PENDEKATAN KLARIFIKASI NILAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN SEBAGAI POLA PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KARAKTER : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung.

(1)

PENDEKATAN KLARIFIKASI NILAI DALAM

PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN SEBAGAI POLA

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KARAKTER

(Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian prasyarat memperoleh gelar magister pendidikan program studi bahasa Indonesia

oleh YATTINI NIM 1006892

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENDEKATAN KLARIFIKASI NILAI DALAM

PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN SEBAGAI POLA

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KARAKTER

(Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung)

disetujui dan disahkan pembimbing: Pembimbing I,

Prof. Dr. Iskandarwassid, M.Pd. NIP 130176762

Pembimbing II,

Dr. Yeti Mulyati, M.Pd. NIP 19600809 198601 2 001


(3)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014

LEMBAR PENGESAHAN

PENDEKATAN KLARIFIKASI NILAI DALAM

PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN SEBAGAI POLA

PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KARAKTER

(Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung)

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,

Dr. Sumiyadi, M.Hum. NIP 196603201991031004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pendekatan

Klarifikasi Nilai dalam Pembelajaran Menulis Cerpen sebagai sebagai Pola Pengembangan Nilai-nilai Karakter: Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas

X SMA Negeri 3 Bandung” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau bila ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Bandung, Januari 2014

Yang membuat pernyataan,


(5)

ABSTRAK

PENDEKATAN KLARIFIKASI NILAI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN SEBAGAI POLA PENGEMBANGAN

NILAI-NILAI KARAKTER

(Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung) (Yattini)

Fungsi pendidikan nasional, yakni mengembangkan kemampuan, membentuk watak dan peradaban bangsa. Lembaga pendidikan formal sebagai penyelenggara pendidikan diharapkan mampu memberikan pencerahan yang berdampak terhadap watak manusia bangsa Indonesia. Fungsi pendidikan ini jelas akan semakin berat, apabila dikaitan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk keberlangsungan fungsi ini. Selain itu, keberadaan buku teks bahasa Indonesia sebagai bahan ajar menulis cerpen yang belum terintegrasi dengan pendidikan karakter dan keterbatasan kemampuan guru, serta pihak sekolah dalam mendefinisikan istilah pendidikan karakter yang masih multitafsir menuntut diperlukannya sebuah rancangan pembelajaran pengembangan pendidikan karakter di sekolah.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi ancangan model perencanaan pembelajaran menulis cerpen, profil kemampuan awal pembelajaran menulis cerpen, penerapan pendekatan klarifikasi nilai, profil kemampuan akhir menulis cerpen siswa dengan pendekatan klarifikasi nilai sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter, perbandingan kemampuan awal dan akhir menulis cerpen, perbandingan kemampuan kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan pengaruhnya pendekatan klarifikasi nilai terhadap perilaku siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen.

Penelitian ini menerapkan metode eksperimen dengan bentuk desain kuasi eksperimen yang mengambil rancangan nonequivalent control group design. Prosedur penelitian dilaksanakan tiga tahap, yaitu: praeksperimen, eksperimen, dan pascaeksperimen.

Hasil penelitian menunjukkan deskripsi ancangan model perencanaan pembelajaran menulis cerpen dengan pendekatan klarifikasi nilai. Profil kemampuan awal menulis cerpen siswa secara kualitatif masih tergolong cukup dan kurangnya pengintegrasian nilai-nilai karakter pada cerpen siswa. Penerapan pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen sebanyak tiga pertemuan dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen dan pengintegrasian nilai-nilai karakter pada cerpen siswa secara signifikan. Profil kemampuan akhir lebih baik daripada kemampuan awal. Profil kemampuan menulis cerpen, pengintegrasian nilai-nilai karakter pada cerpen, dan tingkat pengembangan perilaku pada pembelajaran menulis cerpen kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.


(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pendidikan karakter bukanlah hal baru dalam sejarah manusia karena sejak janin dalam kandungan seorang ibu sudah mulai ditanamkan pendidikan karakter. Hal ini jelas diingatkan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah sabdanya untuk

mengingatkan manusia “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat.”(Aziz, 2011:68). Imbauan ini ditujukan kepada para orang tua agar anak-anak mereka diberi pendidikan tentang kebajikan, seperti memberinya makanan yang halal, mengajak berdialog, memperdengarkan bacaan ayat-ayat Al Quran yang dapat berpengaruh pada sistem kerja sel-sel di dalam otak. Di Barat ibu-ibu hamil memperdengarkan musik klasik kepada calon bayi yang masih dalam kandungan. Aktivitas ini diyakini banyak kalangan bisa mengaktifkan otak kanan dan kiri janin. Demikian pula sebelum anak-anak masuk di lembaga formal, orang tua dengan berbagai cara berusaha mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang baik menurut norma-norma yang berlaku dalam budaya mereka, seperti mengajarkan nilai-nilai tentang kejujuran, saling menyayangi, dan tolong- menolong.

Tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap,

dan perilaku yang ditampilkan inilah yang oleh Philips (Mu’in, 2011:160) disebut


(7)

Freud (Soedarsono, 2010:97) character is a striving system which underly

behavior (karakter sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu sistem

daya juang yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku). Pengertian tersebut didetailkan lagi oleh Soedarsono (2010:97) menjadi “karakter merupakan nilai -nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia sehingga menjadi semacam nilai intrinsik yang mewujud dalam sistem daya juang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku kita.”

Secara umum karakter menurut Raka dkk. (2011:36) dikaitkan dengan sifat khas atau istimewa, atau kekuatan moral, atau pola tingkah laku seseorang. Karakter baik dimanifestasikan dalam kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari: pikiran baik, hati baik, dan tingkah laku baik. Berkarakter baik berarti mengetahui yang baik, mencintai kebaikan, dan melakukan yang baik.

Karakter bersifat memancar dari dalam ke luar (inside-out). Artinya, kebiasaan baik tersebut dilakukan bukan atas permintaan atau tekanan dari orang lain, melainkan atas kesadaran atau kemauan sendiri. Dengan kata lain, karakter

adalah”apa yang dilakukan seseorang ketika tak seorang pun melihat atau

memperhatikannya.” (Raka dkk. 2011:37).

Untuk mendefinisikan pengertian karakter yang dimaksudkan dalam penelitian ini, penulis meminjam beberapa gagasan yang dikemukakan di atas. Menurut penulis ”karakter merupakan kesadaran diri yang dimiliki seseorang yang membedakannya dengan orang lain dalam berperilaku sebagai manifestasi perpaduan pemikiran dan sikap terhadap nilai-nilai yang mengandung kekuatan


(8)

moral, baik yang bersumber dari dalam diri maupun melalui proses intervensi pemahaman tata nilai dalam pelaksanaan pendidikan, pemerolehan pengalaman,

dan pengaruh lingkungan”.

Pendidikan umumnya bertujuan sangat mulia, yakni membentuk manusia menjadi pribadi yang kuat, berkarakter khas, dan banyak lagi tujuan baik lainnya. Dalam konteks Indonesia. tujuan dan misi pendidikan telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada butir (b) dicantumkan bahwa Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Undang-Undang Pendidikan Nasional ini dirancang untuk memayungi dan mengorganisasikan proses belajar mengajar yang ideal, penerapan kurikulum sebagai satuan pendidikan, dan mengatur interaksi semua elemen di lembaga pendidikan: guru, murid, staf atau karyawan lembaga pendidikan

Amanat tersebut dipertegas lagi dengan hasil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden yang menetapkan Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat (1): Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,


(9)

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya, jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Pasal 3

menyebutkan,”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pendidikan seharusnya menciptakan manusia yang bisa membangun peradaban dunia selaras dengan misi diciptakannya, yaitu menjadi khalifah Tuhan yang telah menciptakan manusia di muka bumi. Seorang khalifah tentu dituntut mempunyai sifat-sifat terpuji dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan memanusiakan manusia. Seorang

khalifah harus mempunyai kepribadian baik dan berakhlak mulia.

Secara etimologis, kata akhlak dari bahasa Arab al akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Marzuki, 2009:9). Akhlak adalah proyeksi hidup manusia dalam mencerminkan peranan sifat-sifat Allah sebagai abdillah untuk mengemban amanah Sang Khaliq atau memerankan sifat-sifat ke-khaliq-an yang ada dalam diri setiap makhluk (khususnya manusia) yang dengan itu manusia dapat menciptakan segala sesuatu untuk kemaslahatan hidupnya. Dengan kata lain, akhlak adalah


(10)

menciptakannya dengan segala kelebihan sebagai makhluk. Lebih sederhana lagi,

Allah sebagai Khaliq menciptakan makhluk dan “tata krama dan sopan santun”

makhluk kepada Allah itulah yang disebut akhlak. Kalau sikap dan tingkah laku manusia kepada Allah, sebagai Sang Pencipta, tidak baik sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri (Aziz,2011:14).

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak merupakan kajian tentang tingkah laku manusia atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela). Yang dinilai di sini adalah tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, yakni dalam melakukan ibadah, dalam berhubungan dengan sesamanya, yakni dalam melakukan hubungan sosial antarmanusia dengan makhluk hidup yang lain, seperti binatang dan tumbuhan serta dalam berhubungan dengan lingkungan atau benda-benda mati yang juga merupakan makhluk Tuhan.

