30
3. Penyesuaian kebutuhan dan kesempatan karir Need – opportunity alignment
Apabila kedua unsur terdahulu, yaitu kebutuhan karir dari tenaga kerja dan kesempatan karir yang tersedia telah dapat ditetapkan, maka yang harus
dilakukan adalah mengadakan penyesuaian diantara kedua kepentingan tersebut. Dalam pelaksanaannya, penyesuaian tersebut dapat dilakukan
dengan bantuan program mutasi tenaga kerja atau program pelatihan dan pembangunan tenaga kerja.
2.2.4 Proses Pengembangan Karir
Banyak orang menganggap bahwa karir sama dengan kemajuan dalam suatu organisasi. Karir mengandung dua fokus utama, yaitu: fokus
internal dan fokus eksternal. Fokus internal menunjuk kepada cara seseorang memandang karirnya. Sedangkan fokus eksternal menunjuk
kepada rangkaian kedudukan yang secara aktual diduduki oleh seorang pekerja. Untuk memahami pengembangan karir dalam suatu organisasi
dibutuhkan pengujian atas dua proses utama, yaitu:
1. Career planning. Bagaimana orang merencanakan dan mewujudkan
tujuan-tujuan karirnya sendiri. Ini merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menjadi lebih sadar dan tahu akan
ketrampilannya sendiri, kepentingan, nilai, peluang, hambatan, pilihan, dan akibat-akibatnya. Proses ini mencakup upaya pengidentifikasian
sasaran dan atau tujuan yang terkait dengan karir, dan penetapan rencana guna mewujudkan tujuan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
31
2. Career Management. Proses ini menunjuk kepada bagaimana organisasi
mendesain dan melaksanakan program pengembangan karirnya. Proses ini lebih merupakan usaha formal, terorganisir, dan terencana untuk mencapai
keseimbangan antara keinginan karir individu dengan persyaratan tenaga kerja organisasi. Jadi lebih merupakan suatu mekanisme untuk
mewujudkan kebutuhan sumber daya manusia masa kini dan masa yang akan datang. Gomes, 2003:215.
2.3 Kepuasan Kerja 2.3.1
Pengertian Kepuasan Kerja
Sebuah organisasi adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang
bekerja secara bersama-sama demi mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan dari sebuah organisasi bisa berarti tujuan bagi individu organisasi
ataupun tujuan secara institusional organisasi. Keinginan dari pencapaian tujuan tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh beberapa hal seperti adanya
sikap dan perilaku individu, kelompok dan organisasi. Perilaku tersebut nantinya akan berdampak pada kinerja karyawan, tingkat kehadiran,
ataupun kepuasan kerja. Kepuasan kerja diidentikkan dengan sikap seorang karyawan terhadap pekerjaannya Robbins, 2003.
Hariandja 2002:290 mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah hingga sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif
berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam pekerjaannya.
Mangkunegara 2000:117 mengatakan kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyongkong atau tidak menyokong diri pegawai yang
Universitas Sumatera Utara
32
berhubungan dengan pekerjaannya. maupun dengan kondisi dirinya.
Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek
seperti upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir,
hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan. Sedangkan perasaan
yang berhubungan dengan dirinya, antara lain umur, kondisi kesehatan,
kemampuan, dan pendidikan. Kepuasan kerja di dalam sebuah pekerjaan berarti suatu bentuk
kepuasan yang dinikmati dalam pekerjaan seperti memperoleh hasil kerja, perlakuan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang
menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini akan lebih mengutamakan pekerjaannya dari balas jasa, walaupun di sisi lain balas jasa itu menjadi
hal yang penting. Adanya kepuasan kerja akan mempengaruhi aspek-aspek yang melingkupi kepuasan kerja itu sendiri.
2.3.2 Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja menurut Mangkunegara 2000:120 adalah sebagai berikut:
1.
Teori keseimbangan Equity Theory. Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini
adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input- outcome pegawai lain comparison person. Jadi jika perbandingan
Universitas Sumatera Utara
33
tersebut dirasakan seimbang equity maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang inequity dapat menyebabkan
dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya, dan sebaliknya under compensation
inequity Ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau comparison person.
2.
Teori perbedaan Discrepancy Theory. Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.
Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang
didapat pegawai lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.
3.
Teori pemenuhan kebutuhan Need Fulfillment Theory. Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai
terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak
puas.
4.
Teori pandangan kelompok Social Reference Group Theory.
