Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

(1)

EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN KESEPAKATAN

AGRIBISNIS KOPI ANTARA PT. VOLKOPI INDONESIA

DENGAN PETANI

(Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan

Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasudutan)

SKRIPSI

OLEH

ROSLINA LYDIA CORRY. S

100304027

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN KESEPAKATAN

AGRIBISNIS KOPI ANTARA PT. VOLKOPI INDONESIA

DENGAN PETANI

(Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

SKRIPSI

OLEH:

ROSLINA LYDIA CORRY. S 100304027

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

JUDUL SKRIPSI : EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN KESEPAKATAN AGRIBISNIS KOPI ANTARA PT. VOLKOPI INDONESIA DENGAN PETANI (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

NAMA : ROSLINA LYDIA CORRY. S

NIM : 100304027

PROGRAM STUDI : AGRIBISNIS

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Yusak Maryunianta, M.Si Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si NIP. 196206241986031001 NIP. 195411111981031001

Mengetahui :

Ketua Program Studi Agribisnis

Dr. Ir. Salmiah, MS. NIP. 195702171986032001 Tanggal Lulus : 04 April 2015


(4)

HALAMAN PENGESAHAN

ROSLINA LYDIA CORRY. S, NIM 100304027 dengan Judul Skripsi EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN KESEPAKATAN AGRIBISNIS KOPI ANTARA PT. VOLKOPI INDONESIA DENGAN PETANI (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan). Telah Dipertahankan di Depan Komisi Pembimbing dan Komisi Penguji Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Diterima untuk Memenuhi Sebahagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian.

Pada Tanggal 04 April 2015 Panitia Penguji Skripsi

Ketua : Ir. Yusak Maryunianta, M.Si NIP. 196206241986031001

Anggota : 1. Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si NIP. 195411111981031001 2. Ir. Gosen Sirait, MP

NIP. 196009271995031001

3. Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si

NIP. 196509261993031001

Mengesahkan,

Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Dr. Ir. Salmiah, MS. NIP. 195702171986032001


(5)

ABSTRAK

Roslina Lydia Corry (100304027) dengan judul skripsi “Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)”. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 – Januari 2015, dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si dan Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi latar belakang terbentuknya kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani, untuk menganalisis pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penentuan daerah penelitian yaitu metode purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya petani kopi dan telah menjalin kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia. Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang melatarbelakangi terbentuknya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani yaitu petani merasa tertarik dengan adanya jaminan harga yang lebih baik yang disepakati dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut dan PT. Volkopi Indonesia membutuhkan kopi yang dihasilkan oleh petani untuk memenuhi kuota ekspornya. Hasil evaluasi dengan menggunakan model evaluasi CIPP, menunjukkan bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan sudah berjalan dengan baik dan terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan kesepakatan.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Roslina Lydia Corry, lahir di Kandis pada tanggal 27 Desember 1990. Anak kedua dari 5 bersaudara dari pasangan Pulider Siburian dan Tianur Silitonga.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut.

1. Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 001 Kandis dan tamat pada tahun 2003.

2. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 001 Kandis dan tamat pada tahun 2006.

3. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Pekanbaru dan tamat pada tahun 2009.

4. Tahun 2010 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMBPTN.

5. Bulan Juli hingga Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Sei Rejo, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. 6. Bulan Desember 2014 hingga Januari 2015 melakukan penelitian skripsi di

Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah “Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)”.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Gosen Sirait, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(8)

5. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua dan sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh dosen yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan serta seluruh pegawai Program Studi Agribisnis FP-USU. 7. Ayahanda tersayang Pulider Siburian dan Ibunda tercinta Tianur Silitonga

yang telah memberikan nasihat, didikan, kasih sayang, doa dan dukungan baik secara moril maupun materil bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

8. Kakakku tercinta Sondang Marsita Siburian dan adik-adikku tersayang Tri Siska Apriani Siburian, Ade Fransisco Effendy Siburian dan Roni Chandra Wijaya Siburian yang telah memberikan doa dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara. 9. Hanna Manurung dan Ella Simamora yang telah memberikan tenaga,

waktu, dukungan terkhusus doa kepada penulis.

10.Sahabat-sahabatku tercinta Dhanny A Purba, Janri Fretty Simamora, Lauria,Arisandy Zalukhu dan Lestari Sembiring yang telah memberikan tenaga, dukungan, semangat, dan doa kepada penulis.

11.Teman-temanku Aldo, Sri, Ellis, Samuel, Hendrik, Venny, Brenda, Yanta, Lisbeth, Lina, Bang Joy, Bang Jaya, Bang Mean, Ko Timothy, Kak Reni, Naomi, Abner, Bang Jimmy, Kak Tori, Bang Niel, dan Bang Dedy yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis.


(9)

12.Teman-teman seperjuangan Restu, Ester, Sri, Kristi, Chintya, Sepri, Julprida, Octa, Dedek, Nila, Christina, Mei, Elisabeth, Tohar, Irwan, Perdawira, Melki serta teman seangkatan AGB’10 yang tidak dapat disebutkan satu per-satu. 13.Para petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten

Humbang Hasundutan selaku responden dalam penelitian ini, pimpinan PT. Volkopi Indonesia Kantor Cabang Lintongnihuta (Bapak Desmon Simarmata) dan staf PT. Volkopi Indonesia Kantor Cabang Lintongnihuta (Kak Lusi, Kak Apri, Ibu Rusmani Nababan, Tulang Leo, Bang Joni) serta instansi-instansi yang berkaitan dengan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

14.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.

Medan, April 2015


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Karakteristik Kopi ... 7

2.2 Agribisnis Kopi ... 8

2.3 Kesepakatan Agribisnis ... 20

2.4 Evaluasi ... 28

2.5 Landasan Teori ... 32

2.6 Penelitian Terdahulu ... 34

2.7 Kerangka Pemikiran ... 35

2.8 Hipotesis Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 41

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 43

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4 Metode Analisis Data ... 45

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 48

3.5.1 Defenisi ... 48


(11)

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kecamatan Lintongnihuta ... 51

4.2 Kecamatan Paranginan ... 55

4.3 Karakteristik Sampel ... 59

4.4 PT. Volkopi Indonesia ... 60

4.5 Sekolah Lapang Kopi (SL-Kopi) ... 63

4.6 Asosiasi Petani Kopi (Aspek) ... 68

4.7 Subsistem Agribisnis dan Kewajiban/Tugas dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani ... 71

4.8 Aspek Bisnis, Aspek Sosial, dan Aspek Keberlanjutan dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani ... 79

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Latar Belakang Terbentuknya Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani ... 91

5.2Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani ... 94

5.3Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dengan Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi ... 144

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 148

6.2Saran ... 149 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

No. JUDUL HALAMAN

1. Data Negara-negara Produsen dan Pengekspor Terbesar Komoditi Kopi Tahun 2011-2012

2

2. Data Dosis Pemupukan Tanaman Kopi/Pohon/Tahun 10 3. Urutan Proses Pengolahan Kering dan Pengolahan Basah

Buah Kopi

14

4. Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) 30 5. Data Populasi Petani Kopi dalam Pelaksanaan

Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani

41

6. Data Luas Lahan dan Produksi Komiditi Kopi Arabika Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Tahun 2009-2011

42

7. Indikator - indikator Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani

46

8. Skor Penilaian Indikator Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani

47

9. Keadaan Tata Guna Tanah di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013

52

10. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Tahun 2013

53

11. Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan

54

12. Keadaan Tata Guna Tanah di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013

56

13. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan

57

14. Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan


(13)

15. Karakteristik Petani Sampel 59 16. Materi-materi Pengelolaan Perkebunan Kopi pada

SL-Kopi

64

17. Data Asosiasi Petani Kopi (Aspek) Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan

70

18. Subsistem Agribisnis dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani

72

19. Kewajiban/Tugas PT. Volkopi Indonesia dan Petani 77 20. Contoh Perbedaan Harga yang Diterima oleh

Masing-masing Aspek

82

21. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Context

96

22. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Context (Konteks)

99

23. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Input (Masukan)

100

24. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Input (Masukan)

103

25. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Process (Proses)

104

26. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Process (Proses)

106

27. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Product (Produk)


(14)

28. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani pada Indikator Product (Hasil)

111

29. Hasil Transformasi Nilai Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani

112

30. Perencanaan Peningkatan Pengetahuan Petani yang Berpedoman pada Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari

113

31. Peningkatan Jumlah Anggota Asosiasi Petani Kopi (Aspek) pada Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Tahun 2013 dan 2014

139

32. Saran terhadap Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi dengan Petani

149

33. Saran terhadap Masalah-masalah yang Dihadapi oleh Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi dengan PT. Volkopi Indonesia

151

34. Saran terhadap Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Volkopi Indonesia dengan Petani dalam Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. JUDUL HALAMAN

1. Lingkup Pembangunan Sistem Agribisnis Kopi 8

2. Bagan Tata Niaga Kopi 16

3. Bagan Alur Niaga Perantara I 17

4. Bagan Alur Niaga Perantara II 17

5. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. JUDUL

1. Daftar Petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan yang Mengikuti Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi dengan PT. Volkopi Indonesia Tahun 2012-2015

2. Karakteristik Petani Sampel Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

3. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Context (Konsteks)