Selanjutnya, Aziz (2011:15) mengemukakan mulia semakna dengan indah atau bagus. Mulia sangat berkaitan dengan sikap manusia yang tercermin dari suara dan gerakan hati. Seseorang dikatakan mulia karena melakukan sesuatu yang sangat bermanfaat dan berguna untuk dirinya, orang lain, dan lingkungannya. Dalam sikap mulia terkandung muatan sikap untuk memberikan yang terbaik dan menerima yang terburuk sekali pun. Mulia hanya dapat diajarkan dengan hati yang jujur, cerdas, disiplin, dan bertanggung jawab untuk selalu memperbaiki diri.

Jadi keberadaan manusia di muka bumi bukan sebuah kebetulan. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya harus melakukan kebajikan agar tidak menimbulkan keresahan terhadap lingkungan dan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Kemuliaan


(11)

seseorang sangat bergantung pada prestasinya yang bisa dirasakan oleh orang banyak, bukan untuk dinikmati sendiri. Pemahaman manusia atas dirinya semata-mata diarahkan untuk lebih mengenal siapa yang telah menciptakannya. Kemudian setelah manusia mengenal Tuhannya dengan benar, dia diharapkan untuk tunduk, patuh, dan menjauhi semua larangan-Nya.

Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi karena manusia adalah makhluk yang sempurna dibandingkan makhluk lain ciptaan-Nya. Manusia dibekali kecerdasan untuk memikirkan, memahami keberadaan dirinya, alam semesta, dan Tuhan yang menciptakannya. Dalam dimensi ini, manusia

mengemban amanah sebagai “wakil Tuhan” di muka bumi. Pada peran inilah,

manusia menempati posisi tertinggi sebagai makhluk Tuhan untuk menata dan mengelola bumi dengan segala yang ada di dalamnya. Baik berupa sumber daya manusia, maupun sumber daya alam. Contohnya, tugas seorang pendidik tidak sekadar mengajarkan konsep keilmuan kepada peserta didiknya, melainkan juga menanamkan pemahaman dan mengubah pola pikir, rasa, dan pola tindakan peserta didiknya menjadi lebih baik dan benar.

Pikiran tentang manusia adalah makhluk Tuhan diungkap juga oleh para

filsuf yang menganut aliran eksistensialisme, seperti Soren Kierkegaard (Mu’in,

2011: 160):

1) Individulah yang bertanggung jawab untuk memberi makna bagi eksistensinya;

2) Kiekegaard tidak menempatkan individu pada ketiadaan, tetapi dihadapan Tuhan;


(12)

3) Persoalan yang harus diutamakan adalah subjektivitas dari kebenaran, yaitu bagaimana kebenaran dapat menjelma dalam kehidupan individu. Kebenaran objektif, termasuk agama, harus mendarah daging dalam diri individu.

Demikian pula, John Locke (Mu’in, 2011: 158) pemikir tradisi pencerahan humanisme yang menganut aliran liberalisme juga menyatakan buah pikirannya tentang keberadaan manusia antara lain:

1) keadaan manusia secara alamiah cenderung berada dalam kedamaian, kebajikan, saling melindungi, penuh kebebasan, tak ada rasa takut, dan diwarnai kesetaraan;

2) manusia dalam keadaan alamiah pada dasarnya baik, selalu terobsesi untuk perdamaian, saling tolong menolong, memiliki kemauan baik, dan telah mengenal hubungan-hubungan sosial;

3) sifat manusia sesuai dengan akal manusia yang cenderung rasional dan tindakan yang dipilih secara rasional tentunya tidak mau merugikan orang lain atau berbuat jahat;

4) watak kebaikan manusia dari akalnya mengatakan bahwa akal budi manusia tak lain adalah hukum alam yang memiliki sifat-sifat ketuhanan;

5) dengan menggunakan istilah Platonik, Jonh Locke menyebut akal

sebagai “Suara Tuhan” (reason is the voice of God).

Mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai akal dan


(13)

berbuat apa saja yang dikehendaki. Manusia perlu menyadari eksistensinya sebagai makhluk mulia. Manusia juga harus menyadari bahwa ia adalah subjek pendidikan. Manusia adalah perancang, pengarah, dan sekaligus pelaksana pendidikan.

Manusia sebagai desainer sekaligus subjek pendidikan dituntut kompetensinya sesuai tujuan pendidikan yang mulia, yakni memanusiakan manusia. Proses dan sistem pendidikan yang benar diharapkan akan melahirkan manusia-manusia yang baik akal, jiwa, dan ruhnya. Manusia yang amanah dan

tanggung jawab sebagai “wakil Tuhan atau khalifah Allah” di muka bumi. Bukan

sebaliknya menjadi manusia yang buas dan membahayakan kehidupan masyarakat umum.

Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang terkait erat. Mulai dari bayi hingga dewasa dan tua selalu terlibat dalam proses pendidikan atau belajar untuk mengenal, mengetahui, memikirkan, memahami, mempertimbangkan atau memutuskan, dan melaksanakan. Demikian pentingnya masalah pendidikan seolah tanpa proses pendidikan manusia tidak mampu berbuat atau bertindak dengan baik dan benar. Dengan demikian pendidikan menjadi persoalan utama dan pertama yang harus dialami oleh setiap manusia sebelum melakukan aktivitas apapun.

Permasalahannya, apakah proses pendidikan yang dilakukan dapat memanusiakan manusia? Apakah pendidikan mampu mempertahankan manusia sebagai ciptaan Tuhan? Apakah pendidikan dapat menyiapkan karakter sebagai

“wakil Tuhan” ? Atau sebaliknya, pendidikan hanya dalam rangka mendapatkan


(14)

Tujuan pendidikan yang begitu indah seperti penulis ungkapkan di awal tidak akan bermakna kalau dalam tataran praktis terjadi penyimpangan dari hakikat yang akan dicapai melalui tujuan pendidikan tersebut. Penyimpangan yang terjadi dalam proses pendidikan akan menggugurkan keindahan tujuan pendidikan dan selesai di tataran konsepsi. Pendidikan menjadi sekadar sederetan teori dan pengetahuan yang harus dihafalkan oleh peserta didik sampai mereka merasa tidak nyaman untuk datang ke lembaga pendidikan atau sekolah.

Ketika peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menentukan kesejahteraan suatu negara semakin besar, lembaga-lembaga pendidikan formal diharapkan dapat berkontribusi lebih besar dalam meningkatkan kemampuan suatu bangsa untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, ada kecenderungan lembaga-lembaga pendidikan saat ini lebih memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat. Sayangnya, upaya untuk lebih baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sering harus dibayar dengan berkurangnya perhatian terhadap pendidikan karakter.

Kemunduran perhatian terhadap pendidikan di Indonesia menurut Raka dkk. (2011:2) disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor yang bersifat global dan lokal. Faktor global ditandai dengan kemunculan revolusi industri yang berawal di Inggris pada abad ke-18 yang kemudian meluas ke negara-negara di daratan Eropa, Amerika, Jepang, dan keseluruh dunia. Terjadinya revolusi industri dipicu oleh kemampuan manusia menciptakan mesin yang kemudian menggantikan tenaga


(15)

manusia dan hewan dalam suatu perusahaan untuk produksi massal, yaitu menghasilkan barang dalam jumlah yang sangat banyak dan seragam.

Selanjutnya, Raka dkk. (2011:10) mengemukakan bahwa pola pikir mengelola perusahaan atau pabrik inilah yang kemudian diterapkan di sekolah-sekolah pada umumnya sehingga konsep penyeragaman dimaknai sebagai upaya sekolah untuk menghasilkan output yang seragam sesuai standardisasi berbagai bidang, seperti keseragaman bahan ajar, pola belajar yang sama sehingga keunikan siswa sebagai makhluk individu cenderung terabaikan.

Fenomena lain yang penulis cermati dari upaya penyeragaman di sekolah terhadap output yang terstandardisasi, yakni penciptaan kondisi yang terkesan kaku dan serba terikat pada aturan-aturan normatif. Pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pendidikan, seperti guru, kepala sekolah, komite sekolah sebagai mediator para orang tua siswa seakan terhipnotis oleh mekanisme baku yang diyakini sebagai dampak globalisasi. Guru selalu dikejar target untuk ketuntasan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan, kepala sekolah yang khawatir jika target kelulusan siswa tidak mencapai seratus persen, tuntutan orang tua kepada pihak sekolah agar pembelajaran di sekolah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, siswa dapat lolos ke perguruan tinggi terkenal, dan target-target lainnya yang mengabaikan kodrat siswa sebagai makhluk indivu sekaligus makluk sosial.

Menurut penulis dalam hubungan yang serba memenuhi target sesuai normatif tentunya suasana yang tercipta antara guru dengan siswa dan pihak sekolah dengan orang tua hanyalah sebatas hubungan yang bersifat formal.


(16)

Pelaksanaan pendidikan di sekolah berlangsung tanpa kesepakatan yang dibangun bersama atas keinginan yang disadari oleh siswa dengan pihak-pihak yang semestinya menciptakan situasi belajar sesuai dengan kebutuhan pengembangan potensi diri siswa selaku pembelajar. Siswa secara tidak langsung digiring untuk menguasai materi pembelajaran yang tidak berimbang antara pengembangan ranah kognitif dengan psikomotor dan afektif. Ranah afektif dan psikomotor yang semestinya mendapat perhatian besar dalam pendidikan justru diposisikan sebagai faktor pelengkap yang dianggap tidak penting untuk dikembangkan.

