Pedagogical Content Knowledge Guru Terkait Konsepsi Siswa

K.I.106SS : “2.” Hingga pada proses pembelajaran pada hari selanjutnya yang sudah beranjak ke subbab lain, masih tampak juga pembahasan tentang menentukan turunan fungsi fungsi yang menjadi bahan pembahasan ketika itu adalah fx = x 3 -6x 2 . Hal yang sama terjadi, yaitu tidak ada kendala dalam proses pembelajaran terkait mencari turunan fungsi. Materi tentang menurunkan fungsi memang sudah diajarkan terlebih dahulu, dan menurut data ulangan harian dari guru data terlampir, semua siswa sudah mencapai ketuntasan dalam materi ini. K.IV.579G: “Kalau Anda teruskan turunan keduanya berapa menuliskan :  f”x disamping hasil hitungan turunan fx.” K.IV.580S: “Enam x.” K.IV.581G : “Enam x,” K.IV.582SS: “Min dua belas.” Selanjutnya, ketika diadakan wawancara kembali W.IV, guru mengungkapkan hal yang sama. Pada butir pertama dan kedua instrumen yaitu “Turunan pertama dari fx = x 2 – 4x+1 adalah f’x = 2x-4.” dan “Turunan kedua dari fx = x 2 – 4x+1 adalah f”x = 2.” guru mengungkapkan tentang tidak adanya masalah bagi semua siswa-siswinya dalam menentukan turunan suatu fungsi. Guru mengungkapkan dengan jelas bahwa semua siswanya sudah bisa menurunkan suatu fungsi. Perhatikan transkrip wawancara berikut : W.IV.11aG : “Ini dari nomor satu ini ya? Kalau mencari turunan gini, kan ini semua siswa sudah bisa. Gampang.” W.IV.12aP : “Iya. Iya.” W.IV.13aG : “Kemudian turunan kedua juga ok. Tabel 4.1: PCK-konsepsi menentukan turunan fungsi. Materi Pengetahuan guru tentang konsepsi siswa Alasansumber Siswa terkait M ene nt uka n t ur una n ba ik pe rt am a m au pun ke dua s ua tu f ungs i 1. Semua siswa sudah mampu menentukan turunan fungsi dengan benar baik turunan pertama maupun kedua. 1. dilihat melalui ulangan hasil test siswa, pengalaman mengajar sebelumnya 1. Guru tidak menyebutkan nama-nama tertentu, hanya menyatakan “semua siswa” Transkri psidata terkait K.I.84-87, 105-106; K.IV.437a-438a, 579a- 582a; W.IV.11a-13a; W.I.60 W.I.56-60, daftar nilai siswa pada materi turunan terlampir W.IV.11a Wujud PCK -Ungkapan guru tanpa ragu dalam wawancara bahwa semua siswa sudah bisa dalam menentukan turunan. - Aksi guru dalam pembelajaran Terlihat dalam proses pembelajaran di kelas, tidak adanya penjelasan yang panjang dan lebar dari guru dalam pembahasan menentukan turunan fungsi. Meski demikian siswa bisa mengikuti dengan mudah. PCK guru tentang konsepsi siswa terungkap dari pengetahuan guru semua siswa-siswi di XI IPA 2 sudah bisa menentukan turunan, baik turunan pertama maupun kedua, dari suatu fungsi. Melalui proses pembelajaran, PCK guru tentang ini diwujudkan dengan tidak adanya pembahasan yang panjang lebar ketika menentukan turunan fungsi dari guru dan meskipun demikian, siswa tetap bisa mengikuti pembelajaran khususnya dalam hal ini adalah pada saat menurunkan fungsi dengan mudah karena sesuai dengan level berpikir mereka. Hal ini pun secara jelas tampak selama proses pembelajaran. 2. Fungsi Naik Fungsi Turun Pengertian fungsi naik, fungsi turun, titik stasioner pertama-tama dijelaskan guru dengan mempergunakan sketsa grafik fungsi kuadrat. Gb. 4.1:Ilustrasi fungsi naik dan fungsi turun oleh guru. Guru mengungkapkan bahwa gambar membantu siswa. Siswa langsung bisa melihat bagaimana fungsi naik dan fungsi turun. W.IV.49aG : “He em. Terus, kalau nomer empat ini, ini sudah tahu karena sudah dibantu dengan gambar ya?” W.IV.50aP : “Heem.” W.IV.51aG : “Kan kalau ini kita nunjukkan, e, panjang fx 1 nya dengan dibandingkan fx 2 kan fx 2 lebih kecil ini siswa bisa memahami ini. Ki turun, ini naik tu bisa.Terus syaratnya juga,” W.IV.104dP : “Ho oh. Oh. Iya. Untuk no.4?” W.IV.105dG : “Kalau itu naik turun melihat gambar gini, baik.” Menurut guru, visualisasi gambar juga bertujuan agar siswa bisa menghubungkan dengan materi yang sudah pernah siswa dapatkan ketika kelas X fungsi kuadrat. W.IV.7bG : “Terus kelas X dia sudah bisa, karena persamaannya fungsi kan persamaan kuadrat,” W.IV.13bG : “Lha, kalau dengan gambar, kan siswa langsung bisa melihat, ini menurun gitu, terlihat gitu lho,fx nya itu lho.” W.IV.33bG : “Tapi kita berikan visualisasi gambar itu kan, dia biar ‘o dulu saya bisa nggambar itu’,” PCK guru tampak melalui pengetahuan guru terkait konsep yang sudah dipahami oleh siswa, yaitu pengertian fungsi naik dan fungsi turun. Guru mengungkapkan semua siswanya di XI IPA 2 sudah mengerti tentang pengertian fungsi naik dan fungsi turun yang disampaikan guru melalui media sketsa gambar dalam pembelajaran terdahulu. Pengertian yang dimaksud adalah: 1 Ketika pada suatu fungsi ditemukan nilai fx yang semakin besar seiring dengan bertambahnya nilai x maka fungsi naik. 2 Ketika pada suatu fungsi ditemukan nilai fx yang semakin kecil seiring dengan bertambahnya nilai x maka fungsi turun. Dalam proses pembelajaran, ketika itu fungsi yang dipergunakan sebagai bahan pembahasan adalah fx = x 2 -4x+1, siswa-siswi di kelas bisa mengikuti materi yang disampaikan oleh guru yang ditunjukkan dengan aktif menjawab pertanyaan pancingan dari guru. Dari dua kali pertemuan, kelas XI IPA 2 tampak beberapa siswa menjawab dengan positif pertanyaan guru tentang posisi-posisi naik turunnya fungsi. Transkrip percakapannya dapat dijabarkan sebagai berikut : K.I.59G : “Nah. Pas x2 kan berarti yang sini.” K.I.60 Terdengar beberapa siswi mengatakan ‘ya’G : “Fungsi- harga. Di sini harga fx, harga fx kalau x nya di sini kan harganya sekian ya sambil menunjuk grafik, xnya di sini harganya sekian, xnya di sini harganya sekian, sekian, sekian. Akhirnya akan apa ini, harga fx?” K.I.61S : “Turun.” K.I.62G : “Turun, kan? ada siswa yang mengatakan ‘ya’Ini kan Harga fx menurun. Tapi kalau x2, pas 2 di sana. Ini?” K.I.63SS: “Naik.” K.I.64G : “Harga fx kalau x di sini ya, ada beberapa siswa yang sudah mengatakan : “Naik” harganya kan sekian. X nya di sini harganya sekian.” Melanjutkan menunjukkan melalui sket. “Gimana?” K.I.65SS : “Naik.” K.II.92G: “... Kalau kurang dari dua?” K.II.93SS: “Turun.” K.II.94G: “Turun, makanya tadi fungsi turun di?” K.II.95A : “x2.” Selain itu, guru mengungkapkan semua siswa XI IPA 2 sudah mengerti bahwa fungsi naik ketika hasil hitungan f’xnya diperoleh lebih dari nol, dan fungsi turun ketika hasil hitungan f ’xnya diperoleh kurang dari nol f’x 0. Pengetahuan guru terungkap dalam penjelasan guru kepada peneliti sebagai berikut: W.IV.59aG : “Kalau pengertian ‘ini’ semua tahu. ‘Naik pada saat apa?’ ‘f aksen lebih dari nol’ itu, semua tahu.” W.IV.118dP : “Nomer 5. membaca teks Fungsi dikatakannaik jika..” W.IV.119dG : “Lha ini iya….” W.IV.120dP : “Baik?” W.IV.121dG : “Heem. Iya. Bisa semua.” Tabel 4.2 : PCK-konsepsi materi fungsi naik dan fungsi turun. Materi Pengetahuan guru tentang konsepsi siswa Alasansumber Siswa terkait F ungs i na ik da n f ungs i t ur un 1. Semua siswa bisa mengenali bagaimana fungsi naik, fungsi turun apalagi dibantu dengan visualisasi grafik. 2. Semua siswa tahu syarat fungsi naik f ’x 0 dan fungsi turun f ’x 0 meskipun dalam teknis hitungan guru menemukan ada satu dua siswa yang lemah dalam hitungan interval 1. Siswa baik dalam melihat gambar tentang bagaimana f naik turun. 