IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS) YOGYAKARTA.

(1)

i

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS)

YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Sutrisno NIM 13102241041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

ii

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS)

YOGYAKARTA Oleh: Sutrisno NIM 13102241041

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan nilai-nilai karakter yang ditanamkan di pondok pesantren, (2) menjelaskan metode yang digunakan dalam pendidikan karakter, dan (3) menjelaskan faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Subjek penelitian ini yaitu pembina asrama, santri, pendidik, pengelola yang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik. Teknik analisis data menggunakan interaktive model menurut Miles dan Huberman (Sugiyono,2013) melalui pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusions).

Hasil penelitian menunjukan (1) Nilai karakter yang ditanamkan kepada santri yaitu nilai karakter hubungannya dengan Tuhan: iman, taqwa dan ikhlas. Nilai karakter hubungannya dengan diri sendiri: kejujuran, tanggungjawab, kemandirian, kerja keras, disiplin, percaya diri, kreatif dan ingin tahu. Nilai karakter hubungannya dengan sesama: patuh pada peraturan, kerja sama, dan sopan santun. Nilai karakter yang hubungannya dengan lingkungan: peduli sosial, cinta kebersihan. Nilai karakter hubungannya dengan kebangsaan: menghargai keberagaman. (2) Metode pendidikan karakter yang digunakan yaitu metode pembiasaan, metode pemberian nasehat, metode keteladanan, metode praktik dan metode pemberian reward dan punishment. (3) Faktor pendukung pendidikan karakter adalah kebijakan pengelola pondok pesantren, lingkungan pondok pesantren, sarana dan prasarana pondok pesantren, dukungan dari ustad/ustadzah, dan dukungan dari pengurus IPM. Faktor penghambatnya adalah pendidik yang belum memahami pondok pesantren, karakteristik santri yang berbeda-beda, orang tua/wali yang tidak mendukung dan orang tua/wali tidak meneruskan pendidikan ketika santri berada di rumah.


(3)

iii

IMPLEMENTATION OF CHARACTER EDUCATION IN PONDOK PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH BOARDING

SCHOOL (MBS) YOGYAKARTA By:

Sutrisno NIM 13102241041

ABSTRACT

This research aims to (1) to know the description the value of the characters developed, (2) to explain the methods used in character education and (3) to explain factors supporting and inhibiting in the implementation of character education in Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta.

This research used qualitative approach with qualitative descriptive method. The subjects of this study were director, administrator, teachers, and students which were determined by purposive sampling technique. Data collection techniques of this research used observation, interviews and documentation. Data validity is obtained from source triangulation and technical triangulation. Data analysis techniques used interactive model according to Miles and Huberman (Sugiyono, 2013) through data collection, data reduction, data display, and conclusions drawing/ verifying.

The results showed that (1)The value of the character implanted to the santri is the character value of their relationship with God: faith, taqwa and sincere. The value of the character of their relationship with themselves: honesty, responsibility, independence, hard work, discipline, confidence, creative and curious. The value of the character of the relationship with others: obey rules, cooperation, and courtesy. The value of character related to the environment: social care, love hygiene. The value of the character of its relation to nationality: respect diversity. (2) Character education method used is method of habituation, method of giving advice, exemplary method, practice method and method of giving reward and punishment. (3) The supporting factors of character education are the policy of pesantren boarding school, pesantren cottage environment, the facilities and infrastructure of boarding school, support from religious ustadz/ ustadzah, and support from the management of IPM. Inhibiting factors are educators who do not understand boarding school, characteristics of different students, parents/ guardians who do not support and parents do not continue education when santri are at home.


(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Sutrisno

NIM : 13102241041

Program Studi : Pendidikan Luar Sekolah

Judul TAS : Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 10 Juli 2017 Yang menyatakan,

Sutrisno


(5)

v

LEMBAR PERSETUJUAN

Tugas Akhir Skripsi dengan Judul

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL

(MBS) YOGYAKARTA

Disusun oleh: Sutrisno NIM 13102241041

telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Skripsi bagi yang bersangkutan.

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Lutfi Wibawa, M.Pd

NIP. 19780821 200801 1 006

Yogyakarta, Juli 2017 Disetujui,

Dosen Pembimbing,

Serafin Wisni Septiarti, M.Si NIP. 19580912 198702 2 001


(6)

vi

HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS)

YOGYAKARTA

Disusun oleh: Sutrisno NIM 13102241041

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Yogyakarta Pada tanggal 17 Juli 2017

TIM PENGUJI

Nama/Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Serafin Wisni Septiarti, M.Si ... ... Ketua Penguji/ Pembimbing

Tristanti, M.Pd ... ... Sekretaris

Suparlan, M.Pd.I ... ... Penguji Utama

Yogyakarta, ...

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,

Dr. Haryanto, M.Pd NIP. 19600902 198702 1 001


(7)

vii MOTTO

“Taburkanlah suatu pikiran, maka kamu akan menuai perbuatan;

Taburkanlah suatu perbuatan, maka kamu akan menuai kebiasaan; Taburkanlah suatu kebiasaan, maka kamu akan menuai karakter;

Taburkanlah suatu karakter, maka kamu akan menuai takdir” (Samuel Smiles)

“Bukan tidak mungkin bangsa ini akan menjadi bangsa yang kuat apabila karakter tumbuh dalam setiap pribadi manusia”


(8)

viii

PERSEMBAHAN

Suatu anugerah Tuhan semua umat yang diberikan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya ini. Penulis mempersembahkan karya ini kepada: 1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih dan sayangnya

serta do’a yang tidak pernah lupa mereka panjatkan.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Agama, Nusa dan Bangsa.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Implementasi Pendidikan

Karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS)

Yogyakarta” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat

diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Serafin Wisni Septiarti, M.Si selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Ibu Serafin Wisni Septiarti, M.Si., Ibu Tristanti, M.Pd., dan Bapak Suparlan, M.Pd.I., selaku Ketua Penguji, Sekretaris, dan Penguji yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

3. Bapak Lutfi Wibawa, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Luar Sekolah beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

4. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.