Penulis sependapat dengan Raka dkk.(1011:13) bahwa secara eksplisit model sekolah yang menganut konsep faktor memproduksi manusia, dalam hal ini siswa sebagai output, siswa tidak diperlakukan sebagai subjek yang perlu diajak berinteraksi secara aktif, yang diberi kesempatan untuk mengambil tanggung jawab dalam proses pembelajaran, yang perasaan, minat, dan cita-citanya perlu mendapat perhatian. Dalam hal ini, manusia dipandang sebagai benda bukan sebagai insan utuh yang memiliki aspirasi, tata nilai, nurani sebagai individu serta kesadaran tanggung jawab sosial sebagai bagian dari masyarakat yang berbudaya.

Menurut Raka dkk. (2010:17) selain faktor global surutnya perhatian terhadap pendidikan karakter di Indonesia antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan dalam melihat potensi kategori karakter sebagai faktor di bawah permukaan yang menjadi daya penggerak dan pendorong sehingga suatu masyarakat mencapai tingkat kompetensi yang tinggi. Faktor-faktor di bawah permukaan ini mencakup semangat belajar yang tinggi, komitmen untuk mencapai yang terbaik, semangat untuk melakukan perbaikan terus-menerus, keterbukaan


(17)

terhadap kemungkinan-kemungkinan baru, dan keberanian untuk mencoba hal-hal baru. Kompetensi membuat seseorang bisa melakukan tugasnya dengan baik, namun karakterlah yang membuatnya bertekad mencapai yang terbaik dan selalu ingin lebih baik. Di pihak lain, orang-orang kompetensi tinggi tanpa disertai karakter yang baik dapat menjadi sumber masalah bagi lingkungannya, karena

dengan kompetensinya yang tinggi orang yang bersangkutan bisa dengan “cerdas”

memanfaatkan kompetensinya untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan masyarakat luas.

Senada dengan pemikiran Raka dkk., penulis mencermati bahwa dunia pendidikan saat ini sedang berhadapan dengan persoalan yang kompleks, baik persoalan dari dunia pendidikan itu sendiri maupun persoalan dari luar dunia pendidikan, seperti rendahnya penyerapan lulusan di beberapa lapangan pekerjaan, minimnya kreativitas, kenakalan pelajar, menurunnya kualitas lulusan, dan persoalan lainnya yang merupakan bukti adanya kesenjangan antara masyarakat dengan dunia pendidikan.

Selain persoalan-persoalan tersebut, salah satu persoalan yang kini menjadi tantangan besar, termasuk dunia pendidikan adalah konflik dan kekerasan dalam masyarakat. Kekerasan tampaknya semakin akrab dengan masyarakat Indonesia, mulai dari keluarga, sekolah bahkan di lingkungan masyarakat. Hampir setiap pemberitaan media menginformasikan kasus kekerasan, seperti penyiksaan orang tua terhadap anaknya, tawuran pelajar, pembunuhan yang dilakukan oleh siswa, perang antaretnis, dan sebagainya. Semua fenomena kekerasan dalam berbagai tingkatan tersebut membutuhkan kontribusi dunia pendidikan dalam


(18)

pemecahannya. Kekerasan tidak terselesaikan oleh pendekatan keamanan semata, tetapi dengan pendekatan pendidikan diharapkan dapat memberikan solusi penyelesaian konflik yang berpotensi untuk membangun kesadaran secara sistematis akan pentingnya kehidupan yang penuh kedamaian.

Beberapa fakta empirik tentang kasus kekerasan banyak diinformasikan, baik melalui media cetak maupun elektronik, seperti kasus Muhammad Ridwan, siswa kelas XII SMK Pertanian Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat meregang nyawa akibat tawuran yang melibatkan sekolahnya. Dia tewas usai dikeroyok pelajar dari salah satu SMK di Sukalarang. Sebelum tewas, Ridwan sempat berduel dengan seorang pelajar di Sukabumi. Saat berduel, tenyata korban kalah dan tidak berdaya menhadapi lawannya. Nahas, bukannya mendapat pertolongan, rekan-rekan dari lawannya malah mengeroyok Ridwan. Akibatnya, korban mengalami luka parah pada bagian kepala dan wajah. Menurut kapolsek Sukabumi, Kompol Suhendar, korban sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah R Syamsudin SH Kota Sukabumi, tetapi nyawanya tidak dapat ditolong yang disebabkan luka berat di bagian kepalanya. (http://www.merdeka.com/peristiwa/kalah-duel-dengan-sekolah-lawan-pelajar-smk-tewas-dikeroyok.html)

Fakta empirik lain, yaitu pengeroyokan terhadap seorang guru yang berusaha membubarkan sekelompok pelajar yang terlihat akan tawuran. Armadi (35) guru SMK PGRI 2 Bogor ini dipukul di Jalan Djuanda, depan Kampus Kimia Analis Bogor, Bogor Tengah, Kota Bogor, Kamis (28/11), saat hendak membubarkan tawuran pelajar. Akibat pemukulan itu, Armadi menderita memar di bagian kepala dan di telinga belakang. Armadi pagi itu sedang bertugas memantau pelajar karena ia


(19)

termasuk Satgas Pelajar Kota Bogor. Menurutnya saat itu di depan kampus Kimia Analis dia melihat banyak pelajar berkumpul diduga mau tawuran. Kemudian Armadi mencoba membubarkan para pelajar itu agar naik angkot untuk berangkat ke sekolahnya. Akan tetapi, saat diminta untuk bubar, salah seorang pelajar emosi dan langsung memukul guru tersebut hingga terjatuh ke aspal saat bersamaan datang pelajar lain ikut memukul korban. Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Bogor Kota, Briptu Ika Shanti menjelaskan, pelaku akan dijerat dengan pasal 170 KUHP dan atau 351 KUHP tentang tindak pidana pengeroyokan dan penganiayan. Pelaku mengaku terpancing emosi dengan sikap korban yang katanya sangat arogan. (http://www.merdeka.com/peristiwa/bubarkan-siswa-yang-akan-tawuran-guru-malah-digebuki-pelajar.html)

Kasus lain masih seputar permasalahan karakter diberitakan oleh media Maduraterkini.com tentang terciduknya pelajar 8 orang pelajar oleh Satpol PP saat mereka pesta minuman keras. Aparat satpol PP menangkap 8 pelajar yang diduga pesta miras di depan SMKN 2 Sampang di Jalan Syamsul Arifin, Sabtu malam,27April 2013. Penangkapan itu dilakukan menyusul pengaduan masyarakat yang merasa resah dengan pesta miras kalangan pelajar tersebut. Setelah ditangkap mereka langsung digelandang ke kantor satpol PP di Jalan Selong Permai Kelurahan Gunung Sekar, Kota Sampang. Selanjutnya, mereka menjalani pendataan yang dilanjutkan pembinaan singkat di kantor satpol PP. (http://www.maduraterkini.com/berita-sampang/pesta-miras-8-pelajar-ciduk.html)

Di sisi lain kebijakan pendidikan Indonesia saat ini cenderung berkiblat pada negara-negara maju yang senantiasa ingin meningkatkan kualitas SDM


(20)

dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pusat pengembangan kompetensi. Hal tersebut dapat dicermati dari maraknya sekolah-sekolah yang mengusung tema perkembangan iptek sebagai visi sekolah ketika pemerintah pusat berupaya melakukan penyeragaman muatan kurikulum harus berbasis iptek. Seperti anak ayam yang takut kehilangan induknya, beberapa sekolah berlomba-lomba menginterpertasikan kurikulum pusat menjadi kurikulum sekolah dengan berbagai macam penafsiran. Beberapa sekolah sebagai penyelenggara pendidikan larut dalam kesibukan untuk menerjemahkan kurikulum, mengadopsi dan mengadaptasi kurikulum negara maju untuk diterapkan di sekolah masing-masing, tetapi mengabaikan persoalan-persoalan yang lebih penting, seperti pengembangan emosi siswa dalam proses pendewasaan, penekanan nilai-nilai akhlak dan perilaku baik, meningkatkan kepedulian, menghargai kreativitas, melatih tanggung jawab, dan nilai-nilai moral lainnya sebagai basis karakter. Bertolak dari pengalaman empiris menurut pandangan peneliti, praktik pendidikan formal di sekolah-sekolah yang berlaku umum di Indonesia sekarang ini mencakup suasana, proses, subtansi, dan penilaian hasil pembelajaran, belum menunjukkan adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan pendidikan yang berdimensi karakter.

Persoalan-persoalan tersebut semakin memprihatinkan jika ditinjau dari peserta didik yang dalam dirinya memiliki kecenderungan karakter tidak jujur, tidak gigih, tidak mandiri, atau tidak percaya diri, mereka pada umumnya sangat manja dan bergantung pada orang tuanya. Fenomena anak-anak seperti itu memiliki watak suka memaksakan kehendak, tidak mau bekerja keras, dan


(21)

mementingkan diri sendiri. Akibatnya, mereka tidak peduli dengan aturan atau sistem yang diterapkan sekolah. Mereka akan memilih untuk menerabas semua aturan atau sistem yang diberlakukan sekolah asal keinginannya terpenuhi. Mereka akan memaksa orang tua untuk mengakomodasi keinginannya.