2. Guru mengetahui ketika membimbing siswa saat proses pembelajaran. Menurut guru ini karena siswa kurang menguasai pertidaksamaan yang diajarkan di kelas X. 1. Guru menyebutkan “semua siswa” 2. Guru menyebutkan “semua siswa”sedangkan untuk siswa yang terkendala pada hitungan guru mengungkapkan tidak hafal akibat pembelajaran yang guru setting secara klasikal. Transkrips idata terkait 1. W.IV.49a-51a, 104d- 105d; K.I.59-65; K.II.92-95 2. W.IV.59a, 75a 118d- 121d ; K.II.31;K.III.7b- K.III.19b 1. W.IV.51a, 7b, 13b, 33b, 105d 2. W.IV. 57a-67a ,81a-87a 1. W.IV.105d-111d 2. W.IV.57a-93a Wujud PCK - Ungkapan guru melalui wawancara : 1. “Kan kalau ini kita nunjukkan, e, panjang fx 1 nya dengan dibandingkan fx 2 kan fx 2 lebih kecil ini siswa bisa memahami ini. Kiturun, ini naik tu bisa.Terus syaratnya juga,” 2. “Kalau pengertian ‘ini’ semua tahu. ‘Naik pada saat apa?’ ‘f aksen lebih dari nol’ itu, semua tahu.” - Aksi guru dalam pembelajaran 1. Guru menggunakan visualisasi grafis sederhana dalam menyajikan fungsi naik, fungsi turun, guru membimbing siswa melalui penjelasan dan pertanyaan pancingan dengan rinci bertahap. 2. Guru menuliskan ringkasan poin penting tentang syarat ini di papan tulis Gb K..II.1 dan ketika memberikan pertanyaan pancingan tentang syarat ini direspon positif oleh seisi kelas. Tanda merupakan konsepsi yang tidak dengan baik dipahami oleh siswa dan akan dijelaskan dalam subab miskonsepsi Dalam observasi, tampak reaksi para siswa terhadap pembelajaran tentang syarat fungsi naik, fungsi turun sebagai berikut : K.III.7bG : “Sampai itu?? S4 mengangguk Anda sudah bisa ya mencari jenisnya. Kemudian berikutnya kan Anda mencari nilai minimum dalam interval tertutup. Materinya terus, sambung-menyambung. Jadi fungsi naik turun, jadi fungsi naik itu ada syaratnya, fungsi turun juga ada syaratnya apa ya. Kurang dari nol turunan pertama, lebih dari nol turunan pertama dan kalau pas sama dengan nol. Kalau pas sama dengan nol terjadi? Opo? Turunan pertama kalau sama dengan nol?” K.III.8bSiswa masih belum terdengar menjawab. K.III.9bG : “Mosok lali kabeh? Peh wis kartinian we.” K.III.10bS2 : “Ya Allah mosok prei petang dino we gawe lali. ” Ada siswi yang menyahut : “disanggul.” K.III.11bG : “Nah, disanggul dadi ilang kabeh?” K.III.12bSS : “Hihihihi.” K.III.13bTerdengar canda tawa tidak terdengar jelas tentang apa K.III.14bG : “Yo kita mengingat kembali yo. Udah .. K.III.15bS2 : “ K.III.16bG : “Hm. Turunan pertama sama dengan , eh,lebih dari nol, itu fungsi?” K.III.17bSS : “Naik.” K.III.18bG : “Naik. Turunan pertama kurang dari nol fungsi?” K.III.19bSS : “Tuuuruuuun.” Selain itu, guru juga mengungkapkan bahwa meskipun semua siswa tahu syarat tentang naik turunnya fungsi, guru menemui kelemahan siswa pada hitungan ketika menentukan interval di mana fungsi naikturun. Guru sempat menemukan adanya siswa yang sudah melakukan prosedur yang benar dengan menentukan syarat yang sudah ditentukan misalnya, untuk menentukan kapan fungsi naik berarti f’x 0, tetapi ketika sampai pada penyelesaian menentukan pada interval mana kadang siswa keliru. Akan tetapi, guru tidak hafal siapa saja siswa yang dimaksud karena setting pembelajaran dibuat guru secara klasikal ketika itu. Berikut transkrip wawancara terkait : W.IV.57aG : “’ Kadang naik di mana?’, di interval itu ya di kelas Xnya. Kalau kelas X nya nggak kuat, di pertidaksamaan kan kadang salah..” W.IV.58aP : “Hitungannya.” W.IV.59aG : “Kalau pengertian ‘ini’ semua tahu. ‘Naik pada saat apa?’ ‘f aksen lebih dari nol’ itu, semua tahu.” W.IV.78aP : “Itu, Ibu sempet ngonangi nggak, Bu siapa yang masih lemah?” W.IV.79aG : “Oh, nggak, nggak hafal aku. Karena kan aku kemarin kan klasikal?” W.IV.80aP : “O, ya.” W.IV.81aG : “Ya. Kalau pas membimbing gitu kan, W.IV.82aP : “Hm.” W.IV.83aG : “Cuma kadang kan. ‘Bu ini tanya’.” W.IV.84aP : “Ma..” W.IV.85aG : “E, kadang kan di perhitungan itu.” W.IV.86aP : “Hmm.” W.IV.87aG : “Kan saya hanya, ngechecknya kan kadang di ini kurang dari, berapa intervalnya kapan dia naik kapan dia turun kan di rumus awal udah bener kurang dari nol.” W.IV.88aP : “Iya.” W.IV.89aG : “Lha terus di, ‘o, ini ternyata salah’ pas di menghitungnya itu ta? Jadi kan sudah di perhitungannya sebetulnya.” W.IV.90aP : “Heem heem.” W.IV.91aG : “Mencarinya, kalau syarat kan sudah tahu ‘naik ini, W.IV.92aPG : “turun,” W.IV.93aG : ‘ini’ . Nah terus mau nyari ‘kurang dari iniberapa’ itu yang siswa, siapa-siapa nggak bisa meng-anu, karena kemarin klasikal saya.” Mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut pada subab B yaitu PCK guru tentang miskonsepsi siswa. Tampak bahwa guru memiliki pengetahuan bahwa semua siswa sudah tahu pengertian fungsi naik dan fungsi turun, bisa menentukan syarat fungsi naik dan turun dan kurang jelas pengetahuannya pada pengenalan siswa yang mengalami kesulitan pada perhitungan pertidaksamaan kaitannya dengan menentukan interval kapan fungsi naik, kapan fungsi turun. 3. Titik Stasioner Mengenai titik stasioner, meskipun guru mengungkapkan ketika penjelasan mengenai pengertian stasioner yang menjadi satu paket penjelasan bersama dengan penjelasan pengertian fungsi naik, turun berdasarkan visualisasi sket grafik fungsi kuadrat pada poin ke 2, yaitu sub tentang Fungsi Naik dan Fungsi Turun semua siswa sudah mengerti, tetapi guru mengetahui bahwa para siswa di XI IPA 2 memiliki pengertian yang belum sempurna mengenai titik stasioner dalam proses pembelajaran yang diampu oleh beliau. Berikut uraian PCK guru terkait konsepsi para siswanya, tampak pengetahuan guru tentang bagaimana guru mengenali siswa-siswinya beserta pemahaman yang ada pada mereka sebagai berikut: a. Siswa sudah ada yang bisa mengenali bahwa dengan menggunakan turunan, karakteristiksifat-sifat suatu fungsi bisa ditentukan. Guru mengungkapkan tentang usaha guru dalam memperkenalkan karakteristiksifat-sifat suatu fungsi antara lain dengan mencoba menghubungkan dengan pengetahuan siswa sebelumya ketika kelas X. Guru mengatakan dalam wawancara tentang penekanan titik stasioner kaitannya dengan pengetahuan yang pernah siswa dapatkan terdahulu, yaitu titik maksimumminimum titik ekstrim. W.IV.17aG : “Jadi saya berusaha mengkaitkan dulu di kelas X itu. Kan cuma kurva membuka ke atas, ke bawah. Kalau membuka ke atas ada nilai maksim e minimum, kalau membuka ke bawah ada nilai maksimum. Lha di sini setelah siswa belajar turunan siswa bisa menghubungkan ‘o, ternyata yang ini berupa titik stasionernya itu’ gitu lho. Jadi titiknya sini. Jadi s, ada turunan pertama nol, itu ternyata ininya yang nanti sebagai jenis dari titik maksimum atau minimum. Itu.” Sedangkan melalui proses pembelajaran di kelas terdahulu memang ditemukan bahwa ada beberapa siswa yang melihat kaitan antara titik stasioner dengan pengetahuan mereka terlihat pada reaksijawaban mereka pada saat proses pembelajaran pada fungsi kuadrat, yaitu titik puncak. Perhatikan transkrip berikut : K.I.94G : “Anda bisa mengkaitkan dengan, turunan di sini dengan ilustrasi gambar?” K.I.95Ada siswa yang bilang : “Owh.” Ada yang bilang : “Ya.” K.I.96G : “Nah, bisa menyimpulkan sendiri? Opo kuwi berarti?” K.I.97SS : “Hihihi.” K.I.98 Beberapa siswa yang lain menyebutkan : “Titik puncak.” Setelah ditemukan kaitan antara titik stasioner dan titik puncak, guru juga terlihat mengarahkan siswa untuk melihat bahwa titik puncak juga memiliki jenis kaitannya dengan