4. Makna Dari Setiap Jawaban Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Context (Konsteks)

5. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Aspek Context (Konteks) 6. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi

antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Input (Masukan)

7. Makna Dari Setiap Jawaban Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Input (Masukan)

8. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Aspek Input (Masukan)


(17)

9. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Process (Proses)

10. Makna Dari Setiap Jawaban Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Process (Proses)

11. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Aspek Process (Proses) 12. Daftar Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi

antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Product (Hasil)

13. Makna Dari Setiap Jawaban Pertanyaan Kuesioner Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan pada Aspek Product (Hasil)

14. Penilaian Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan Petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan Aspek Product (Hasil) 15. Surat Perjanjian Petani dengan PT. Volkopi Indonesia

16. Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari, Tindakan dan Sanksi


(18)

ABSTRAK

Roslina Lydia Corry (100304027) dengan judul skripsi “Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)”. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 – Januari 2015, dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si dan Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi latar belakang terbentuknya kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani, untuk menganalisis pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani dan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani di daerah penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penentuan daerah penelitian yaitu metode purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya petani kopi dan telah menjalin kesepakatan agribisnis kopi dengan PT. Volkopi Indonesia. Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang melatarbelakangi terbentuknya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani yaitu petani merasa tertarik dengan adanya jaminan harga yang lebih baik yang disepakati dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut dan PT. Volkopi Indonesia membutuhkan kopi yang dihasilkan oleh petani untuk memenuhi kuota ekspornya. Hasil evaluasi dengan menggunakan model evaluasi CIPP, menunjukkan bahwa pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan sudah berjalan dengan baik dan terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan kesepakatan.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kopi (Coffea sp.) dikenal sebagai bahan minuman yang memiliki aroma harum, rasa nikmat yang khas, serta dipercaya memiliki khasiat menyegarkan badan. Menurut catatan sejarah, kopi pertama kalinya dikenal di Benua Afrika, tepatnya Etiopia. Kopi sangat digemari oleh Bangsa Etiopia, oleh karena itu tanaman ini selalu dibawa ketika mereka mengembara ke wilayah-wilayah lain seperti Arab, Persia (Irak), dan Yaman. Dan setelah ditemukan cara pengolahan buah kopi yang lebih baik, kopi menjadi terkenal dan tersebar hingga ke berbagai negara di Eropa, Asia, dan Amerika (Najiyati dan Danarti, 2008).

Di Indonesia, tanaman kopi pertama kali diperkenalkan oleh VOC pada tahun 1696-1699. Awalnya penanaman kopi hanya sebagai bahan penelitian. Namun, karena hasilnya memuaskan dan cukup menguntungkan sebagai komoditas perdagangan maka VOC menyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah agar penduduk dapat menanamnya. Kemudian VOC mendirikan perkebunan besar dan akhirnya tanaman kopi tersebar ke daerah Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan daerah-daerah lain (Suwarto dan Yuke, 2010).

Kopi Indonesia memiliki keunggulan tersendiri yang menjadikannya populer diseluruh belahan dunia. Citarasa, aroma, dan kesegaran kopi Indonesia yang unik dan beragam tidak ada duanya. Kekhasan kopi Gayo dari Aceh hingga kopi Wamena dari Papua yang nikmat membuat kopi Indonesia memikat dan melekat di hati setiap penggemarnya. Kopi tidak hanya memberi pengalaman rasa


(20)

tetapi juga identitas budaya bagi Indonesia dan telah menjadi bagian dari gaya hidup.

Menurut Ditjen PPHP (2013) Indonesia merupakan produsen ketiga terbesar kopi dunia dibawah Brazil dan Vietnam.

Tabel 1. Data Negara-negara Produsen dan Pengekspor Terbesar Komoditi Kopi Tahun 2011-2012

Komoditi Negara Produksi 2011 (MT)

Nilai Ekspor (US$) 2011 2012 Kopi 1. Brazil 2.700.440 8.026.399 5.740.321

2. Vietnam 1.167.900 2.761.069 3.444.070 3. Indonesia 634.000 1.036.672 1.249.520 Sumber: Ditjen PPHP, 2013 (diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Brazil masih mendominasi produksi kopi dunia sekaligus sebagai penyumbang terbesar kopi dunia. Brazil juga merupakan eksportir kopi terbesar yang angka produksi dan nilai ekspornya jauh lebih tinggi dibanding produsen kopi terbesar kedua dan ketiga yaitu Vietnam dan Indonesia.

Produksi kopi Brazil tahun 2011 mencapai 2.700.440 MT dengan nilai ekspor tahun 2011 mencapai US$ 8.026.399 dan tahun 2012 mencapai US$ 5.740.321. Kemudian diikuti Vietnam dengan produksi kopi tahun 2011 mencapai 1.167.900 MT dengan nilai ekspor tahun 2011 mencapai US$ 2.761.069 dan tahun 2012 mencapai US$ 3.444.070. Dan di bawahnya Indonesia dengan produksi kopi tahun 2011 mencapai 634.000 MT dengan nilai ekspor tahun 2011 mencapai US$ 1.036.672 dan tahun 2012 mencapai US$ 1.249.520. Data-data tersebut menunjukkan bahwa komoditi kopi merupakan salah satu komoditi ekspor utama sektor pertanian Indonesia yang menjadi sumber perolehan devisa negara dan berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi dunia.


(21)

Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, telah terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang saat ini telah mencapai sekitar 180.000 ton. Oleh karena itu, secara nasional perlu dijaga keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan kopi terhadap aspek pasar luar negeri (ekspor) dan dalam negeri (konsumsi kopi) dengan menjaga dan meningkatkan produksi kopi nasional (AEKI, 2009).

Bila melihat perolehan devisa dan jumlah kopi yang dikonsumsi di dalam negeri, tampaknya prospek kopi cukup menggembirakan. Namun demikian perlu disadari, bahwa perdagangan kopi di Indonesia masih mempunyai kendala yang cukup berat. Hingga saat ini Indonesia masih sering mempunyai sisa produksi setiap tahunnya. Berbagai usaha untuk mengatasi masalah sisa produksi kopi telah dilakukan oleh pemerintah maupun berbagai pihak terkait, antara lain dengan cara merangsang peningkatan konsumsi kopi dalam negeri maupun peningkatan nilai ekspornya dan dalam peningkatan nilai ekspor kopi, sampai saat ini masih menemui hambatan. Pertama, karena pada saat ini Organisasi Kopi Dunia (ICO) menetapkan kuota kopi yang terlalu rendah, yaitu 52% dari total produksi nasional. Kedua, karena umumnya kopi Indonesia mempunyai mutu yang rendah (Najiyati dan Danarti, 2008).

Produksi dan kualitas yang tinggi hanya dapat dicapai dengan menggunakan cara budi daya dan teknologi yang tepat guna dalam bentuk mesin-mesin dan peralatan serta bibit/benih unggul, obat-obatan, dan pupuk yang tepat sehingga diperlukan penerapan konsep agribisnis dimana konsep ini merupakan


(22)

suatu konsep yang utuh mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Dan dalam pengembangan agribisnis tersebut, para pengusaha tani sendiri tidak akan mampu melakukan hal ini, mereka membutuhkan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak pada bidang penyediaan input-input pertanian dan pemasaran hasil pertanian yang diwujudkan dalam suatu kesepakatan bisnis.

Bidang kajian evaluasi telah banyak memeberikan manfaat dan kontribusinya di dalam memberikan informasi maupun data, khususnya mengenai pelaksanaan suatu program tertentu yang pada gilirannya akan menghasilkan rekomendasi dan digunakan oleh pelaksana program tersebut untuk menentukan keputusan, apakah program tersebut dihentikan, dilanjutkan, atau ditingkatkan (Indra, 2010).

Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah yang sudah melaksanaan kesepakatan agribisnis yaitu kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani. Kesepakatan ini telah terjalin sekitar dua tahun dan belum pernah ada pihak yang meneliti. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Evaluasi terhadap pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan”.


(23)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan?

2. Bagaimana pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan?

3. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk mengidentifikasi latar belakang terbentuknya kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Untuk mengevaluasi pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.


(24)

3. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dengan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.4Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sebagai sumber informasi bagi PT. Volkopi Indonesia dan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan mengenai pentingnya pelaksanaan kesepakatan agribisnis dalam pengembangan usahatani kopi.

2. Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan kepada pihak pemerintah untuk lebih lagi memperhatikan agribisnis kopi dan petani kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. 3. Bagi kalangan akademis, dapat menambah bahan kajian teori untuk


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Karakteristik Kopi

Secara komersial, kita mengenal dua jenis kopi, yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Kopi arabika adalah kopi tradisional dan dianggap paling enak rasanya serta menguasai 70 persen pasar kopi dunia. Dengan ciri-ciri memiliki variasi rasa yang lebih beragam, dari rasa manis dan lembut atau halus hingga rasa kuat dan tajam serta terkenal juga dengan rasanya yang pahit. Kopi arabika juga memiliki aroma yang sedap yang sekilas mirip percampuran bunga dan buah. Kopi yang berasal dari Etiopia ini sekarang sudah dibudidayakan di Indonesia. Umumnya sensitif terhadap serangan penyakit karat daun (Hemelia Vastatrik). Rata-rata produksinya 800 - 2.500 kg/ha/tahun, mempunyai kualitas yang relatif lebih tinggi dari jenis kopi lainnya. Kopi jenis ini berbuah sekali dalam setahun (Budiman, 2012).