Lebih parahnya lagi, fenomena perilaku sebagian orang tua yang khawatir dengan masa depan anak-anaknya tanpa berpikir panjang mengambil jalan pintas yang terkadang mengorbankan tata nilai karakter, seperti kejujuran, percaya diri, kemandirian, dan nilai-nilai karakter lainnya. Ketika anaknya tersandung masalah nilai dengan guru di sekolah bukan mendorong anaknya untuk lebih gigih dan bersemangat dalam belajar, alih-alih mendatangi sang guru dengan sekeranjang hadiah agar mengubah nilai secara “instan.” Ironisnya lagi, sang guru sebagai seorang intelektual tidak dapat menjalankan perannya sebagai intelektual dengan baik dan benar. Jelas perilaku guru dan orang tua semacam itu justru menjauhkan anak didiknya dari ranah pengembangan nilai-nilai karakter yang seharusnya menjadi tugas guru dan orang tua.

Keterbatasan kemampuan guru dan pihak sekolah dalam mendefinisikan istilah pendidikan karakter juga melahirkan multitafsir tentang makna pendidikan karakter. Beberapa masalah ketidaktepatan makna yang beredar di masyarakat yang peneliti identifikasi, seperti 1) adanya anggapan bahwa pendidikan karakter merupakan tugas guru mata pelajaran agama, PKn, walikelas, dan guru bimbingan konseling, 2) pendidikan karakter adalah tugas orang tua, bukan tanggung jawab sekolah, 3) pendidikan karakter adalah mata pelajaran baru tentang budi pekerti sehingga perlu penambahan dalam kurikulum, 4) pendidikan karakter bukan


(22)

prioritas, yang penting siswa lulus Ujian Nasional seratus persen dengan target nilai tinggi dan masuk perguruan tinggi ternama, dan sebagainya.

Jika penulis mencermati fungsi pendidikan nasional, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa seharusnya lembaga pendidikan formal sebagai penyelenggara pendidikan memberikan pencerahan yang berdampak terhadap watak manusia bangsa Indonesia. Fungsi pendidikan ini jelas akan semakin berat, apabila dikaitan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk keberlangsungan fungsi ini. Untuk itu diperlukan sebuah rancangan model pengembangan pendidikan karakter di sekolah agar terjalin suatu sinergi yang baik seluruh pihak yang terkait dalam pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik.

Penelitian yang berkaitan dengan pengembangan nilai-nilai karakter sudah dilakukan oleh Ida Rohayani (2008) dengan judul penelitian Pengaruh Proses

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Interventif terhadap Karakter Warga Negara Muda (Studi Deskriptif Analitis terhadap Siswa di SMAN 3 Bandung). Penelitian ini lebih menekankan permasalahan pendidikan karakter

warga negara muda, yang membutuhkan adanya kolaborasi antara sekolah dan keluarga, antara guru dan orang tua untuk menciptakan pendidikan yang bermakna. Selanjutnya penelitian yang berkaitan dengan rancangan model pembelajaran menulis cerpen sudah dilakukan oleh Zaidatul Arifah (2011) dengan judul penelitian Model Pembelajaran Menulis Kreatif Berbasis Kompetensi Kunci

Mayer untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen (Studi Pengembangan Model pada Siswa Kelas X SMA/MA di Temanggung). Penelitian ini menawarkan


(23)

model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen yang berbasis kunci mayer. Kajian dalam penelitian ini khusus menjawab rumusan masalah yang berkaitan dengan efektivitas model ini dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa. Model pembelajaran menulis cerpen dalam penelitian ini tidak membicarakan masalah pengembangan nilai karakter.

Selain itu, penulis juga menggunakan penelitian pendukung yang dilakukan Wawan Gunawan (2010), yaitu Model Pembelajaran Menulis Paragraf dengan

Analisis Komprehensi Ide pada Kelas X SMA 1 Kota Jambi Tahun Akademik 2009/2010. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh model analisis

komprehensi ide dalam pembelajaran menulis paragraf siswa kelas X SMA dan tidak bertujuan untuk pola pengembangan nilai-nilai karakter siswa.

Bertolak dari perspektif pedagogik, penulis memandang bahwa pendidikan karakter merupakan upaya mengembangkan, menguatkan, dan memfasilitasi watak, bukan membentuk watak. Jika watak dibentuk, maka tidak ada proses pedagogik sebagaimana yang tercantum dalam fungsi pendidikan nasional yang pertama, yakni mengembangkan kemampuan, yang terjadi justru hanya pengajaran. Dalam perspektif pedagogik memandang dan mensyaratkan untuk terjadinya proses pendidikan harus ada kebebasan peserta didik sebagai subjek pendidikan, bukan sebagai objek. Jika peserta didik diposisikan sebagai objek, hal ini tentu bertolak belakang dengan fungsi yang pertama, bahwa pendidikan itu berfungsi untuk mengembangkan kemampuan yang dilandasi oleh pandangan konstruktivisme.


(24)

Untuk pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik, penulis memilih pendekatan dengan pengintegrasian pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan kajian berbagai literatur dalam bidang psikologi, sosiologi, filosofi, dan pendidikan yang berhubungan dengan nilai, serta hasil pembahasan dengan para pendidik dan alasan-alasan praktis dalam penggunaannya di lapangan, Hersh dan Superka (Muslich, 2011: 106) mengemukakan lima pendekatan yang dapat digunakan terkait dengan pendidikan karakter, yaitu 1) pendekatan pengembangan rasional, 2) pendekatan pertimbangan, 3) pendekatan klarifikasi nilai, 4) pendekatan pengembangan moral kognitif, dan 5) pendekatan perilaku sosial. Dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik, peneliti menggunakan pendekatan klarifikasi nilai. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu peserta didik dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Menurut pendekatan ini, tujuan pendidikan karakter ada tiga. Pertama, membantu peserta didik agar menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain. Kedua, membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri. Ketiga, membantu siswa agar mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, mampu memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri Superka (Muslich, 2011:116). Menurut Raths (Muslich,2011:116) penerapan dalam proses


(25)

pembelajaran, pendekatan ini dapat menggunakan metode dialog, menulis, diskusi, dan lain-lain.

Dalam hal ini, penulis memilih mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai objek penelitian. Nilai-nilai karakter dapat dikembangkan melalui keterampilan menulis cerpen karena menulis cerpen merupakan kegiatan menulis untuk mengemukakan persoalan hidup secara tepat pada tempatnya dan pembaca bisa menentukan sendiri benar salahnya menurut pemahaman dan pengalamannya. Cerpen sebagai karya seni menurut Sumardjo (2004: 11) harus memberikan kesenangan, hiburan, kebahagiaan pada manusia karena seni adalah keindahan. Dalam keindahan, segala pikiran manusia yang baru dan berguna diberikan pada manusia lain. Oleh karena itu, cerpen bernilai seni yang lazim disebut cerpen sastra bukan hanya menghibur, tetapi memanusiakan manusia, mempertinggi derajatnya sebagai manusia.

Dengan demikian, penelitian terhadap pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik dapat diterapkan dalam pengembangan keterampilan menulis cerpen. Dengan kegiatan menulis cerpen, peserta didik akan berlatih secara bertahap dalam penggunaan bahasa sehingga tumbuh kebiasaan memakai kata-kata yang baik dan mengungkapkannya dengan baik. Dari kebiasaan mengungkapkan sesuatu yang baik dengan cara yang baik pula, baik itu ide atau gagasan maupun pengalaman diharapkan dapat meningkatkan kualitas peserta didik itu dalam kehidupan. Dengan begitu, pendekatan klarifikasi nilai yang diimplementasikan dalam pelatihan keterampilan menulis cerpen memungkinkan mengantarkan peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran


(26)

kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga).

Selain itu, bahan ajar mata pelajaran Bahasa Indonesia yang tersedia, baik itu buku sekolah elektronik (bse) maupun buku teks yang dirilis oleh beberapa penerbit pun belum menyiapkan pola pembelajaran menulis cerpen yang dapat melatih keterampilan menulis siswa dengan baik. Bahkan buku teks pembelajaran bahasa Indonesia berbasis pendidikan karakter bangsa pun tidak memuat langkah-langkah yang dapat melatih keterampilan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter.

Adapun pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik yang penulis prioritaskan dalam penelitian ini ada delapan belas aspek nilai karakter yang direkomendasikan Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010), yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin,

kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Delapan belas

nilai-nilai karakter tersebut dipandang akan berpengaruh besar bagi keberhasilan peserta didik dan berpengaruh pada perkembangan bangsa Indonesia di masa depan.

Berangkat dari problematika pendidikan, pengalaman empiris, dan pandangan peneliti terhadap kebutuhan pendidikan karakter di tingkat satuan pendidikan, peneliti mengangkat suatu kajian penelitian yang menganalisis data berkenaan dengan Pendekatan Klarifikasi Nilai dalam Pembelajaran Menulis


(27)

Cerpen sebagai Pola Pengembangan Nilai-Nilai Karakter (Studi Kuasi Eksperimen Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013).

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Permasalahan mendasar dalam penelitian ini adalah desain pembelajaran seperti apakah yang berpengaruh terhadap pengembangan nilai-nilai karakter dan seberapa besar pengaruh pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen di SMA. Berdasarkan identifikasi tersebut secara umum rumusan masalah

penelitian ini adalah “Bagaimanakah bentuk perencanaan, pelaksanaan penerapan pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter, dan pengaruhnya, baik terhadap kemampuan menulis cerpen dan pengintegrasian nilai-nilai karakter pada cerpen maupun perilaku siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri

3 Bandung?”

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, pertanyaan penelitian secara bertahap adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah ancangan model pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Bagaimanakah pelaksanaan penerapan pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai pola pengembangan


(28)

nilai-nilai karakter siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013?