5. Bapak Fajar Shadik selaku Direktur Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

6. Para ustad, ustadzah, santri dan staf Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta yang telah memberi bantuan memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

7. Bapak Yanto Utomo dan Ibu Siyam yang senantiasa memberikan dukungan


(10)

x

8. Kakak-kakakku, Mas Triyono, Mas Nuryanto dan Mas Martono yang selalu memberikan semangat.

9. Ibu Suryantiningsih, Bapak Banu Setya Adi, Mbak Naning, Revika, Alfi, Eggi, Dini, Wulan, Maslahah, Ferri, Wancik dan Erma orang-orang luar biasa yang selalu memberikan motivasi.

10. Keluarga Upil Family (Afril, Tifa, Jaya, Wawan, Fitri dan Nanda), Bento Sambalado (Kiki, Novi, Whena, Hanif,Lilin, Ayuk, Feri, dan Nia), Trio Kecer (Hanif dan Kholis) yang telah memberikan motivasi dan keceriaan.

11. Teman-teman PLS angkatan 2012, 2013, dan 2014 yang selalu memberikan bantuan dan motivasi.

12. Semua pihak, secara langsung maupu tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan di sini atas bantuan dan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah berikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 10 Juli 2017 Penulis,

Sutrisno


(11)

xi

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRAK DALAM BAHASA INGGRIS ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Fokus Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 14

1. Konsep Pendidikan Karakter ... 14

a. Pengertian Karakter ... 14

b. Pengertian Pendidikan Karakter ... 16

c. Tujuan Pendidikan Karakter ... 17

d. Nilai-nilai Karakter ... 19

e. Indikator Pendidikan Karakter ... 25

f. Metode Pendidikan Karakter ... 28

2. Konsep Pondok Pesantren Modern ... 37

a. Pengertian Pondok Pesantren ... 37

b. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Modern ... 40

c. Sistem Pengajaran Pondok Pesantren Modern ... 41

B. Penelitian yang Relevan ... 42

C. Pertanyaan Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 46

B. Setting Penelitian ... 47

C. Sumber Data ... 48


(12)

xii

E. Keabsahan Data ... 56

F. Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 61

1. Gambaran umum lokasi penelitian ... 61

a. Pendidik ... 66

b. Peserta didik ... 67

c. Kurikulum ... 70

d. Sarana dan prasarana ... 73

e. Program ... 74

1. Nilai-nilai pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta ... 77

2. Metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhamamdiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta ... 93

3. Faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta . 109

B. Pembahasan ... 115

1. Nilai-nilai Karakter di Pondok Pesantren Modern Muhamamdiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta . 115

2. Metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta ... 125

3. Faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta ... 133

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 137

B. Saran ... 139

DAFTAR PUSTAKA ... 141


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Rincian Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak

Tahun 2011-2015 ... 3

Tabel 2. Indikator keberhasilan pendidikan karakter di kelas dan sekolah . 26

Tabel 3. Distribusi indikator nilai pada tingkat mata pelajaran ... 27

Tabel 4. Profil subjek penelitian ... 50

Tabel 5. Teknik pengumpulan data ... 52

Tabel 6. Kisi-kisi wawancara, direktur, pengelola, pembina santri dan ustad ... 54

Tabel 7. Kisi-kisi pedoman wawancara santri ... 54

Tabel 8. Kisi-kisi lembar observasi ... 55

Tabel 9. Kisi-kisi lembar dokumentasi ... 56

Tabel 10. Struktur kurikulum Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School(MBS) Yogyakarta tingkat SMP ... 71

Tabel 11. Struktur kurikulum Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School(MBS) Yogyakarta tingkat SMA ... 72

Tabel 12. Rincian sarana dan prasarana Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta ... 74

Tabel 13. Jadwal kegiatan harian santri Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta ... 75

Tabel 14. Nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta ... 93


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Komponen karakter yang baik menurut Thomas Lickona ... 15

Gambar 2. Trianggulasi dengan tiga sumber data menurut William Wiersma (Sugiyono, 2013:372) ... 57

Gambar 3. Trianggulasi dengan tiga teknik pengumpulan data menurut William Wiersma (Sugiyono, 2013:372) ... 57

Gambar 4. Komponen dalam analisi data: Interaktif Model Miles dan Huberman (Sugiyono, 2013:338) ... 58

Gambar 5. Asrama putra Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School(MBS) Yogyakarta ... 64

Gambar 6. Grafik perkembangan jumlah santri PPM MBS Yogyakarta tahun 2008-2016 ... 68

Gambar 7. Diagram persebaran asal daerah santri ... 69

Gambar 8. Santri melaksanakan sholat malam ... 81

Gambar 9. Santri sedang piket membersihkan lantai ... 87

Gambar 10. Kreativitas berupa dekorasi panggung yang dibuat santri ... 89

Gambar 11. Kegiatan esktrakulikuler Tapak Suci ... 90

Gambar 12. Santri sedang mendengarkan penjelasan mendirikan tenda dalam kegiatan ekstrakulikuler Hizbul Wathan (HW) ... 91

Gambar 13. Ustad memberikan nasehat kepada santri pada kegiatan persiapan tidur dan do’a bersama ... 98

Gambar 14. Pemberian sembako dalam kegiatan Amal Bhati Santri ... 103

Gambar 15. Santri yang terlambat mengikuti do’a malam dihukum membaca surat-surat pendek ... 107


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 145

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ... 146

Lampiran 3. Pedoman Wawancara untuk Direktur ... 147

Lampiran 4. Pedoman Wawancara untuk Pengelola ... 148

Lampiran 5. Pedoman Wawancara untuk Pembina Asrama ... 149

Lampiran 6. Pedoman Wawancara untuk Santri ... 150

Lampiran 7. Catatan Lapangan ... 151

Lampiran 8. Transkrip wawancara 1 ... 166

Lampiran 9. Transkrip wawancara 2 ... 171

Lampiran 10. Transkrip wawancara 3 ... 175

Lampiran 11. Transkrip wawancara 4 ... 178

Lampiran 12. Analisis data hasil penelitian (Reduksi dan penarikan Kesimpulan) ... 181

Lampiran 13. Foto kegiatan ... 218

Lampiran 14. Surat permohonan izin penelitian ... 224


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan hingga kini masih dipercaya sebagai media yang sangat ampuh dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik (Azzet, 2011:9). Oleh karena itu, pola pendidikan secara terus-menerus dibangun dan dikembangkan agar mendapatkan hasil pendidikan yang sesuai dengan harapan bangsa. Bangsa Indonesia telah menjadikan pendidikan sebagai prioritas dalam pembangunan bangsa dengan berlandaskan dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Untuk mewujudkan pembangunan seperti yang diamanatkan Pancasila dan pembukaan UUD 1945, pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat tersebut tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. RPJPN menempatkan pendidikan karakter sebagai landasan untuk mewujudkan

visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”

(Sulistyowati, 2012: v).

Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa dan memiliki penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II ayat 3 yang menyebutkan bahwa:


(17)

2

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.”

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, sudah jelas bahwa pendidikan nasional mempunyai peran yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk sumber daya manusia Indonesia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan diharapkan menjadi tempat untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa, berakhak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, bertanggung jawab serta dapat membawa bangsa ini keperadaban yang bermartabat.

Namun Pusat Kurikulum & Perbukuan, Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional (2011) mengungkapkan fenomena keseharian menunjukan perilaku masyarakat belum sejalan dengan karakter bangsa yang dijiwai oleh Falsafah Pancasila (religius, humanis, nasionalis, demokratis, keadilan dan kesejahteraan rakyat). Perilaku menyimpang masih marak terjadi ditengah masyarakat seperti penggunaan obat terlarang, tindakan kekerasan, bullying, pemerkosaan, tawuran, pencurian, perampokan dan lain sebagainya.

Thomas Lickona (dalam Megawangi, 2007:7) menuturkan terdapat 10 tanda-tanda sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran. 10 tanda-tanda-tanda-tanda tersebut adalah (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk; (3) pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan; (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan


(18)

3

seks bebas; (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; (6) menurunnya etos kerja; (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; (8) rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga negara; (9) membudayanya ketidakjujuran, dan; (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Bangsa Indonesia akhir-akhir ini sudah mulai nampak gejala-gejala seperti yang disebutkan Thomas Lickona tersebut. KPAI (Komisi Perlingdungan Anak Indonesia) menunjukan beberapa kasus penyimpangan di tengah masyarakat yang dilakukan oleh anak maupun orang dewasa. Penyimpangan tersebut dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Data kasus anak berdasarkan klaster perlindungan anak dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Rincian Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak Tahun 2011-2015

No Kasus

Perlindungan Anak

Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

1 Anak Pengguna NAPZA 34 28 41 63 74

2 Anak Korban Tawuran 20 49 52 113 96

3 Anak Pelaku Tawuran 64 82 71 46 126

4 Anak Korban Kekerasan di

Sekolah (Bullying) 56 130 96 159 154

5 Anak Pelaku Kekerasan di

Sekolah (Bulliying) 48 66 63 67 93

6 Anak Korban Kejahatan

Seksual Online 17 11 23 53 133

7 Anak Pelaku Kejahatan

Seksual Online 8 7 16 42 52

8 Anak Pelaku Kepemilikan

Media Pornografi 56 47 61 64 104

9 Anak Sebagai Pelaku

Pencurian 14 92 51 47 81

10 Anak Sebagai Pelaku

Kepemilikan Senjata Tajam 21 18 28 46 48 Sumber : Data diolah dari data KPAI tahun 2016.


(19)

4

Berdasarkan data dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tersebut menunjukan bahwa terdapat peningkatan kasus di mana anak sebagai pelaku maupun korban. Kasus tersebut diantaranya anak sebagai pengguna NAPZA (Narkotika, Rokok, Minuman Keras, dsb) pada tahun 2013 terdapat 41 kasus kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 63 kasus dan pada tahun 2015 terjadi kenaikan menjadi 74 kasus. Kasus lain adalah anak sebagai pelaku kekerasan di sekolah (bulliying) pada tahun 2013 terdapat 63 kasus, pada tahun 2014 terdapat 67 kasus dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 93 kasus. Kasus yang mengalami kenaikan drastis yaitu anak sebagai pelaku kepemilikan media pornografi (HP/Video, dsb) pada tahun 2013 terdapat 61 kasus, kemudian pada tahun 2014 naik menjadi 64 kasus dan pada tahun 2015 naik tinggi menjadi 104 kasus.

Moralitas bangsa sekarang ini semakin menurun dengan munculnya tren-tren baru di tengah masyarakat yang jauh dari budaya ketimuran. Budaya ketimuran (Indonesia) yang kental dengan sopan santun, tata krama semakin kabur di tengah masyarakat. Para remaja dan orang dewasa banyak yang terpengaruh dengan budaya barat yang kurang baik. Tindakan-tindakan yang dahulu dianggap kurang sopan seperti mengenakan pakaian mini, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang dan lain sebagainya sekarang biasa dilakukan di tengah masyarakat.

Permasalahan tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat saja namun terjadi juga di lingkungan pendidikan. Permasalahan di lingkungan sekolah dilakukan oleh siswa seperti tindakan melanggar peraturan sekolah, mencontek, bullying, dan tawuran. Dipenghujung tahun 2016 terdapat kasus kekerasan di


(20)

5

lingkungan sekolah di mana kakak kelas menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Kasus pemukulan terjadi pada saat jam pelajaran berlangsung, pada saat itu tidak ada guru yang mengajar kemudian kakak kelas masuk dan memukuli korban (http://regional.liputan6.com,2016).

Degradasi moral juga terjadi pada sebagaian kecil remaja Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada awal tahun 2017 perilaku klitih marak terjadi lagi di Kota Jogja dan sekitarnya yang membuat warga menjadi resah. Klitih merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan kekerasan jalanan yang dilakukan oleh remaja atau pelajar. Berdasarkan surat kabar Kedaulatan Rakyat tertanggal 15 Maret 2017, aksi klitih yang dilakukan pelajar mengakibatkan satu korban pelajar SMP meninggal dunia. Kurang dari dua hari dari waktu kejadian polisi berhasil menangkap 7 pelaku pembunuhan yang tidak lain adalah pelajar SMP, SMA dan Homeschooling.

