33 berbeda terdapat pada stasiun Utara dan Bayur. Rata-rata ukuran panjang lobster
di stasiun utara relatif lebih besar namun memiliki rata-rata bobot yang relatif lebih kecil. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa lobster di stasiun Utara lebih
kurus. Hal ini terbukti dengan nilai faktor kondisi lobster di stasiun Utara yang lebih kecil dari 1 dan lebih rendah dibandingkan faktor kondisi lobster di stasiun
lainnya. Selanjutnya rata-rata ukuran panjang lobster di stasiun Bayur lebih kecil namun dengan rata-rata ukuran bobot lebih besar. Hal ini disebabkan karena
lobster yang tertangkap di stasiun Bayur didominasi lobster dengan ukuran panjang lebih besar dari 50 mm. Lobster dengan ukuran panjang50 mm
memiliki faktor kondisi yang cenderung naik dan lebih besar dari satu Tabel 7.
4.3 Pertumbuhan C. quadricarinatus di Danau Maninjau
4.3.1 Pola pertumbuhan dan faktor kondisi
Hubungan panjang karapas dan bobot basah total dianalisis per stasiun dan jenis kelamin Tabel 6. Secara umum nilai koefisien regresi power dengan
panjang karapas sebagai peubah bebas dan bobot basah total sebagai peubah tak bebas pada persamaan di atas bernilai lebih dari 90 kecuali pada stasiun Sigiran
untuk jenis kelamin jantan. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi power sangat baik dalam menggambarkan hubungan antara panjang karapas dan bobot
basah total. Nilai b hubungan panjang karapas dan bobot basah total berkisar antara 2.84-3.14. Setelah dilakukan uji t diketahui bahwa nilai b=3 artinya pola
pertumbuhan isometrik untuk jantan dan betina pada semua stasiun, namun setelah dilakukan uji kehomogenan nilai b Lampiran 10 diketahui bahwa nilai b
jantan dan betina tidak sama di beberapa stasiun. Nilai b jantan dan betina tidak sama F
hitung
F
tabel
di stasiun Sungai Batang; Batu Nanggai; Sigiran; dan Sungai Tampang, sedangkan nilai b jantan dan betina sama F
hitung
F
tabel
di stasiun Bayur dan Utara. Moutopoulos dan Stergiou 2002 diacu dalam Kharat et al. 2008
menjelaskan bahwa perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran contoh yang diamati. Berdasarkan hasil tersebut diketahui
bahwa b jantan dan b betina tidak menduga β yang sama sehingga selanjutnya
analisis jantan dan betina tidak bisa digabung.
34
Tabel 6 Hubungan panjang karapas CL, mm dan bobot basah total W, gram C. quadricarinatus pada masing-masing stasiun.
Lokasi Jenis
Kelamin Persamaan Hubungan Panjang
Karapas-Bobot Basah Total Pola Pertumbuhan
α=0,05
Bayur J
W=1.26x10
-4
CL
3.14
R²=0.99; SE
b
=0.06; n=14;p0.05 Isometrik
B W=1.38x10
-4
CL
3.10
R²=0.99; SE
b
=0.13; n=9;p0.05 Isometrik
Sungai Batang
J W=1.44x10
-4
CL
3.11
R²=0.97; SE
b
=0.05; n=103;p0.05 Isometrik
B W=2.74x10
-4
CL
2.93
R²=0.94; SE
b
=0.08; n=87;p0.05 Isometrik
Batu Nanggai
J W=1.59x10
-4
CL
3.09
R²=0.96; SE
b
=0.07; n=85;p0.05 Isometrik
B W=1.4x10
-4
CL
3.11
R²=0.97; SE
b
=0.05; n=93;p0.05 Isometrik
Sigiran J
W=4.31x10
-4
CL
2.84
R²=0.88; SE
b
=0.25; n=19;p0.05 Isometrik
B W=2.37x10
-4
CL
2.98
R²=0.99; SE
b
=0.09; n=16;p0.05 Isometrik
Sungai Tampang
J W=1.18x10
-4
CL
3.17
R²=0.96; SE
b
=0.23; n=9;p0.05 Isometrik
B W=2.33x10
-4
CL
2.98
R²=0.99; SE
b
=0.09; n=15;p0.05 Isometrik
Utara J
W=1.11x10
-4
CL
3.14
R²=0.9; SE
b
=0.32; n=12;p0.05 Isometrik
B W=1.98x10
-4
CL
3.01
R²=0.97; SE
b
=0.13; n=18;p0.05 Isometrik
Oleh karena
itu untuk
menggambarkan pola
pertumbuhan C.
quadricarinatus di Danau Maninjau data pada semua stasiun digabung dan dianalisis per jenis kelamin jantan dan betina Gambar 12. Persamaan hubungan
panjang karapas-bobot basah total untuk lobster jantan adalah W=1.53x10
-4
CL
3.09
R²=0.98;SE
b
=0.03; n=237
; p0.05
dengan nilai b 3.05-3.15 pada selang kepercayaan SK 95 dan pola pertumbuhan alometrik +.
35
Gambar 12 Hubungan panjang karapas-bobot basah total C. quadricarinatus jantan dan betina di Danau Maninjau
Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot C. quadricarinatus jantan lebih besar dibandingkan pertumbuhan panjang karapasnya. Persamaan hubungan
panjang karapas-bobot basah total lobster betina yaitu W=1.8x10
-4
CL
3.03
R²=0.97;SE
b
=0.03; n=236
; p0.05
dengan nilai b 2.96-3.09 pada SK 95 dan pola pertumbuhan isometrik. Pertumbuhan isometrik menunjukkan pertambahan
bobot seimbang dengan pertambahan panjangnya Effendie 1997. Pola pertumbuhan yang sama juga ditemukan pada jenis lobster air tawar
introduksi Pacifastacus leniusculus di sungai dataran rendah di Inggris dengan nilai koefisien korelasi 0.99-1.00 p0.001 dengan nilai b 3.32 untuk jantan dan b
3.13 untuk betina Guan Wiles 1999. Selanjutnya hasil penelitian Elser et al. 1994 menunjukkan bahwa Pacifastacus leniusculus jantan memiliki pola
pertumbuhan alometrik + dengan nilai b 3.04 dan betina tumbuh secara isometrik dengan nilai b 2.53. Hal ini diduga karena chelae lobster jantan tumbuh
secara alometrik sedangkan pada lobster betina tumbuh secara isometrik dan lobster betina lebih banyak menggunakan energinya untuk reproduksi namun
lobster jantan untuk massa tubuhnya Mason 1975, diacu dalam Elser et al. 1994; Elser et al. 1994. Selanjutnya hasil penelitian Gu et al. 1994 mengungkapkan
W = 1.53x10
-4
CL
3.09
R² = 0.98;SE
b
=0.03; n=237
20 40
60 80
100 120
20 40
60 80
100
Be r
a t
b a
sa h
to ta
l g
r a
m Jantan
W = 1.8x10
-4
CL
3.03
R² = 0.97;SE
b
=0.03; n=236
10 20
30 40
50 60
70 80
20 40
60 80
Betina
Panjang karapas mm
36 bahwa chelae berkontribusi sebesar 22.6±0.7 terhadap bobot total lobster jantan
dewasa dan 14.2±0.3 untuk lobster betina dewasa. Chelae yang lebar dan cheliped yang panjang pada lobster jantan berguna
saat aktivitas reproduksi dan persaingan. Abdomen yang lebar dan panjang pada lobster betina berfungsi untuk menyimpan telur dan melindungi juvenil yang baru
menetas Hartnoll 1974 and Stein 1976 diacu dalam Gu et al. 1994. Hal ini juga terlihat dari hasil regresi antara panjang total peubah tak bebas, y dan panjang
karapas peubah bebas, x Gambar 13. Hubungan panjang karapas dan panjang total dapat diwakili dengan baik menggunakan model regresi linear sederhana
dengan nilai koefisien regresi 99 untuk lobster jantan dan 97 untuk lobster betina. Nilai kemiringan garis regresi untuk lobster jantan lebih kecil 2.1
dibandingkan lobster betina 2.2. Hal ini menunjukkan bahwa panjang abdomen lebih berkontribusi terhadap panjang total pada lobster betina dibandingkan
lobster jantan.
Gambar 13 Hubungan panjang karapas dan panjang total C.quadricarinatus di Danau Maninjau.
Faktor kondisi FK
Faktor kondisi pada dasarnya adalah membandingkan nilai bobot aktual individu dengan berat teoritis individu. Jika bobot aktual lebih besar dari bobot
teoritis FK1 maka individu tersebut dapat dikatakan memiliki kondisi baik
TL = 2.1CL - 1.52 R² = 0.99; n=254
20 40
60 80
100 120
140 160
180
50 100
P a
n ja
n g
To ta
l TL,
m m
Jantan
TL= 2.2CL - 3.2 R² = 0.97; n=244
20 40
60 80
100 120
140 160
180
20 40
60 80
Betina
Panjang karapas CL, mm
37 montok dan sebaliknya jika bobot aktual lebih kecil dibandingkan bobot teoritis
FK1 maka individu lobster tersebut dapat dikatakan kurus. Faktor kondisi sesuai untuk membandingkan individu berbeda dalam
spesies yang sama. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin, musim, atau lokasi penangkapan Ricker 1975; umur Lagler 1970; dan King
1995 menambahkan bahwa faktor kondisi pada ikan juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan kelimpahan makanan. Berikut ini disajikan nilai
faktor kondisi pada masing-masing stasiun Tabel 7: Tabel 7 Nilai faktor kondisi lobster menurut stasiun
Xi Bayur
S.Batang B.Nanggai Sigiran
S.Tampang Utara
37.25 0.939±
0.0607 0.9980±
0.0808 0.9929±
0.1167 1.0483±
0.0725 0.9646
0.9600± 0.0811
43,65 0,916±
0,0291 1.0034±
0.0815 1.0306±
0.0970 1.1048±
0.0934 1.0474±
0.1480 0.9382±
0.0725 50.05
0.970± 0.1069
1.0122± 0.0991
1.0809± 0.3926
1.0262± 0.1032
0.9748± 0.0304
0.9222± 0.1849
56.45 0.991±
0.0315 1.0013±
0.1186 1.0067±
0.0757 1.0207±
0.1264 1.0228±
0.0857 0.9378±
0.1742 62.85
1.068± 0.0891
0.9973± 0.1074
1.0229± 0.1000
1.1093± 0.0121
0.9521 0.9365±
0.0722
=nilai tengah kelas ukuran panjang
Kondisi lobster di stasiun Sungai Batang, Batu Nanggai, Sigiran, dan Sungai Tampang dapat dikatakan baik montok dengan nilai FK1, sedangkan kondisi
lobster di stasiun Bayur dan Utara Danau Maninjau dapat dikatakan kurus dengan nilai FK1 Tabel 7. Stasiun Sigiran, Batu Nanggai, Sungai Tampang, dan
Sungai Batang merupakan stasiun dengan substrat zona litoral batuan besar dengan kondisi kualitas air relatif lebih baik seperti kandungan oksigen rata-rata
5 mgL
-1
kecuali Sungai Batang dengan rata-rata oksigen 3.62 mgL
-1
. Kesadahan Ca yang dapat menggambarkan kandungan ion kalsium perairan tertinggi 40.89
mgL
-1
terdapat di stasiun Sigiran. Hal ini juga mempengaruhi kondisi lobster karena kalsium merupakan ion yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
lobster. Nilai amonia tertinggi yaitu 0.79 mgL
-1
dan oksigen terendah 3.57 mgL
-1
terdapat di stasiun Utara Danau Maninjau. Hal ini juga merupakan faktor yang menyebabkan kecilnya faktor kondisi lobster di stasiun ini selain naungan batu
besar dan akar pohon yang relatif lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya.
38
4.3.2 Penambahan ukuran setelah pergantian kulit