah guru

menyajikan materi

3. Jenis dan penggunaan media

ditentukan oleh guru Peran Guru dan Siswa

1. Kegiatan belajar berfokus pada siswa

2. Siswa belajar melalui diskusi 3. Proses belajar cenderung

dilakukan multi arah

4. Guru berperan sebagia motivator dan fasilitator

1. Kegiatan belajar terfokus pada guru

2. Siswa belajar dengan mendengarkan

3. Proses belajar cenderung dilakukan dua arah

4. Guru mengendalikan seluruh proses pembelajaran

2.2

Materi Tekanana Zat Cair

2.2.1 Tekanan Hidrostatis

Tekanan Hidrostatis adalah tekanan yang terjadi di bawah air. Tekanan ini terjadi karena adanya berat air yang membuat cairan tersebut mengeluarkan tekanan. Tekanan sebuah cairan bergantung pada kedalaman cairan di dalam sebuah ruang dan gravitasi juga menentukan tekanan air tersebut.


(49)

Hubungan ini dirumuskan sebagai berikut:

"P = ρgh"

Dimana:

ρ adalah masa jenis cairan,

g (10 m/s2) adalah gravitasi, dan

h adalah kedalaman cairan (h dihitung dari permukaan air menuju ke kedalaman benda).

2.2.2 Hukum Pascal

Bunyi hukum Pascal “ Gaya yang bekerja pada zat cair dalam ruang

tertutup, tekananya akan diteruskan oleh zat cair itu ke segala arah sama besar”. Hukum Pascal dapat dirumuskan:

P1 = P2 =

Keterangan :

P1 = Tekanan penampang 1 P2 = Tekanan penampang 2 F1 = Gaya penampang 1 F2 = Gaya penampang 2 A1 = Luas penampang 1 A2 = Luas penampang 2

Aplikasi Hukum Pascal:


(50)

33

b. Pompa sepeda

c. Mesin Pengepres kapas

2.2.3 Bejana Berhubungan

Bejana berhubungan adalah dua atau lebih wadah dengan bagian atas yang terbuka, dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ketinggian permukaan zat cair pada bejana berhubungan tidak dipengaruhi oleh bentuk bejana dan selalu rata.

2.2.4 Prinsip Archimedes

Prinsip Archimedes menyatakan ketika sebuah benda seluruhnya atau sebagian dimasukkan ke dalam zat cair, maka zat cair akan memberikan gaya tekan ke atas pada benda yang besarnya sama dengan berat zat cair yang didesak (dipindahkan). Gaya yang diberikan oleh fluida pada benda yang tenggelam dinamakan gaya apung (Tipler, 1998: 394). Jika berat benda di udara W dan berat benda di dalam zat cair W’, gaya ke atas (FA), maka:

FA = W –W’ (2.1)

Gaya apung atau gaya tekan ke atas juga dapat dinyatakan dengan persamaan FA = mf . g. Jika mf diuraikan menjadi . diperoleh persamaan:

FA = . . g (2.2)

dengan, FA : gaya apung atau gaya ke atas (N) : massa fluida yang dipindahkan (kg) : massa jenis zat cair (kg/ )

: volume benda yang tercelup dalam zat cair ( ) g : percepatan gravitasi (m/ )


(51)

Tenggelam, Melayang dan Terapung

Jika benda dicelupkan ke dalam zat cair, maka berat benda atau gaya berat benda dilawan oleh gaya ke atas yang diberikan oleh zat cair. Gaya berat memiliki arah ke bawah dan gaya zat cair memiliki arah ke atas. Berdasarkan besarnya gaya berat dan gaya ke atas (gaya apung), posisi benda dalam zat cair digolongkan menjadi tiga yaitu tenggelam, melayang, dan mengapung (Sukabdiyah, 2012: 69).