Lingkungan pendidikan berbasis agama seperti pondok pesantren juga terdapat permasalahan di dalamnya. Pondok pesantren berbeda dengan lembaga pendidikan pada umumnya, jika di sekolah siswa hanya memiliki waktu 7-8 jam di lingkungan sekolah. Akan tetapi, di pondok pesantren santri (sebutan untuk siswa) memiliki waktu 24 jam berada di lingkungan pondok pesantren setiap harinya. Hal ini membuat permasalahan yang komplek di lingkungan pondok pesantren. Permasalahan seperti ghasab, kabur dari pondok pesantren, tidak mengikuti sholat berjamaan masih dilakukan oleh para santri. Hal tersebut sesuai dengan yang

diungkapkan Bapak “AS” salah satu ustad Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta:


(21)

6

“Permasalahan di asrama bermacam-macam mas, seperti penggunaan bahasa yang kotor, kabur dari pondok pesantren, meremehkan aturan pondok, dan kurangnya kedisiplinan pada diri santri". (wawancara tanggal 4 Februari 2017)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak “AM”salah satu pendidik di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta:

“Permasalahan di sini bermacam-macam mas, seperti nakal, saling mengejek satu sama lainnya, bercanda berlebihan, pura-pura sakit, melanggar

peraturan, tapi perilaku seperti ini biasanya bawaan dari luar mas”.

(Wawancara tanggal 4 Februari 2017)

Anak-anak yang melakukan kesalahan seperti pura-pura sakit, kabur dari pondok pesantren, membolos sekolah merupakan anak yang merupakan anak-anak yang baru tinggal di lingkungan asrama. Anak semacam ini masih enggan untuk hidup jauh tanpa orang tua. Jumlah santri yang melakukan pelanggaran ini tidak banyak, hanya sebagaian kecil santri saja yang melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Berbagai permasalahan yang memprihatinkan di atas membutuhkan upaya perbaikan yang harus segera dilakukan. Salah satu upaya ialah melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter diharapkan mampu membentuk anak bangsa memiliki kepribadian yang baik. Pendidikan karakter juga diharapkan mampu menjadi fondasi utama dalam pembangunan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Manusia memiliki kepribadian yang baik tidak didapatkan begitu saja sejak ia dilahirkan, namun membutuhkan proses yang panjang yaitu melalui pendidikan dan pengasuhan. Untuk menciptakan manusia yang berkarakter hendaknya pendidikan difungsikan sebagaimana mestinya. Thomas Lickona (2012:7)


(22)

7

menyebutkan bahwa pada dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi muda untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi. Pendidikan tidak sekedar mementingkan intelektual semata namun juga memperhatikan moral dari peserta didik.

Di Indonesia proses pendidikan karakter dapat di tanamkan melalui tiga jalur pendidikan, yakni pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Pedidikan formal berada di sekolah-sekolah formal seperti di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Sedangkan Pendidikan Non formal dapat dilakukan di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Lembaga Kursus dan Pelatihan, Pusat Majelis Traklim, Sekolah Minggu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pondok Pesantren dan sebagainya. Sedangkan melalui pendidikan informal dapat dilakukan melalui lingkungan keluarga dan kehidupan sehari-hari.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994:6). Di dalam pondok pesantren diajarkan nilai-nilai baik pada diri para santri sehingga kelak para santri akan mempunyai bekal untuk hidup di tengah masyarakat.

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang mempunyai ciri khas tersendiri dalam menanamkan moral dan perilaku kepada santrinya. Seiring dengan perkembangan zaman, pondok pesantren telah berkembang sesuai dengan perkembangan informasi dan teknologi. Pondok pesantren yang mengikuti


(23)

8

perkembangan zaman dinamakan dengan pondok pesantren modern atau pondok pesantren khalafi. Kurikulum yang digunakan dalam pondok pesantren modern adalah memadukan pendidikan agama dengan pendidikan umum.

Fenomena baru sistem pendidikan Islam terpadu pada umumnya full day, sebagai upaya mengatasi problem pendidikan dan bahkan dengan sistem Boarding School (Maksudin, 2013:9). Pendidikan dengan sistem Boarding School ialah mengintegrasikan sistem sekolah dan asrama. Aktivitas pendidikan dalam sistem pondok pesantren Boarding School dilakukan selama 24 jam atau full day dengan jadwal yang terprogram secara jelas.

Pesantren pada umumnya lebih menitikberatkan pada nilai-nilai yang sudah mapan atau tradisional, meskipun akhir-akhir ini pesantren juga melakukan adopsi nilai-nilai modern, sedangkan sistem Boarding School sejak awal didirikan mengadopsi dan memadukan nilai tradisional dan nilai modern secara integratif dan selektif (Maksudin, 2013:10). Sistem Boarding School menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah kepada peserta didik. Nilai-nilai yang ditanamkan adalah nilai-nilai baik dan terpuji.

Pondok pesantren dengan sistem Boarding School yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta salah satunya adalah Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (PPM MBS) Yogyakarta. Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boaarding School (MBS) Yogyakarta memadukan pendidikan agama dengan pendidikan umum. Tujuan dari Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) yaitu mencetak generasi yang


(24)

9

kuat imannya, tinggi ilmunya dan mulia akhlaknya. Akan tetapi, dalam prosesnya masih terdapat permasalahan seperti perilaku ghasab, rendahnya rasa kedisiplinan, tindakan bullying yang dilakukan oleh para santri, meremehkan peraturan, kabur dari asrama dan lain sebagainya. Selain itu, permasalahan dalam pendidikan karakter di pondok pesantren ini ialah perbandingan ustadz dan santri yang tidak porposional.

Upaya pendidikan karakter telah dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta supaya para santri mempunyai karakter-karakter yang terpuji. Pendidikan karakter dijadikan nilai plus dalam pendidikan di pondok pesantren ini. Semangat pendidikan karakter dituangkan dalam identitas pondok pesantren di mana MBS sebagai Pusat Pembinaan Aklhak (Karakter). Sebagian karakter yang ditanamkan di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta adalah karakter ibadah, karakter semangat menuntut ilmu, karakter kejujuran, karakter kedisiplinan, dan karakter kehidupan sosial dan pergaulan.

Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta sangat menyadari bahwa membentuk dan menanamkan karakter dalam diri setiap santri adalah pekerjaan yang sangat sulit dan berat serta membutuhkan waktu yang panjang. Oleh sebab itu, pendidikan karakter tidak berhenti pada jam belajar di sekolah saja, tetapi juga berlanjut hingga kegiatan di asrama dan kegiaan-kegiatan yang lain. Pembentukan karakter pada diri santri di asrama dan kegiaan- kegiatan-kegiatan lain misalnya melalui kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler, mencuci baju sendiri, mengaji dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pondok


(25)

10

pesantren dijadikan sebagai sarana menumbuhkan jiwa mandiri, jujur, tanggungjawab dan lain sebagainya. Dengan demikian, setiap kegiatan yang dilakukan di pondok pesantren menjadi sarana strategis untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada diri santri.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh dalam mengenai implementasi pendidikan karakter di pondok pesantren modern, khususnya di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran mengenai implementasi pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diindentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya kasus anak sebagai pengguna NAPZA dari tahun ke tahun. 2. Meningkatnya kasus anak sebagai korban tawuran dan kasus anak sebagai

pelaku tawuran dari tahun ke tahun.

3. Meningkatnya kasus anak sebagai pelaku kekerasan di sekolah (bullying) dari tahun ke tahun.

4. Meningkatnya kasus anak sebagai kepemilikan media pornografi baik itu HP maupun video dari tahun ke tahun.

5. Perilaku klitih yang meresahkan warga masyarakat Yogyakarta.

6. Menurunnya kedisiplinan pada diri santri seperti terlambat mengikuti pelajaran, tidak mengikuti sholat berjamaah di masjid.


(26)

11 7. Menurunnya kedisiplinan pada diri santri.

8. Jumlah ustadz/ustadzah dengan santri yang tidak porposional. C. Fokus Masalah

Penelitian ini mengambil topik pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta. Untuk menghasilkan penelitian yang terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka dilakukan batasan (fokus) ruang lingkup penelitian. Penelitian difokuskan pada: 1. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan di Pondok Pesantren Modern

Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta.

2. Metode yang digunakan dalam implementasi pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta. 3. Faktor pendukung dan penghambat implementasi pendidikan karakter di

Pondok Pesantren Modern Muhamamdiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta.

.D. Rumusan Masalah

Dengan berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dan diteliti sebagai berikut :

1. Apa saja nilai-nilai karakter yang ditanamkan kepada santri di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta? 2. Bagaimana metode yang digunakan dalam pendidikan karakter di Pondok


(27)

12

3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam upaya implementasi pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mendiskripsikan nilai-nilai karakter yang di tanamkan kepada santri di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta. 2. Menjelaskan metode yang digunakan dalam pendidikan karakter di Pondok

Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta. 3. Menjelaskan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam upaya

implementasi pendidikan karakter yang di lakukan di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Melihat tujuan di atas, diharapkan dalam penelitian ini mendapat manfaat baik dari segi teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan pengetahuan dan pemahaman mengenai implementasi pendidikan karakter terkait dalam nilai-nilai yang ditanamkan, metode yang digunakan dalam pendidikan karakter dan faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakte di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta.


(28)

13 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait, yaitu:

a. Bagi lembaga, peneliitian implementasi pendidikan karakter di pondok pesantren dapat menjadi masukan dalam mengembangakan karakter peserta didik.

b. Bagi ustad/ustadzah, diharapkan penelitian ini dapat memberi kontribusi dalam menanamkan pendidikan karakter pada diri santri.

c. Bagi santri, diharapkan dapat membantu mengaplikasikan pendidikan karakter di kehidupan sehari-hari yang akan membentuk watak dan kepribadian.


(29)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Konsep Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter

Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan menurut Winnie dalam Muslich (2011:71), istilah karakter diambil dari

bahasa Yunani yang berarti ‘to mark’ (menandai). Istilah ini lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Menurut Musfiroh (dalam Kiromi, 2016:49) seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, suka mencuri, disebut sebagai orang yang memiliki karakter buruk. Sedangkan orang yang suka berbuat jujur, suka menolong, sopan, bisa dikatakan seseorang yang memiliki karakter yang baik. Jadi, istilah karakter lebih tercermin pada personality (kepribadian) seseorang.

Gordon Allport (dalam Sulistyowati, 2012:20) mendefinisikan karakter manusia sebagai kumpulan atau kristalisasi dari kebiasaan-kebiasaan seorang individu. Sedangkan Chaplin (dalam Sulistyowati, 2012:20) mendefinisikan sebagai kualitas kepribadian yang berulang secara tetap dalam seorang individu.

Menurut Thomas Lickona terdapat tiga komponen karakter yang baik dan saling berhubungan. Tiga komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau tindakan moral. Pengetahuan moral berkaitan dengan kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, penentuan


(30)

15

perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan pribadi. Perasaan moral berkaitan dengan hati nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik, kendali diri dan kerendahan hati. Sedangkan tindakan moral meliputi kompetensi, keinginan dan kebiasaan. Berikut diagram komponen karakter yang baik menurut Thomas Lickona.

Gambar 1. Komponen karakter yang baik menurut Thomas Lickona (2012:84) Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan hal yang berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, dan mempunyai kualitas kepribadian yang baik. Orang yang berkarakter adalah orang yang mengetahui akan adanya hal yang baik dan buruk, dapat merasakan dan melakukan

Perasaan Moral

1. Hati nurani 2. Harga diri 3. Empati

4. Mencintai hal yang baik

5. Kendali diri 6. Kerendahan hati

Pengetahuan Moral

1. Kesadaran moral 2. Pengetahuan nilai

moral

3. Penentuan perspektif 4. Pemikiran moral 5. Pengambilan

keputusan

6. Pengetahuan pribadi

Komponen Karakter yang Baik

Tindakan Moral

1. Kompetensi 2. Keinginan 3. Kebiasaan


(31)

16

tindakan baik. Karakter pada diri sesorang terbentuk karena adanya kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan bukan karena garis keturunan.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Penanaman karakter pada diri seseorang memerlukan suatu cara. Karakter tidak didapatkan begitu saja oleh seseorang akan tetapi melalui suatu proses yang dinamakan pendidikan. Berkaitan dengan karakter maka usaha yang dilakukan untuk menanamkan karakter disebut pendidikan karakter. Menurut Kartadinata, dkk (2015:150) pendidikan karakter adalah suatu pola yang dilakukan untuk membuat seseorang mengetahui hal-hal baik apa yang harus dilakukan dengan melakukan sehingga seseorang tersebut akan memiliki kepedulian tentang hal baik itu.