3. Seberapa besarkah kemampuan menulis cerpen siswa kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013?

4. Apakah dengan penerapan pendekatan klarifikasi nilai terdapat perbedaan nilai rata-rata yang signifikan pada kemampuan menulis cerpen siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di SMA Negeri 3 Bandung?

5. Apakah dengan penerapan pendekatan klarifikasi nilai terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam cerpen siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di SMA Negeri 3 Bandung?

6. Bagaimanakah pengaruh pendekatan klarifikasi nilai terhadap perilaku siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter siswa di tingkat SMA.


(29)

1.3.2 Tujuan Khusus

Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

1. ancangan model pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013,

2. pelaksanaan penerapan pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013,

3. besaran kemampuan menulis cerpen siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013,

4. perbedaan signifikasi nilai rata-rata penerapan pendekatan klarifikasi nilai pada kemampuan menulis cerpen siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013.

5. perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada cerpen siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di SMA Negeri 3 Bandung.

6. pengaruh pendekatan klarifikasi nilai terhadap perilaku siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013.


(30)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis.

1.4.1 Secara Teoretis

Hasil penelitian tentang Pendekatan Klarifikasi Nilai dalam Pembelajaran Menulis Cerpen sebagai Pola Pengembangan Nilai-Nilai Karakter (Studi Kuasi Eksperimen Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013) diharapkan dapat memperkaya kazanah pengembangan pendidikan karakter dan pengetahuan metodologi pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya menulis proses kreatif.

1.4.2 Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi:

1. guru dalam menyusun strategi pembelajaran menulis cerpen berbasis pendidikan karakter yang berpotensi untuk mengembangkan kualitas peserta didik: kecerdasan, agama, budi pekerti, akhlak mulia, moral, dan sebagainya,

2. siswa dalam mengembangkan nilai-nilai karakter dan keterampilan

mengomunikasikan bahasa tulis yang merupakan hasil proses kreatif, serta mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari,

3. peneliti lain dalam melakukan penelitian lanjutan untuk memperkaya khasanah teori pembelajaran menulis cerpen sebagai proses kreatif.


(31)

1.5 Anggapan Dasar dan Hipotesis 1.5.1 Anggapan Dasar

Anggapan dasar merupakan pedoman bagi pembahasan suatu masalah. Anggapan dasar penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pendidikan nilai merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan.

2 Proses pendidikan merupakan proses yang sengaja dirancang dan dilakukan untuk mengembangkan potensi individu: kognitif, afektif, dan psikomotorik.

3. Menulis cerpen merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang dapat mengembangkan pemahaman dan penginternalisasian nilai-nilai dalam sikap dan perilaku.

4. Pendekatan klarifikasi nilai menekankan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri untuk meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai yang dimiliki siswa. 1.5.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara mengenai suatu masalah yang perlu dibuktikan dengan penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menerapkan perencanaan pengembangan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran menulis cerpen melalui pendekatan klarifikasi nilai berdasarkan anggapan dasar di atas. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan nilai rata-rata dengan taraf signifikansi 0,05 pada kemampuan menulis cerpen siswa antara kelompok eksperimen


(32)

(kelompok yang menggunakan pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen) dengan kelompok kontrol (kelompok yang tidak menggunakan pendekatan klarifikasi nilai dalam pembelajaran menulis cerpen).

2. Terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam cerpen siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dengan taraf signifikansi 0,05.

Sesuai dengan rumusan masalah yang keempat jawabannya ada empat tahapan pengujian hipotesis sebagai berikut.

1. Perbandingan nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013. Jawaban tersebut dirumuskan

dalam hipotesis “ terdapat perbedaan nilai rata-rata tes awal dengan tes akhir siswa kelompok eksperimen dalam menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3

Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis statistik tersebut dirumuskan sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol)

H1: μ1 ≠μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan nilai rata-rata tes awal kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol)


(33)

μ1 = nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen

μ2 = nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol

Kriteria pengujian hipotesis menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5% (0,05). Kriteria pengujian hipotesis adalah: H0 diterima jika –t(1- 1/2α) < t <

t(1-1/2 α) harga t(1-1/2 α) diperoleh dari daftar distribusi t dengan peluang

(1-1/2α), dan sebaliknya. Ho ditolak pada harga lain dengan derajat kebebasan n-1.

2. Perbandingan nilai rata-rata tes awal dengan nilai rata-rata tes akhir siswa kelompok eksperimen dalam kemampuan menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013. Jawaban tersebut dirumuskan

dalam hipotesis “ terdapat perbedaan nilai rata-rata tes awal dengan tes akhir siswa kelompok eksperimen dalam menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis statistik tersebut dirumuskan sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen dengan hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen )

H1: μ1 ≠μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen dengan hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen siswa kelompok eksperimen)


(34)

keterangan:

μ1 = nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen

μ2 = nilai rata-rata hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen

Kriteria pengujian hipotesis menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5% (0,05). Kriteria pengujian hipotesis adalah: H0 diterima jika –t(1- 1/2α) < t < t(1-1/2 α) harga t(1-1/2 α) diperoleh dari daftar distribusi t dengan peluang

(1-1/2α), dan sebaliknya. Ho ditolak pada harga lain dengan derajat kebebasan n-1.

3. Perbandingan nilai rata-rata tes awal dengan nilai rata-rata tes akhir siswa kelompok kontrol dalam kemampuan menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013. Jawaban tersebut dirumuskan dalam

hipotesis “ terdapat perbedaan nilai rata-rata tes awal dengan nilai rata-rata tes akhir siswa kelas kontrol dalam kemampuan menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen dengan nilai rata-rata hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen siswa kelompok kontrol )


(35)

H1: μ1 ≠μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen dengan nilai rata-rata hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen siswa kelompok kontrol ) keterangan:

μ1 = nilai rata-rata hasil tes awal kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol

μ2 = nilai rata-rata hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol

Kriteria pengujian hipotesis menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5% (0,05). Kriteria pengujian hipotesis adalah: H0 diterima jika –t(1- 1/2 α) < t < t(1-1/2 α) harga t(1-1/2 α) diperoleh dari daftar distribusi t dengan peluang (1-1/2α), dan sebaliknya. Ho ditolak pada harga lain dengan derajat kebebasan n-1.

4. Perbandingan nilai rata-rata hasil tes akhir antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dalam kemampuan menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013. Jawaban tersebut dirumuskan

dalam hipotesis “ terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes akhir antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dalam kemampuan menulis cerpen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol )


(36)

H1: μ1 ≠μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol )

keterangan:

μ1 = nilai rata-rata tes awal hasil kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol

μ2 = nilai rata-rata tes akhir hasil kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol

Kriteria pengujian hipotesis menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5% (0,05). Kriteria pengujian hipotesis adalah: H0 diterima jika –t(1- 1/2 α) < t < t(1-1/2 α) harga t(1-1/2 α) diperoleh dari daftar distribusi t dengan peluang (1- / α), dan sebaliknya. Ho ditolak pada harga lain dengan derajat kebebasan n-1.

Sesuai dengan rumusan masalah yang kelima jawabannya ada empat tahapan pengujian hipotesis sebagai berikut.

1. Perbandingan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes awal kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013, Jawaban tersebut dirumuskan dalam hipotesis “ terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes awal kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut.


(37)

Ho: μ1 = μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes awal kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol )

H1: μ1 ≠ μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes awal kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol )

Kriteria pengujian hipotesis menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5% (0,05). Kriteria pengujian hipotesis adalah: H0 diterima jika – t(1- 1/2α) < t < t(1-1/2 α) harga t(1-1/2 α) diperoleh dari daftar distribusi t dengan

peluang (1- / α), dan sebaliknya. Ho ditolak pada harga lain. dengan derajat kebebasan n-1.

2. Perbandingan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2011/2012. Jawaban tersebut dirumuskan dalam hipotesis “ terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut.


(38)

Ho: μ1=μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen ) H1: μ1 ≠μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan indeks pengintegrasian

nilai-nilai karakter hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen )

Kriteria pengujian hipotesis menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5% (0,05). Kriteria pengujian hipotesis adalah: H0 diterima jika – t(1- 1/2α) < t < t(1-1/2 α) harga t(1-1/2 α) diperoleh dari daftar distribusi t dengan

peluang (1- / α), dan sebaliknya. Ho ditolak pada harga lain. dengan derajat kebebasan n-1.

3. Perbandingan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013. Jawaban tersebut dirumuskan dalam hipotesis “ terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun

Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis tersebut dirumuskan


(39)

Ho: μ1=μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol ) H1: μ1 ≠μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan indeks pengintegrasian

nilai-nilai karakter hasil tes awal dengan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok kontrol )

H0 diterima jika t ≤ t(1-α) harga t(1-α) diperoleh dari distribusi student (t) dengan peluang 1 –α, sebaliknya H0 ditolak pada harga lainnya.

4. Perbandingan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013, Jawaban

tersebut dirumuskan dalam hipotesis “ terdapat perbedaan indeks

pengintegrasian nilai-nilai karakter pada hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol di Kelas X SMA

Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Secara metodologis, hipotesis

tersebut dirumuskan sebagai berikut.