Universitas Sumatera Utara
34
Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan
pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolak ukur untuk
menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan
oleh kelompok acuan.
5.
Teori dua faktor dari Herzberg Second Factor Theory From Herzberg. Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan
teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan
akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan memberikan kepuasan
maupun yang tidak menyenangkan tidak memberikan kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi content analysis untuk
menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan.
6.
Teori pengharapan Exceptancy Theory. Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Pengharapan
merupakan kekuatan keyakinan pada suatu perlakuan yang diikuti dengan hasil khusus. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan pegawai yang
memungkinkan mencapai suatu hasil dapat menuntun hasil lainnya. Pengharapan merupakan suatu aksi yang berhubungan dengan hasil, dari
Universitas Sumatera Utara
35
range 0-1. Jika pegawai merasa tidak mungkin mendapatkna hasil maka harapannya adalah 0. Jika aksinya berhubungan dengan hasil tertentu maka
harapannya bernilai 1. Harapan pegawai secara normal adalah di antara 0- 1.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor yang terkait dengan atau menentukan kepuasan kerja adalah
bahwa pekerjaan tidak hanya sekedar melakukan pekerjaan, tetapi terkait juga dengan aspek lain seperti interaksi dengan rekan sekerja, atasan
mengikuti aturan-aturan, dan lingkungan kerja tertentu yang sering kali tidak memadai. Hal diatas menunjukkan bahwa kepuasan kerja seseorang
dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya gaji, tetapi terkait dengan pekerjaan itu sendiri. Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja,
yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya.
1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan IQ, kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat
golongan, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Adapun dimensi kepuasan kerja Kirkman dan Saphiro, 2001 yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
36
1. Rekan Kerja
yaitu teman-teman yang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Gaji atau Upah,
yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja.
3. Kemampuan atasan, yaitu
seseorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja.
4. Pekerjaan itu sendiri, yaitu
isi pekerjaan yang dilakukan seseorang.
5. Kesempatan untuk majuberkembang.
yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembangan melalui kenaikan jabatan
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Untuk meningkatkan kepuasan kerja, perusahaan harus
merespons semua perubahan iklim kerja yang terjadi serta mengembangkan suatu mekanisme yang memberikan kesempatan secara penuh pada pegawai
dalam berkomitmen dan merencanakan perkembangan karir mereka. Menurut Davis dan Newstrom dalam Siswanto, 2012 ada tiga faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja yang biasa terjadi di dunia kerjaindustri, yaitu: 1 Usia 2 Tingkat pekerjaan 3 Ukuran organisasi.
2.4 Komitmen Organisasi 2.4.1
Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasional didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana seorang karyawan memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi tersebut Robbins Judge, 2009:100. Komitmen organisasi
Universitas Sumatera Utara
37
organizational commitment juga didefenisikan sebagai derajat seseorang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari organisasi dan berkeinginan
melanjutkan berpartisipasi aktif di dalamnya McNeese-Smith 1996, dalam Siswanto, 2012.
Menurut Robbins 2008:99 Komitmen karyawan terhadap organisasi organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak
pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tertentu. Komitmen kerja
karyawan menentukan berhasil tidaknya tujuan yang hendak dicapai oleh suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini berarti apabila setiap anggota
organisasi memiliki komitmen yang tinggi maka besar kemungkinan keberhasilan atau kesuksesan dapat tercapai. Keberhasilan suatu organisasi
akan berdampak baik bagi kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan dan karyawannya.
Adanya komitmen karir mencerminkan komitmen kerja yang mereka miliki serta mengaitkannya dengan hasil karir yang diinginkan
Aryee dan Tan, 1994, dalam Siswanto, 2012. Seseorang yang memiliki komitmen kuat akan mengakibatkan semangat mereka yang tinggi
terhadap penyelesaian tugas dan pekerjaannya, sehingga mereka mampu melakukan upaya apapun untuk mencapai kemajuan karir. Komitmen
dipandang penting dalam suatu organisasi, karena dengan komitmen yang tinggi seorang karyawan akan bersikap profesional dan menjunjung tinggi
nilai-nilai yang telah disepakati bersama dalam organisasi, yang fokusnya
Universitas Sumatera Utara
38
adalah nilai-nilai dan sikap attitude yang dimiliki oleh karyawan. Karena perusahaan meyakini bahwa tanpa komitmen karyawan yang tinggi maka
perusahaan tidak akan sukses
.