Sedangkan menurut Saptomo (2011:23) Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandasakan kebajikan-kebajikan inti (core virtue) yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat.

Pendidikan karakter menurut Megawangi sebagaimana dikutip oleh Kartadinata (2015:151), yaitu sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap lingkungannya.

Pendapat lain diungkapkan oleh Samani & Hariyanto (2013:45) pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi


(32)

17

manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.

Definisi lain diungkapkan oleh Amri, dkk (2011:4) pendidikan karakter adalah suatu penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter disekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan dan etos kerja seluruh warga sekolah.

Dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mengembangkan karakter yang baik dan menjadikan manusia seutuhnya. Makna pendidikan karakter lebih tinggi daripada pendidikan moral dilihat dari segi kualitas, karena dalam pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, akan tetapi pendidikan karakter menanamkan kebiasaan yang baik kepada peserta didik.

c. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter mempunyai bebrapa tujuan yang hendak dicapai melalui program ini. Menurut Sulistyowati (2012:27-28) terdapat beberapa tujuan pendidikan karakter diantaranya adalah sebagai berikut:


(33)

18

1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan

dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. 3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai

generasi penerus bangsa.

4) Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.

5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

Tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah menurut Kesuma (2011:9) memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Sedangkan tujuan pendidikan karakter menurut kemendiknas yaitu bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati


(34)

19

baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) membangun karakter bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangsa pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.

Berdasarkan uraian di atas pendidikan karakter mempunyai tujuan yang mulia yaitu mengembangkan nilai-nilai yang baik pada diri peserta didik. Nilai-nilai baik yang berkembang pada peserta didik diharapkan dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari peserta didik sehingga akan berkontribusi pada kehidupan masyarakat yang lebih baik.

d. Nilai-nilai Karakter

Kesuma (2011:12) mengelompokkan nilai-nilai karakter yang dianggap penting oleh manusia akhir-akhir ini. Pengelompokan berdasarkan nilai yang berkaitan dengan Tuhan, nilai yang berkaitan dengan diri sendiri, dan nilai yang berkaitan dengan orang lain/makhluk lain. Berikut nilai-nilai yang dianggap penting oleh Darma Kesuma:

1. Nilai yang terkait dengan Ketuhanan

Ikhlas, ikhsan, iman, taqwa, dan lain sebagainya. 2. Nilai yang terkait dengan diri sendiri

Jujur, kerja keras, tegas, sabar, ulet, ceria, teguh, terbuka, visioner, mandiri, tegar, pemberani, reflektif, tanggung jawab, disiplin, dan sebagainya.


(35)

20

Senang membantu, toleransi, murah senyum, pemurah, kooperatif, mampu bekerja sama, komunikatif, amar maruf (menyeru kebaikan), Nahi munkar (mencegah kemunkaran), peduli (manusia, alam), adil dan sebagainya.

Dirjen Dikdasmen Kemendiknas (Kemendiknas, 2010:16-18) berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik dan prinsip-prinsip HAM telah mengidentifikasi nilai-nilai karakter utama yakni : 1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius)

Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri a. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, pekerjaan, baik terhadap diri dan orang lain.

b. Bertanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.

c. Bergaya hidup sehat

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan mengindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.


(36)

21

Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

f. Percaya diri

Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

g. Berjiwa wirausaha

Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. h. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termuktakhir dari apa yang telah dimiliki.

i. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

j. Ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.


(37)

22 k. Cinta ilmu

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. b. Patuh pada aturan-aturan sosial

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.

c. Menghargai karya dan prestasi orang lain

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.

d. Santun

Sikap yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

e. Demokratis

Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki


(38)

23

kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

5. Nilai kebangsaan

Cara berpikir, bertindak dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

1. Nasionalis

Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

2. Menghargai keberagaman

Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya suku dan agama.

Pendapat lain tentang nilai-nilai yang perlu ditanamkan pada peserta didik datang dari Indonesia Heritage Foundation dalam Megawangi (2007:93). Indonesia Heritage Foundation mengembangkan sembilan nilai karakter yang perlu ditanamkan, adapun nilai-nilai karakter yang perlu di kembangkan adalah sebagai berikut:

1. Cinta Tuhan dan segenap Ciptaan-Nya (Love Allah, trust, reverence, loyality)

2. Kemandirian dan tanggung jawab (responsibility, excellence, self relance, dicipline, ordeliness)

3. Kejujuran/amanah, bijaksana (trustworthhiness, reliability, honesty) 4. Hormat dan santun (respect, coursety, obedience)


(39)

24

5. Dermawan, suka menolong, dan gotong royong (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation)

6. Percaya diri, kreatif, dan pekerja keras (confidence, assertiviness, creativity, resourcarefulness, courage, determination, and anthusiasm) 7. Kepemimpinan dan keadilan (justice, fairness, mercy, leadership) 8. Baik dan rendah hati (kindness, freiendliness, humility, modesty)

9. Toleransi dan kedamaian dan kesatuan (tolerance, flexibility, peacefullness, unity)

Thomas Lickona (2012:69) berpendapat bahwa nilai dasar yang harus diajarkan di sekolah adalah rasa hormat dan tanggung jawab. Rasa hormat dan tanggug jawab mewakili dasar moralitas utama yang berlaku secara universal. Mereka memiliki tujuan, nilai yang nyata, di mana mereka mengandung nilai-nilai baik bagi semua orang sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat.

Selain sikap hormat dan tanggung jawab menurut Thomas Lickona ada nilai-nilai yang harus diajarkan disekolah, nilai-nilai-nilai-nilai tersebut adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, kerja sama, keberanian, sikap demokratis. Nilai-nilai khusus tersebut merupakan bentuk dari rasa hormat dan atau tanggung jawab ataupun sebagai media pendukung untuk bersikap hormat dan bertanggung jawab (Lickona, 2012:74).