Kopi robusta adalah jenis kopi yang resisten terhadap penyakit HV (Hemelia Vastatrik) sehingga pengelolaannya lebih mudah dibanding kopi arabika. Kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo dan saat ini menguasai 30 persen pasar dunia. Dengan ciri-ciri memiliki rasa seperti cokelat, lebih pahit, dan sedikit asam., bau yang dihasilkan khas dan manis. Rata-rata produksinya 800 - 2.000 kg/ha/tahun. Kopi robusta lebih murah, rasanya kurang enak dan lebih banyak caffein dari pada kopi arabika (Budiman, 2012).

Tanaman kopi yang dirawat dengan baik biasanya sudah mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun, tergantung pada iklim dan jenisnya. Tanaman kopi robusta biasanya sudah dapat berproduksi pada umur 2,5 tahun,


(26)

sedangkan kopi arabika pada umur 2,5-3 tahun. Umur ekonomis kopi dapat mencapai 10-15 tahun, kopi arabika dapat berproduksi hingga 10 tahun, sedangkan kopi robusta dapat mencapai 15 tahun. Namun demikian tingkat produksi kopi sangat di pengaruhi oleh tingkat pemeliharaannya, seperti pemupukan, pemberantasan terhadap hama penyakit juga pada pemilihan bibit (Najiyati dan Danarti, 2004).

2.2Agribisnis Kopi

Secara singkat lingkup pembangunan agribisnis kopi dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Lingkup Pembangunan Sistem Agribisnis Kopi Sumber: Pambudy, 2005

Subsistem Agribisnis Hulu

 Pembenihan/ Pembibitan Tanaman  Agrokimia  Agro

Otomotif

Subsistem Usahatani  Usaha

Perkebunan

Subsistem Pengolahan Pasca Panen • Industri

Bahan Minuman

Subsistem Pemasaran • Distribusi • Informasi

Pasar • Kebijakan

Perdagangan • Struktur

Pasar

Subsistem Jasa dan Penunjang

• Perkreditan dan Asuransi • Penelitian dan Pengembangan • Pendidikan dan Penyuluhan


(27)

a. Subsistem Agribisnis Hulu Kopi

1. Pembenihan/Pembibitan Tanaman Kopi

Ada dua jenis bibit kopi, yaitu bibit generatif dan bibit vegetatif. Bibit generatif diperoleh dengan cara menyemaikan benih. Benih ini boleh digunakan jika berasal dari benih hasil persilangan pertama yang berasal dari penangkaran benih terpercaya. Bibit vegetatif diperoleh dengan cara memperbanyak bagian tanaman selain benih, misalnya bibit cangkokan, sambungan, okulasi atau setek, dan kultur jaringan (Suwarto dan Yuke, 2010).

Benih dan bibit dapat dipesan/dibeli langsung ke PT. Perkebunan terdekat (misalnya PTP XXIII, PTP XXVI), balai penelitian perkebunan terdekat (BPPB Jember), dinas perkebunan terdekat, atau perusahaan perkebunan terdekat yang khusus membuat benih/bibit kopi. Biasanya tempat-tempat tersebut mempunyai kebun khusus yang hanya memproduksi benih dan bibit kopi. Tanaman di kebun dipisahkan dari jenis kopi lainnya sehingga benih yang dihasilkan tidak tercemar. Benih yang dipanen juga diseleksi dari biji-biji rusak atau terserang hama penyakit sehingga dihasilkan biji-biji unggul (Najiyati dan Danarti, 2008).

2. Agrokimia

Menurut Najiyati dan Danarti (2008) tanaman kopi membutuhkan pupuk untuk tumbuh kembangnya. Jenis pupuk yang sering digunakan untuk tanaman kopi adalah pupuk buatan (kimiawi) seperti urea, SP-36, dan KCL, serta pupuk organik seperti pupuk kandang dan kompos. Pada tahun pertama, setiap tanaman dipupuk dengan pupuk urea sebanyak 50 gr, SP-36 25 gr, dan KCL 20 gr. Pupuk tersebut diberikan dua kali, yaitu setengah pada umur enam bulan dan setengah


(28)

lagi pada umur satu tahun. Dosis pemupukan tanaman kopi/pohon/tahun dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Data Dosis Pemupukan Tanaman Kopi/Pohon/Tahun

Tahun ke Urea

(gr/pohon/thn)

SP-36 (gr/pohon/thn)

KCL (gr/pohon/thn) 1 2 x 25 2 x 25 2 x 20 2 2 x 50 2 x 50 2 x 40 3 2 x 75 2 x 70 2 x 40

4 2 x 100 2 x 90 2 x 40

5-10 2 x 150 2 x 130 2 x 60

>10 2 x 200 2 x 175 2 x 80

Sumber: Najiyati dan Danarti, 2008

Selain penggunaan pupuk, tingkat keberhasilan budidaya tanaman kopi tergantung juga dalam hal penanganan hama penyakit. Penyakit yang sering ditemukan dan serangannya mampu membuat kerugian ekonomi yang tinggi adalah penyakit karat daun dan nematoda parasit. Pengendalian umum yang sudah dilakukan oleh pekebun yaitu dengan pengendalian secara mekanis dan kimiawi.

Dalam pengendalian secara kimiawi, fungisida yang digunakan yaitu larutan dithane M-45 2 gr/liter air untuk mngendalikan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix); larutan bavistin 50 WP 0,2 % dan dithane M-45 80 WP 0,2% untuk mengendalikan cendawan jenis Cercospora coffeicola. Untuk pestisida digunakan pestisida dengan perlakuan fumigant seperti Basamid G. dan Vapam L. untuk mengendalikan hama yang menyerang akar yang pengaplikasian dilakukan sebelum kegiatan penanaman; dan dengan perlakuan sistemik dan kontak seperti Vydate 100 AS, Rugby 10 G untuk mengendalikan hama bentuk nematoda yang menyerang akar (Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).


(29)

3. Agro Otomotif

Dalam suatu perkebunan, kehadiran alat-alat atau mesin pertanian mutlak diperlukan. Alat pertanian memiliki peranan yang cukup penting, antara lain mempercepat waktu kerja sehingga hasil yang diperoleh bisa lebih optimal. Peralatan pertanian yang digunakan ada berbagai macam, dari alat berat sampai ringan, tergantung penggunaannya. Berikut ini beberapa peralatan pertanian yang biasa digunakan dalam usaha budidaya tanaman kopi.

1. Traktor, garu, dan cangkul untuk mengolah tanah 2. Parang atau arit untuk membersihkan areal kebun kopi 3. Bengko untuk membuat lubang tanam

4. Pisau, gunting, dan gergaji untuk okulasi

5. Gunting dan parang yang tajam untuk memangkas

6. Spayer untuk menyemprot fungisida, insektisida, ataupun pupuk (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2008).

Sedangkan peralatan yang digunakan selama proses pengolahan kopi antara lain:

1. Sifon (Conische Tank) adalah alat yang digunakan untuk memisahkan kopi kategori baik dan inferior berdasarkan prinsip perbedaan berat jenis buah kopi.

2. Pulper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan kopi dari pulp-nya (daging buah dan kulitnya). Terdapat dua macam Pulper, yaitu Disk Pulper dan Cylinder Pulper. Cylinder Pulper merupakan alat yang paling banyak digunakan karena selain dapat memisahkan kopi dari pulp, juga sebagai wadah pencucian sekaligus.


(30)

3. Vis Dryer, Mason Dryer, dan American Drying System (ADS) digunakan untuk mengeringkan biji kopi. Tipe pengeringan Vis Dryer dibuat seperti layaknya rumah yang lantainya (tebal lantai 8 cm) berlubang-lubang dan dibuat juga saluran pipa-pipa udara untuk mengalirkan uap panas. Tipe pengeringan Mason Dryer dibuat dari silinder yang bisa berputar, putaran diatur dengan kecepatan 1-4 putaran per menit, dan bagian dinding silinder berlubang-lubang. Tipe pengeringan ADS berbentuk menara yang pemanasannya menggunakan bahan bakar solar, gas hasil pembakaran dari burner gass yangsudahtercampurdenganudarasegarlangsung disalurkan ke tempat pengeringan.

4. Huller digunakan untuk melepaskan biji kopi dari kulit tanduk dan kulit ari. (Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).

b. Subsistem Usahatani Kopi

Menurut Tim Penulis Penebar Swadaya (2008) pelaksanaan teknik budidaya yang tepat guna bertujuan untuk menghasikan produksi tanaman perkebunan yang tinggi dan berkualitas. Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi usaha budidaya ini. Faktor-faktor tersebut, antara lain sebagai berikut.

1. Pemilihan Bibit (memilih dan membeli bibit, penyemaian benih, pembibitan, dan perawatan bibit)

2. Persiapan Lahan

3. Penanaman (pembuatan lubang tanam, dan penanaman)

4. Pemeliharaan (pengairan, pemupukan, pemangkasan, dan pemberantasan hama penyakit)


(31)

c. Subsistem Pengolahan Pasca Panen Kopi

Kualitas kopi yang baik hanya dapat diperoleh dari buah yang telah masak dan melalui pengolahan yang tepat. Buah kopi yang baru dipanen harus segera diolah. Pasalnya, buah kopi mudah rusak dan menyebabkan perubahan cita rasa pada seduhan kopi. Pengolahan buah kopi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengolahan kering atau dahulu disebut OIB (Oost Indichi Bereiding) dan pengolahan basah atau dahulu biasa disebut WIB (Wash Indichi Bereiding) (Panggabean, 2011).

Dahulu pengolahan kopi hanya dilakukan dengan metode kering. Seiring waktu, semakin meningkatnya jumlah produksi kopi, cuaca yang kurang baik, dan kuantitas hasil panen yang tinggi, maka pengolahan kering dianggap tidak efisien lagi untuk perkebunan besar. Karena itu, perkebunan besar mengolah hasil panen kopi dengan metode basah. Perbedaan metode basah dan kering adalah proses penghilangan lapisan lendir. Proses menghilangkan lapisan lendir cukup sulit. Pasalnya, pulp memiliki lapisan yang mengandung senyawa gula yang merupakan media tumbuh yang sangat baik untuk perkembangan mikro organisme, seperti jamur dan memiliki sifat higroskopis sehingga mampu menghalangi proses pengeringan biji dan kotoran. Untuk metode basah, setelah pengupasan kulit buah (pulping), ada perlakuan fermentasi. Perbedaan urutan proses pengolahan kering dan pengolahan basah buah kopi dapat dilihat pada Tabel 3 berikut (Panggabean, 2011).


(32)

Tabel 3. Urutan Proses Pengolahan Kering dan Pengolahan Basah Buah Kopi

Urutan Proses

Pengolahan Pengolahan Kering Buah Kopi Pengolahan Basah Buah Kopi

1. Pemetikan buah Pemetikan buah

2. Penerimaan di pabrik atau

gudang

Penerimaan di pabrik atau gudang

3. Sortasi buah Sortasi buah

4. Pengeringan buah Pengupasan kulit buah (pulping)

5. Pengupasan kulit buah (pulping) Fermentasi

6. Pengeringan biji Pencucian

7. Pengupasan kulit tanduk (hulling) Pengeringan

8. Pengeringan akhir Pendinginan (tempering)

9. Sortasi biji (grading) Pengupasan kulit tanduk (hulling)

10. Pengemasan Sortasi (grading)

11. Penyimpanan Pengemasan

12. Pendistribusian atau pemasaran Penyimpanan

13. Pendistribusian atau pemasaran

Sumber: Panggabean, 2011 (diolah)

Di Indonesia, harga kopi yang diproses dengan metode basah lebih mahal dibandingkan dengan harga metode kering. Hal ini terjadi untuk pasar kopi jenis robusta, khususnya di Pulau Jawa. Karena itu, petani kecil pun sudah mulai menggunakan pengolahan basah, baik untuk kopi jenis robusta maupun arabika (Panggabean, 2011).

d. Subsistem Pemasaran Kopi

Prospek pemasaran kopi Indonesia untuk masa-masa mendatang tidak perlu dikhawatirkan, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Konsumsi kopi di dalam negeri diperkirakan akan meningkatkan dan semakin menuntut mutu yang lebih baik. Ekspor kopi Indonesia terus diusahakan untuk dapat ditingkatkan, baik ke pasaran tradisional maupun ke pasaran-pasaran lainnya. Mutu ekspor kopi diusahakan untuk


(33)

diperbaiki melalui penetapan syarat-syarat mutu ekspor. Usaha ini ditujukan untuk memperoleh kepercayaan pasaran dan harga yang lebih baik. Melalui usaha perbaikan mutu dapat diperhitungkan bahwa penerimaan pendapatan ekspor pun akan dapat ditingkatkan. Berhasilnya upaya ini sekaligus akan meningkatkan pendapatan petani (Spillane, 1990).

Sampai saat ini, alur niaga yang terbentuk pada komoditas kopi yang sudah dipraktikkan oleh para petani kopi skala kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Strktur pasar komoditas kopi membentuk persaingan tidak sempurna. 2. Para pelaku pasar menggiring petani kopi agar bergantung pada mereka. 3. Terbentuk harga kopi yang semakin inelastis.

4. Dominasi peran eksportir dan pedagang besar dalam alur niaga kopi. (Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).

Menurut Nurhakim dan Sri Rahayu (2014) terdapat dua saluran niaga untuk memasarkan hasil panen kopi, yaitu alur niaga langsung dan alur niaga perantara.


(34)

Gambar 2. Bagan Tata Niaga Kopi Sumber: Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014

Alur niaga langsung hanya terdiri atas dua komponen, yaitu produsen dan konsumen. Keduanya, berhubungan bisnis secara langsung. Besar harga yang ditawarkan konsumen sama dengan besar harga yang diterima produsen. Kedua pihak akan sama-sama memperoleh kepuasan tertinggi. Produsen memperoleh harga wajar, konsumen memperoleh kopi sesuai yang diinginkan. Namun, alur niaga langsung masih memiliki kelemahan antara lain sebagai berikut.

Petani Kopi

Tengkulak

Pedagang Pengumpul

Pedagang Kabupaten

Agen Tingkat Provinsi

Industri Kopi

Pemilik Penggilingan

Tujuan Domestik

Tujuan Ekspor Eksportir

Perkebunan Negara/Swasta


(35)

1. Ruang lingkup pasar menjadi terbatas.

2. Petani biasanya sulit berinovasi untuk mengolah kopi ke produk yang memiliki nilai tambah tinggi.

3. Petani kesulitan meluaskan jaringan niaga, karena itu berarti melepaskan diri menjadi produsen.

4. Kopi yang dihasilkan harus spesifik dan langka di pasaran. (Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).

Alur niaga yang melibatkan perantara dalam pemasaran biji kopi bisa melalui beberapa tangan sebelum sampai kepada konsumen akhir. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan perantara yaitu pedagang atau pengusaha yang memiliki kuasa atas komoditas kopi untuk disalurkan ke pihak lain dengan tujuan mendapatkan laba. Alur niaga yang melibatkan perantara ada dua, yaitu alur niaga perantara I dan perantara II (Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).

1. Alur Niaga Perantara I

Gambar 3. Bagan Alur Niaga Perantara I Sumber: Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014

2. Alur Niaga Perantara II

Gambar 4. Bagan Alur Niaga Perantara II Sumber: Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014

Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Pengumpul Kabupaten Eksportir


(36)

Bentuk tata niaga biji kopi yang biasa dipakai yaitu dari petani langsung dijual kepada pedagang pengumpul desa. Dari pedagang pengumpul desa, dijual kepada pedagang pengumpul di tingkat kecamatan. Dari pedagang pengumpul di tingkat kecamatan, dijual kembali ke eksportir. Bentuk tata niaga tersebut berantai panjang. Petani akan menerima margin yang sedikit dari harga yang diperoleh di atas kapal (FOB). Walaupun harga yang diperoleh relatif rendah, banyak petani yang memilih saluran ini karena ada faktor-faktor penyebabnya, antara lain sebagai berikut.

1. Tingkat pendidikan petani yang masih rendah 2. Informasi pasar yang kurang memadai

3. Kurang perhatian dan peran pemerintah terhadap para petani kopi 4. Infrastruktur pendukung perekonomian yang rendah

5. Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani 6. Harga kopi yang terombang-ambing oleh perekonomian dunia

(Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).

Bentuk alur niaga yang kedua dianjurkan untuk para petani kopi di seluruh wilayah Indonesia. Pembentukan koperasi dapat memperpendek rantai niaga, menciptakan harga kopi yang mampu bersaing dengan harga yang ditawarkan oleh para pekebun berskala besar, memungkinkan akses pasar yang lebih luas, manajemen agribisnis (produksi dan pemasaran) tertata, sehingga pendapatan petani juga meningkat. Koperasi juga dapat menekan fluktuasi harga biaya operasional penanaman seperti pupuk, pestisida, dan harga bibit kopi varietas atau klon unggul (Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).


(37)

e. Subsistem Jasa dan Penunjang Kopi

Untuk mengatasi alur tata niaga yang cenderung dikuasai oleh pemodal memerlukan usaha-usaha dari pemerintah dan petani kopi itu sendiri. Usaha-usaha tersebut, antara lain sebagai berikut.

1. Peningkatan sarana transportasi dan infrastruktur pemasaran.

2. Adanya naungan dari lembaga keuangan untuk menyediakan permodalan dengan prosedur permodalan yang sederhana, contohnya koperasi.

3. Para petani di dorong untuk membuat organisasi atau kelompok petani yang mandiri.

4. Para petani di dorong untuk meningkatkan standarisasi mutu hasil panen kopi. (Nurhakim dan Sri Rahayu, 2014).

f. Contoh Pengembangan Agribisnis Kopi

Salah satu contoh Pengembangan Agribisnis Kopi adalah Agribisnis Kopi Gayo (lebih di kenal dengan sebutan Kopi Organik Takengon oleh negara-negara pengimpor) merupakan salah satu contoh model pengembangan agribisnis tanaman perkebunan rakyat yang produknya telah mendapat pasaran luas pada 19 negara di dunia. Tujuan ekspor kopi gayo ini adalah Amerika Serikat 38,49%, Jepang 22,34%, Jerman 6,8%, Belgia 3,43%, Taiwan 1,57%, Singapura 1,16%, dan negara-negara lainnya dibawah 1% seperti Kanada, Belanda, Inggris, Polandia, Afrika Selatan, Oklanda, Irlandia, Denmark, Spanyol, Swiss, Norwegia, dan Hongkong (Su’ud dan Sri, 2007).

Kegiatan pengembangan Kopi Gayo telah berjalan demikian rupa melalui pembinaan dan penyuluhan dan bahkan pendampingan kepada petani, pengolahan hasil, pengembangan pemasaran. Dalam kegiatan ini, semua subsistem pada


(38)

sistem utama maupun sistem penunjang agribisnis telah berfungsi secara penuh. Mewujudkan keserasian antara hubungan satu subsistem dengan subsistem lainnya tentulah bukan persoalan yang mudah dan telah memakan waktu bertahun-tahun dalam mengaplikasikannya. Namun ini dapat dijadikan contoh bagi keberhasilan pengembangan komoditas perkebunan rakyat baik di NAD maupun daerah lain (Su’ud dan Sri, 2007).

2.3Kesepakatan Agribisnis

Menurut Nurdin (2012) kesepakatan adalah suatu bentuk dari proses hasil diskusi, musyawarah antara dua belah pihak yang berbeda atau lebih yang mana menyepakati sebuah keputusan setelah melalui proses negoisasi atau tawar menawar. Dalam bisnis, kesepakatan tidak mengenal kesepakatan verbal dan yang ada adalah kesepakatan tertulis yang sifatnya mengikat setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Artinya dalam proses diskusi atau negoisasi setelah disepakati bersama maka kesepakatan akan dituangkan dalam bentuk kesepakatan tertulis. Ada beberapa hal yang menyebabkan suatu kesepakatan menjadi suatu keterikatan, antara lain:

1. Adanya kepentingan kedua belah pihak yang menguntungkan

Kepentingan masing-masing pihak sangatlah menentukan dalam suatu kesepakatan sebuah perjanjian dan hal ini di dasari oleh kedua belah pihak dalam melihat apakah kesepakatan nantinya akan menguntungkan kepada masing-masing pihak. Seseorang tidak akan pernah menyepakati suatu kesepakatan apabila tidak adanya keuntungan baginya.


(39)

2. Mempertahankan kesepakatan dalam kondisi yang berubah sesuai dengan sifat dari bisnis dan dunia usaha yang naik turun dan berputar seperti roda. Berikut ini cara agar kesepakatan dapat bertahan.

a. Utamakan dan jalin rasa kepercayaan yang tinggi setelah terjadi kesepakatan.

b. Dalam menghormati suatu kesepakatan memang tidak mudah. Apalagi pada saat masa masa kritis di mana sebuah usaha baru di rintis atau pada saat mengalami kolaps dan kemunduran. Namun seorang Pengusaha dan Investor yang memahami arti sebuah kesepakatan dalam segala hal akan memahami bagaimana cara pandang dalam menghadapi segala hal yang akan membuat gelombang pasang surut sebuah kepercayaan dalam kesepakatan.

c. Negative Thingking harus dihindarkan dan mempunyai niat buruk harus dijauhkan dalam setiap kesepakatan.

d. Evaluasi bersama saat adanya gangguan dalam kesepakatan dan nilai secara objektif secara bersama-sama dan bukan karena ”Siapa” tapi ”Bagimana”.

e. Jangan pernah dihitung arti sebuah kesepakatan berdasarkan nilai material yang telah disepakati, namun pertimbangkan nilai material akan habis dan nilai moral akan tetap ada apabila sebuah kesepakatan telah berakhir. Karena apabila kedua belah pihak mampu melewati masa-masa kritis dari sebuah perjanjian dalam kesepakatan bersama, kesepakatan tertulis tidak akan pernah tergantikan dengan kesepakatan verbal.


(40)

Menurut Baron dan Donn (2005) ada enam prinsip/teknik dasar untuk memperoleh kesepakatan, yaitu:

1. Pertemanan/rasa suka (ingratiation)

Umumnya, kita lebih bersedia untuk memenuhi permintaan dari teman atau orang yang kita sukai daripada permintaan dari orang asing atau orang-orang yang tidak kita sukai. Teknik ingratiation yang paling efektif adalah rayuan (flattery), memuji orang lain dengan cara-cara tertentu, yaitu:

a. Memperbaiki/memperindah penampilan; b. Melakukan kebaikan-kebaikan kecil. 2. Komitmen/Konsisten

Orang akan lebih mudah untuk diajak bersepakat tentang sesuatu yang berhubungan secara konsisten dengan komitmen yang ia miliki itu. Ada dua teknik komitmen, yaitu:

a. Teknik foot-in-the door

Membuat orang menyetujui terhadap permintaan kecil, lalu setelah orang itu setuju, disodorkan permintaan yang lebih besar (yang diinginkan). b. Teknik low ball

Penawaran/persetujuan diubah (menjadi lebih tidak menarik) setelah orang yang menjadi target terlanjur menerimanya. Misal: konsumen ditawari sebuah mobil yang sangat menarik. Ketika sudah diterima oleh konsumen, penawaran itu ditolak oleh manajer, dengan menaikkan harga/membuat suatu perubahan yang tidak menguntungkan konsumen. Konsumen sering kali menerima penawaran tersebut.

3. Kelangkaan

Orang akan lebih mudah menerima kesepakatan jika hal itu adalah hal yang langka, dibandingkan dengan yang tidak langka. Ada dua teknik kelangkaan, yaitu:


(41)

a. Teknik playing hard to get (jual mahal)

Memberikan kesan bahwa seseorang atau objek adalah langka dan sulit diperoleh.

b. Teknik deadline

Orang yang menjadi target diberi tahu bahwa mereka memiliki waktu yang terbatas untuk mengambil keuntungan dari beberapa tawaran atau untuk memperoleh suatu barang.

4. Timbal balik/resiprositas

Orang lebih mudah memenuhi permintaan dari orang yang sebelumnya telah memberikan bantuan atau kemudahan bagi kita daripada terhadap orang yang tidak pernah melakukannya. Dengan kata lain kita harus membayar apa yang telah dilakukan oleh orang lain. Ada dua teknik resiprositas yaitu:

a. Teknik door-in-the-face

Pemohon memulai dengan permintaan yang besar dan kemudian ketika permintaan ini ditolak, mundur ke permintaan yang lebih kecil (yang sebenarnya dekat dengan yang diinginkan).

b. Teknik that’s-not-all

Menawarkan keuntungan tambahan kepada orang-orang yang menjadi target, sebelum mereka memutuskan apakah mereka hendak menuruti atau menolak permintaan spesifik yang diajukan efek ini berhasil untuk harga-harga yang lebih rendah.

5. Validasi sosial

“Hal itulah yang dilakukan oleh orang-orang seperti kita”, bila orang itu percaya, biasanya ia akan lebih mudah menerima kesepakatan kita. Orang lebih mudah memenuhi permintaan untuk melakukan beberapa tindakan, jika tindakan tersebut konsisten dengan apa yang kita percaya/dipikirkan oleh orang yang mirip dengan kita.


(42)

6. Kekuasaan

Orang lebih bersedia memenuhi permintaan orang yang berkuasa. Ada dua teknik kekuasaan yaitu:

a. Teknik Pique

Minat orang yang menjadi target distimulasi dengan permintaan yang tidak umum, sehingga mereka tidak menolak permintaan secara otomatis, karena kebiasaan mereka.

b. Menempatkan seseorang dalam suasana yang baik dulu (sama dengan ingratiation).

Konflik tentang masalah efisiensi menyebabkan pembahasan terhadap agribisnis tetap menarik perhatian. Masalahnya bukan saja terletak pada aspek produksi, pengolahan hasil dan pemasaran saja, tetapi juga pengaruh yang lain. Dengan adanya persaingan yang ketat tentang pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia (world market), menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia menjadi semakin penting. Kemampuan mengantisipasi pasar (market intelligent), juga menjadi amat penting dan untuk itu bentuk usaha yang skala kecil perlu bergabung dalam skala usaha yang lebih besar agar mampu bersaing dipasaran internasional. Untuk menjaga kelangsungan menerobos pasar ini, maka kontinuitas bahan baku pertanian perlu dijamin; bukan saja pada jumlah bahan baku yang diperlukan tetapi juga kualitas dan kontinuitasnya (Soekartawi, 2003).

Untuk keberhasilan pengembangan agribisnis sangat disarankan adanya mitra. Pemerintah setempat atau lokal dapat ikut terlibat dalam pengembangan ekonomi dengan berbagai cara, baik sebagai pemprakarsa aktivitas pengembangan melalui kemitraan dengan pengembangan swasta atau sebagai


(43)

pemegang posisi kepemilikan yang seimbang atau juga seorang koordinator dan stimulator dari aktivitas ekonomi dalam wilayahnya (Su’ud dan Sri, 2007).

Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 yang berbunyi, “Kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah yang saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Sumardjo, dkk, 2004).

Sebagai implementasi dari hubungan kemitraan tersebut dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan (Pola Inti Plasma, Pola Subkontrak, Pola Dagang Umum, Pola Keagenan, dan Pola Waralaba) yang sesuai sifat/kondisi dan tujuan usaha yang dimitrakan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, baik di dalam pembinaan maupun pelaksanaan operasionalnya. Pembinaan tersebut sangat berpengaruh terhadap kebijaksanaan yang berlaku di suatu wilayah, oleh karena itu dukungan kebijaksanaan mutlak diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan usaha dan ditunjang operasionalisasi yang baik seperti penjabaran pelaksanaan kemitraan melalui kontrak kerjasama kemitraan dan secara konsisten mengikuti segala kesepakatan yang telah ditetapkan bersama. Kontrak kerjasama


(44)

ini bukan hanya berupa Memorandum of Understanding (MOU) namun kontrak kerjasama yang sudah memuat perjanjian waktu, harga, dan jumlah produksi, yang dibarengi dengan sanksi yang ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan pihak lain (Hafsah, 2000).

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Hal ini erat kaitannya dengan peletakan dasar-dasar moral berbisnis bagi pelaku-pelaku kemitraan. Penerapan dasar-dasar etika bisnis dalam kemitraan yang diwujudkan dengan tindakan nyata identik dengan membangun suatu fondasi untuk sebuah rumah atau bangunan. Konsistensi dalam penerapan etika bisnis akan berbanding lurus dengan kemantapan atau kekokohan dalam menopang pilar-pilar di atasnya (Hafsah, 2000).

John L. Mariotti dalam Hafsah (2000) mengemukakan 6 dasar etika berbisnis dimana 4 yang pertama merupakan hubungan interaksi manusia dan selebihnya merupakan perspektif bisnis. Keenam dasar etika bisnis tersebut adalah:

a. Karakter, Integritas dan Kejujuran b. Kepercayaan

c. Komunikasi yang Terbuka d. Adil


(45)

f. Keseimbangan antara insentif dan Risiko

Menurut Sumardjo, dkk (2004) pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem agribisnis ternyata menimbulkan dampak positif bagi keberhasilan pengembangan sistem agribisnis dimasa depan. Dampak positif yang ditimbulkan adalah sebagai berikut.

1. Adanya keterpaduan dalam sistem pembinaan yang saling mengisi antara materi pembinaan dengan kebutuhan riil petani. Sistem pembinaan terpadu ini meliputi permodalan, sarana, teknologi, bentuk usaha bersama atau koperasi, dan pemasaran.

2. Adanya kejelasan aturan atau kesepakatan sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada. Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pengambilan hasil harus dibuat adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Jika salah satu pihak lemah maka harus ada pihak ketiga yang netral untuk melakukan pengawasan. Dengan demikian, tujuan, kepentingan, dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan.

3. Adanya keterkaitan antarpelaku dalam sistem agribisnis (hulu-hilir) yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan bisnis. Komitmen ini menyangkut kualitas dan kuantitas serta keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerja sama saling menguntungkan secara adil.

4. Terjadinya penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian.

Berdasarkan surat perjanjian kesepakatan agribisnis kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan


(46)

Paranginan (2012) dapat diketahui bahwa kesepakatan tersebut mencakup 4 (empat) hal yaitu kesepakatan dalam subsistem agribisnis hulu kopi (penyediaan input produksi), kesepakatan dalam subsistem usahatani kopi (proses produksi atau budidaya), kesepakatan dalam subsistem pengolahan pasca panen kopi dan kesepakatan dalam subsistem pemasaran kopi.

Kesepakatan ini tidak mengikat dan tidak ada unsur paksaan didalamnya, apabila dikemudian hari pihak petani tidak ingin melanjutkan Program Pengelolaan Perkebunan Kopi melalui Sekolah Lapang Kopi (SL-Kopi) dan Program Sertifikasi RFA (Rain Forest Alliance) tersebut maka petani dapat mengundurkan diri dengan mengajukan permohonan kepada PT. Volkopi Indonesia.

2.4Evaluasi

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus untuk mengukur se-obyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang tidak mendukung suatu rencana (Aji dan M. Sirait, 1990).

Menurut Mardikanto (1993) evaluasi sebagai suatu kegiatan, sebenarnya merupakan proses untuk mengetahui atau memahami dan memberikan penilaian terhadap suatu keadaan tertentu, melalui kegiatan pengumpulan data atau fakta dan membandingkannya dengan ukuran serta cara pengukuran tertentu yang telah


(47)

ditetapkan. Oleh karena itu setiap pelaksanaan evaluasi harus selalu memperhatikan 3 (tiga) landasan evaluasi yang mencakup:

a. Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu.

b. Menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, sehingga dalam mengambil keputusan tentang penilaian harus selalu dilandasi oleh suatu kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari analisis data atau fakta yang berhasil dikumpulkan.

c. Obyektif atau dapat diterima oleh semua pihak dengan penuh kepercayaan dan keyakinannya dan bukan karena adanya suatu keinginan-keinginan tertentu atau disebabkan oleh adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu.

Menurut Rozak (2013) dalam proses pengimplementasian suatu program, tentu mempunyai perbedaan dalam evaluasi. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan maksud dan tujuan dari suatu program. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, muncul beberapa teknik evaluasi dalam pengimplementasian suatu program. Salah satu teknik dalam evaluasi ialah model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product)

Model evaluasi CIPP ini merupakan salah satu dari beberapa teknik evaluasi suatu program yang ada. Model ini berlandaskan pada keempat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi product. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi (Rozak, 2013).

Secara garis besar evaluasi model CIPP mencakup empat macam keputusan:


(48)

1. Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus.

2. Keputusan pembentukan atau structuring. 3. Keputusan implementasi.

4. Keputusan yang telah disusun ulang yang menentukan suatu program perlu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada (Rozak, 2013).

Model evaluasi CIPP dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product)

Aspek

Evaluasi Tipe keputusan Jenis pertanyaan Context

Evaluation

Keputusan yang terencana Apa yang harus dilakukan? Input

Evaluation

Keputusan terstruktur Bagaimana kita melakukannya? Process

Evaluation

Keputusan implementasi Apakah yang dilakukan sesuai rencana?

Product Evaluation

Keputusan yang telah disusun ulang

Apakah berhasil? Sumber: Rozak, 2013

Berikut ini akan di bahas komponen atau dimensi model CIPP yang meliputi, context, input, process, product.

a. ContextEvaluation

Context Evaluation (evaluasi konteks) diartikan sebagai situasi yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program yang bersangkutan. Penilaian dari dimensi konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja terkait dan sebagainya. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan,


(49)

menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program (Rozak, 2013).

b. Input Evaluation

Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko dalam Indra (2010), evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi:

1. Sumber daya manusia,

2. Sarana dan peralatan pendukung, 3. Dana atau anggaran, dan

4. Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

c. Process Evaluation

Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk


(50)

keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi (Indra, 2010).

d. Product Evaluation

Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan (Indra, 2010).

2.5Landasan Teori

Tingkat pengertian mengenai agribisnis sebaiknya lebih dahulu dimengerti dan dipahami secara baik sebelum memang benar-benar ingin melakukan kegiatan ini. Keseriusan dan perencanaan serta tujuan yang jelas harus tetap dilakukan guna meminimalkan kegagalan yang mungkin saja terjadi. Untuk itu, beberapa persiapan praktis sangat perlu dilakukan bukan saja dalam hal penguasaan teknis, tetapi juga non-teknis, terutama hal-hal yang berhubungan dengan kesiapan mental dan perilaku sebagai pelaku usaha perlu dipahami (Krisnamurthi dan Fausia, 2003).

Paradigma agribisnis berdiri di atas lima premis dasar, yaitu bahwa usaha pertanian haruslah profit oriented; pertanian hanyalah satu komponen rantai dalam sistem komoditi sehingga kinerjanya ditentukan oleh kinerja sistem komoditi secara keseluruhan; pendekatan sistem agribisnis adalah formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan harus dianggap sebagai sistem ilmiah


(51)

yang positif, bukan ideologis dan normatif; sistem agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua skala usaha dan pendekatan sistem agribisnis khususnya ditujukan untuk negara sedang berkembang (Pambudy, 2005).

Strategi yang perlu ditempuh agar pengembangan agribisnis di Indonesia dapat memberikan nilai tambah kepada petani, adalah perlu diupayakan pembinaan kelembagaan usahatani secara kontiniu agar mampu berperan menjembatani dan memperjuangkan kepentingan petani, khususnya dalam menghadapi sektor swasta/BUMN sebagai mitra usaha. Strategi tersebut akan mencapai tingkat yang optimal apabila keterlibatan sektor swasta/BUMN dapat didorong secara dini di dalam pengembangan agribisnis diperdesaan (Amang, 1995).

Secara konseptual kemitraan mengandung makna adanya kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan akan berkesinambungan jika hasil kerja sama terjadi secara berulang-ulang dan saling menguntungkan. Proses tersebut dilakukan sampai melahirkan suatu aturan atau norma hubungan bisnis dalam pola perilaku kemitraan. Dalam kondisi inilah hubungan kemitraan dapat dikatakan telah melembaga, bahkan akan berlangsung lestari (Sumardjo, dkk, 2004).

Persyaratan utama yang harus diperhatikan agar hubungan kerja antara swasta/BUMN dengan para petani berjalan serasi dan saling menguntungkan adalah perlu dikembangkannya aturan main yang transparan yaitu adanya


(52)

kejelasan serta kepastian dalam pembagian keuntungan maupun dalam pembagian resiko, dan kerjasama tersebut harus mampu mendorong petani untuk lebih mandiri (Amang, 1995).

Selain itu kesetaraan juga menentukan efektifitas dalam hubungan kerjasama kemitraan antara para petani dengan pelaku usaha agribisnis lainnya. Secara umum kesetaraan dapat diartikan sebagai adanya hubungan yang seimbang atau setara bagi kedua belah pihak yang menjalankan kemitraan usaha. Dengan demikian kesetaraan dapat dilihat dari batas kewenangan (authority) dan kekuasaan (power) yang dimiliki oleh petani dalam pengambilan keputusan dan resiko berkaitan dengan program kemitraan yang mereka jalankan secara bersama-sama dengan suatu perusahaan mitra. Disamping itu kesetaraan ini mencerminkan juga besarnya partisapasi dari petani dalam berbagai hal terutama dalam pengambilan keputusan dalam menjalankan kemitraan (Erfit, dkk, 2010).

Menurut Erfit, dkk (2010) kesetaraan pada kemitraan yang contract farming relatif tidak adanya. Hal ini terlihat dari dominasi yang sangat tinggi pada pihak perusahaan mitra dalam pengambilan berbagai keputusan yang berkaitan dengan jalannnya kemitraan. Dalam penentuan harga, penentuan jenis komoditi yang ditanam, penentuan kualitas produk, waktu tanam dan waktu panen semuannya itu ditentukan oleh pihak perusahaan mitra. Sementara pengolahan lahan dan pelaksanaan panen ditentukan oleh petani tetapi tetap disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh perusahan mitra. Terjadinya hal ini tidak terlepas lemahnya posisi tawar petani terhadap berbagai hal dibandingkan perusahaan mitra. Dengan demikian dalam dalam contract farming tidak memberikan kesempatan kepada pihak petani mitranya untuk menentukan


(53)

berbagai hal dalam menjalankan kemitraan terutama dalam hal penentuan harga. Dengan kata lain contractfarming menempatkan petani dengan perusahaan mitra dalam posisi tawar yang tidak seimbang dan rendahnya partisipasi petani terhadap berbagai pengambilan keputusan yang ada.

Evaluasi terhadap rencana pengembangan usaha penting dilakukan agar dapat dideteksi secara dini persoalan yang timbul dalam pengelolaan usaha. Hal ini penting dilakukan agar rencana yang tidak bisa dilaksanakan dapat segera diperbaiki dan sekaligus memperkirakan masalah apa yang mungkin akan muncul untuk diambil tindakan pencegahan. Sebuah usaha yang dirintis dari bentuk usaha yang kecil jika di masa datang dapat dikembangkan menjadi besar, biasanya akan memiliki tingkat penyesuaian yang sangat tinggi terhadap berbagai perubahan yang terjadi yang berpengaruh terhadap dunia usaha (Anoraga dan D. Sudantoko, 2002).

2.6Penelitian Terdahulu

Berdasarkan Tanjung (2014) dengan judul “Persepsi Petani terhadap Kinerja Kemitraan Kelompok Tani dengan Perusahaan Eksportir (Kasus: Kelompok Tani Lau Lengit, Desa Samura, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo)” dari hasil penelitian dengan menggunakan metode CIPP (Context, Input, Process, Product) yaitu evaluasi konteks (perencanaan), evaluasi input (sumber-sumber yang tersedia, alternetif-alternatif yang diambil, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud), evaluasi proses (sampai sejauh mana program telah dilaksanakan), evaluasi produk (keberhasilan pencapaian tujuan),


(54)

menunjukkan bahwa pelaksanaan kinerja kemitraan antara Kelompok Tani Lau Lengit dengan PD Rama Putra di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik.

Berdasarkan Sinulingga (2009) dengan judul “Evaluasi terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil” dari hasil analisis data dengan menggunakan metode CIPP (Context, Input, Process, Product) yang telah berhasil diolah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan dan kemitraan terjalin secara non-formal artinya tidak ada perjanjian yang mengikat secara tertulis, tetapi karena adanya kepercayaan dari pihak yang bermitra; Kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil termasuk memiliki kinerja yang tinggi; PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil memiliki peran masing-masing dalam kemitraan ini; serta terdapat beberapa masalah dalam kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil.

2.7Kerangka Pemikiran

Tanaman kopi adalah tanaman minuman penyegar yang periode panennya tidak sama, tergantung iklim dan letak geografisnya. Perbedaan pola produksi dan fluktuasi harga dapat menimbulkan resiko usaha yang cukup besar bagi petani kopi. Untuk memperkecil resiko tersebut diperlukan suatu konsep kesatuan usaha yang dapat mencakup salah satu atau seluruh kegiatan usahatani (pengelolaan input dan faktor-faktor produksi) dan kegiatan pemasaran output produksi.


(55)

Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam artian yang luas. Yang dimaksud dengan ’adanya hubungan dengan pertanian dalan artian yang luas’ adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Kegiatan agribisnis, yang demikian itu dapat memacu perkembangan usahatani kopi petani, oleh karena antar kegiatan usaha pada hakekatnya merupakan suatu mata rantai yang tidak boleh terputus. Terpeliharanya hubungan mata rantai itu di dalam suatu usaha akan menjamin kelancaran masing-masing kegiatan usaha tersebut. Mengingat jangkauannya yang luas, maka keberhasilan dibidang agribisnis akan mampu memberikan keuntungan di seluruh elemen kehidupan perekonomian yang dilaluinya.

Kesepakatan agribisnis kopi merupakan suatu sarana kebijaksanaan yang dapat digunakan untuk menjembatani hubungan kerja antara swasta dan petani sehingga dapat mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat dan kontiniu. Biasanya perusahaan swasta dan petani menyepakati beberapa hal yang dapat dipermudah dengan menetapkan indikator-indikator kesepakatan yang harus dilaksanakan dalam proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Contohnya pihak swasta berkewajiban memberikan bantuan kepada petani dalam penyediaan sarana produksi, melakukan pembinaan dan bimbingan usahatani, dan menjamin pasar dengan menampung seluruh hasil produksi dari kelompok tani sesuai harga kesepakatan. Sedangkan petani berkewajiban mengelola usahataninya sesuai


(56)

dengan anjuran pihak swasta sehingga nantinya dihasilkan produk yang sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Di lain pihak, petani mempunyai kebebasan untuk menerima atau menolak saran yang diberikan. Dengan adanya kesepakatan agribisnis yang dilakukan oleh pihak swasta dan petani, selain dapat memperkecil resiko usaha juga dapat meningkatkan kualitas kopi, pendapatan, dan kesejahteraan petani karena adanya jaminan harga yang baik.

Faktor penting dalam pelaksanaan kesepakatan agribisnis kopi ini adalah adanya peran aktif dari masing-masing pihak dan dalam hal ini pihak-pihak tersebut yaitu PT. Volkopi Indonesia dan petani Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan. Pelaksanaan hal-hal yang telah disepakati merupakan inti dari kegiatan agribisnis kopi, kegiatan agribisnis yang dilaksanakan dalam kesepakatan tersebut adalah kegiatan penyediaan input produksi, proses produksi atau budidaya, kegiatan pengolahan pasca panen dan pemasaran kopi.

Melalui pelaksanaan kesepakatan, petani akan difasilitasi oleh PT. Volkopi Indonesia berupa alat-alat dan bahan-bahan praktek selama melaksanakan program Sekolah Lapang Kopi (SL-Kopi). Petani juga akan diedukasi sehingga terjadi alih pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembinaan SL-Kopi, yang pada gilirannya petani-petani tersebut akan meneruskan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh kepada anggota keluarga masing-masing yang membantu dalam kegiatan produksi dan kegiatan pengolahan pasca panen. Sedangkan dalam kegiatan pemasaran PT. Volkopi Indonesia bersedia membeli gabah kopi dengan harga yang baik disesuaikan dengan kualitas kopi.


(1)

Lampiran 15. Surat Perjanjian Petani dengan PT. Volkopi Indonesia Tahun 2012

Surat Perjanjian Petani dengan PT. Volkopi Indonesia

Sesudah mendengarkan penjelasan dari PT. Volkopi Indonesia, tentang Program Pengelolaan Perkebunan Kopi melalui Sekolah Lapang Kopi (SL-Kopi) yang diselenggarakan oleh PT. Volkopi Indonesia. Maka dengan ini kami menyepakati sebagai berikut.

- PT. Volkopi Indonesia memfasilitasi semua alat-alat dan bahan-bahan praktek selama melaksanakan Program Sekolah Lapang Kopi (SL-Kopi) dalam 10x pertemuan

- Pihak petani bersedia menerapkan apa yang sudah dipelajari di SL-Kopi di kebunnya

- Menjaga kelestarian lingkungan kebun kopi

- Tidak mempergunakan pestisida yang dilarang WHO

- Memakai alat-alat perlindungan diri pada saat penyemprotan, contoh: sepatu boot, sarung tangan, masker, kacamata, dan jaket pelindung

- Tidak memperkerjakan anak dibawah umur, menjaga sumber air dan musuh alami

- Bersedia diaudit internal dari PT. Volkopi Indonesia dan eksternal dari lembaga sertifikasi

- Pengelolaan sampah kebun kopi dengan baik

- Bersedia mengikuti sertifikasi oleh RFA (RainforestAlliance)

- PT. Volkopi Indonesia akan membeli gabah kopi dengan harga baik disesuaikan dengan kualitas kopi

Perjanjian ini tidak terikat, dikemudian hari pihak petani dapat mengundurkan diri dari program sertifikasi RFA dengan mengajukan permohonan kepada PT. Volkopi Indonesia.

Demikianlah perjanjian ini kami perbuat dengan sebenarnya dan tidak ada unsur paksaan.

Petani PT. Volkopi Indonesia


(2)

Lampiran 16. Sepuluh Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari, Tindakan dan Sanksi

PT. Volkopi Indonesia

10 Kriteria Kritis Prinsip Standar Pertanian Lestari,

Tindakan dan Sanksi

1. Sosial dan Sistem Manajemen Lingkungan

Tidak mencampur hasil kopi yang bersertifikat dengan kopi yang tidak bersertifikat, mulai dari panen, pengolahan, pengarungan, dan pengiriman. Semua hasil yang dikirim ke PT. Volkopi Indonesia harus dicatat dan disimpan.

Tindakan : Memisahkan hasil kopi yang bersertifikat dari kebun dengan hasil kopi yang tidak bersertifikat, mulai dari proses panen, penggilingan, perendaman, pencucian, penjemuran, dan pengangkutan.

2. Konservasi Ekosistem

Melakukan identifikasi semua ekosistem alam yang ada, hutan alam, hutan lindung, sumber air, sungai, danau/pea, mata air, dan saluran irigasi.

Tindakan:

- Melakukan penyuluhan dan pemasangan amaran oleh PT. Volkopi

Indonesia.

- Melakukan reboisasi untuk daerah tandus dan daerah miring yang tidak

ditanami.

- Membuat tempat/alat penyaring limbah kimia pada daerah-daerah yang

dekat dengan sumber air yang selalu menggunakan pestisida.

- Menanami tanaman pembatas disepanjang batas kebun yang dekat dengan

sumber air, kolam, dan saluran irigasi.


(3)

3. Perlindungan Satwa Liar

Dilarang berburu, menangkap, menggali, dan memperdagangkan satwa liar. Tindakan:

- Pemberitahuan kepada petani melalui penyuluhan-penyuluhan, baik di desa-desa maupun di lapangan secara langsung.

- Memasang amaran dan himbauan pelarangan perburuan binatang liar. - Tidak mengkandangkan hewan liar, seperti: Burung Perkutut, Musang,

Tranggiling, Rusa, dll.

4. Konservasi Air

Tidak boleh membuang limbah pertanian, limbah rumah tangga ke sungai, saluran air, kolam, danau/pea, dan ke semua sumber air alami.

Tidak boleh membuang sampah organik dan anorganik ke sungai. Tindakan:

- Membuat lobang-lobang sampah di masing-masing rumah dan kebun petani.

- Memisahkan sampah sisa-sisa pertanian (organik) dan sampah botol-botol racun, plastik mulsa (anorganik).

- Tidak boleh membuang limbah rumah tangga ke kebun, seperti: plastik, botol-botol, pakaian bekas, sisa-sisa bangunan, dll.

5. Perlakuan Adil dan Ketentuan Bekerja Baik untuk Pekerja

Dalam penerimaan pekerja dan pemberian upah tidak ada diskriminasi ras, suku, jenis kelamin, agama, warna kulit, usia, kelas sosial, dan politik. Memberikan kesempatan yang sama untuk pelatihan dan promosi jabatan bagi semua pekerja. Pembayaran upah harus sama atau lebih dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dengan jam kerja sesuai peraturan.


(4)

Tindakan:

- Tidak memaksakan tindakan kepada pekerja.

- Membayar upah yang sesuai menurut UMK dan tingkat pekerjaan di

lapangan.

- Tidak memperbolehkan anak-anak di bawah 15 tahun bekerja sebagai

buruh tetap di kebun dan tidak mengganggu jam belajar/sekolah anak-anak.

- Tidak memperbolehkan anak-anak bekerja dengan bahan-bahan kimia.

6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Wajib memakai alat-alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia.

Tindakan:

- Petani harus melengkapi Alat Pelindung Diri, seperti: Masker, Sarung

tangan karet, Baju plastik, Sepatu boot, Kaos kaki, dan Penutup kepala.

- Tidak bersentuhan langsung dengan bahan-bahan kimiawi, seperti:

herbisida dan pupuk-pupuk kimia.

- Mencuci pakaian dan alat-alat pelindung diri yang dipakai sewaktu

menyemprot harus di tempat khusus dan tidak di kamar mandi.

- Tidak mencampur pakaian dan alat-alat pelindung diri dengan pakaian

yang lain sewaktu mencuci, melainkan harus dicuci secara terpisah di tempat khusus.

- Setiap selesai menyemprot pekerja harus segera mandi dan mencuci

pakaiannya.

- Pada lahan yang baru disemprot dengan bahan kimiawi, tidak

diperbolehkan diadakan kegiatan lain di kebun dan diberi tanda bendera plastik bahwa kebun baru disemprot.

- Bahan pestisida disimpan di dalam wadah yang aman, seperti: ember

tertutup atau kaleng, diletakkan di tempat yang aman, tidak terjangkau anak-anak atau hewan peliharaan.


(5)

7. Hubungan Masyarakat

Mengidentifikasi dan memperhatikan kepentingan penduduk lokal, kelompok masyarakat berhubungan dengan pertanian, dampak pada kesehatan mereka. Tindakan: Mengadakan pembentukan asosiasi sebagai wadah untuk para petani saling dapat membantu dan berinteraksi satu sama lain.

8. Manajemen Tanaman Terpadu

Tidak menggunakan bahan kimia atau biologi berikut. a. Biologi atau organik yang tidak terdaftar resmi b. Bahan kimia pertanian yang tidak terdaftar resmi

c. Bahan kimia pertanian yang terlarang di Amerika dan Uni Eropa

d. Zat/bahan aktif yang terlarang secara global di bawah Konferensi Stockholm e. Semua bahan aktif yang terdaftar dan PAN Dirty dozen, seperti bahan aktif

paraquat di herbisisda gramoxone, parathion, dll. Tidak membudidayakan tanaman hasil rekayasa genetika. Tindakan:

- Menerapkan prinsip-prinsip pertanian kopi terpadu seperti yang telah

dipelajari di Sekolah Lapang Kopi (SL-Kopi), antara lain: Pemangkasan Tepat, Pemupukan Tepat, Pengendalian Hama dan Penyakit Tepat, Penaungan Tepat, dan Pemanenan Tepat.

- Tidak mengunakan bahan-bahan kimiawi yang terlarang, contoh merek

dagang: Gramoxone, Paratop, Bhen Mayer, Bravoxone, Supretox, dll.

9. Manajemen dan Konservasi Tanah

Untuk pembukaan lahan baru dari lahan hutan alam tidak bisa masuk sertifikasi. Untuk pembukaan lahan baru tidak boleh dilakukan pembakaran.


(6)

Tindakan:

- Menghimbau petani untuk tidak melakukan pembakaran pada saat pembukaan areal tanaman baru.

- Untuk lahan yang miring dan landai bila ditanami kopi, harus ada tindakan pencegahan terjadinya erosi, seperti membuat rorak dan sengkedan, tapak kuda, teras. Pada lahan berupa dataran rendah dibuat parit drainase.

10.Pengelolaan Limbah Terpadu Pengelolaan Limbah di kebun dengan baik Tindakan:

- Membuat 2 lobang sampah secara terpisah di kebun, 1 lobang untuk

sampah sisa-sisa pertanian (organik) dan digunakan untuk pupuk kompos, 1 lubang lagi untuk sampah anorganik seperti plastik mulsa, botol-botol pestisida.

- Menjaga kebersihan kebun.

- Memisahkan sampah organik dan sampah bekas bahan-bahan kimia.

Sanksi

Apabila terdapat pelanggaran dari 10 kriteria di atas, maka dalam masa waktu 3 (tiga) bulan pihak PT. Volkopi Indonesia tidak akan membeli kopi dari kebun tersebut di atas sebagai kopi bersertifikat (tidak ada premi), melainkan membelinya sebagai kopi biasa (konvensional). Kemudian pada bulan ke-3 (tiga) berikutnya setelah adanya temuan, maka akan dilakukan evaluasi kembali oleh staff PT. Volkopi Indonesia dan Kader Petani Kopi.

Apabila tidak ada perbaikan atas pelanggaran dan terdapat temuan yang baru, maka sanksi ini diperpanjang sampai 3 (tiga) bulan berikutnya. Namun jika telah dilakukan perbaikan dan membuat tindakan-tindakan atas pelanggaran, maka dengan sendirinya sanksi tidak berlaku lagi dan kopinya dapat diterima kembali sebagai kopi bersertifikat.


Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica ) (Studi Kasus Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

51 259 152

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 10

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 1 1

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 9

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 12

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 1 2

Pengaruh Harga Kopi di Terminal New York Dengan Harga di Tingkat Petani dan Pendapatan Petani Kopi Arabika (Sudi Kasus: Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 36

Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 74

Evaluasi terhadap Pelaksanaan Kesepakatan Agribisnis Kopi antara PT. Volkopi Indonesia dan Petani (Kasus : Agribisnis Kopi Kecamatan Lintongnihuta dan Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 17