2.4.2 Komponen-komponen Komitmen Organisasi
Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer dalam Setyawan, 2005 terbagi atas tiga komponen yaitu:
1. Komitmen Afektif affective commitment Berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di
dalam suatu organisasi. komitmen afektif merupakan proses perilaku dimana melalui hal tersebut seseorang akan berfikir mengenai hubungan
mereka dengan organisasi dalam hal nilai dan kesatuan tujuan. Pada tingkat ini merupakan tingkat dimana tujuan individu dan nilai menyatu
dengan organisasi yang diperkirakan secara langsung mempengaruhi keinginan individu untuk tetap tinggal dalam organisasi. Sehingga
karyawan dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
2. Komitmen Normatif normative commitment Merupakan perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan
kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban
yang dimiliki karyawan. Keinginan karyawan untuk tinggal dalam organisasi berdasarkan pada tugas, loyalitas, dan kewajiban moral. Tipe ini
mungkin berasal dari kebudayaan individu atau etik kerja, karena mereka
Universitas Sumatera Utara
39
merasa bertanggung jawab untuk tetap tinggal dalam organisasi. Perasaan loyalitas dan tugas mendasari komitmen normatif yang mempengaruhi
individu untuk tetap tinggal dalam organisasi karena itu memang kewajiban mereka. Komitmen ini juga menimbulkan perasaan kewajiban
kepada karyawan untuk memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi.
3. Komitmen Berkelanjutan continuance commitment Berarti komponen yang berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian
yang akan dihadapinya jika meninggalkan organisasi. Karyawan dengan dasar organisasi tersebut disebabkan karena karyawan tersebut
membutuhkan organisasi. Hal ini juga dapat dilihat sebagai suatu keinginan untuk tetap tinggal dalam organisasi karena pertimbangan biaya
ketika mereka keluar. Biaya tersebut ditunjukkan dalam dua cara yang berbeda:
1. Sebagai individu memperoleh kedudukan dalam organisasi, seiring dengan bertambahnya masa jabatan mereka maka mereka telah memiliki
keuntungan, misalnya dalam bentuk rancangan pensiun, senioritas, spesialisasi keahlian, rasa kesatuan, ikatan kekeluargaan, dan lain-lain.
2. Individu mungkina merasa mereka seharusnya tetap tinggal pada pekerjaannya sekarang karena mereka tidak memiliki alternatif perkerjaan
lain. Kemudian Allen dan Mayer menyimpulkan bahwa karena tidak adanya
pilihan pekerjaan lain, maka karyawan dengan tingkat continuance
Universitas Sumatera Utara
40
commitment yang tinggi akan tinggal dalam organisasi karena mereka merasa memang seharusnya seperti itu. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi
dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Karyawan yang memang ingin menjadi anggota
akan memiliki keinginan untuk berusaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya karyawan yang terpaksa menjadi anggota organisasi akan
menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal.
2.4.3 Karakteristik Efektivitas Komitmen Karir
Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Robbins memberikan definisi efektivitas
sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan
atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang
maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.
Gibson, et al dalam Siswanto, 2012 menyatakan bahwa ada empat karakreristik kriteria efektifitas karir yang selalu muncul yaitu:
Universitas Sumatera Utara
41
a. Prestasi gaji dan posisi
Gaji dan posisi merupakan indikator yang lebih dikenal dengan prestasi karir. Karakteristik ini menjelaskan bahwa semakin cepat kenaikan gaji
seseorang dan semakin cepat seseorang menapaki jenjang hierarki, maka semakin tinggi pula tingkat prestasi karirnya. Organisasi sangat menaruh
perhatian lebih terhadap hal ini, karena hal ini berkaitan langsung dengan kefektifan organisasi. Artinya tingkat gaji dan kenaikan posisi dalam
segala hal nantinya akan mencerminkan sejauh mana peran seseorang di dalam usahanya terhadap pencapaian prestasi organisasi.
b. Sikap karir Karakteristik ini mengacu pada bagaimana individu memandang dan
menilai karirnya. Individu yang memiliki sikap positif akan mempengaruhi persepsi dan penilaian terhadap karir mereka. Sikap karir positif
mengandung implikasi penting bagi organisasi karena individu yang memiliki sikap tersebut akan lebih mengikatkan diri dengan organisasi dan
terjun langsung di dalam pekerjaan mereka. Sikap karir positif akan lebih sesuai dengan tuntutan karir serta peluang yang konsisten dengan
kepentingan, nilai-nilai kebutuhan, dan kemampuan individu. c. Kemampuan adaptasi karir
Karakteristik ini sangat berhubungan dengan perubahan dan perkembangan sebuah organisasi. Perkembangan sebuah organisasi
tentunya akan menuntut adanya pengetahuan serta keahlian baru khususnya bagi organisasi yang memunculkan profesi-profesi baru di
Universitas Sumatera Utara
42
dalamnya. Individu yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan semacam itu dan menerimannya di dalam praktek karir mereka akan
memiliki risiko ketinggalan zaman lebih awal. Adanya adapatasi di dalam karir menunjukan aplikasi terhadap pengetahuan, keahlian, dan teknologi
di dalam perjalanan karir. d. Identitas karir.