Kemudian, Ari Ginanjar Agustian dengan teori ESQ menyodorkan pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk pada sifat-sifat mulia Allah swt., yaitu Asmaul Husna. Asmaul Husna inilah sumber sejati karakter positif


(40)

25

yang dirumuskan oleh siapa pun. Dari sekian banyak karakter yang bisa diteladani dari Asmaul Husna, Agustian (2010:318) merangkumnya dalam tujuh karakter dasar, yaitu:

1. Jujur

2. Tanggung jawab 3. Disiplin

4. Visioner 5. Adil 6. Peduli 7. Kerja sama

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai karakter yang ditanamkan kepada peserta didik merupakan nilai-nilai terpuji. Nilai-nilai karakter ini bersumber dari kajian Nilai-nilai-Nilai-nilai agama, norma-norma sosial, dan peraturan. Nilai karakter dapat dikategorikan menjadi nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (religius), nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri seperti jujur, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, mandiri, kreatif dan lain sebaigainya. Nilai karakter dalam hubungannya dengan orang lain seperti patuh pada aturan, menghargai keberagaman, santun dan demokratis. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan seperti cinta terhadap lingkungan, memberi bantuan kepada orang lain.

e. Indikator Pendidikan Karakter

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter perlu disusun indikator sebagai tolak ukur keberhasilan. Menurut Kementrian Pendidikan


(41)

26

Nasional tahun 2010, indikator keberhasilan pendidikan karakter dapat diukur melalui dua cara yaitu:

1. Indikator keberhasilan untuk kelas dan sekolah

Indikator sekolah dan kelas adalah tolak ukur yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga lembaga pelaksana pendidikan budaya dan karakter bangsa. Berikut indikator keberhasilan untuk kelas dan sekolah (Sulistyowati, 2012:72) :

Tabel 2. Indikator keberhasilan pendidikan karakter di kelas dan sekolah NO Nilai & Deskrpsi Indikator kelas Indikator sekolah

1 Religius  Berdoa sebelum

pelajaran dimulai dan sesudahnya  Siswa diberi

kesempatan untuk menjalankan ibadah

Tersedia tempat ibadah

Perayaan hari besar keagamaan

2 Jujur  Larangan menyontek

 Terdapat fasilitas pengumuman barang yang hilang dan kotak temuan barang hilang

Kantin kejujuran Kotak kejujuran Kotak saran dan

pengaduan Transparansi

keuangan 3 Tanggung jawab  Pelaksanaan tugas

piket secara teratur  Melaksanakan tugas

yang diberikan sekolah/guru

 Menjalankan tata tertib dan peraturan akademik secara sukarela

Terdapat laporan pertanggung-

jawaban setiap kegiatan

 Membuat

pembiasaan untuk menjalankan tata tertib dan aturan akademik dengan sukarela


(42)

27 2. Indikator keberhasilan untuk mata pelajaran

Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, selain dapat diukur dari tingkat kelas dan tingkat sekolah, juga dapat diukur dari pencapaian tiap mata pelajaran. Nilai-nilai pendidikan karakter disematkan pada tiap-tiap mata pelajaran. Distribusi indikator nilai pa tingkat mata pelajaran dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi indikator nilai pada tingkat mata pelajaran

No Mata pelajaran Nilai karakter

1. Pendidikan Agama Religius, jujur, bertanggung jawab, cinta damai

2. Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

Disiplin, Kerja keras, menghargai prestasi, sehat

3. PKn dan IPS Cinta tanah air, peduli sosial, semangat kebangsaan, demokratis dan toleransi

4. IPA Rasa ingin tahu, peduli lingkungan,

kreativitas 5. Bahasa (Bahasa Indonesia,

Inggris dan asing lainnya)

Gemar membaca, komunikatif 6. Matematika Kerja keras, rasa ingin tahu, teliti, 7. Pendidikan seni Kreativitas, menghargai prestasi,

mandiri

8. TIK Kreativitas, rasa ingin tahu,

bertanggung jawab, dan menghargai prestasi

Mulyasa (2011:12) berpendapat indikator keberhasilan program pendidikan karakter disekolah dapat diketahui dari berbagai perilaku sehari-hari yang tampak dalam setiap aktivitas. Aktivitas yang mencerminkan keberhasilan pendidikan karakter menurut Mulyasa adalah sebagai berikut:


(43)

28 2. Kejujuran

3. Keikhlasan 4. Kesederhanaan 5. Kemandirian 6. Kepedulian

7. Kebebasan dalam bertindak 8. Kecermatan/ ketelitian 9. Komitmen

Indikator keberhasilan pendidikan karakter dapat dilihat di lingkungan sekolah maupun di kelas. Indikator keberhasilan di sekolah dilihat dari perilaku peserta didik dan tersedianya sarana dan prasarana dalam menunjang pendidikan karakter. Indikator di kelas yaitu mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran.

f. Metode Pendidikan Karakter

Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos bearti jalan atau cara. Dalam bahasa Arab istilah metode dikenal dengan istilah thoqirah yang berarti langkah-langkah strategis untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Metode menurut istilahnya ialah suatu sistem atau cara yang mengatur suatu cita-cita atau tujuan (Wiyani, 2013:38). Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa metode ialah suatu cara yang digunakan untuk mencapai cita-cita atau tujuan.

Menurut Gunawan (2014:88) metode ialah cara-cara untuk menyampaikan materi pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik, disampaikan dengan efektif


(44)

29

dan efisien, untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditentukan. Kaitannya dengan pendidikan karakter, metode pendidikan karakter berarti suatu cara yang disampaikan dengan efektif dan efisien yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan karakter.

Proses pendidikan karakter memerlukan metode yang tepat yang diberikan kepada siswa agar siswa bukan sekedar tahu tentang karakter baik akan tetapi siswa juga mampu melaksanakan karakter baik yang menjadi tujuan pendidikan karakter. Abdurrahman An-Nahlawi (dalam Gunawan, 2014:88) menawarkan metode-metode pendidikan karakter sebagai bahan pertimbangan para pendidik dalam menginternalisasikan pendidikan karakter kepada semua peserta didik. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:

1. Metode hiwar atau percakapan

Metode hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab, mengenai satu topik, dan dengan sengaja diarahkkan kepapda satu tujuan yang dikehendaki. Dalam proses pendidikan metode hiwar mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa pendengar (mustami’) atau pembaca yang mengikuti topik percakapan dengan seksama dan penuh perhatian.

2. Metode qishah atau cerita

Metode cerita merupakan metode pendukung dalam pelaksanaan pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan dan edukasi.