materi fungsi kuadrat saat kelas X, beberapa siswa pun tampak memberikan respon yang benar, menandakan bahwa mereka mengingat pelajaran kelas X terdahulu. Perhatikan transkrip berikut : K.I.101G : “Jadi pas posisi ini,” Guru beranjak ke grafik fx = x 2 – 4x +1, mendemonstrasikan melalui grafik “x = 2. Di sini adalah f2. Itu adalah hasil dari f2 nya sini kan, minus tiga itu. Nah, sekarang kalau saya tanya, titik stasioner itu berjenis apa?” K.I.102Para siswa terdiam. Ada seorang siswa yang tertawa. K.I.103G : “Maksimum atau minimum? Kalau di ilustrasi gambar kan jelas di situ.” K.I.104SS : “Minimum.” K.I.105G : “Minimum. Karena kalau Anda lihat di sini. Turunan pertamanya Anda sudah tahu, coba Anda lihat di turunan kedua. Turunan pertamanya tadi adalah, berapa tadi? 2x-4. Kalau diturunkan kedua.” K.I.106SS : “2.” K.I.107G : “2 itu positif atau negatif?” K.I.108SS : “Positif.” K.I.109G : “Positif.” K.I.110G : “Nah berarti kalau turunan kedua positif, di sana realnya kan minimum, ya? Berarti Anda bisa menguji itu pake, turunan kedua bisa. K.I.177 G : “Ini kan, ilustrasinya jelas, dari negatif ke positif. Ini namanya minimum, dulu di kelas sepuluh kan minimum, ya?” K.I.178 SS : “Iya.” Meskipun begitu, guru mengetahui kadang para siswa kesulitan mengerti tentang bahwa nanti titiknilai stasioner yang dibahas akan bisa ditelusuri lebih detail lagi menjadi bahasan nilai maksimumminimum. Perhatikan transkripsi berikut: W.IV.19aG : “Lha kalau itu, kita selidik, e, dekati dengan turunan, kalau And, siswa kan menurunkan kan udah bisa, kemudian setelah siswa tahu sama dengan nol, juga sudah kelas sa, sepuluh, persamaan kuadrat gitu, mencari akar-akar x bla bla, x kan ketemu, lha kadang siswa itu e, apa ya, e belum dongnya itu kan ‘o, itu ta yang dimaksud titik atau nilai stasionernya itu untuk ini yang nilai maksimum atau nilai minimumnya. Lha itu kalau kita nggak menunjukkan ‘ini lho kaitannya’ gitu, kadang siswa belum bisa, nge, apa ya, menghubungkan sendir i. Maka saya memberi penekanan di situ, itu tidak ini, ini, tapi kita memang menekankan di situ. Memang ini harus tahu, gitu. Jadi semua kita, e, bukan, mana yang sudah tahu, e, ini memang semua harus tahu, ini jangan sampai keliru. Konsep harus kita, beri penekanan di situ.” Guru mengungkapkan bahwa jika memang masih ada siswa yang belum bisa melihat keterkaitan-keterkaitan ini, menurut guru itu karena siswa yang bersangkutan tidak memperhatikan penekanan dari guru, atau jika guru belum memberikan bantuan penjelasan tertentu memang hanya ada siswa tertentu yang otomatis mengaitkan sendiri seperti pada K.I.94-98, K.I.103-104, K.III.75-83 W.IV.26aP : “Itu yang sudah, bagus konsepsinya tentang konsep ketiga ini, itu kira-kira, semuanya, menurut Ibu atau ha- Ibu mengenal beberapa orang yang Ibu pastikan, ‘o, ini. Dia udah paham, paham, paham’ kayak gitu.” W.IV.27aG : “Ya kalau itu sebelum saya menunjukkan ‘ini lho ini’ mestinya hanya tertentu.” W.IV.28aP : “Ohh.” W.IV.29aG : “Tapi kalau dibantu dengan guru ‘ini ternyata ini, dulu ini’ lha itu terus bisa memahami kan, siswa bisa berusaha, ‘o, itu yang dimaksud’ gitu.” W.IV.36aP : “Dari semua itu, Ibu sempat melihat? ‘wah iki ketoke kok durung mudeng , ya?’ maksudnya, kan mesti ada ta, Bu?” W.IV.37aG : “He em.” W.IV.38aP: “Kira-kira satu dua atau berapa, gitu?” W.IV.39aG: “Ya ada tapi kan cuma, mungkin pas diaaa, kan ada yang pas itu kan ada yang nggak memperhatikan atau kadang pas apa kan ada, mungkin mungkin kan masalahnya kan hanya itu...” PCK guru tampak dalam pengetahuan guru bahwa ada diantara siswa-siswinya mampu mengenali sifat-sifat fungsi melalui pengetahuan barunya yaitu titik stasioner karena beliau memang merasa memberikan penekanan pada hal ini. Selain itu PCK guru terlihat dalam instruksinya K.I.103G : “Maksimum atau minimum? Kalau di ilustrasi gambar kan jelas di situ.” . Instruksi ini menunjukkan bahwa guru mengetahui jika siswa akan bisa tersambung alam pikirannya dengan materi baru ini melalui pemahaman lamanya, yaitu jenis fungsi dilihat dari sketsa yang sudah dibuat bersama- sama sebelumnya. Walaupun pada akhirnya guru mengakui bahwa para siswanya tetap tidak bisa langsung memahami bahwa jenis stasioner yaitu tentang apakah titik stasioner itu bernilai maksimumminimum nantinya lihat W.IV.19a, tetapi guru mengungkapkan sesungguhnya siswa bisa memahami, bisa berusaha, yang penting guru masih bersedia memberikan bantuan penjelasan terlebih dahulu. W.IV.29aG : “Tapi kalau dibantu dengan guru ‘ini ternyata ini, dulu ini’ lha itu terus bisa memahami kan, siswa bisa berusaha, ‘o, itu yang dimaksud’ gitu.” b. Tidak ada siswa yang sangat kurang kemampuannya dalam menentukan koordinat titik stasioner. Dalam pembelajaran yang sudah lalu terkait pembahasan mengenai titik stasioner merupakan titik dimana f ’x=0, siswa terlihat menanggapi secara positif pertanyaan- pertanyaan pancingan seputar syarat fungsi naik dan fungsi turun. Perhatikan transkrip berikut: K.II.33G: “Terus. Berarti kalau ada positif, negatif, kalau pas nol. Pas nol apa belok?? ” berbalik badan ke arah siswa-siswi K.II.34SS: “Stasioner.” pelan K.II.35G: “Apa?” K.II.36SS: “Stasioner.” K.IV. 433aG : “Terus yang ketiga mencari apa tadi?” K.IV. 434aSS : “Stasioner.” K.IV. 435aG : “Stasioner. guru menuliskan: Titik Stasioner, Syarate titik stasioner opo? Anda syaratnya mencarinya opo? Turunan pertamanya, ” K.IV. 436aSS : “Nol.” Guru mengungkapkan, dengan kurang yakin,pada kesempatan lain, bahwa pada hitungan mencari titik stasioner, siswa sudah bisa hingga diperoleh titik. Berikut penjelasan guru yang terungkap : W.IV.318dP : “Heem. Kalau untuk sampai ke step ini lho bu, kan untuk menentukan titik stasioner,” W.IV.319dG : “Heem.” W.IV.320dG : “f’ nol gitu?” W.IV.321dP : “Heem.” W.IV.322dG : “Dah oke.” W.IV.323dP : “Kalau sampai sini?absis?” W.IV.324dG : “Oke. Mencari. x e. Mencari x ta?” W.IV.325dP : “Heem.” W.IV.326dG : “Terus diperolehini. Lha ini. Titik ini ..” W.IV.327dP : “Untuk sampai titiknya udah bisa Bu?” W.IV.328dG : “He eh.e, tit- Jadi iki x nya ketemu, y nya ketemu berarti titiknyakan ini. Ya ta?” W.IV.329dP : “Heem heem.” W.IV.330dG : “Lha terus kita kalau nanya berapa titikstasioner? Lha dia itu nggak match di sana kadang.” Pengenalan guru terungkap dalam pengetahuan guru bahwa tidak ada siswa yang sangat kurang paham dalam hal menentukan titik stasioner ini. Guru menyebutkan Qori sebagai siswi yang paling paham dalam ketika masuk ke permasalahan ‘‘berapa titik stasioner?” ini. W.IV.339dP : “Yak. Yak. E, ada beberapa anak yang menonjol banget? Maksudnya menonjol kurangnya itu nggak Bu? ” W.IV.340dG : “Nggak .” W.IV.341dP : “....Ibu,” W.IV.342dG : “Nggak, nggak.” Terkait dengan hal ini, peneliti sempat melakukan wawancara dengan beberapa siswa. Siswa ini merupakan siswa yang kurang begitu aktif dan kurang menonjol dalam pembelajaran di kelas. Berikut transkripnya: WS.II.1_TSP : “Titik stasioner tu yang kayak apa? Inget nggak?” WS.II.2_TSY : “Titik stasioner iki rak ini ta, kan. He? diajak bicara oleh temannya Eh, ga, eh, ga.Ngene lho. Titik stasioner kan ketemu ini ta? ini tinggal dimasukin ke sini terus ketemu x, x sama y nya kan ketemu titik stasioner ta?” WS.II.3_TSM : “Heem.” WS.II.4_TSY : “Heem gitu.” WS.II.5_TSP : “Dimasukin ke fx nya?” WS.II.6_TSY : “Heem. Kan dimasukin ke fx, nah fx ini dianggep sebagai y. Jadinya kan nanti ketemu y sama dengan berapa, udah ketemu x sama dengan berapa. Ya udah jadinya titik stasioner. x sama y.” WS.II.7_TSM : “Hooh.” WS.II.8_TSP : “Terus ini apa kalau ini?” sambil menunjuk x = -4, x=3 hasil hitungan. Gb. WS_TS.1: Hasil hitungan fx = 2x 3 -3x 2 - 12x+7 yang didiskusikan siswa Y dengan peneliti. WS.II.9_TSY : “Ini titik stasioner tapi yang x.” WS.II.10_TSP : “x. Oh. ” WS.II.11_TSY:“Jadi kan ada dua, jadi nanti ada x 1 sama x 2. ” WS.II.12_TSP : “Hm, hm.” WS.II.13_TSY: “Nanti yang y ada y 1 sama y 2 .” Tampak siswa bisa menjelaskan tentang prosedur mencari titik stasioner. Siswa sudah mengerti ada x absis, ada y ordinat. Dimana y diperoleh melalui substitusi x ke fx. Sedangkan untuk siswa yang menurut guru mampu diantara teman-temannya, guru menunjuk siswi Qori. Perhatikan transkrip berikut : W.IV.344dP : “Kalau menonjol baiknya juga kayaknya tadi,” W.IV.345dG : “Ya itu. Qori itu kan.Dia maksudnya, dia itu Qori itu sebetulnya bagus. Dia, kadang saya sayangnya kurang teliti. Dia konsepnya tu tahu ya? Di perhitungan gitu, gitu,nggak teliti gitu lho.” Dalam proses pembelajaran observasi kedua, tampak bahwa Qori bukan nama sebenarnya keliru menyebutkan titik stasioner, tetapi setelah diarahkan guru, dia kemudian mengoreksi sendiri pendapatnya. Mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut pada subab B, poin b yaitu PCK guru tentang miskonsepsi siswa pada titik stasioner. PCK guru mengenai konsepsi siswa-siswinya di XI IPA 2 terungkap kembali melalui pengetahuan guru bahwa semua siswa-siswinya mengerti bahwa stasioner adalah f’x = 0 dan semua siswanya sudah bisa menentukan titik stasioner, meski pernah ditemui adanya jawaban yang kurang tepat tentang titik stasioner ini ketika proses pembelajaran. PCK guru tentang pemahaman konsep yang dipahami siswanya jelas, hingga pada mengenali siswa bernama Qori yang sudah ada pada level berpikir tertentu. c. Kebanyakan siswa tidak terlalu paham tentang jenis titik stasioner. Kebanyakan siswa masih belum memahami bahwa titik stasioner bisa merupakan titik belok maupun titik ekstrimakan dibahas lebih lanjut pada subbab B, yaitu PCK guru tentang miskonsepsi siswa. d. Semua siswa sudah mengetahui tentang uji turunan pertama dan kedua untuk menentukan titik ekstrim maksimum, minimum fungsi juga titik belok. Hal berikutnya adalah tentang cara menguji titik stasioner untuk diketahui jenisnya, yaitu dengan uji turunan pertama dan uji turunan kedua. Guru mengungkapkan bahwa secara teoritis, siswa sudah mengerti bahwa ada dua cara ini.Dalam pembelajaran, guru memang terlihat mengulang- ulang penjelasan tentang ini di kelas. Perhatikan transkrip berikut: K.I.105G : “Minimum. Karena kalau Anda lihat di sini. Turunan pertamanya Anda sudah tahu, coba Anda lihat di turunan kedua. Turunan pertamanya tadi adalah, berapa tadi? 2x-4. Kalau diturunkan kedua.” K.I.106SS : “2.” K.I.107G : “2 itu positif atau negatif?” K.I.108SS : “Positif.” K.I.109G : “Positif.” K.I.110G : “Nah berarti kalau turunan kedua positif, di sana realnya kan minimum, ya? Berarti Anda bisa menguji itu pake, turunan kedua bisa...Pake uji di sekitar titik ‘dua’ ini bisa. Di sekitar titik ‘2’ maksudnya dua kurang atau dua lebih gitu. Hasilnya negatif opo positif, gitu. Bisa anda ambil kurang dari dua berapa?” K.I.111SS : “Satu.” K.II.112G : “...Fungsi ini akan turun di x2. Akan naik di x2, yang menjadi titik stasioner, yang berjenis minimum. Caranya nanti bisa ngecek di sekitar titik.” K.II.113SS : “titik 2.” K.II.114G : “Bisa juga Anda menggunakan turunan..” K.II.115A : “Kedua.” K.I.165G : “...Jadi ada uji jenis maksimum atau minimum itu bisa di uji dengan turunan kedua ini, bisa juga diselidiki di sekitar titik..” K.II.196G : “Diingat-ingat kalau mencari titik stasioner, nilainya, substitusi yang fungsi awal. Kalau yang turunan, mencari plus minusnya tadi lho, untuk mengetahui jenisnya tadi tu lho. Walaupun Anda turunan kedua juga boleh ya nge-cek maksimum minimum. Oke jelas, ya?” K.II.197SS : “Jelas.” Reaksi siswa di pertemuan selanjutnya pun tampak jika mereka sudah mengetahui macam-macam pola yang mungkin ditemukan pada uji turunan pertama plus-nol- min, min-nol-plus, dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan tentang uji turunan pertama. Perhatikan transkrip berikut : K.IV.97aG: “Maksimum. membenarkan. Apa toh tahunya Anda kok tahu ini maks ini min? Anda tahu ini maks atau min, menye-li-dikinya itu darimana?” K.IV.98aSS : “rmrmrmrmrm.”para siswa terdengar bergumam-gumam, tidak terdengar dengan jelas, ada yang terdengar mengatakan , S1 : “Paling atas, dilihat dari grafik,Bu.” K.IV.99aG : “Apa? Kalau ada plus nol min, gitu. Berarti apa?” K.IV.100aS1 : “Maksimum.” K.IV.101aS1 : “Plus nol min tu, turun, membelok.” K.IV.102aG : “Plus naik, berarti apa?” K.IV.103aSS: “Maksimum.” K.IV.104aG : “Maksimum. Kalau min-nol-plus?” menggunakan peragaan tangan turun ,mendatar, naik K.IV.105aSS : “Minimum.” K.IV.106aG: “Kalau min-nol-min?” menggunakan peragaan tangan turun, mendatar, turun K.IV.107aS2 : “Nah. Bedo neh ta?” K.IV.108aSS: “Membelok.” K.IV.109aA : “Belok.” K.IV.110aG : “Min. Kalau plus-nol-plus?” K.IV.111aS : “Be.. Plus-nol-plus..” K.IV.112aSS : “Belok.” K.IV.113aS : “Naik.” K.IV.114aS1 : “Membelok naik, e, membelok.” K.IV.115aSS : “Belok.” Guru yakin untuk uji turunan kedua siswa tidak ada masalah, meskipun begitu guru mengungkapkan semua siswanya kurang paham pada menyelidiki uji turunan pertama. Berikut transkrip yang menunjukkan ungkapan guru : W.IV.186dG : “... Jenis suatu titik ekstrim dapat di ... ” W.IV.187dP : “Ditentukan, baik melalui turunan pertama, maupun turunan kedua.” W.IV.188dG : “Iya. Iki juga bisa ini.” W.IV.189dP : “Sudah bagus pemahamannya?” W.IV.190dG: “Jadi, turunan pertama, ya tadi. Kalau pake turunan pertama menyelidikinya nanti yang kurang toh? Tapi kalau dia sudah ke turunan kedua, ini ketemu positif atau negatif , ‘o ini berjenis maks atau min’ ini cepet kalau ke turunan keduanya. ” Hal ini didukung oleh fakta pembelajaran pada observasi terakhir. Guru mengarahkan siswa dengan “Ya, Anda selidiki no” . Kemudian para siswa bisa mengikuti kembali pembelajaran terlihat dari tanggapan yang diberikan siswa selanjutnya. Perhatikan transkrip berikut : K.IV. 467aG : “Stasioner merupakan titik balik apa bukan ini? Titik ekstrim bukan? Nol koma nol.” K.IV. 468aPara siswa masih terdiam. K.IV. 469aG : “Ini kan stasioner,” K.IV. 470aSS : “Iya.” K.IV. 471aG : “Iya, ini merupakan stasioner, ini merupakan titik ekstrim atau bukan?” K.IV. 472aS : “Bukan.” K.IV. 473aS1 : “Belum tahu.” K.IV. 474aSS : “Hehehe.” K.IV. 475aG : “Ya, Anda selidiki no. Diselidiki sekitar nol dan empat. Kan kita ...diselikidik.menunjuk jari” K.IV. 476aSS: “Hahaha.” Beberapa siswa terdengar menjawab dengan baik ketika guru menanyakan tentang cara menentukan jenis stasioner dengan uji turunan kedua. Transkripnya tertulis sebagai berikut : K.IV. 477aG : “Bisa juga Anda menggunakan turunan kedua ya? Kalau turunan kedua, kalau lebih dari berarti,” K.IV. 478aSS : “minimum.” K.IV. 479aG : “Kalau kurang dari berarti,” K.IV. 480aSS : “Maksimum.” K.IV. 481aG: “Maksimum. Kan gitu.”guru mengarahkan mata spidol ke samping tulisan: 0,0  K.IV. 