pembelajaran. Hasil belajar siswa juga dapat untuk mengetahui sifat-sifat baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik mereka.
31
Dalam penilaian hasil belajar, yang umum digunakan adalah dengan menggunakan tes, baik tes objektif ataupun tes essay, tes tertulis maupun tes
lisan. Tes belajar menurut Ngalim Purwanto adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-
muridnya atau ajaran yang telah diberikan dosen kepada mahasiswanya dalam jangka waktu tertentu.
32
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar merupakan proses yang berlangsung dalam interaksi aktif antara subjek dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik pada diri seseorang, baik dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, maupun
sikap yang bersifat menetap dan konsisten.
3. Pembelajaran Bernuansa Nilai
Pembelajaran diartikan sebagai proses belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran yang berlangsung pada saat ini menuntut peningkatan intensitas dan
kualitas pelaksanaan pendidikan nilai atau pendidikan budi pekerti dalam lembaga pendidikan formal. Tuntutan itu terjadi karena adanya fenomena-fenomena yang
berkembang mengenai meningkatnya kenakalan remaja dalam lingkungan masyarakat. Selama ini pendidikan kita telah memberikan penilai dalam mata
pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai, namun belum secara total mengukur secara utuh pribadi anak. Maka dari itu pelaksanaan pendidikan nilai
disekolah perlu menggunakan berbagai metode yang dapat menyentuh totalitas emosional anak supaya dapat terwujudnya kualitas karakter bangsa yang
diharapkan untuk generasi masa depan.
31
Ign. Masidjo,Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah, Bandung: Kanisius, 2001, h. 27-
29
32
M. ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, h. 33.
Nilai berasal dari bahasa latin ”value” yang berarti bernilai kuat. Nilai adalah kualitas sesuatu yang membuatnya menjadi diidamkan, bermanfaat atau
jadi objek ketertarikan.
33
Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Definisi ini dikemukakan oleh Gardon Allport 1964 sebagai seorang
ahli psikolog kepribadian. Bagi Allport, nilai terjadi pada wilayah psikologis yang disebut keyakinan.
Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif Kupperman, 1983.
Definisi ini memiliki tekanan utama pada norma sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi prilaku manusia. Oleh karena itu, salah satu bagian terpenting
dalam proses pertimbangan nilai value judgement adalah perlibatan nilai-nilai normatif yang berlaku dimasyarakat.
Pembelajaran bernuansa nilai disini adalah dengan cara menanamkan nilai-nilai kedalam diri siswa pada proses pembelajaran berlangsung. Model
pembelajaran secara tradisional cenderung berasumsi bahwa siswa memiliki kebutuhan yang sama, dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi
yang terstruktur secara ketat dan didominasi oleh guru. Pada hal model pembelajaran yang dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsipnya dapat
diidentifikasi sebagai berikut: a. Libatkan siswa secara aktif dalam belajar
b. Dasarkan pada perbedaan individu c. Kaitkan teori dengan praktek
d. Kembangkan komunikasi dengan kerja dalam belajar e. Tingkatkan keberanian siswa dalam mengambil resiko dan belajar dari
kesalahan f. Sesuaikan pembelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih pada
taraf operasi kongkrit.
34
33
Rohmat,Mulyana, Mengartikulasi Pendidikan Nilai, Bandung: Alpabeta, 2004
34
Mega Iswari, jurnal Pedagogi. Vol IV No.1 Juli 2003, h. 38
Untuk menanamkan nilai-nilai dalam pendidikan ada beberapa pendekatan atau campur tangan yang digunakan untuk melaksanakan pendidikan nilai. Setiap
pendekatan tersebut mempunyai pandangan yang khusus tentang hakikat realiti, manusia, nilai, pengetahuan, pengajaran, dan pembelajaran. Misalnya, menurut
Superka, Ahrens, dan Hedstorm 1976, terdapat lima pendekatan asas bagi pelaksanakan pendidikan moral, yaitu pemupukan nilai inculcation,
perkembangan dilema moral, analisis nilai, penjelasan nilai, dan pembelajaran tindakan action learning
a Pendekatan Pemupukan Penerapan Nilai Pendukung pendekatan pemupukan nilai membuatpengandaian bahwa
terdapat suatu set nilai mutlak yang disetujui oleh masyarakat, dan nilai tersebut tidak berubah dan dapat digunakan dengan sewajarnya dalam semua
keadaan. Pendekatan ini menganggap bahwa nilai berasal dari Tuhan atau terbit dari hukum alam yang terjadi. Peran guru adalah untuk memindahkan
nilai tersebut kedalam diri para pelajar dan memastikan mereka bertingkah laku selaras dengan nilai tersebut.