Ho: μ1 = μ2 ( Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol )


(40)

H1: μ1 ≠ μ2 ( H1 diterima jika terdapat perbedaan indeks pengintegrasian nilai-nilai karakter hasil tes akhir kemampuan menulis cerpen antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol )

H0 diterima jika t ≤ t(1-α) harga t(1-α) diperoleh dari distribusi student (t) dengan peluang 1 –α, sebaliknya H0 ditolak pada harga lainnya.

Rumusan masalah yang keenam dapat dirumuskan hipotesis “ pendekatan klarifikasi nilai efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Rumus hipotesis statistik uji satu pihak perbedaan dua rata-rata populasi yang tidak berkorelasi adalah

H0 : μA= μB (H0 diterima jika hasil tes kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan klarifikasi nilai sama dengan hasil tes kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan konvensional)

H1: μA > μB (H1 diterima jika hasil tes kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan klarifikasi nilai lebih besar daripada hasil tes kemampuan menulis cerpen dengan pendekatan konvensional) keterangan:

μA = rata-rata nilai tes akhir kemampuan menulis cerpen siswa dengan pendekatan A (klarifikasi nilai)

μB = rata-rata nilai tes akhir kemampuan menulis cerpen siswa dengan pendekatan B (konvensional)


(41)

H0 diterima jika t ≤ t(1-α) harga t(1-α) diperoleh dari distribusi student (t) dengan peluang 1 –α, sebaliknya H0 ditolak pada harga lainnya.

Untuk jawaban rumusan masalah ketujuh, yakni pengaruh pendekatan klarifikasi nilai terhadap perilaku siswa dalam proses pembelajaran menulis cerpen siswa di Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun pelajaran 2012/2013 analisis data dan pembahasan dijelaskan secara kualitatif. Pendeskripsian berdasarkan data hasil observasi perilaku siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada proses pembelajaran menulis cerpen dan dokumentasi tugas-tugas yang dikerjakan siswa dengan alat pembelajaran berupa Lembar Kerja Proses(LKP) (lihat lampiran 17).

1.6 Definisi Operasional

Penelitian yang berjudul Pendekatan Klarifikasi Nilai dalam Pembelajaran

Menulis Cerpen sebagai Pola Pengembangan Nilai-nilai Karakter (Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung) secara operasional

dapat didefinisikan sebagai berikut.

1. Pendekatan klarifikasi nilai adalah bagian dari lima tipologi pendekatan pendidikan karakter yang dirumuskan oleh D.P. Superka (1973) yang kemudian dikembangkan oleh Louis Raths, M.Harmin, dan Simon. Pendekatan klarifikasi nilai yang dimaksudkan dalam penelitian ini bertujuan membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatan sendiri untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri dalam pembelajaran menulis cerpen.


(42)

2. Pembelajaran menulis cerpen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan menulis yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen dan pengembangan kemampuan mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada cerpen sebagai pola pengembangan nilai-nilai karakter perilaku siswa dalam pembelajaran menulis cerpen di Kelas X di SMA Negeri 3 Bandung.

3. Nilai-nilai karakter yang diintegrasikan mencakup delapan belas aspek nilai yang direkomendasikan Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum(2010) yakni: religius,

jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

1.7 Paradigma Penelitian

Istilah paradigma penelitian menurut Sugiyono (2010:66) adalah pandangan atau model pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan. Pola pikir peneliti digambarkan pada bagan 1.1 Paradigma Penelitian berikut.


(43)

Bagan 1.1 Paradigma Penelitian

Pembelajaran Menulis Cerpen

Metode Konvensional

Klarifikasi Nilai

Teknik Teknik

Interaksi satu arah Interaksi multi arah

Media Media

Materi pembelajaran

menulis cerpen pendekatan

klarifikasi nilai

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Siswa Siswa

Guru Guru

Informasi Pengembangan


(44)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i UCAPAN TERIMA KASIH ... iv ABSTRAK ... ix DAFTAR ISI ... x DAFTAR TABEL ... xxi DAFTAR BAGAN ... xxviii DAFTAR KURVA DAN GRAFIK ... xxix DAFTAR LAMPIRAN ... xxxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1 1.2 Identifikasi Dan Perumusan Masalah ... 22 1.3 Tujuan Penelitian ... 23 1.4 Manfaat Penelitian ... 25 1.5 Anggapan Dasar Dan Hipotesis ... 26 1.6 Definisi Operasional ... 36 1.7 Paradigma Penelitian ... 37

BAB II PENDEKATAN KLARIFIKASI NILAI DALAM MENULIS CERPEN SEBAGAI POLA PENGEMBANGAN NILAI-NILAI

KARAKTER SISWA ... 39 2.1 Pendekatan Klarifikasi Nilai ... 39 2.1.1 Pengertian Pendekatan Klarifikasi Nilai ... 39 2.1.2 Indikator Pendekatan Klarifikasi Nilai ... 40 2.1.3 Pola Pengembangan Keterampilan Siswa dengan Pendekatan

Klarifikasi Nilai ... 41 2.2 Ihwal Cerita Pendek ... 42 2.2.1 Pengertian Cerpen ... 42 2.2.2 Ciri-ciri Cerpen ... 43


(45)

2.2.3 Unsur-unsur Cerpen ... 46 2.2.4 Pembelajaran Menulis Cerpen di SMA ... 53 2.2.5 Bahan Ajar Pembelajaran Menulis Cerpen di SMA ... 55 2.2.6 Pembelajaran yang Mampu Mengembangkan Potensi Siswa SMA

Dalam Menulis Cerpen ... 59 2.2.7 Langkah-langkah Menulis Cerpen ... 61 2.2.8 Kriteria Penilaian Cerpen ... 64 2.3 Pengembangan Nilai-Nilai Karakter ... 65 2.3.1 Pengertian Tata Nilai dan Karakter ... 65 2.3.2 Hakikat Pendidikan Karakter ... 68 2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Karakter ... 70 2.3.4 Pengembangan Karakter di Tingkat Satuan Pendidikan SMA ... 71 2.3.4.1 Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMA ... 71 2.3.4.2 Strategi dan Metodologi Pendidikan Karakter ... 74 2.3.4.3 Menulis Cerpen dan Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter

di SMA ... 77 2.3.4.4 Hubungan Pendekatan Klarifikasi Nilai dengan Subtansi

Nilai-Nilai Karakter ... 82 2.3.4.5 Hubungan Pendekatan Klarifikasi Nilai, Menulis Cerpen,

dan Pengembangan Nilai-nilai Karakter ... 85

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 89 3.1 Metode Penelitian ... 89 3.1.1 Desain Penelitian ... 92 3.1.2 Prosedur Penelitian ... 95 3.1.2.1 Tahap Praeksperimen ... 95 3.1.2.2 Tahap Eksperimen ... 96 3.1.2.3 Tahap Pascaeksperimen ... 98 3.2 Teknik Penelitian ... 100 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 100 3.2.1.1 Teknik Tes ... 100


(46)

3.2.1.2 Teknik Observasi ... 101 3.2.1.3 Teknik Dokumentasi ... 102 3.2.1.4 Teknik Wawancara ... 102 3.2.2 Instrumen Penelitian ... 103 3.2.2.1 Instrumen Perlakuan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Klasifikasi Nilai dan Pendekatan Konvensional ... 104 3.2.2.2 Instrumen Tes Kemampuan Menulis Cerpen ... 104 3.2.2.3 Instrumen Observasi Perilaku Siswa dalam Pembelajaran Menulis

Cerpen ... 106 3.2.2.4 Instrumen Dokumentasi Tugas Terstruktur Siswa dalam Pembelajaran

Menulis Cerpen ... 108 3.2.3 Pengujian Instrumen ... 108 3.3 Teknik Analisis Data ... 108 3.4 Sumber Data Penelitian ... 109

BAB IV MODEL KAJIAN STRUKTURALISME DAN ASPEK

PENGINTEGRASIAN NILAI-NILAI KARAKTER TERHADAP

CERPEN MASYARAKAT ... 111 4.1 Model Kajian Strukturalisme dan Aspek Pengintegrasian Nilai-nilai

Karakter terhadap Cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira

Ajidarma ... 113 4.1.1 Kajian Strukturalisme terhadap Cerpen “Dodolitdodolitdodolibret”

karya Seno Gumira Ajidarma ... 113 4.1.1.1 Kelengkapan Unsur Formal Cerpen ... 113 4.1.1.2 Kelengkapan Unsur Instrinsik Cerpen ... 114 4.1.1.3 Keterpaduan Unsur/Struktur Cerpen ... 122 4.1.1.4 Kesesuaian Penggunaan Bahasa Cerpen ... 128 4.1.1.4.1Penggunaan Kaidah EYD ... 129 4.1.1.4.2 Keajekan Penulisan ... 129 4.1.2 Kajian Aspek Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter terhadap Cerpen


(47)

4.1.2.1 Religius ... 130 4.1.2.2 Jujur ... 131 4.1.2.3Toleransi ... 132 4.1.2.4 Disiplin ... 132 4.1.2.5 Kerja Keras ... 133 4.1.2.6 Kreatif ... 134 4.1.2.7 Mandiri ... 134 4.1.2.8 Demokratis ... 134 4.1.2.9 Rasa Ingin Tahu ... 134 4.1.2.10 Semangat Kebangsaan ... 135 4.1.2.11 Cinta Tanah Air ... 135 4.1.2.12 Menghargai Prestasi ... 135 4.1.2.13 Bersahabat/komunikatif ... 136 4.1.2.14 Cinta Damai ... 136 4.1.2.15 Gemar Membaca ... 136 4.1.2.16 Peduli Lingkungan ... 137 4.1.2.17 Peduli Sosial ... 137 4.1.2.18 Tanggung Jawab ... 137 4.1.3 Simpulan ... 138 4.2 Model Kajian Strukturalisme dan Aspek Pengintegrasian Nilai-nilai