482aSS : “Maksimum. Maks.” K.IV. 483aG : “Maksimum. Titik balik maksimum ya?” K.IV. 484aSS : “Iya.” Mengenai kendala dalam proses hitungan yang seperti apa, akan dibahas lebih lanjut pada subab B, tentang PCK guru terkait miskonsepsi siswa. Ketika ditanyai tentang siapa-siapa saja, yang guru kenal, mampu menguji titik stasioner -untuk diketahui jenisnya- dengan baik guru menyebutkan Qori, Tommy dan Mela. Sedangkan untuk siswa yang kurang baik menurut guru ada 1 orang guru tidak ingat namanya, sebut saja Budi. Guru mengidentifikasi Budi S14 melalui tempat duduknya dan kekeliruan apa yang dialaminya. Berikut penjelasan guru dalam ketika wawancara: W.IV.209dG : “O, Qori bisa itu. Dia langsung, maksudnya minimum karena ini minimum gitu, karena kalau turunan kedua dia kayaknya tahu gitu og. Hmm.” W.IV.210dP : “Hmm. Minimum maksimum. Untuk Mela, S4, terus satunya , sama Tommy? Sama nggak kira-kira bu sama Qori? Atau Qori ajah?” W.IV.211dG : “Yang lain sebetulnya juga bisa kalau menggunakan turunan kedua.” W.IV.212dP : “Turunan kedua? Kalau turunan pertamanya?” W.IV.213dG : “Ha, ya itu. Kadang tidak bisa semuanya.” W.IV.214dP : “Hmm. Tapi kalau turunan pertama bisa, itu Ibu berani memastikan hanya Qori?” W.IV.215dG : “Ya Qori, ya ya tertentu aja. Seperti Mela itu bisa. Seperti Tommy itu bisa, yang turunan kedua ya?, e pertama.” W.IV.216dP : “ Pertama.” W.IV.217dG : “Kalau turunan kedua kan lebih, singkat itu lho. Ketemu ini, terus menentukan jenis kan cepet itu.” W.IV.218dP : “Kalau yang kurang?” W.IV.219dG : “Yang kurang, itu ya. Itu, sopo itu. Sing neng ngarep iki mau. Lha iki kadang kan nggak teliti ni. Sopo iki? Jenenge ki . Sana-sana. Lha, lha ini lho itu nggak teliti itu. Dia mesti kalau anu ‘kok kleru?’ Dia klerune nggak di, tapi dia nggak teliti tu nyelidikinya tu. Kan trus misalnya pakai turunan pertama, dia nggak teliti. Sehingga seharusnya ada perubahan, dia, lha itu lho. Jadi salah kan?” W.IV.220dP : “Ya. Ya. Untuk yang lain-lain? Dia turunan pertama bisa tapi Bu?” W.IV.221dG : “Bisa heeh. Jadi menurunkan itu bisa, tapi setelah menyelidiki biasanya, le salah.” W.IV.222dP : “Iya, iya.” W.IV.223dG : “Turunannya bisa. Bener. Wis, terus, ini diselidiki. Terus, dia menyelidiki. Lha itu kadang yang nggak match.” Pengenalan guru tentang konsepsi yang dimiliki oleh para siswanya tampak dalam pengungkapannya tentang tidak semua siswa bisa menggunakan uji turunan pertama. Guru mengenali 3 orang siswa yang tergolong bisa uji kedua- duanya baik uji turunan pertama maupun kedua dengan baik yaitu Tommy, Qori dan Mela. Sedangkan untuk siswa yang kurang baik menurut guru ada 1 orang siswa guru tidak ingat namanya. Guru mengidentifikasi 1 orang siswa ini melalui tempat duduknya dan kekeliruan apa yang dialaminya. Sedangkan untuk uji turunan kedua, guru mengungkapkan selain Qori pun semuanya bisa. W.IV.211dG : “Yang lain sebetulnya juga bisa kalau menggunakan turunan kedua.” Selama observasi proses pembelajaran ketiga orang siswa ini memang tergolong siswa-siswi yang selain mampu dalam hal ilmu tetapi juga aktif di kelas, maju mengerjakan, juga bertanya. Lihat deskripsi lapangan untuk siswi M tampak pada :K.II.150-156, K.III.211-220 K.IV. Siswi Q : K.I.143-156, K.III.68-76 K.III.77-83. Siswa T : K.II. K.IV.31a-34a. Sedangkan untuk satu orang yang kurang, terlihat dalam rekaman proses pembelajaran tidak aktif bertanya maupun maju menampilkan pekerjaannya. Tetapi Tabel 4.3 : PCK-konsepsi titik stasioner. Materi Pengetahuan guru tentang konsepsi siswa Alasansumber Siswa terkait T itik S ta sio n er 1. Sudah ada siswa tertentu yang bisa mengenali bahwa dengan menggunakan turunan, sifat-sifat karakteristik fungsi dapat ditentukan. 2. Guru mengungkapkan tidak ada siswa XI IPA 2 yang sangat kurang paham bahwa titik stasioner merupakan titik dimana f ’x = 0 dan dalam menentukan titik stasioner. 3. Kebanyakan siswa tidak terlalu paham tentang jenis titik stasioner. 4. Semua siswa sudah mengetahui tentang ‘uji turunan pertama dan kedua untuk menentukan titik ekstrim maksimum, minimum fungsi juga titik belok’ meskipun terkendala pada prosedur hitungan. 1. Guru memang sudah bermaksud mengaitkan. Guru mengungkapka n telah memberikan penekanan terkait hal ini dalam proses pembelajaran. 2. Guru tidak secara eksplisit menyebutkan alasansumber. Guru mengungkapka n permasalahan yang ditemui pada siswa adalah dalam hal hitungan dan jeda libur yang agak lama sehingga siswa masih sulit connect. 3. akan dibahas lebih lanjut pada subab miskonsepsi 4. Penyebab ketidaklancaran uji turunan adalah kekeliruan dalam menyelidiki 1. Guru mengungkapkan sebelum guru memberikan penekanan, hanya siswa tertentu saja yang bisa otomatis mengaitkan. Kalaupun setelah ditekankan masih ada siswa yang belum bisa mengaitkan, itu karena dia tidak memperhatikan penekanan dari guru. 2. Guru menyebut siswi Qori sebagai siswi yang paling paham dalam menentukan titik stasioner, hanya saja Qori sering tidak teliti. 3. akan dibahas lebih lanjut pada subab miskonsepsi 4. Guru menyebutkan siswa Qori, Tommy dan Mela sebagai para siswa yang dianggap bisa menguji titik stasioner untuk diketahui jenisnya. Sedangkan untuk siswa yang kurang baik guru mengidentifikasi S14 melalui tempat duduknya. Transkrips idata terkait 1. K.I.94-98; K.III.70-73; W.IV.27a 2. K.II.33-36; K.III.16- 17; K.IV.433-436; W.IV. 107a, 318d- 330d; WS.II.1-13_TS 3. – 4. K.I.105-111,165; K.II.112-115, 196-197; K.IV.97-115, 467-484; W.IV.186d-190d 1. W.IV.17a; K.I.94-98, 101- 110,177-178 2. W.IV.107a, 23c- 31c, 39c-41c 3. – 4. W.IV.221d- 223d 1. W.IV.19a-23a, 26a-39a 2. W.IV.339d- 342d;WS.II.1-13_TS; W.IV.344d-345d 3. – 4. W.IV.209d-223d; M : K.II.150-156, K.III.211- 220; Q : K.I.143-156, K.III.68- 76,77-83; T : K.IV.31-34 Wujud PCK - Ungkapan guru melalui wawancaralihat masing-masing transkripsidata terkait - Aksi guru dalam pembelajaran 1. Guru memberikan pertanyaan pancingan agar siswa bisa mengaitkan “Maksimum atau minimum? Kalau di ilustrasi gambar kan jelas di situ.” 2. Guru mengulang-ulang penjelasan tentang titik stasioner dalam setiap pertemuan hingga siswa dapat connect kembali. 3. akan dibahas lebih lanjut pada subab miskonsepsi. 4. Penjelasan yang berulang-ulang dan pertanyaan pancingan dari guru “Ya, Anda selidiki no” sehingga siswa mampu mengikuti materi. tertangkap siswa ini bertanya mengenai hal prosedural Lihat deskripsi lapangan untuk siswa yang bersangkutan : K.II.170- 173 Pengenalan guru terhadap siswa pada hal pemahaman siswa tentang dapat dipergunakannya uji turunan pertama maupun kedua, tergolong cukup jelas. Meskipun guru tidak mampu menyebutkan nama untuk siswa kurang, guru tampak menunjukkan pengetahuan yang cukup jelas tentang jenis kesalahan yang pernah dialami anak tersebut. 