(1) Tenggelam

Sebuah benda dikatakan tenggelam jika benda tersebut tercelup seluruhnya dan berada di dasar suatu zat cair. Hal ini terjadi karena berat benda lebih besar daripada gaya apung, sehingga secara matematis dapat dituliskan:

(2.3)

Karena dan nilai gravitasi tetap, maka

(2) Melayang

Sebuah benda dikatakan melayang jika benda tersebut tercelup seluruhnya tetapi tidak mencapai dasar dari zat cair tersebut. Dalam keadaan ini berat benda sama dengan gaya apung dan volume benda yang tercelup sama dengan volume zat cair yang dipindahkan. Sehingga persamaannya adalah:

(2.4)

Karena dan nilai gravitasi tetap, maka


(52)

35

Sebuah benda dikatakan terapung jika benda tersebut tercelup sebagian di dalam zat cair. Dalam keadaan ini berat benda yang tercelup dalam fluida sama dengan gaya apung.

(2.5)

Karena dan nilai gravitasi tetap, maka

2.3

Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Happy (2014) tentang penerapan model PBL sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa menyatakan bahwa berdasarkan analisis data diperoleh kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan sebesar 26,39%. Penelitian tersebut menunjukan penerapan pembelajaran berbasis masalah efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Sari (2012) telah melakukan penelitian tentang penerapan model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA. Hasil penelitian menunjukan bahswa kemampuan berpikir kritis siswa meningkat 84% pada siklus II setelah diterapkannya model Problem Based Learning.

2.4

Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran Fisika di kelas masih menekankan pengetahuan dan pemahaman materi. Aktivitas yang terjadi di kelas umumnya masih menempatkan guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang membuat siswa menjadi bertambah pengetahuannya. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih dalam


(53)

mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah dalam menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata. Diperlukan penerapan pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar siswa yang aktif, memupuk kerjasama antar siswa, serta melatih kemampuan berpikir sehingga dapat memecahkan masalah yakni melalui model Problem Based Learning.

Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berlatih berpikir karena langkah pembelajaran ini adalah dengan menyajikan suatu masalah sebagai awal proses pembelajaran. Model pembelajaran ini dirancang untuk dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sekitar. Untuk membuat siswa tertarik dan termotivasi dapat menggunakan media yang kreatif yaitu melalui bantuan pohon masalah dimana siswa akan memilih masalahnya dan penyelesaiannya disusun dalam bentuk diagram berdasarkan sebab-akibat disajikan secara menarik. Dengan penerapan model berdasarkan masalah berbantuan pohon masalah, kemampuan siswa dalam berpikir kritis akan lebih meningkat.

Pada penelitian ini diambil tiga kelas. Dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas yang lain sebagai kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan model PBL dan kelompok kontrol tanpa perlakuan. Sebelum proses berlangsung kedua kelas tersebut diberikan soal pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Selama proses pembelajaran berlangsung akan dilakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran. Setelah


(54)

37

kegiatan pembelajaran dan observasi selesai dilakukan, masing-masing kelompok sampel akan diberikan test.

Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa tersebut, kemudian dianalisis apakah kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dan dibandingkan nilai tes tersebut untuk menentukan manakah yang lebih baik kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah atau pada kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran ekspositori.


(55)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Fisika

1. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru.

2. Proses pembelajaran masih menekanakan pengetahuan dan pemahaman materi.

3. Kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah kurang terlatih.

Strategi Pembelajaran

Pemilihan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Pemilihan Media Pembelajaran menggunankan Pohon masalah

Problem Based Learning berbantuan pohon masalah

Kemampuan berpikir kritis melalui pemecahan suatu masalah dengan menghubungkan sebab-akibat permasalahan


(56)

39

2.5

Hipotesis

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

a) Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.

b) Kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran dengan model PBL berbantuan pohon masalah lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran ekspositori.