Karakter terhadap Cerpen “Menjaga Perut” karya Adek Alwi ... 140 4.2.1 Kajian Strukturalisme terhadap Cerpen “Menjaga Perut”

karya Adek Alwi ... 140 4.2.1.1 Kelengkapan Unsur Formal Cerpen ... 140 4.2.1.2 Kelengkapan Unsur Instrinsik Cerpen ... 141 4.2.1.3 Keterpaduan Unsur/Struktur Cerpen ... 147 4.2.1.4 Kesesuaian Penggunaan Bahasa Cerpen ... 155 4.2.2 Kajian Aspek Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter terhadap Cerpen

“Menjaga Perut” karya Adek Alwi ... 157 4.2.2.1 Religius ... 158 4.2.2.2 Jujur ... 158


(48)

4.2.2.3Toleransi ... 159 4.2.2.4 Disiplin ... 159 4.2.2.5 Kerja Keras ... 159 4.2.2.6 Kreatif ... 160 4.2.2.7 Mandiri ... 160 4.2.2.8 Demokratis ... 160 4.2.2.9 Rasa Ingin Tahu ... 161 4.2.2.10 Semangat Kebangsaan ... 161 4.2.2.11 Cinta Tanah Air ... 162 4.2.2.12 Menghargai Prestasi ... 163 4.2.2.13 Bersahabat/komunikatif ... 164 4.2.2.14 Cinta Damai ... 164 4.2.2.15 Gemar Membaca ... 164 4.2.2.16 Peduli Lingkungan ... 165 4.2.2.17 Peduli Sosial ... 165 4.2.2.18 Tanggung Jawab ... 166 4.2.3 Simpulan ... 167

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 170 5.1 Deskripsi Naskah Akademis Perencanaan Pembelajaran Menulis dengan

Pendekatan Klarifikasi Nilai sebagai Pola Pengembangan Nilai-nilai

Karakter ... 170 5.1.1 Dasar Penyusunan Silabus ... 171 5.1.2 Dasar Filosofi Implementasi Pendidikan Karakter pada Silabus ... 173 5.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 177 5.1.4 Indikator ... 179 5.1.5 Tujuan Pembelajaran ... 180 5.1.6 Materi Pokok/Pembelajaran ... 181 5.1.7 Alokasi Waktu ... 183 5.1.8 Metode Pembelajaran ... 183 5.1.9 Kegiatan Pembelajaran ... 184


(49)

5.1.10 Sumber Belajar/Alat/Bahan ... 184 5.1.11 Penilaian ... 185 5.2 Deskripsi dan Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Klarifikasi Nilai sebagai Pola Pengembangan Nilai-nilai Karakter pada kelompok eksperimen ... 186 5.2.1 Deskripsi, Analisis, Hasil Analisis, dan Pembahasan Hasil Analisis

Data Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan ke 1 ... 186 5.2.1.1 Deskripsi Proses Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Pendekatan

Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama (Ke-1) ... 186 5.2.1.2 Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama (Ke-1) ... 191 5.2.1.3 Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama (Ke-1) ... 193 5.2.1.4 Pembahasan Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen

dengan Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama (Ke-1) . 194 5.2.2 Deskripsi, Analisis, Hasil Analisis, dan Pembahasan Hasil Analisis

Data Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan ke -2 ... 195 5.2.2.1 Deskripsi Proses Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Pendekatan

Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama Ke-2 ... 195 5.2.2.2 Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama Ke-2 ... 197 5.2.2.3 Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama Ke-2 ... 200 5.2.2.4 Pembahasan Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen

dengan Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama (Ke-2) . 202 5.2.3 Deskripsi, Analisis, Hasil Analisis, dan Pembahasan Hasil Analisis

Data Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan ke -3 ... 203 5.2.3.1 Deskripsi Proses Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Pendekatan

Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama Ke-3 ... 203 5.2.3.2 Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan


(50)

5.2.3.3 Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama Ke-3 ... 210 5.2.3.4 Pembahasan Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen

dengan Pendekatan Klarifikasi Nilai pada Pertemuan Pertama Ke-3 .... 212 5.2.3 Deskripsi, Analisis, Hasil Analisis, dan Pembahasan Hasil Analisis

Data Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan ke -2 ... 208 5.3 Deskripsi Proses dan Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis

Cerpen dengan Pendekatan Konvensional pada Kelompok Kontrol ... 214 5.3.1 Deskripsi, Analisis, Hasil Analisis, dan Pembahasan Hasil Analisis

Data Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan ke 1 ... 214 5.3.1.1 Deskripsi Proses Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Pendekatan

Konvensional pada Pertemuan Pertama Ke-1 ... 214 5.3.1.2 Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Konvensional pada Pertemuan Pertama Ke-1 ... 216 5.3.1.3 Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Konvensional pada Pertemuan Pertama Ke-1 ... 217 5.3.1.4 Pembahasan Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen

dengan Pendekatan Konvensional pada Pertemuan Pertama Ke-1 ... 218 5.3.2 Deskripsi, Analisis, Hasil Analisis Data, dan Pembahasan Hasil

Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Konvensional pada Pertemuan ke -2 ... 219 5.3.2.1 Deskripsi Proses Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Pendekatan

Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-2 ... 219 5.3.2.2 Analisis Data Hasil Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-2 ... 221 5.3.2.3 Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-2 ... 222 5.3.2.4 Pembahasan Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen

dengan Pendekatan Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-2 ... 224


(51)

5.3.3 Deskripsi, Analisis, Hasil Analisis, dan Pembahasan Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-3 ... 225 5.3.3.1 Deskripsi Proses Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Pendekatan

Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-3 ... 225 5.3.3.2 Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-3 ... 227 5.3.3.3 Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis Cerpen dengan

Pendekatan Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-3 ... 228 5.3.3.4 Pembahasan Hasil Analisis Data Pelaksanaan Pembelajaran Menulis

Cerpen dengan Konvensional Kelompok Kontrol pada Pertemuan Ke-3 ... 230

5.4 Profil Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Bandung Tahun Pelajaran 2012/2013 ... 231 5.4.1 Profil Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ... 231 5.4.1.1 Deskripsi Data Hasil Tes Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok

Eksperimen ... 231

5.4.1.2 Deskripsi Data Hasil Tes Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Kontrol ... 239

5.4.2 Analisis Data Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 246 5.4.3 Profil kemampuan Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter dalam Menulis

Cerpen Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 248 5.4.3.1 Deskripsi Data Kemampuan Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter

dalam Menulis Cerpen Kelompok Eksperimen ... 248 5.4.3.2 Deskripsi Data Kemampuan Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter

dalam Menulis Cerpen Kelompok Kontrol ... 255 5.4.4 Analisis Data Kemampuan Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter dalam

Menulis Cerpen Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 262 5.5 Analisis Data Penelitian ... 264


(52)

5.5.1 Data Hasil Penelitian Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol . 264 5.5.2 Uji Normalitas ... 272 5.5.2.1 Kolmogorov-Smirnov ... 273 5.5.3 Uji Homogenitas ... 279 5.5.4 Uji Beda Rata-rata ... 282 5.5.4.1 Uji Beda Rata-rata Hasil Tes Awal Kemampuan Menulis Cerpen

Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 282 5.5.4.2 Uji Beda Rata-rata Hasil Tes Awal dan Hasil Tes Akhir Kemampuan

Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen ... 283 5.5.4.3 Uji Beda Rata-rata Hasil Tes Awal dan Hasil Tes Akhir Kemampuan

Menulis Cerpen Kelompok Kontrol ... 284 5.5.4.4 Uji Beda Rata-rata Hasil Tes Akhir Kemampuan Menulis Cerpen

Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 285 5.5.4.5 Uji Beda Indeks Pengintegrasian Nilai-nilai Karakter Hasil Tes Awal

Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 286 5.5.4.6 Uji Beda Indeks Pengintegrasian Nilai-nilai Karakter Hasil Tes Awal

Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen ... 287 5.5.4.7 Uji Beda Indeks Pengintegrasian Nilai-nilai Karakter Hasil Tes Awal

Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Kontrol ... 289 5.5.4.8 Uji Beda Indeks Pengintegrasian Nilai-nilai Karakter Hasil Tes Akhir

Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 290 5.5.5 Uji Hipotesis ... 291 5.5.5.1 Uji Hipotesis Perbedaan Rata-rata Hasil Tes Awal Kemampuan

Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 292 5.5.5.2 Uji Hipotesis Perbedaan Rata-rata Hasil Tes Awal dan Hasil Tes Akhir

Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen ... 293 5.5.5.3 Uji Hipotesis Perbedaan Rata-rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir


(53)

5.5.5.4 Uji Hipotesis Perbedaan Rata-rata Hasil Tes Akhir Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 295 5.5.5.5 Uji Hipotesis Perbedaan Indeks Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter

Hasil Tes Awal Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 296 5.5.5.6 Uji Hipotesis Perbedaan Indeks Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter

Hasil Tes Awal dan Hasil Tes Akhir Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen ... 297 5.5.5.7 Uji Hipotesis Perbedaan Indeks Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter

Hasil Tes Awal dan Hasil Tes Akhir Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Kontrol ... 298 5.5.5.8 Uji Hipotesis Perbedaan Indeks Pengintegrasian Nilai-Nilai Karakter

Hasil Tes Akhir Kemampuan Menulis Cerpen Kelompok Ekperimen dengan Kelompok Kontrol ... 299 5.6 Analisis Data Kuantitatif Penelitian ... 300 5.6.1 Data Hasil Pengamatan terhadap perilaku Siswa dalam Proses

Pembelajaran Menulis Cerpen pada Kelompok Eksperimen ... 300 5.6.2 Data Hasil Pengamatan terhadap perilaku Siswa dalam Proses

Pembelajaran Menulis Cerpen pada Kelompok Kontrol ... 307 5.6.3 Pembahasan Hasil Analisis Data Observasi terhadap Perilaku Siswa

dalam Kegiatan Pembelajaran Menulis Cerpen Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 314 5.7 Pembahasan Hasil Analisis Kualitatif Aspek Struktural dan

Pengintegrasian Nilai-nilai Karakter Cerpen Siswa ... 315 5.7.1 Analisis Kualitatif Cerpen Siswa ... 316 5.7.1.1 Kelengkapan Aspek Formal ... 316 5.7.1.2 Kelengkapan Unsur Intrinsik Cerpen ... 331 5.7.1.3 Keterpaduan Unsur/Struktur Cerpen ... 337 5.7.1.4 Kesesuaian Penggunaan Bahasa Cerpen ... 342 5.7.1.5 Pengintegrasian Nilai-nilai Karakter ... 343


(54)

5.8 Hasil Wawancara Implementasi Pendekatan Klarifikasi Nilai dalam Pembelajaran Menulis Cerpen ... 361

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 366 6.1 Simpulan ... 366 6.2 Saran ... 386

DAFTAR PUSTAKA ... 387 LAMPIRAN ... 395 RIWAYAT HIDUP ... 497


(1)

Gardner Luisz. (2004). Bagaimana Membangun dan Membina Citra Diri yang Positif. Bandung. Pionir Jaya.

Gunawan, Wawan. (2010). Model Pembelajaran Menulis Paragraf dengan Analisis Komprehensi Ide pada Kelas X SMAN 1 Kota Jambi Tahun Akademik 2009/2010. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.

Hernowo. (2005). Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan. Cetakan ke-2. Bandung: Mizan Learning Center.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Isvaricha, Lia. (2003). “Karena Menyontek” dalam Kupu-Kupu di Bantimurung: Antologi Cerpen Remaja III. Tasai, S. Amran dan A.Rozak Zaidan (ed). Jakarta: Obor Indonesia.

Jasmine, Julia. (2007). Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk:

Implementasi Multiple Intelligences.Terjemahan Profesional’s Guide:

Teaching with Multiple Intelligencess (Teacher Created Materials, Inc.,2001) oleh Julia Jasmine, M.A.Bandung: Nuansa.

Joyce, Bruce., dkk. (2009). Models of Teaching Model-Model Pengajaran Edisi Delapan: Terjemahan Models of Teaching oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kesuma, Dharma., dkk. (2011). Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(2)

Lewis, Barbara A. (2004). Character Building untuk Remaja:terjemahan dari What Do You Stand For oleh Arvin Saputra. Batam: Karisma Publishing Group.

Lickona, Thomas. (2013). Mendidik untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung jawab. Terjemahan Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Penerjemah, Juma Abdu Wamaungo, Uyu Wahyudin, dan Suryani. Jakarta: Bumi Aksara.

Marzuki (2009). Prinsip Dasar Akhlak Mulia Pengantar Studi KonsepKonsep -dasar Etika dalam Islam. Yogyakarta: Debut Wasana Press

Meier, Dave. (2002). The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Kaifa.

Mu’in, Fatchul. (2011). Pendidikan Karakter Kontruksi Teoretik dan Praktik. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Muslich, Masnur. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimentional. Jakarta: Bumi Aksara.

Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi. (2010). Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Nisfiannoor, Muhammad. (2009). Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.


(3)

Pranoto, Naning. (2007). Creative Writing: Jurus Menulis Cerita Pendek. Bogor: Raya Kultura.

Rahmanto, B. (1988). Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Raka, Gede, dkk. (2011). Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Ramly, Mansyur dkk. (2011). Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan.

Rangkuti, Hamsad. (1982). Cemara: Kumpulan Cerpen. Jakarta: Nusa Agung dan Kreasi Media Utama.

Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rohayani, Ida. (2008). Pengaruh Proses Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Interventif terhadap Karakter Warga Negara Muda (Studi Deskriptif Analitis pada Siswa SMA Negeri 3 Bandung). Tesis Magister pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rohman, Muhammad. (2012). Kurikulum Berkarakter: Refleksi dan Proposal Solusi terhadap KBK dan KTSP. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Rusyana, Yus. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro.

Rubiyanto, Nanik dan Dany Haryanto. (2010). Strategi Pembelajaran Holistik Di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.


(4)

Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Rosdakarya.

Sastromiharjo, Andoyo. (2011). Bahasa dan Sastra Indonesia 1. Jakarta: Yudhistira.

Silberman, Mel. (2007). Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Terjemahan Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Siregar, Sori. (2004). Kacamata Tanpa Bingkai Kumpulan Cerpen. Jakarta: Nusa Agung.

Soedarsono, Soemarno, (2010). Karakter Mengantar Bangsa dari Gelap Menuju Terang. Jakarta:Gramedia.

Somad, Abdul Hadi., dkk. (2008). Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia 1: untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Sumardjo, Jakob. (2004). Seluk-Beluk & Petunjuk Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah.


(5)

Sumiyadi. (2010). Kriteria Penilaian Penulisan Cerpen. http:/file.upi.edu/Direktori/FPBS/Jur.Pend.Bhs dan Sastra Indonesia/Kriteria Penilaian Menulis Cerpen.pdf.

Superka, Douglas P. dkk. (1976). Values Education Sourcebook: Conceptual Approaches, Materials Analyses, and an Annotated Bibliography. Boulder Colorado: Social Science Education Consortium ERIC Clearinghous for Social Studies/Social Science Education.

Susetyo, Budi. (2010). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama.

Tarigan, Hendry Guntur. (1993). Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Cetakan ke-1. Bandung: Angkasa

Tarigan, Hendry Guntur. 2000. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Cetakan ke-6. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. (2003). Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Tim Cerdas Komunika. (2012). Bahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas X. Bandung: Srikandi Empat Widya Utama.

Tim Edukatif. (2007). Kompeten Berbahasa Indonesia Jilid 1 untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Tim Pustaka Yustisia. (2008). Panduan Penyusunan KTSP Lengkap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD, SMP, dan SMA/SMK. Cetakan ke-2. Jakarta: Pustaka Yustitia.

Tim Redaksi Fokusmedia. (2006). Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia.


(6)

Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wahyuni, Sri. dan Abd. Syukur Ibrahim. (2012). Perencanaan Pembelajaran Bahasa Berkarakter. Bandung: Refika Aditama.

Wahyuningsih, Dyah. (2003). “Hukuman Terbaik” dalam Kupu-Kupu di Bantimurung: Antologi Cerpen Remaja III. Tasai, S. Amran dan A.Rozak Zaidan (ed). Jakarta: Obor Indonesia.

Wellek, Rene dan Austin Warren. (1989). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. http://www.merdeka.com/peristiwa/kalah-duel-dengan-sekolah-lawan-pelajar-

smk-tewas-dikeroyok.html

http://www.merdeka.com/peristiwa/bubarkan-siswa-yang-akan-tawuran-guru-malah-digebuki-pelajar.html


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN MENEMUKAN NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM CERPEN OLEH SISWA KELAS X SMA MARISI MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016.

0 2 15

PENGARUH PENDEKATAN KONTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS NILAI-NILAI DALAM CERPEN PASAR JONGJONG SISWA KELAS X SMA SWASTA AL-ULUM MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2012/2013.

0 2 18

EFEKTIFITAS MEDIA BUKU HARIAN DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN (Penelitian Eksperimen Kuasi Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Klari Tahun Ajaran 2014/2015).

1 2 40

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROYEK DALAM PEMBELAJARAN SOSIOLOGI TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI PADA KONSEP KELOMPOK SOSIAL DI MASYARAKAT : Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas XI IIS SMA Negeri 9 Bandung.

0 0 39

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BAURAN (BLENDED LEARNING) DENGAN MEDIA BLOG DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS CERPEN: Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Bandung Tahun Ajaran 2014-2015.

0 1 50

PEMBELAJARAN MENULIS LAPORAN PENGAMATAN DENGAN PENDEKATAN PROYEK SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKEMBANGKAN NILAI-NILAI KARAKTER : Studi Eksperimen Kuasi terhadap Peserta didik Kelas V pada SDN 3 Cipatat di Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajaran 2011/2012.

0 0 52

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN KOMIK RAMA DAN SINTA MELALUI STRATEGI PEMETAAN PIKIRAN DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BERORIENTASI NILAI KARAKTER : Penelitian kuasi eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Bina Muda Cicalengka.

0 1 39

ANALISIS NILAI-NILAI HUMANIS DALAM CERPEN MAJALAH HORISON DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMA.

3 27 28

NILAI NILAI DALAM CERPEN sebagai

0 0 4

Internalisasi Nilai Nilai Islami Dalam M

1 1 13