4. Titik Ekstrim a. Semua siswa sudah mengerti dengan baik bahwa titik stasioner bisa merupakan titik ekstrim. Guru mengungkapkan bahwa semua siswa XI IPA 2 dapat mengerti dengan baik bahwa titik stasioner nantinya mungkin akan menjadi titik ekstrim. Begitu pula dengan jenis titik ekstrim, yaitu bisa berjenis titik ekstrim maksimum ataupun titik ekstrim minimum, menurut guru semua siswanya di XI IPA 2 sudah mengerti tentang konsep ini. Seperti yang sudah berhasil terungkap melalui wawancara IV sebagai berikut : W.IV.212aG : “Semua titik ekstrim merupakan titik stasionermembaca teks, ya. Dah bisa ini.” W.IV.213aP : “Sudah. Baik semua, Bu? Ada yang kurang atau?” W.IV.214aG : “Tahu kalau ini titik ekstrim, titik stasioner kan? ya. membaca teksTitik stasioner bisa merupakan titik ekstrim ya.” W.IV.215aP : “Itu juga sudah, baik semua pemahamannya, Bu?” W.IV.216aG:“Heemh. Ini bis- pemahamannya tahu ...”, W.IV.186dG : “Karena kalau ekstrim, bisa maks bisa min kalau itu dia sudah tahu konsep itu Ketika diwawancarai untuk memperjelas pengenalan guru terhadap siswa-siswi siapa saja yang guru sebut dengan ‘dia’ guru mengatakan semua siswa XI IPA 2. Berikut transkripnya : W.V.12_12P : “Heem. Jadi intinya itu sama kayak pernyataannya Ibu kemarin yang ‘konsep itu dia sudah tahu’. ‘Dia’ itu berarti semua XI IPA 2.” W.V.13_12 G : “Heem. Iya. Semua tahu.” Guru mengenali bahwa semua siswanya sudah mengerti dengan baik bahwa titik stasioner nantinya akan menjadi titik ekstrim. Sedangkan dalam pembelajaran, tidak ditemukan adanya bukti langsung tentang hal ini. Hanya saja pada tiga kali proses belajar mengajar pada observasi pertama, kedua dan keempat, guru terlihat memberikan penekanan yang jelas terkait hal ini. Berikut transkripnya: K.I.77G : “Nah, titik stasioner ini, yang ini nanti sebagai bakalcalon, nilai ekstrim. Calon,ya. Jadi calon itu bisa jadi bisa tidak. ” K.I.78S : “Hehe.” K.II.37G: “Stasioner. Ini stasioner. Nilai, ya. Nanti ketemu titik stasioner. Spidolnya yang masih nyala mana ini? fx kalau ngambil, tempatmu gimana? menunjuk ke arah salah satu S, S pun mendikte catatannya x 2 -4x+1. Kalau ada fungsi x 2 -4x+1, fungsi kuadrat, ya? Diturunkan akan pangkat satu, nanti akan kita lihat kalau lebih dari dua. Ini akan naik di mana, turun di mana dan di mana stasionernya? Dan berjenis apa sekaligus lho ya. Ini masih dalam fungsi kuadrat. .........Maksimum apa minimum karena nilai stasioner atau titik stasioner nanti kan bakal calon nilai ekstrimnya . Nah, kita lihat dulu karena syaratnya ada tiga ini ya?Berarti, Anda harus mengambil turunan pertama, ya? Yo berapa?” K.IV.342aG : “Kan stasioner kembali itu bakal calon titik ekstrim.” b. Hanya ada satu dua siswa yang bisa memahami dengan baik definisi formal pengertian titik maksimum dan minimum. Definisi yang dimaksud adalah “jika f’x bernilai positif dalam interval p x q, dan f’x bernilai negatif dalam interval q x r maka titik q, f q titik maksimum” dan “titik b,fb titik minimum jika dalam interval a x b, f’x bernilai negatif dan dalam interval b x c, f’x bernilai positif”. Guru mengungkapkan bahwa siswa-siswinya akan lebih mudah menangkap materi jika disertai dengan ilustrasi gambar. Jika hanya menggunakan notasi-notasi saja mungkin tidak bisa baik semua. Inilah yang menyebabkan guru berpendapat kemampuan kebanyakan para siswanya di XI IPA 2 sedang dalam hal ini. Meskipun demikian guru menyebutkan beberapa nama yang menurut guru memiliki kemampuan yang baik untuk menangkap maksud pembelajaran materi tertentu jika menggunakan notasi yaitu Qori dan Mela. Sedangkan apabila ditinjau melalui observasi proses pembelajaran, memang tidak ditemukan pembahasan mengenai hal ini. Berikut transkrip yang menunjukkan pengetahuan guru : W.IV.235dG : “Jika..Ya, kalau kita menuliskan gini, lha biasa siswa simbol- simbol gini kan yang enggak, enggak apa ya, maksudnya ‘blablabla ‘ itu kurang dari diperjelas dengan gambar gini, dia terus tahu. Gitu lho.” W.IV.236dP : “Hm.” W.IV.237dG : “Lha ini kalau pakai notasi, definisi, ini kurang dari ini dia mungkin nggak bisa baik semua. Tapi kalau kita bantu dengan gambar, ini x nya kurang dar,i ini kan di sebelah kiri. Ha itu baru bisa...” W.IV.244dP : “Berarti, belum. E, sedang ya? Siswanya sedang? Itu semua ya?” W.IV.245dG : “Ya, kalau semua kan pasti ada satu dua,” W.IV.246dP : “Satu, dua.” W.IV.247dG : “ Bukan semua. Ya ada satu dua yang bisa. Karena kan kalau kita matematik kan banyak ke notasi maksudnya kan kita bantu gambarnya terus kita bawa ke notasi gitu ta? Lha kadang ada yang siswa tu pas ini sudah tahu, ada yang, setelah kita perjelas dengan ini, ‘oh, itu’ gitu. Tapi yo dia tahunya setelah dia diperjelas dengan itu. Kalau masih segini kan kadang, ‘opo sih sing dimaksud?’” W.IV.248dP : “Heeh.” W.IV.249dG : “Ya ada kalau ada siswa yang bisa, ya ada. Tapi kalau kita ambil, apa semua sudah bisa gitu, nggak.” W.IV.250dP : “Nggak semuanya.” W.IV.251dG : “Heeh. Nggak semuanya.” W.IV.252dP : “Semacam Qori, gitu? Bisa?” W.IV.253dG : “Bisa. Iya.” W.IV.254dP : “Mela, Olivia, Tommy?” W.IV.255dG : “Bisa. Bisa.” W.IV.256dP : “Bisa itu?” W.IV.257dG : “Kalau Olivia, mm..nggak tahu aku. Hehe.” W.IV.258dP : “Olivia.” W.IV.259dG : “Kalau Qori, saya bisa itu.” W.IV.260dP : “Kalau Tommy sama Mela?” W.IV.261dG : “Kalau Mela, mestinya juga bisa. Kalau Tommy, bisa ya, bisa tidak itu.” W.IV.262dP : “Bisa iya bisa tidak?” W.IV.263dG : “Em belum..” W.IV.264dPG : “Belum, nggak W.IV.265dP : “Yakin, ya?” W.IV.266dG : “Iya. Hehe.” W.IV.267dP : “Yang yakin tu Mela sama si Qori.” W.IV.268dG : “Heem. Heem.” Tampak bahwa tidak semua siswa, yang guru biasa kenali sekalipun, teridentifikasi kemampuannya dalam hal definisi formal titik maksimum dan minimum. Hal ini dapat dipahami bersama karena guru memang tidak melakukan pembahasan langsung apalagi memberikan penekanan tentang definisi formal titik maksimum dan minimum ini dalam pembelajaran di kelas. c. Ada siswa yang sempat keliru menyebutkan titik ekstrim hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam subab B subpoin b miskonsepsi siswa dalam menentukan titik stasioner. Guru mengungkapkan bahwa meskipun semua siswa sudah bisa menentukan jenis menggunakan uji nilai fungsi turunan pertama maupun kedua, guru pernah mendapati ada siswa yang keliru menyebutkan titik stasioner maksimumminimum.Mereka hanya menjawab absisnya saja. PCK guru terkait konsepsi titik ekstrim yang dimiliki oleh para siswanya pada tampak pada ungkapan guru bahwa semua siswanya mengerti tentang‘titik ekstrim merupakan titik stasioner’, ‘titik ekstrim bisa berjenis maksimum ataupun minimum’. Tabel 4.4 : PCK-konsepsi titik ekstrim. Materi Pengetahuan guru tentang konsepsi siswa Alasansumber Siswa terkait T itik E k str im 1. Semua siswa sudah mengerti dengan baik bahwa titik stasioner bisa merupakan titik ekstrim semua titik ekstrim merupakan titik stasioner 2. Hanya ada satu dua siswa yang bisa memahami dengan baik definisi formal pengertian titik maksimum dan minimum 3. Ada siswa yang sempat keliru menyebutkan titik ekstrim 1. Guru tidak menyebutkan sumberalasan secara eksplisit, hanya saja memang tampak guru memberikan penekanan yang jelas dalam pembelajaran. 2. Guru memang tidak mempergunakan definisi formal dalam menjelaskan hal ini. 3. akan dibahas lanjut pada subab miskonsepsi 1. Guru menyebut ‘dia’ dan setelah dikonfirmasi ‘dia’ adalah ‘semua siswa’. 2. Guru menyebut siswa Qori dan Mela. Untuk siswa Tommy dan Olivia, guru ragu-ragu 3. akan dibahas lanjut pada subab miskonsepsi Transkri psidata terkait 1. W.IV.212a-216a, 43d, 186d ; W.V.12-13_12; K.I.77-78; K.II.37; K.IV.342a 2. W.IV.244d-251d 1. K.I.77;K.II.37;K. III.22b- 23b;K.IV.342- 347 2. W.IV.247d; K.II.63-77; K.III.74-84, 87- 91 1. W.V.12-13_12 2. W.IV.252d-268d; Wujud PCK 1. -Ungkapan guru dalam wawancara W.IV.212a-216a -Aksi guru dalam pembelajaran : guru menekankan pengetian ini dalam pernyataan “Nah, titik stasioner ini nanti sebagai bakal calon nilai ekstrim.” dan kembali menekankan dengan inti yang sama pada pertemuan kedua dan keempat. 