BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial, dalam hubungannya dengan manusia lain sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud
bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar
manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan
hidup manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan
sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja ataupun tidak disengaja.
1
Setiap manusia yang hidup di dunia dan melakukan sosialisasi dan interaksi pasti melakukan apa yang dinamakan belajar. Baik belajar dalam arti yang sempit
tentang segala hal yang tidak perlu ada pihak yang ditunjuk sebagai pengajarnya, seperti belajar berjalan, belajar berbicara, dan lain–lain, maupun belajar dalam arti
yang lebih luas lagi, yaitu dalam arti pendidikan itu sendiri.
1
Sardiman, AM, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press, 1990, h.1.
1
Disamping belajar, sebagai makhluk manusia kita juga perlu menempuh pendidikan agar derajat kita tidak sama dengan hewan dan binatang -karena
hewan juga melakukan pembelajaran dengan insting mereka-. ”Pendidikan sebagai upaya mamanusiakan manusia pada dasarnya adalah
upaya mengembangkan potensi, maupun sebagai anggota masyarakat yang memiliki nilai–nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidup”.
2
Oleh sebab itu, pendidikan bisa dijadikan sebagai pijakan manusia dalam melakukan sesuatu, baik itu yang berhubungan dengan urusan hidupnya sendiri
maupun yang berhubungan dengan orang lain, agar dalam hidupnya bisa mencapai kepuasan secara moral dengan mengembangkan potensi yang ada
padanya tersebut. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan sebagaimana yang dikutip Mohammad
Sochub : ” Bahwa keluarga pusatnya pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak budaya adat kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu
mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap–tiap manusia.”
3
UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pegendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
4
“Pendidikan adalah usaha sadar orang dewasapendidik untuk membant membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak ke arah kedewasaan”.
5
Dari beberapa pengertian pendidikan diatas, kiranya dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan oleh
pendidik terhadap peserta didik dengan tujuan agar sipeserta didik tersebut
2
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1990, Cet. X. h. 11
3
Moch. Sochub, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1998 , Cet. Ke- 1. h.10
4
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1
5
Muhammada Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 2007, h. 10
mempunyai bekal dalam menghadapi kehidupan, baik pengetahuan, aspek sosial maupun aspek mentalnya.
Dalam dimensi pendidikan, proses belajar mengajar tidak akan terlaksana apabila salah satu komponen dari kegiatan tersebut tidak ada, dan salah satu
komponen tersebut adalah adanya seorang guru atau tenaga pendidik. Akan tetapi, keberadaan guru dimasa sekarang ini kebanyakan tidak lebih hanya sebagai
seorang pengajar saja, yang hanya mentransfer pengetahuan kepada murid- muridnya, mereka terkadang melupakan tugas utama dari seorang guru yaitu
menghaluskan budi pekerti anak didiknya. Guru adalah sebuah kata keramat yang mempunyai arti yang sangat
diagungkan oleh masyarakat, bahkan ada yang mengartikan guru itu digugu dan di tiru, yang berarti segala tingkah laku guru diperhatikan selama 24 jam penuh oleh
masyarakat, karena segala tindak tanduk guru biasanya dijadikan teladan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh karenanya, profesi seorang guru sangatlah mulia
dan sangat terhormat, sehingga tidak sembarang orang dapat memakainya. Seorang guru hendaknya menyadari bahwa tugas yang diembannya tidaklah
mudah, tetapi tidak juga sulit, karena jika guru tersebut mematuhi persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang guru, maka tugas guru itu akan mudah untuk
dijalankan. “ Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian pada masyarakat,
dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik itu mengatur bagaimana seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya,
baik dalam hubungan dengan anak didiknya maupun dalam hubungan dengan teman sejawatnya”.