Karakteristik ini terdiri dari dua komponen utama. Komponen yang pertama adalah sejauh mana individu-individu memiliki kesadaran yang
konsisten terhadap kepentingan, nilai, dan harapan mereka bagi masa depan. Komponen kedua adalah sejauh mana mereka melihat diri sendiri
sebagai kelanjutan dari masa lalu mereka. Ibrahim 2008:525 mengemukakan adanya tiga karakteristik yang bisa digunakan sebagai
pedoman telah komitmen, yaitu: a. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan serta nilai-nilai yang
dimiliki organisasi kerja. b. Terdapatnya keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap dapat
menjadi anggota organisasi tersebut. c. Adanya kemauan untuk berusaha keras sebagai bagian dari organisasi
kerja
2.4.4 Bentuk Komitmen Karyawan
Bentuk komitmen karyawan bisa diwujudkan antara lain dalam beberapa hal sebagai berikut:
1.
Komitmen dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
43 2.
Komitmen dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja
standar organisasi.
3.
Komitmen dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia
bersangkutan dan mutu produk.
4.
Komitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara efektif
dan efisien.
5.
Komitmen untuk berdedikasi pada organisasi secara kritis dan rasional.
Komitmen = Confidence + Motivation Confidence berarti ukuran keyakinan diri seseorang atau rasa mampu
melakukan sesuatu tugas dengan baik tanpa banyak diawasi. Motivation berarti minat dan antusias seseorang untuk melakukan sesuatu tugas dengan
baik. Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan
menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya
komitmen maka dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya.
Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatan seseorang dalam bertindak sejalan dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajat komitmen
karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Suatu ketika komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian pada organisasi.
Namun dalam prakteknya tidak semua karyawan melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah.
Universitas Sumatera Utara
44
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik karyawan bersangkutan. Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat
meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja, kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara
faktor ekstrinsik yang dapat mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen
puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi.
2.4.5 Motif yang Mendasari Komitmen
Menurut Munandar 2004: 79 ada dua motif yang mendasari seseorang untuk berkomitmen pada organisasi atau unit kerjanya antara
lain:
a.
Side-best orientation
Hal ini memfokuskan pada akumulasi dari kerugian yang dialami atas segala sesuatu yang telah diberikan oleh individu kepada organsasi apabila
meninggalkan organisasi tersebut. Dasar pemikiran ini adalah bahwa meninggalkan organisasi akan merugikan karena takut kehilangan hasil
kerja kerasnya yang tidak bisa diperoleh dari tempat lain.
b.
Goal-congruance orientation Hal ini memfokuskan pada tingkat kesesuaian antara tujuan personal
individu dan organisasi sebagai hal yang menentukan komitmen pada organisasi. Pendekatan ini menyatakan bahwa komitmen karyawan pada
organisasi dengan goal-congruance orientation akan menghasilkan karyawan yang memiliki penerimaan atas tujuan dan nilai-nilai organisasi,
Universitas Sumatera Utara
45
keinginan untuk membantu organisasi, keinginan untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan, serta hasrat untuk tetap menjadi
anggota organisasi.
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti Judul Penelitian
Alat Analisis Hasil
1. Eko Adi
Siswanto 2012
Analisis pengaruh Iklim kerja dan
Pengembangan Karir terhadap komitmen
karir dengan kepuasan kerja sebagai variabel
intervening pada PT Pertamina Jawa
Tengah Nilai indeks
Analisis faktor, regresi dan uji
sobel Hasil penelitian
menunjukkan bahwa iklim kerja dan pengembangan
karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap komitmen karir dan yang lain
dapat dipengaruhi oleh variabel lain.