2. –Ungkapan guru dalam W.IV.244d-251d. -Aksi guru dalam pembelajaran: guru menerangkan titik maksimum dan minimum di sela-sela penjelasan materi lain, misalnya pada materi naik turunnya fungsi. lihat K.II.63-77 5. Titik Belok Guru mengatakan bahwa konsep mengenai titik belok yang sudah dimengerti dengan baik oleh siswa adalah bahwa titik belok dapat diketahui melalui perhitungan turunan kedua dengan syarat f ”x = 0. W.IV.200aG : “Terus titik belok suatu fungsi terjadimembaca teks. He eh. Nah ini, bisa kalau dengan per hitungan dia menurunkan, tahu...” W.IV.206aG : “Nek kalau syaratnya turunan kedua tahu,” W.IV.207aP : “Semuanya sudah?” W.IV.208aG : “Semua sudah tahu.” W.IV.209aP : “Baik?” W.IV.210aG : “He em. Baik.” Berikut ini tampak pada observasi ketiga, tampak diskusi mengenai titik belok antara siswa kelas XI IPA 2 dengan guru. Banyak siswa tampak sudah memberikan respon yang benar. K.III.24G : “E, kalau turunan kedua sama dengan nol? Be..” K.III.25S1 : “Bengkok.” K.III.26SS : “Belok.” K.III.27G : “Belok.” K.III.28S1 : “Eh, belok.” K.III.29SS : “Hahahaha.” Guru juga mengungkapkan bahwa para siswanya semua sudah mengetahui kalau titik belok terjadi ketika ditemukan pola plus-nol-plus, min-nol-min yang diperoleh pada uji turunan pertama.Sedangkan dalam prosedur menggunakan uji turunan pertama di sekitar titik stasioner, guru mengungkapkan bahwa kebanyakan para siswa tidak teliti dalam perhitungan. Hal ini menghambat pembelajaran siswa yang bersangkutan mengenai titik belok. Tabel 4.5 : PCK-konsepsi siswa titik belok. Materi Pengetahuan guru tentang konsepsi siswa Alasansumber Siswa terkait T itik B elo k 1. Siswa mengetahui bahwa syarat mencari titik belok adalah f ”x=0. 2. Guru mengetahui ada hal yang belum dipahami tentang titik belok 1. Guru tidak mengungkapkan sumberalasan secara eksplisit. Tetapi ditemukan fakta dalam pembelajaran yang mendukung pernyataan guru. 2. Guru menyadari salah satunya adalah adanya ketidaklengkapa n informasi yang sampai kepada siswa. 1. Guru tidak menyebutkan nama- nama tertentu, hanya menyatakan “semua sudah tahu” 2. Guru mengakui tidak ingat siswa yang bersangkutan. Transkri psidata terkait 1. W.IV.200a-210a; 216a- 210a; K.III.24-29 2. akan dibahas lebih lanjut dalam subab miskonsepsi 1. K.III.24-29 2. W.IV.167d- 181d 1. W.IV.208a 2. W.IV.156a Wujud PCK 1. - Ungkapan guru dalam wawancara bahwa “nek syaratnya turunan kedua tahu.” “ “semua sudah tahu” - Aksi guru dalam pembelajaran di kelas : guru mengumpankan pertanyaan pancingan K.III.24-26, dan kelas bisa menjawab dengan kompak dan benar. 2. akan dibahas lebih lanjut dalam subab miskonsepsi Dalam penggunaan uji turunan pertama, suatu titik stasioner akan berupa titik belok jika diperoleh pola plus-nol- plus atau min-nol-min. Jika siswa tidak teliti, maka tidak akan ditemukan pola itu. Guru mengakui, meskipun menemui kasus seperti itu, guru tidak ingat siswa yang bersangkutan. Hal ini secara lebih detail akan dibahas pada subab B tentang miskonsepsi. 6. Pengetahuan Sketsa Grafik Guru mengungkapkan pengetahuannya bahwa jika sketsa yang dibuat adalah sketsa fungsi kuadrat semestinya semua siswa sudah bisa. Apalagi ketika kelas X pembelajaran tentang menggambar grafik sudah pernah diberikan kepada siswa. Siswa sudah bisa menentukan perpotongan dengan sumbu x, sumbu y. Perhatikan transkrip berikut: W.IV.84eP : “Yang terakhir, ini nggambar sket yang.” W.IV.85eG : “Kalau fungsi kuadrat mestinya bisa.” W.IV.86eP : “Ini kan yang untuk titik potong dengan sumbu-sumbu” W.IV.87eG : “Heeh heeh. Itu bisa. Sumbu x, y nya nol mencari bisa. Mencari sumbu y, x nya nol bisa.” W.IV.119eG : “Sudah. Kalau ini sing terakhir mestinya sudah baik.” Guru menerangkan tentang langkah-langkah menggambar grafik di whiteboard kepada para siswanya dengan rinci dan bertahap. Para siswa terlihat bisa mengkuti pembelajaran, dengan kompak menjawab pertanyaan-pertanyaan pancingan dari guru ketika pembahasan tentang membuat sketsa gambar dilakukan. K.IV. 495G : “Terus sekarang kita gambar di, kartesiusnya. guru menggambar di whiteboardSaya sket aja ya? Ini x ini fx. Anda bisa ..... Grafiknya motong di sumbu x itu, di sumbu y itu, stasioner di situ, secara grafik seperti apa. Nol nol di sini menandai origin dari cartesius yang dibuatnya. Stasioner tadi juga di sini.” K.IV. 496SS : “Iya.” K.IV. 497G : “Empat, misalkan empat di sini ya. Empat berapa?” K.IV. 498SS : “Minus tiga dua.” K.IV. 499G : “Minus tiga dua, kan di bawah. Gitu ya. Kan Anda bisa melihat titik potong dengan sumbu x nol nol dan satunya,” K.IV. 500SS: “empat koma nol.” K.IV. 501G : “Tadi Anda tahu nol koma nol adalah titik balik,” K.IV. 502SS : “Maksimum.” K.IV. 503G : “Empat koma min tiga dua,” K.IV. 504SS: “Minimum.” K.IV. 505G : “Berarti Anda kan bisa sket gini.” K.IV. 506SS: “Iya.” K.IV. 507G : “Gini.” K.IV. 508S1 : “Tuing.” mengomentari gambar K.IV.509G : “Ini.” guru beralih menggambar sket di 4,-32 K.IV.510SS : “Eya’.” K.IV.511G : “Kalau ini diteruskan ,meneruskan sket puncak kurva 4,-32 hingga memotong sumbu x, membentuk kurva menaikini dilanjutkan gini beralih ke sket puncak kurva di 0,0 melanjutkannya hingga sket kurva terhubung dengan sket puncak kurva yang di 4,- 32 ,” K.IV.512S : “Wow.” K.IV.513G : “Ini ke sana meneruskan sket puncak kurva 0,0 hingga terbentuk kurva menurun. Kan gitu ya?” K.IV.514SS : “Iya.” S1 : “Huruf N.” SS : “Hihi.” K.IV.515G : “Nah, iki grafike menggerakkan tangan sesuai kurva yang sudah tergambar, anggep ae mulus ya.” Guru mengungkapkan bahwa siswa juga sudah mampu mengenali letak titik stasioner dalam grafik dan pengaruh bentuk grafik terhadap jenis fungsi. W.IV.122eP : “Untuk menyebutkan bahwa titik stasionernya di sini, titik e, titik, titik opo, grafiknya.” W.IV.123eG : “Fungsinya maksimum atau minimum.” W.IV.124eP : “Heem. Grafiknya membuka ke mana, itu sudah tahu?” W.IV.125eG : “Tahu, tahu.” Tabel 4.6 : PCK-konsepsi sketsa grafik. Materi Pengetahuan guru tentang konsepsi siswa Alasansumber Siswa terkait S k et sa G raf ik 1. Semua siswa sudah bisa menggambar grafikmeskipun sempat ada siswa, yang tergolong berkemampuan lebih,salah menyebut. Tapi menurut guru siswa ini bukan mengalami miskonsepsi, hanya lupa saja. - Ketika kelas X materi tentang menggambar grafik sudah pernah dijelaskan - Siswa yang salah menyebut bisa membenarkan sendiri ketika diarahkan guru, menurut guru ini bukan miskonsepsi. Mungkin siswa hanya lupa. 1. Guru tidak menyebutkan nama-nama tertentu. Transkri psidata terkait 1. W.IV.84e-87e;K.I.5- 48;K.III.137- 156;K.IV.495a-515a; 1. W.IV.97e-116e, 127e; Wujud PCK -Ungkapan guru dalam wawancara bahwa siswa sudah bisa mencari perpotongan sumbu x, sumbu y, fungsinya maksimun atau minimum melalui grafik, mengetahui letak titik stasioner pada grafik. -Aksi guru dalam pembelajaran yang terlihat: guru menerangkan tentang sketsa grafik, tetap secara klasikal. Dalam pembelajaran ketika observasi kelas tampak Qori mengalami kekeliruan menyebut titik potong dengan sumbu x. Hal ini akan dibahas dalam poin miskonsepsi.

