Teori Belajar Konstruktivistik Teori Belajar

35 maksimal apa bila dalam situasi yang menyenangkan, sambil mendengarkan alunan musik ataupun hal-hal lainnya. Oleh sebab itu tidak tertutup kemungkinan jika terdapat bermacam-macam cara, pendekatan, model serta tipe belajar. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan-perbedaan tentang teori belajar. Para ahli mengelompokkan teori-teori belajar ke dalam berbagai kelompok. Dalam penelitian ini hanya dipaparkan teori belajar konstruktivistik dan teori belajar konitif karena peneliti menganggap kedua teori belajar itulah yang berkenaan dengan permasalahan penelitian.

2.2.1.1 Teori Belajar Konstruktivistik

Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Teori belajar konstruktivistik memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivistik adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pegetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata Baharuddin, 2007:116. Hal ini menuntut guru untuk selalu mengembangkan kompetensi profesionalnya melalui inovasi pembelajaran. 36 Guru tidak lagi mendominasi kelas. Guru bertugas sebagai fasilitator dan mengantarkan siswa untuk menghubungkan ilmu pengetahuan dengan kehidupan. Dengan demikian siswa tidak hanya sekadar menghafalkan konsep-konsep pelajaran, akan tetapi siswa dapat langsung mengaitkan ilmu yang telah ia miliki dengan lingkungan kehidupan di sekelilingnya. Dalam proses belajar di kelas menurut Nurhadi 2004, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivistik adalah ide. Siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasar itu, maka belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses ”mengkonstruksi”, bukan ”menerima” pengetahuan-pengetahuan. Oleh karena itu, Slavin 1994 menyatakan bahwa dalam proses belajar dan pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar menggunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Untuk itu, guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri, disamping mengajarkan siswa untuk menyadari dan sadar akan strategi belajar mereka sendiri. Menurut penganut teori konstruktivistik, pembentukan pengetahuan dapat diperoleh dengan cara subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam 37 interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subjek menyusun pengertian realitasnya. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus-menerus melalui proses rekonstruksi. Yang terpenting dalam teori konstruktivistik adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar. Beberapa hal yang harus mendapat perhatian serius dalam pembelajaran konstruktivistik, yaitu a mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, b mengutamakan proses, c menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, dan d pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman Pranata, http:puslit.petra.ac.idjurnalinterior. Selain hal tersebut, ada tiga prinsip yang menggambarkan konstruktivistik, yaitu a seseorang tidak pernah benar-benar memahami dunia sebagaimana adanya karena tiap orang membentuk keyakinan atas apa yang sebenarnya, dan 38 b keyakinanpengetahuan yang sudah dimiliki seseorang menyaring atau mengubah informasi yang diterima seseorang, serta c siswa membentuk suatu realitas berdasar pada keyakinan yang dimiliki, kemampuan untuk bernalar, dan kemauan siswa untuk memadukan apa yang selama ini mereka yakini dengan apa yang benar-benar mereka amati dan mereka peroleh dalam kehidupan mereka http:www.damandiri.or.idfileyusufunsba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap diterima dan diingat siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memunculkan ide-ide baru, memecahkan masalah, dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Dalam ide-ide konstruktif, biarkan siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan esensi konstruktivisme bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut penganut teori konstruktivistik belajar adalah perubahan proses mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialami siswa sebagai hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang mereka peroleh sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam pikirannya. Secara psikologis, tugas dan wewenang guru adalah mengetahui karakteristik siswa, memotivasi belajar, menyajikan bahan ajar, memilih metode belajar, dan mengatur kelas. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membiarkan siswa dalam situasi bahwa belajar sebagai proses mengkonstruksi pengetahuan, dan guru sebagai fasilitator dalam 39 menerapkan kondisi yang kolaboratif. Siswa belajar dalam kelompok dan siswa tidak hanya belajar dari dirinya sendiri, akan tetapi mereka juga dapat belajar dan mencari berbagai macam hal yang dapat dijadikan sebagai sumber belajarinformasi dari orang lain http:www.pikiranrakyat.comcetak2006. Dengan teori belajar yang ada, guru harus mampu melakukan perubahan. Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran saat ini, banyak disebabkan oleh perkembangan kemajuan teknologi. Karenanya, konsep pembelajaran saat ini pun harus berubah dari guru mengajar menjadi siswa belajar. Konsep dan pendapat yang keliru tentang guru sebagai satu-satunya sumber belajar harus ditinggalkan. Siswa sebagai subjek belajar harus dihargai dan diberi kebebasan untuk mengeksplor kompetensinya melalui proses pembelajaran yang disesuaikan dengan lingkungan belajar siswa. Bagi kaum konstruktivis, kebenaran terletak pada viabilitas viability, yaitu kemampuan operasi suatu konsep atau pengetahuan dalam praktik. Hal ini berarti pengetahuan yang dikonstruksikan dapat digunakan dalam menghadapi macam- macam fenomena dan persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut. Pengetahuan bukan barang mati yang sekali jadi, melainkan suatu proses yang terus berkembang. Bettencourt dalam Pannen 2001:9 menyatakan ada beberapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan manusia, antara lain pertama, hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang constructed knowledge. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa hasil dan proses konstruksi pengetahuan yang lampau dapat menjadi pembatas konstruksi pengetahuan 40 manusia yang baru. Konsep-konsep yang diabstraksikan dari pengalaman yang lampau, cara mengabstraksikan dan mengorganisasikan konsep-konsep, serta aturan main yang digunakan untuk mengerti sesuatu, berpengaruh terhadap pembentukan pengetahuan berikutnya. Kedua, domain pengalaman seseorang domain of experience. Menurut konstruktivisme, pengalaman akan fenomena baru merupakan unsur penting dalam pengembangan pengetahuan, dan kekurangan dalam hal ini akan membatasi pengetahuan. Selanjutnya hal yang ketiga adalah, jaringan struktur kognitif seseorang existing cognitive. Struktur kognitif merupakan suatu sistem yang saling berkaitan. Konsep, gagasan, gambaran, teori, dan sebagainya yang membentuk struktur kognitif saling berhubungan satu dengan yang lain.

2.2.1.2 Teori Belajar Kognitif