Optimalisasi Unit Penangkapan System of Small Pelagic Fisheries Development in Southeast Maluku District Waters

eksploitasi yang hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya ditakutkan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan bahkan penurunan hasil tangkapan. Fauzi dan Anna 2005 mengatakan bahwa pembangunan perikanan tangkap harus didekati dengan pendekatan menyeluruh holistic yang menyangkut beberapa aspek, seperti ekologi tingkat eksploitasi, keragaan rekruitmen, perubahan ukuran tangkap, dan sebagainya, ekonomi tingkat subsidi, kontribusi perikanan, penyerapan tenaga kerja dan sebagainya, sosial pertumbuhan komunitas, status konflik, tingkat pendidikan dan sebagainya, teknologi produktivitas alat, selektivitas alat, ukuran kapal, dan sebagainya, dan etik illegal fishing, mitigasi terhadap habitat dan ekosistem, sikap terhadap limbah dan bycatch, dan sebagainya. Kemudian, Kesteven 1973 dan Monintja 2000 diacu dalam Wisudo 2008 mengemukakan bahwa komponen-komponen utama dari sistem perikanan tangkap adalah sumber daya ikan, unit penangkapan ikan, masyarakat nelayan, prasarana pelabuhan, sarana penunjang galangan kapal, bahan alat tangkap ikan, dan mesin kapal, unit pemasaran dan unit pengolahan. Keseluruhan komponen tersebut sangat menentukan upaya mewujudkan perikanan tangkap bertanggungjawab. Pengembangan perikanan bertanggungjawab pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, utamanya nelayan, memenuhi kebutuhan pangan, dan sekaligus menjaga kelestarian sumber daya ikan beserta lingkungannya.

5.3 Optimalisasi Unit Penangkapan

Usaha perikanan dapat mencapai optimal dan keberlanjutan apabila sumber daya ikan yang tersedia dimanfaatkan sampai pada titik keseimbangan potensi lestarinya. Untuk mencapai hal tersebut perlu dioptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada, seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia dan tidak melebihi kapasitasnya. Pengembangan berarti suatu usaha untuk merubah dari yang kurang menjadi suatu yang bernilai. Pengembangan dalam kegiatan perikanan misalnya menambah jumlah tenaga kerja dan faktor-faktor produksi lainnya. Hiariey 2009 mengatakan bahwa penerapan analisis LGP pada hakekatnya akan memberikan informasi penting dalam pengalokasian sumber daya perikanan tangkap secara optimal, yaitu: 1 berapa alokasi optimal alat tangkap yang digunakan, 2 berapa besar ketercapaian tujuan yang dikehendaki sesuai target yang telah ditetapkan, dan 3 berapa besar sumber daya yang dimanfaatkan dalam mencapai tujuan. Optimalisasi unit penangkapan ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten Maluku Tenggara dianalisis melalui pendekatan liniear goal programming LGP. Analisis ini bertujuan untuk menentukan jumlah optimum unit penangkapan ikan pelagis kecil, agar usaha penangkapan dapat berlanjut dengan baik. Diperoleh jumlah alat tangkap optimal di perairan Kabupaten Maluku Tenggara untuk dapat mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil adalah 12 unit purse seine, 46 unit bagan, 408 unit jaring insang hanyut dan 332 unit jaring insang lingkar. Melihat kondisi alokasi jumlah unit alat tangkap yang optimal, bila dibandingkan dengan jumlah unit alat tangkap aktual yang ada saat ini di perairan Kabupaten Maluku Tenggara menunjukkan bahwa perlu dilakukan penambahan unit alat tangkap. Purse seine perlu penambahan 2 unit, bagan dibutuhkan penambahan 13 unit dan untuk jaring insang hanyut, dibutuhkan penambahan 124 unit. Sebaliknya, untuk jaring insang lingkar jumlah unit penangkapan yang ada telah memenuhi jumlah optimum. Perikanan purse seine, bagan, jaring insang hanyut dan jaring insang lingkar direkomendasikan untuk dikembangkan berdasarkan hasil penghitungan LGP. Dalam hal ini keempat alat tangkap ini dipilih dengan pertimbangan status pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil, penyerapan tenaga kerja dan peluang peningkatan produksi di Kabupaten Maluku Tenggara. Untuk alat tangkap purse seine dapat menjangkau daerah penangkapan yang cukup jauh. Alat tangkap purse seine di Kabupaten Maluku Tenggara merupakan alat tangkap milik pribadi dan bukan bantuan dari pemerintah, sehingga untuk mengoptimumkan jumlah unit alat tangkap tersebut dibutuhkan bantuan dari pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi, mengingat alat tangkap tersebut membutuhkan biaya yang cukup mahal dalam pembuatan alat tangkap yakni kapal dan jaring. Purse seine membutuhkan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak, sehingga patut diperhatikan dalam penyerapan tenaga kerja. Seperti yang dilaporkan oleh Astarini 2009 dalam laporannya menyangkut pengembangan perikanan tangkap berbasis CCRF di perairan Ternate Maluku Utara, bahwa perlu penambahan purse seine di wilayah perairan tersebut karena adanya penurunan jumlah alat tangkap purse seine diakibatkan berpindah fishing base mencari daerah penangkapan baru, dan karena faktor kenaikan BBM mengakibatkan kenaikan biaya operasional, sehingga beberapa unit purse seine tidak beroperasi lagi. Adanya perbedaan faktor akibat sehingga perlu ditambahkan jumlah alat tangkap untuk pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil dan penyerapan tenaga kerja. Penambahan alat tangkap diperlukan mengingat daerah penangkapan di perairan Kabupaten Maluku Tenggara cukup luas. Beberapa wilayah daerah penangkapan belum terjangkau, disebabkan karena kapal yang digunakan berukuran kecil dan kebanyakan tanpa motor khusus untuk jaring insang hanyut dan jaring insang lingkar. Pengembangan alat tangkap ini tepat bila ditinjau dari aspek kelestarian sumber daya, karena ikan yang tertangkap dengan jaring insang lebih selektif dalam ukuran Hiariey 2009. Untuk purse seine, unit penangkapan yang ada merupakan mini purse seine. Penambahan untuk purse seine diperlukan yang berukuran lebih besar. Menurut Martosubroto 2005, menyatakan bahwa dalam pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab dibutuhkan pengelolaan yang dapat menjamin keberlanjutan perikanan dengan suatu upaya agar terjadi keseimbangan antara tingkat eksploitasi dengan sumberdaya yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa yang berkepentingan disini bukan hanya pemerintah tetapi juga pengguna penangkapan stakeholder, karena kegagalan pengelolaan pada suatu perikanan akan merugikan pengusaha itu sendiri.

5.4 Strategi Kebijakan Pengembangan Perikanan Pelagis Kecil di Kabupaten