6
Oleh sebab itu, tidak sembarang dan semua orang bisa menjadi seorang guru yang sebenar-benarnya. Seorang guru hendaknya selalu memberikan suri tauladan
bagi masyarakat yang ada disekitarnya, karena pekerjaan guru adalah pekerjaan 24 jam yang tidak mengenal waktu, maka tidaklah salah jika ada sebuah kiasan
bahwa guru itu adalah di gugu dan di tiru, yang menggambarkan bahwa pekerjaan guru tidaklah mudah dan tidak juga sulit yang artinya kalau seorang guru tersebut
6
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, Jakarta ; PT. Bumi Aksara, 2006, h. 7
benar-benar tulus, ikhlas dan kompeten dalam menjalani pekerjaannya maka secara otomatis pekerjaan tersebut akan mudah untuk dijalankan, dan sebaliknya
jika tidak ada ketulusan, keikhlasan dan kesungguhan maka pekerjaan tersebut akan dirasakan sangat sulit.
“Dan sebagai konsekuensi logis tersebut, setiap guru harus memiliki kompetesi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan.
Dengan demikian dia memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dengan demikian seorang calon
guru seharusnya telah mampu menempuh program pendidikan guru pada suatu lembaga pendidikan guru tertentu”.
7
Seorang guru hendaknya dapat mengembangkan keterampilan mengajar yang sesuai dengan kemajuan zaman dan lingkungan lokal dimana proses pendidikan
itu dilaksanakan. Jika guru bersifat statis merasa cukup dengan yang sudah ada maka proses pendidikan itupun akan statis bahkan cenderung untuk mundur. Oleh
karena posisi guru yang demikian itulah maka para ahli, antara lain Muhammad Ali, menyatakan bahwa “guru adalah komponen pendidikan yang memegang
peranan sentral dalam proses belajar mengajar.”
8
“Kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru tidak hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan berdimensi ranah cipta saja, tetapi kecakapan yang
berdimensi ranah rasa dan karsa. Sebab dalam persepektif psikologi pendidikan,
mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang yang membuat orang lain belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya”.
9
Oleh sebab itu, seorang guru hendaknya memenuhi semua criteria yang harus dimilikinya, misalkan kompetensi profesional, kompetensi kepribadian,
kompetensi keimanan dan khusunya kompetensi sosial guru, karena kompetensi social itu sangat diperlukan untuk menarik minat siswa dalam proses belajar
mengajar dan dalam memberikan tauladan bagi muridnya.
7
Oemar Hamalik, Pendidikan …,h. 7
8
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Algesindo, 1996, hlm 4.
9
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1997, h.223.
Kalau kita perhatikan secara lebih mendalam, kebanyakan siswa sekarang tidak menghormati gurunya, mungkin karena sudah berubah zamannya ataukan
memang guru tersebut tidak pantas untuk dihormati. Banyak sekali contoh penghinaan dan tepatnya ketidakpuasan siswa terhadap gurunya,, baik dicurahkan
lewat sms short massage service ataupun di jaringan sosial seperti facebook. Hal lain yang juga menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas
guru adalah keterbukaan psikologis guru itu sendiri. Guru yang terbuka secara psikologis ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk
mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Guru dituntut untuk bias
berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat sekolah, keluarga maupun sosialnya.
Jadi seorang guru itu tidaklah harus eksklusif, tetapi tidak juga harus terlalu dekat dengan siswanya, artinya Guru harus bisa mengkondisikan dirinya dalam
setiap situasi dan kondisi sekitarnya. Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis
merupakan kepribadian yang penting bagi guru dalam hubungannya sebagai direktur belajar selain sebagai anutan siswanya. Oleh karena itu, hanya guru
yang memiliki keterbukaan psikologis yang benar-benar dapat diharapkan berhasil dalam mengelola proses belajar mengajar. Karena guru yang terbuka
dapat lebih terbuka dalam berfikir dan bertindak sesuai kebutuhan para siswanya, bukan hanya kebutuhan guru itu sendiri.