2. Meeusen et al 2011
Analisis Iklim Kerja terhadap Kepuasan
Kerja pada karyawan Dutch Nurse
Anesthesists. SPSS
Hasil penelitiannya menunjukkan bawa klim
kerja di dalam suatu organisasi dapat berpengaruh
terhadap kepuasan kerja anggotanya
3. Ari
Husnawati 2006
Analisis pengaruh kualitas keidupan
kerja tehadap kinerja karyawan dengan
komitmen dan kepuasan kerja sebagai
variabel intervening pada Perum Pegadaian
Kanwil VI, Semarang SEM
Hasil analisis Structural Equation Model SEM
menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja mempunyai
pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kinerja.
Implikasi dan agenda penelitian yang akan datang
juga disertakan.
4. Andi
Adryan Ali Ir
2012 Analisi pengaruh
pengembangan karir organisasi terhadap
komitmen karyawan pada kantor pusat PT.
Bank Sulselbar Kota Semarang
Regresi Linier Berganda
Penelitian menunjukkan bahwa secara simultan
pengembangan karir berdasarkan pendidikan dan
pelatihan, serta mutasi dan promosi jabatan
berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada
PT. Bank Sulselbar Kota Makassar.
5. Diyan Wuri Adhi
Nugroho 2008
Pengaruh Komitmen organisasional dan
iklim organisasional terhadap kepuasan
Regresi Linier berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komitmen dan iklim berpengaruh terhadap
Universitas Sumatera Utara
46
kerja dan keinginan pindah kerja karyawan
MC Donald’s Sri Ratu Pemuda Semarang
kepuasan kerja. Selanjutnya komitmen dan iklim
organisasional berpengaruh terhadap keinginan pindah
kerja.
6. Anjar
Wibisono 2011
Pengaruh Iklim Organisasi terhadap
Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas
Turen di Malang Regresi Linier
Berganda Dari hasil analisis regresi
linier berganda menunjukkan bahwa iklim organisasi
secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, dengan
tingkat kepuasa kerja sebesar 34, 2.
7. Nih Luh
Putuh Suarningsih
2013 Pengaruh Iklim
Organisasi terhadap Komitmen
Organisasional dan Kinerja Karyawan di
Rumah Sakit Path Analysis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim
organisasi berpengaruh signifikan positif baik
terhadap komitmen organisasional maupun
kinerja karyawan. Komitmen organisasional mempunyai
pengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh tidak langsung iklim organisasi
terhadap kinerja karyawan melalui komitmen
organisasional
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.
Kerangka pemikiran merupakan gambaran terhadap penelitian yang dilakukan serta memberikan landasan yang kuat terhadap topik yang
dipilih dan disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Agar konsep-konsep ini mampu diamati dan diukur, maka dijabarkan ke dalam beberapa
variabel di dalam sebuah model penelitian. Davis dan Newton 1985, dalam Meeusen et al, 2011 menyatakan
iklim kerja di dalam suatu organisasi dapat berpengaruh terhadap kepuasan
Sumber: Penelitian terdahulu
Universitas Sumatera Utara
47
kerja anggotanya. Iklim kerja diartikan lingkungan psikologis yang dirasakan oleh setiap anggota organisasi sehingga mereka memiliki
penilaian berbeda-beda di dalam merasakan, mempersepsikan serta menghayati suasana iklim kerja yang dirasakan sedangkan kepuasan kerja
merujuk pada respon afektif yang dimiliki karyawan dalam bekerja. Hal ini menunjukan adanya keterkaitan antara iklim kerja dengan kepuasan
kerja. Karyawan yang merasakan suasana kerja yang kondusif maka dia akan mewujudkan hasil kerjanya melalui disiplin yang tinggi dalam
penyelesaian tugas-tugasnya dan pengurangan terhadap adanya keluhan yang diberikan kepada tempat kerjanya. Kedua perilaku ini bisa menjadi
implementasi dari rasa puas yang dirasakan seorang karyawan. Begitu pula hubungan antara kepuasan kerja dengan pengembangan
karir. Kepuasan kerja karyawan memiliki peran yang cukup besar di dalam pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan. Kepuasan kerja yang tinggi
yang diinginkan seorang berasal dari pengelolaan perusahaan yang baik dan pada dasarnya berasal dari perilaku manajemen yang efektif sehingga
perusahaan atau organisasi di dalam usahanya untuk mencapai tujuan harus bisa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan karyawan Septyawati,
2010. Pengembangan karir merupakan hal yang penting dimana manajemen dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan sikap
karyawan terhadap pekerjaannya dan membangun kepuasan kerja yang lebih tinggi. Studi tersebut makin menguatkan adanya hubungan antara
pengembangan karir dengan kepuasan kerja.
Universitas Sumatera Utara
48
Penelitian tentang kepuasan kerja terhadap komitmen karir seperti penelitian yang dilakukan oleh Mathieu dan Zajac 1990, dalam Siswanto
2012 menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kenaikan tingkat komitmen karir dengan meningkatkan
kompensasi, kebijakan, dan kondisi pekerjaan. Pernyataan ini tidak menjadi sebuah hal yang mengherankan mengingat karyawan yang
memiliki komitmen karir kemungkinan besar memiliki kepuasan kerja yang tinggi juga. Dan hubungan secara langsung dalam penelitian yang
dilakukan Siswanto 2012 menunjukkan bahwa iklim kerja dan pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan
kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen karir.
Dari beberapa pendapat para peneliti diatas, maka pada Gambar 2.1 berikut dapat dilihat kerangka konseptual penelitian.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.7 Hipotesis
Hipotesis yang ada di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Iklim Kerja berpengaruh positif terhadap Kepuasan Kerja
H2: Pengembangan Karir berpengaruh positif terhadap Kepuasan Kerja
Iklim Kerja Kepuasan Kerja
Komitmen
Pengembangan Karir
Universitas Sumatera Utara
49
H3: Iklim Kerja berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasi H4: Pengembangan Karir berpengaruh positif terhadap Komitmen
Organisasi H5: Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasi
H6: Iklim Kerja berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasi melalui Kepuasan Kerja
H7: Pengembangan Karir berpengaruh positif terhadap Komitmen Organisasi melalui Kepuasan Kerja
Universitas Sumatera Utara
50
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif dengan hubungan kausal, karena tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan
sebab-akibat dalam bentuk pengaruh antar variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih Sugiyono, 2006:10. 3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Pusat PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara, jalan SM Raja, No. 1 Medan, dari bulan
September hingga November 2014.
3.3. Batasan Operasional
Batasan operasional variabel digunakan untuk membatasi dan memperjelas lingkup penelitian ini, maka disusunlah batasan-batasan dari
variabel opersional. Batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Yang menjadi variabel independen X adalah Iklim Kerja X
1
, dan Pengembangan Karir X
2
pada divisi SDM, Umum, dan Keuangan. b. Variabel dependen Y yaitu Komitmen Organisasi pada divisi SDM,
Umum, dan Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
51
c. Variabel intervening M Kepuasan Kerja pada divisi SDM, Umum, Dan Keuangan.
3.4 Operasionalisasi Variabel
Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti adalah iklim kerja, pengembangan karir, komitmen karir dan kepuasan kerja. Definisi
operasional variabel pada penelitian ini ialah sebagai berikut
1. Iklim Kerja.
Untuk mengukur iklim kerja digunakan 6 dimensi menurut Wirawan, 2007: 71 yaitu:
a. Struktur Kelompok b. Standar-standar
c. Tanggung Jawab d. Penghargaan
e. Dukungan Manajer f. Komitmen
Iklim Kerja ialah Persepsi karyawan yang menggambarkan suasana kerja di Kantor Pusat PDAM Tirtanadi Medan.
Pengukuran yang digunakan ialah skala likert 1 – 5.
2. Pengembangan Karir
Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa dimensi pengembangan karier dalam suatu perusahaan pada dasarnya dikembangkan atas tiga fokus
yaitu pendidikan dan pelatihan, mutasi, serta promosi jabatan Ali, 2012. Pengembangan Karir
ialah tahapan-tahapan yang akan dilalui oleh karyawan yang
Universitas Sumatera Utara
52 berkomitmen tinggi, demi kinerja dan posisi jabatan yang lebih baik pada Kantor
Pusat PDAM Tirtanadi Medan.
Pengukuran yang digunakan ialah skala likert 1 – 5.
3. Komitmen Organisasi
Pengukuran Komitmen menggunakan item-item pengukuran yang terbagi kedalam 3 dimensi
menurut Meyer dan Allen 1991, dalam Setyawan, 2005 yaitu komitmen afektif berdasar keinginan, komitmen kontinuan berdasar
kebutuhan, dan komitmen normatif berdasar kewajiban.
Komitmen Organisasi ialah keadaan yang menggambarkan sikap atau kemauan
karyawan untuk menyerahkan semua kemampuannya untuk Kantor Pusat PDAM Tirtanadi Medan. Pengukuran yang digunakan ialah skala likert 1 – 5.
4. Kepuasan Kerja