b Pendekatan Perkembangan Dilema Moral Pendukung pendekatan perkembangan moral membuat pengandaian bahwa
pemikiran moral berkembang dalam enam peringkat melalui urutan yang khusus. Mereka memberi tumpuan kepada nilai moral bukan kepada
komponen perwatakan yang lain seperti emosi dan tingkah laku. c Pendekatan Analisis Nilai
Pendukung pendekatan analisis nilai membuat pengandaian bahwa keputusan moral dan perwatakan dibuat secara rasional, dan pembentukan nilai adalah
satu proses kognitif yang melibatkan penentuan dan justifikasi fakta dan kepercayaan yang diterbitkan dari pada fakta tersebut. Pendekatan ini
memberikan tumpuan kepada pemikiran rasional dan pengertian nilai sosial dan kepada dilema moral yang bersifat pribadi.
d Pendekatan Penjelasan Nilai Pendukung pendekatan penjelasan nilai membuat pengandaian bahwa proses
pembentukan nilai adalah satu proses sempurna sendiri, yang melibatkan
subproses pemilihansecara bebas dari pada satu himpunan alternatif, dan kemudian menjalankan tindakan selaras dengan pemilihan tersebut
e Pendekatan Pembelajaran Nilai Pendukung pendekatan pembelajaran tindakan membuat pengandaian bahwa
pembentukan nilai melibatkan proses pengembangan dan pelaksanaan. Pendekatan ini memberi tumpuan kepada keperluan untuk menyediakan
peluang yang khusus kepada pelajar untuk bertindak selaras dengan nilai yang mereka miliki.
Pendidikan nilai dalam pembelajaran merupakan salah satu pendekatan terpadu karena melibatkan disiplin ilmu agama yang secara bertahap bisa
mempengaruhi terhadap nilai-nilai yang lainnya seperti menurut Einstein, bahwa sains mengandung lima nilai:
35
1. Nilai Praktis, adalah kandungan nilai yang berhubungan dengan aspek-aspek manfaat sains untuk kehidupan manusia. Sains telah membuka jalan ke arah
penemuan-penemuan yang manfaatnya langsung dapat digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Aplikasi penerapan sains dalam
bidang ini adalah teknologi. 2. Nilai Religius, Nilai religius merupakan nilai yang dapat membangkitkan rasa
percaya dan menanamkan keyakinan bahwa sesuatu yang ada mesti ada yang menciptakan dan yang mengatur, yang akhirnya timbul kesadaran adanya
Allah. Seorang yang beragama akan lebih tebal keimanannya kepada Tuhan karena kepercayaan tentang adanya Tuhan tidak hanya disokong oleh dogma-
dogma, ayat-ayat Al-Qur’an, melainkan juga oleh ratio yang ditunjang oleh segala pengamatan yang merupakan manifestasi kebesaran Tuhan.
3. Nilai Intelektual, adalah kandungan nilai yang mengajarkan kecerdasan seseorang dalam menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu dengan
tidak mempercayai tahayul atau kebenaran mistik, tetapi agar lebih kritis,
35
Suroso Adi Yudianto, Manajemen Alam Sumber Pendidikan Nilai, Bandung: Mugni Sejahtera, 2005, h. 13.
analitis, dan kreatif sikap ilmiah scientific attitude terhadap pemecahan masalah yang lebih efektif dan efisien.
4. Nilai Sosial-Politik, merupakan suatu model menjalin hubungan sesama manusia makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tetapi senantiasa
memerlukan yang lain dalam melakukan berbagai kegiatan. Di bidang politik, kemajuan sains suatu negara akan menempatkan negara itu dalam kedudukan
politik yang menguntungkan. 5. Nilai Pendidikan, adalah kandungan nilai yang dapat memberi inspirasi atau
idea untuk pemenuhan kebutuhan manusia dengan belajar dari prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang berlaku dalam sains.
Walaupun demikian sebutan nilai-nilai tersebut ada unsur kesamaan dan perbedaan dalam pengertiannya antara ahli yang satu dengan ahli lainnya.
Science without religion is blind, religion without science is limb
Gambar 2.3 Nilai Sains Menurut Einstein
Berbeda dengan Bishop dalam jurnalnya mengklasifikasikan nilai dalam pendidikan sains, yakni:
36
36
Alan J. Bishop, loc.cit., h. 5.
Tabel 2.1 Nilai dalam sains
Sains Rasionalisme
Sebab, penjelasan, alasan hipotetis, abstraksi, pemikiran logis, teori
Empiris
Atomisme, tujuan, materialisasi, simbolisasi, pemikiran analogis, pengukuran, ketepatan, koherensi, ketertarikan, keterbatasan, identifikasi masalah
Kontrol
Prediksi, penguasaan masalah, pengetahuan, aturan, paradigma, kondisi aktifitas
Kemajuan
Pertumbuhan, perkembangan pengetahuan secara kumulatif, generalisasi, pemahaman mendalam, alternatif kemungkinan
Keterbukaan
Artikulasi, sharing, kredibilitas, kebebasan individu, konstruksi pribadi
Misteri
Intuisi, perkiraan, khayalan, keingintahuan, kesan
4. Konsep Energi