10
Akan tetapi dalam kenyataannya, banyak ditemukan guru ataupun tenaga pendidik yang mempunyai nilai kompetensi sosial yang rendah yang tidak mau
untuk bergaul dengan lingkungan sekitarnya dan terutama dengan murid- muridnya, sehingga proses pembelajaran dikelas sering tidak kondusif karena
adanya prasangka dari murid-murid tentang kepribadian gurunya yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.
Sudah banyak pemberitaan diberbagai media, baik elektronik maupun cetak yang mengabarkan tentang banyaknya murid sekolah yang mendapat perlakuan
kasar dari oknum-oknum guru yang tidak bertanggung jawab. Tentu saja
10
Syah, Psikologi... hlm. 229
pemberitaan tersebut sangat memprihatinkan kalangan pemerhati pendidikan dan orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Ini seolah menggambarkan
bahwa para pendidik kita tidak memiliki kompetensi yang seharusnya mereka miliki, terutama kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
Disamping itu, kemajuan diberbagai bidang terutama bidang teknik informasi sudah sedikit banyak mempengaruhi proses belajar siswa, dimana aspek
negatifnya tersebut berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Oleh sebab itu guru juga diharapkan mampu mengikuti perkembangan zaman yang sudah semakin
modern ini, diantaranya dengan membekali diri dengan pengetahuan tentang ilmu- ilmu teknologi seperti komputer dan sebagainya.
Karena hanya dengan mengikuti perkembangan zaman itu, selain menjadi nilai tambah bagi guru sendiri juga agar dapat memacu motivasi siswanya dalam
belajar. Jangan sampai didalam kelas para siswa lebih mengerti teknologi daripada gurunya itu sendiri, setidak-tidaknya seorang guru dapat mengoperasikan
komputerlaptop walaupun dalam kriteria sangat dasar, sehingga pembelajaran akan lebih menarik bagi siswa tersebut.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, maka kami menemukan beberapa masalah yang teridentifikasi dan diperlukannya sebuah
penyelesaian untuk masalah-masalah tersebut. Adapun beberapa masalah yang teridentifikasi adalah sebagai berikut :
1. Masih ditemukannya guru yang bersifat kaku dalam berinteraksi terhadap siswanya.
2. Kurangnya motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. 3. Kurangnya kesadaran siswa dan guru itu sendiri dalam berdisiplin untuk
mengikuti kegiatan belajar mengajar. 4. Berkurangnya tingkat kewibawaan guru dimata masyarakat pada masa
sekarang.
5. Masih banyaknya guru yang mengabaikan tentang kompetensinya, terutama kompetensi sosialnya.
6. Kurangnya interaksi antara guru, guru dengan peserta didik, orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya.
C. PEMBATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membatasi permasalahan pada : 1. Masih banyaknya guru yang mengabaikan nilai kompetensi sosialnya dalam
bergaul dengan lingkungan sekitarnya maupun saat mengajar. 2. Masih rendahnya motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran yang terjadi
D. PERUMUSAN MASALAH
Beranjak dari permasalahan yang ada, maka peneliti hanya akan meneliti tentang masalah :
1. Apakah ada pengaruh kompetensi sosial guru terhadap motivasi belajar siswa? 2. Bagaimana pengaruh kompetensi sosial guru terhadap motivasi belajar siswa?
E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dan manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai bahan acuan bagi pihak- pihak yang terkait. Adapun Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat kompetensi sosial yang dimiliki oleh guru, terutama guru IPS.
2. Untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa di SMP Dua Mei Ciputat.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kompetensi sosial guru terhadap motivasi belajar siswa.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini, ditujukan kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi peneliti itu sendiri, yaitu sebagai implementasi dari proses perkuliahan yang telah dijalankan.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh kompetensi sosial guru terhadap motivasi belajar siswa.
3. Pengelola sekolah dalam mengambil suatu kebijakan dimasa mendatang, agar dapat memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya.
4. Para pendidik, agar lebih bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. 5. Para siswa dan pihak-pihak yang terkait dengan kependidikan itu sendiri.
9
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERFIKIR