Faktor Eksternal Otonomi Daerah Tumbuhnya Asosiasi

52 selama setahun. Hal inilah yang mengakibatkan sulitnya perkembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan.

6.2 Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuisioner dan analisis terhadap sistem agribisnis kopi yang sudah berkembang di Humbang Hasundutan, didapatkan faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan, yaitu sebagai berikut :

6.2.1 Peluang

Faktor peluang adalah bagian dari faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut dianggap sebagai suatu potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan. Potensi tersebut harus dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, peluang tersebut terdiri dari :

a. Otonomi Daerah

Pemberlakuan UU No.22 tahun 1999 mulai tahun 2000, menimbulkan dampak yang sangat besar bagi pemerintah daerah, karena dengan diberlakukannya undang-undang tersebut maka pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengadakan pembangunan di daerahnya amsing-masing. Pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan peluang yang dimiliki oleh daerah tersebut. Oleh sebab itu, karena 22.707 Ha dari total luas tanaman perkebunan 33.599 Ha Humbang Hasundutan ditanami kopi, maka sudah selayaknya pembangunan agribisnis kopi lebih diperhatikan oleh pemerintah.

b. Tumbuhnya Asosiasi

APKLO Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik berdiri pada tanggal 21 Oktober 2003. Asosiasi ini dimulai dari satu kelompok tani dan setelah 2 tahun banyak kelompok tani yang bergabung menjadi 14 kelompok dengan jumlah anggota 350 anggota. APKLO didirikan dengan tujuan untuk menguatkan petani kopi untuk dapat berdiri sendiri dalam mengolah dan memasarkan kopinya sendiri untuk bisa bersaing dengan pihak ketiga yang selalu menentukan harga kopi sehingga petani tidak pernah mendapatkan harga yang layak. Adanya Asosiasi ini dapat membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Apabila 53 harga kopi di pedagang pengumpul sekitar Rp 9.000 per liter, maka APKLO membeli kopi dari petani dengan harga Rp 11.000,00 hingga Rp 13.000,00 per liter. Terkadang hal ini yang membuat pertentangan antara APKLO dengan pihak pengumpul. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia harga rata-rata kopi Arabika Indonesia sebesar Rp 17.936,00 per kg dan harga dunia sebesar Rp 191.000,00 per kg.

c. Pasar yang Masih Terbuka baik Domestik maupun Luar Negeri