(57)

40

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penentuan Subjek Penelitian

3.1.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono (2013: 107), metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Desain penelitian yang dipakai adalah quasi-experimental designs karena dalam desain ini peneliti tidak dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Terdapat 2 kelompok dalam penelitian, kelompok pertama yang diberi perlakuan pembelajaran dengan model PBL berbantuan pohon masalah disebut kelompok eksperimen dan kelompok lain sebagai kelompok kontrol. Kedua kelompok akan diberikan pretest-posttest untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis. Adapun desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

(Kelompok Eksperimen) (Kelompok Kontrol)

O1 O3

X1 X2

O2 O4


(58)

41

Keterangan:

O1 : Pretest kelompok eksperimen

O2 : Posttest kelompok eksperimen

O3 : Pretest kelompok kontrol

O4 : Posttest kelompok kontrol

X1 : pembelajaran dengan model pembelajaran PBL berbantuan pohon

masalah

X2 : pembelajaran dengan model ekspositori

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Menentukan populasi.

(2) Meminta kepada guru nilai Ulangan Akhir Semester Ganjil mata pelajaran fisika siswa kelas VIII untuk digunakan sebagai data awal, kemudian diuji normalitas dan homogenitas.

(3) Menentukan sampel-sampel dengan memilih 2 kelompok siswa dari populasi yang ada. Dalam penelitian ini, terpilih 31 siswa pada kelas VIII B dan 32 siswa pada kelas VIII C sebagai kelompok eksperimen dan 31 siswa pada kelas VIII F sebagai kelompok kontrol.

(4) Melakukan uji coba soal pretest-postest kemampuan berpikir kritis pada kelas uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda item tes. Setelah dianalisis pada faktor-faktor tersebut, diambil beberapa soal yang sesuai kriteria untuk mengevaluasi siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


(59)

(5) Membeikan soal pretest yang telah diuji coba kepada siswa kelompok eksperimen dan kontrol.

(6) Memberi perlakuan pada kelompok eksperimen dengan menggunakan Pembelajaran Problem Bassed Learning berbantuan pohon masalah,

sedangkan kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran

ekspositori.

(7) Melakukan evaluasi terhadap siswa pada kelompok eksperimen dan siswa pada kelompok kontrol dengan memberikan soal posttest yang telah diuji coba. Menganalisis data hasil pretest-postest dari kelompok eksperimen dan kontrol.


(60)

43

Uji homogenitas

v

3.1.2 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 61). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah 257 siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Boja tahun pelajaran 2014/2015. Dengan rincian sebagai berikut: 32

Populasi

Dipilih satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol

Kelas VIII B dan VIII C Kelompok eksperimen

Kelas VIII F Kelompok kontrol

Pre-test Pre-test

Pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL)

berbantuan pohon masalah

Pembelajaran dengan model konvensional (ekspositori)

Post-test

Analisis hasil test

Peningkatan kemampuan berpikir kritis


(61)

siswa A, 31 siswa B, 32 siswa C, 32 siswa D, 30 siswa VIII-E, 30 siswa VIII-F, 30 siswa VIII-G dan 30 siswa VIII-H.

3.1.3 Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2013: 62). Apabila banyaknya populasi besar dan peneliti tidak mungkin melakukan penelitian terhadap seluruh anggota populasi karena keterbatasan tertentu, maka dilakukan penelitian sampel, yaitu penelitian terhadap sebagian dari populasi dimana kesimpulan yang dihasilkan pada sampel berlaku pada populasi. Proses generalisasi ini mengharuskan sampel dipilih dengan benar sedemikian sehingga data sampel dapat mewakili data populasi.

Menurut Roscoe, sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2013: 131), bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30 sampai dengan 500, dan untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 s/d 20.

Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelompok siswa. Satu kelompok siswa tergabung dalam kelompok eksperimen, yaitu kelas yang akan diberikan perlakuan berupa model pembelajaran Problem Based Learning, dan satu kelompok siswa tergabung dalam satu kelompok kontrol yang akan diberikan perlakuan berupa pembelajaran ekspositori.

Untuk memperoleh sampel yang representatif, terdapat tiga cara sampling yaitu sampling seadanya, sampling purposif (pertimbangan), dan sampling peluang (Sudjana, 2005:167-169). Pengambilan sampel dalam penelitian ini


(62)

45

dengan teknik purposive sampling artinya teknik pengambilan sampel secara sengaja dengan tujuan tertentu.

Penetapan dua kelompok sebagai sampel dilakukan dengan pertimbangan berdasarkan kemampuan rata-rata hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika dari nilai UAS gasal 2014/2015, kurikulum yang sama, tidak ada kelas unggulan, usia siswa relatif sama dan berada pada tingkat yang sama yaitu kelas VIII, serta mendapatkan pelajaran fisika dalam jumlah jam pelajaran yang sama. Terpilih 63 siswa pada kelas VIII B dan kelas VIII C sebagai kelompok eksperimen dan 31 siswa pada kelas VIII F sebagai kelompok kontrol.

3.1.4 Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 60). Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis. Kedua variabel tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2013: 61). Variabel independen dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang diterapkan.

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013: 61). Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kritis siswa.


(63)

3.2

Teknik dan Alat Pengumpulan Data

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam penelitian. Data-data yang telah diperoleh tersebut dianalisis kemudian diolah dan disimpulkan dengan menggunakan panduan referensi yang berkaitan dengan penelitian tersebut.

a) Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data mengenai nama dan banyaknya siswa yang menjadi anggota populasi dan untuk menentukan anggota sampel. Selain itu metode ini juga digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal dari siswa berupa nilai ulangan semester gasal tahun pelajaran 2014/2015 yang menjadi sampel penelitian.

b) Metode Tes

Menurut Suharsimi (2007: 53), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan berpikir kritis siswa pada materi hukum Archimedes yang berbentuk soal uraian. Tes dengan bobot setara dilakukan sesudah kelompok dikenai perlakuan pretest dan posttest. Soal tes terlebih dahulu diujicobakan pada kelompok uji coba instrumen untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda dari tiap-tiap butir tes, sebelum dilakukan pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol,.

Hasil pretest dan posttest tersebut digunakan sebagai data akhir untuk membandingkan kemampuan berpikir kritis akibat dari perlakuan yang diberikan.


(64)

47

3.2.2 Materi

Materi pokok dalam penelitian ini adalah materi pelajaran fisika kelas VIII semester dua yaitu tekanan zat cair dengan merujuk pada silabus dan kurikulum yang berlaku. Paparan materi pokok penelitian ini dapat dilihat dalam silabus pembelajaran.

3.2.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang dibuat dalam penelitian ini adalah: (a) Silabus IPA/Fisika materi Tekanan Zat Cair,

(b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran materi Tekanan Zat Cair, (c) Lembar jawab siswa,

(d) Rancangan pohon masalah

(e) Lembar diskusi siswa, (f) Kisi-kisi soal uji coba,

(g) Soal uji coba, pre-test, dan post-test.

Instrumen tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes kemampuan berpikir kritis.

Penyusunan tes dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Menentukan pembatasan materi yang diujikan yaitu tekanan zat cair yang

diajarkan pada kelas VIII semester genap tahun pelajaran 2014/2015. b) Menentukan tipe soal yang digunakan yaitu soal uraian.

c) Menentukan banyak butir soal.

d) Menentukan alokasi waktu untuk mengerjakan soal. e) Membuat kisi-kisi soal.


(1)

(2)