2. Pedagogical Content Knowledge Guru Terkait Miskonsepsi Siswa

Pembahasan-pembahasan berikut ini adalah terkait dengan PCK guru tentang miskonsepsi siswa. Di mana menurut kerangka berpikir Baker, Chick, Pham Cheng 2006 adalah tentang mendiskusikan atau mengarahkan miskonsepsi siswa tentang suatu konsep. Di sini akan diperlihatkan bagaimana aktivitas-aktivitas guru tentang hal tersebut dalam pembahasan fungsi naik, fungsi turun dan titik stasioner juga akan disertakan pengetahuan guru tentang konsep-konsep yang dipahami dengan tidak baik oleh para siswa. a. Kendala dalam penentuan interval ketika menentukan naik turunnya fungsi Pada poin PCK guru tentang konsepsi siswa pada Fungsi Naik dan Fungsi Turun, guru mengungkapkan bahwa semua siswa XI IPA 2 sudah mengerti bagaimana fungsi naik, fungsi turun. Hanya saja terkendala dalam hal penentuan interval sebagai jawaban akhir jika ditanyakan kapan fungsi naik, kapan fungsi turun. Perhatikan transkrip berikut : W.IV.61aG : “Nah, terus ‘di mana? pada interval berapa?’ itu, kadang kan siswa yang salah,” W.IV.62aP : “Heem.” W.IV.63aG : “karena opo? Di pertidaksamaan kelas X nya yang kurang ngeh.” Sedangkan dalam kesempatan wawancara dengan salah seorang siswa, terlihat bahwa siswa mengerti tentang syarat suatu fungsi naik maupun turun. Siswa terlihat kesulitan ketika sampai pada operasi hitungan yang selanjutnya yaitu tentang mencari himpunan penyelesaian pertidaksamaan. Berikut transkrip yang menunjukkan : WIII.S14a.1P : “Fungsi ini. Fungsi yang x 2 -4x+1 itu naik di mana, turun di mana? Kalau mba tanya gitu. Naik pada saat apa, turun pada saat apa?” WIII.S14a.2S14 : “Naik itu kan f’xnya lebih dari nol,” WIII.S14a.3P : “Heem.” WIII.S14a.4S14: “Berarti, tampak menuliskan prosedur hitungan f’x=2x-4, 2x = 4, x=2 ” Gb.WIII.S14.1: S14 sempat keliru mengunakan prosedur penyelesaian pertidaksaman dalam menentukan naik turunnya fx= x 2 -4x+1. WIII.S14a.5P: “He em.” WIII.S14a.6S14 : “Sik.” WIII.S14a.7P : “ Heem. Terus?” WIII.S14a.8S14 : “Duanya tak masukin sini, empat, eh Kok nol ya mba?Eh. Ini dimasukin?” WIII.S14a.9P : “Kalau pertidaksamaan? Nyarinya gimana kalau pertidaksamaan?” WIII.S14a.10S14 : “Bentar, bentar mba.” S14 tahu syarat agar ditemukan fungsi turun yaitu f’x 0. Tetapi ketika meneruskan ke prosedur hitungan yang lebih jauh, tampak S14 kebingungan. S14 malah melakukan hitungan persamaan biasa, padahal seharusnya yang dilakukan adalah prosedur pertidaksamaan. Lebih lanjut lagi, peneliti menemukan bahwa S14 sebenarnya ingat prosedur pertidaksamaan dan siswa ini terlihat bisa menyelesaikan dengan baik interval naik turun fungsi ketika itu peneliti menggunakan fungsi yang sama dalam pembelajaran, yaitu f x = x 2 -4x+1. Perhatikan transkrip berikut: WIII.S14b.1S14 : “ ..jika fxnya kurang dari nol.” mengawali prosedur hitungan kapan fungsi turun setelah selesai melalukan prosedur hitungan fungsi naik WIII.S14b.2P : “Heem.” WIII.S14b.3S14: tampak melanjutkan hitungannya : f’x = 2x -4, 2x-4 0, 2x 4, x2. WIII.S14b.4S14 : “x kurang dari dua.” Gb. WIII.S14.2 : S14 menyelesaikan permasalahan menentukan naik turunnya fungsifx= x 2 -4x+1. WIII.S14b.5P : “Itu fungsi apa? WIII.S14b.6S14 : “Fungsi turun.” Kemudian peneliti menguji kembali siswa dengan soal lain yaitu, fx = 2x 3 +3x 2 -72x+5. Peneliti meminta S14 untuk menentukan kapan fx ini naik maupun turun. Tampak bahwa S14 mengalami kebingungan ketika menentukan interval. S14 mampu melakukan prosedur paling awal, yaitu syarat fungsi naikturun f’x 0 f’x 0. Tetapi ketika menentukan interval akhir tampak S14 tidak bisa menuliskan dengan

Dokumen yang terkait

KEMAMPUAN PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU MATEMATIKA DALAM PENYUSUNAN RPP Kemampuan Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru Matematika SMP Negeri 1 Mojogedang Dalam Penyusunan RPP.

0 1 18

KEMAMPUAN PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU MATEMATIKA SMP NEGERI 1 MOJOGEDANG DALAM PENYUSUNAN Kemampuan Pedagogical Content Knowledge (PCK) Guru Matematika SMP Negeri 1 Mojogedang Dalam Penyusunan RPP.

0 0 16

PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU BERPENGALAMAN DAN CALON GURU BIOLOGI.

6 29 29

PENGEMBANGAN PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU BIOLOGI SMA PADA MATERI JAMUR

0 0 5

Identifikasi Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru matematika khususnya terkait bentuk-bentuk representasi yang digunakan oleh guru matematika di 2 SMA di Yogyakarta - USD Repository

0 14 235

Identifikasi Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru matematika terkait bentuk-bentuk representasi yang digunakan oleh 2 guru matematika SMA di Yogyakarta - USD Repository

0 0 136

PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU MATEMATIKA DI SMA TERKAIT DENGAN PENGETAHUAN GURU MENGENAI CARA BERPIKIR SISWA DAN MISKONSEPSI SISWA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ma

0 2 110

Identifikasi Pedagogical Content Knowledge (PCK) terkait bahan ajar dan bagaimana bahan ajar disampaikan oleh guru matematika di 2 SMA di Yogyakarta - USD Repository

0 6 136

Identifikasi Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru matematika terkait bentuk-bentuk representasi yang digunakan oleh seorang guru matematika di SMA Stella Duce I dan seorang guru matematika di SMA Kolese De Britto - USD Repository

0 0 154

Pedagogical Content Knowledge (PCK) guru matematika di SMA Negeri 1 Klaten terkait pengetahuan guru tentang konsepsi dan miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran materi fungsi naik, fungsi turun, dan titik stasioner - USD Repository

0 6 317