LUAS DI BAWAH LENGKUNGAN NORMAL

z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0,0 0000 0040 0080 0120 0160 0199 0239 0279 0319 0359 0,1 0398 0438 0478 0517 0557 0596 0636 0675 0714 0754 0,2 0793 0832 0871 0910 0948 0987 1026 1064 1103 1141 0,3 1179 1217 1255 1293 1331 1368 1406 1443 1480 1517 0,4 1554 1591 1628 1664 1700 1736 1772 1808 1844 1879 0,5 1915 1950 1985 2019 2054 2088 2123 2157 2190 2224 0,6 2258 2291 2324 23357 2389 2422 2454 2486 2518 2549 0,7 2580 2612 2342 2673 2704 2734 2764 2794 2823 2852 0,8 2881 2910 2939 2967 2996 3023 3051 3078 3106 3133 0,9 3159 3186 3212 3238 3264 3289 3315 3340 3365 3389 1,0 3413 3438 3461 3485 3508 3531 3554 3577 3599 3621 1,1 3643 3665 3686 3708 3729 3749 3770 3790 3810 3830 1,2 3849 3869 3888 3907 3925 3944 3962 3980 3997 4015 1,3 4032 4049 4066 4082 4099 4115 4131 4147 4162 4177 1,4 4192 4207 4222 4236 4251 4265 4279 4292 4306 4319 1,5 4332 4345 457 4370 4382 4394 4406 4418 4429 4441 1,6 4452 4463 4474 4484 4495 4505 4515 4525 4535 4545 1,7 4554 4564 4573 4582 4591 4599 4608 4616 4625 4633 1,8 4641 4649 4656 4664 4671 4678 4686 4693 4699 4706 1,9 4743 4719 4726 4732 4738 4744 4750 4756 4761 4767 2,0 4772 4778 4783 4788 4793 4798 4803 4808 4812 4817 2,1 4821 4826 4830 4834 4838 4842 4846 4850 4854 4857 2,2 4861 4864 4868 4871 4875 4878 4881 4884 4887 4890 2,3 4893 4896 4898 4901 4904 4906 4909 4911 4913 4916 2,4 4918 4920 4922 4925 4927 4929 4931 4932 4934 4936 2,5 4938 4940 4941 4943 4945 4946 4948 4949 4951 4952 2,6 4953 4955 4956 4957 4959 4960 4961 4962 4963 4964 2,7 4965 4966 4967 4968 4969 4970 4971 4972 4973 4974 2,8 4974 4975 4976 4977 4977 4978 4979 4979 4980 4981 2,9 4981 4982 4982 4983 4984 4984 4985 4985 4986 4986 3,0 4987 4987 4987 4988 4988 4989 4989 4989 4990 4990 3,1 4990 4991 4991 4991 4992 4992 4992 4992 4993 4993 3,2 4993 4993 4994 4994 4994 4994 4994 4995 4995 4995 3,3 4995 4995 4995 4996 4996 4996 4996 4996 4996 4997 3,4 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4997 4998 3,5 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 4998 3,6 4998 4998 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 3,7 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 3,8 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 4999 3,9 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000 (Sudjana, 2005: 490)


(3)

Tabel Harga-harga Kritis D dalam Tes Satu Sampel Kolmogorov-Smirnov

Ukuran

Sampel (N)

Tingkat signifikansi untuk D= maksimum

|

|

.20

.15

.10

.05

.01

1

.900

.925

.950

.975

.995

2

.684

.726

.776

.842

.929

3

.565

.597

.642

.708

.828

4

.494

.525

.564

.624

.733

5

.446

.474

.510

.565

.669

6

.410

.436

.470

.521

.618

7

.381

.405

.438

.486

.577

8

.358

.381

.411

.457

.543

9

.339

.360

.388

.432

.514

10

.322

.342

.368

.410

.490

11

.307

.326

.352

.391

.468

12

.295

.313

.338

.375

.450

13

.284

.302

.325

.361

.433

14

.274

.292

.314

.349

.418

15

.266

.283

.304

.338

.404

16

.258

.274

.295

.328

.392

17

.250

.266

.285

.318

.381

18

.244

.259

.278

.309

.371

19

.237

.252

.272

.301

.363

20

.231

.246

.264

.294

.356

25

.21

.22

.24

.27

.32

30

.19

.20

.22

.24

.29

35

.18

.19

.21

.23

.27

Over 35

Sumber: Siegel (1990:303)


(4)

(Sudjana, 2005: 493)


(5)

(Sugiyono, 2010: 373)


(6)

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN QUESTION CARD PADA MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA SISWA SMP

5 36 197

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK

1 14 207

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN HANDOUT TERHADAP MATHEMATICS SELF EFFICACY DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DI SMP

0 12 242

EFEK MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN PETA KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SISWA.

0 5 28

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Pengantar Ak

0 3 16

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Pengantar Akuntans

0 2 17

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif serta Disposisi Matematis Siswa melalui Pembelajaran Problem Based Learning.

1 8 13

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 3 36

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH.

0 4 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA.

0 0 18