(45)

30 3. Metode amtsal atau perumpamaan

Metode perumpamaan juga baik digunakan oleh para guru dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam menanamkan karakter kepada mereka. Cara penggunan metode amtsal ini hampir sama dengan metode kisah, yaitu dengan berceramah (berkisah atau membacakan kisah) atau membaca teks.

4. Metode uswah atau keteladanan

Dalam penanaman pendidikan karakter kepada peserta didik di sekolah, keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena peserta didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah) pada umumnya cenderung meneladani (meniru) guru atau pendidiknya. Hal ini memang karena secara psikologis siswa memang senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun mereka tiru.

5. Metode pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini berintikan pengalaman. Dan inti kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kegiatan ini dapat dilakukan dalam setiap kegiatan. Oleh karenanya, menurut para pakar, metode ini sangat efekktif dalam rangka pembinaan karakter dan kepribadian anak. Orang tua membiasakan anak-anaknya untuk bangun pagi. Maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan.


(46)

31 6. Metode ‘ibrah dan mau’idah

Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, dihadapi dengan menggunakan nalar yag menyebabkan hati mengakuinya. Adapun kata mau’idah ialah nasehat yang lembut yang diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.

7. Metode targhib dan tarhib (janji dan ancaman)

Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib dan tarhib mempunyai titik tekan yang berbeda. Targhib agar melakukan kebaikan yang diperintahkan Allah, sedang tarhib agar menjauhi perbuatan jelek yang dilarang oleh Allah.

Metode pendidikan karakter haruslah mampu mengembangkan kepribadian siswa. Metode pendidikan karakter menurut Marzuki (2015:112-113) terdapat 6 langkah, adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Metode langsung dan tidak langsung

Metode langsung berarti penyampaian pendidikan karakter (pendidikan akhlak) dilakukan secara langsung dengan memberikan materi-materi akhlak mulia dari sumbernya. Sementara itu, metode tidak langsung maksudnya adalah penanaman karakter melalui kisah-kisah yang mengandung nila-nilai karakter mulia dengan harapan dapat diambil hikmahnya oleh siswa.

2. Melalui mata pelajaran tersendiri dan terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran


(47)

32

Melalui mata pelajaran tersendiri, seperti Pendidikan Agama dan Pendidikan kewarganegaraan (PKn). Sementara itu, terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran artinya melalui mata pelajaran yang ada. Nilai-nilai karakter mulia dapat diintegrasikan dalam materi ajar atau melalui proses pembelajaran yang berlaku.

3. Melalui kegiatan-kegiatan di luar mata pelajaran, yaitu melalui pembiasaan-pembiasaan atau pengembangan diri.

Maksudnya adalah pembinaan karakter siswa melalui semua kegiatan diluar pembelajaran yang biasa disebut kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang berbentuk pembiasaan-pembiasaaan nilai-nilai akhlak mulia yang ada di dalamnya, seperti melalui kegiatan IMTAQ, tadarus Alquran, dan pramuka. 4. Melalui metode keteladanan (uswah hasanah)

Metode yang sangat efektif untuk pembinaan karakter siswa disekolah adalah melalui keteladanan. Keteladanan disekolah diperankan oleh kepala sekolah, guru, dan karyawan sekolah. Keteladanan di rumah diperankan oleh kedua orangtua siswa atau orang-orang lain yang lebih tua usianya. Sementara itu, keteladanan di masyarakat diperankan oleh para pemimpin masyarakat dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi.

5. Melalui nasehat-nasehat dan memberi perhatian

Para guru dan orangtua harus selalu memberikan nasihat-nasihat dan perhatian khusus kepada para siswa atau anak mereka dalam rangka pembinaan karakter. Cara ini juga sangat membantu dalam memotivasi siswa untuk memiliki


(48)

33

komitmen dengan aturan-aturan atau nilai-nilai akhlak mulia yang harus diterapkan.

6. Metode reward dan punishment

Metode reward adalah pemberian hadiah sebagai perangsang kepada siswa atau anak agar termotivasi berbuat baik atau berakhlak mulia, sedangkan metode punishment adalah pemberian sanksi sebagai efek jera bagi siswa atau anak agar tidak berani berbuat jahat (berakhlak buruk) atau melanggar aturan yang berlaku.

Pendidikan yang mengakarkan diri pada konteks sekolah akan mampu menjiwai dan mengarahkan sekolah pada penghayatan pendidikan karakter yang realitis, konsisten, dan integral. Menurut Wiyani (2013:43) terdapat lima unsur yang perlu dipertimbangkan dalam penghayatan pendidikan karakter. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mengajarkan

Agar dapat melakukan sesuatu yang baik, adil, bernilai, pertama-tama harus mengetahui dengan jernih apa yang dimaksud dengan kebaikan, keadilan, dan nilai. Pendidikan karakter mengandaikan pendidikan teoritis tentang konsep-konsep nilai tertentu. Salah satu unsur penting ialah mengajarkan nilai-nilai sehingga peserta didik mempunyai gagasan konseptual tentang nilai-nilai pemandu perilaku yang dapat dikembangkan dalam mengembangkan perilaku pribadinya.


(49)

34 2. Keteladanan

Keteladanan menjadi hak klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Anak akan banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Kata-kata dapat menggerakan orang, tetapi keteladanan lebih menarik hati.

3. Menentukan prioritas

Lembaga pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas karakter yang ingin diterapkan dilingkungan mereka. Tanpa adannya prioritas yang jelas, proses evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter tidak jelas. Ketidajelasan tujuan dan tata cara evaluasi pada gilirannya akan memandulkan program pendidikan karakter disekolah karena tidak akan terlihat adanya kemajuan atau kemunduran.

4. Praksis prioritas

Praksis prioritas merupakan unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut.

5. Refleksi

Refleksi merupakan kemampuan dasar khas manusiawi. Melalui kemampuan ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik. Jadi, setelah tindakan dan praksis pendidikan karakter terjadi, perlu diadakan semacam pendalaman. Refleksi, untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam melaksanakan pendidikan karakter. Model penyampaian nilai-nilai pendidikan karakter kepada siswa di sekolah menurut Suparno (2015:98) meliputi ceramah guru, siswa melakukan kegiatan dan


(50)

35

merekflesikannnya, siswa diajak menyadari nilai yang ada (konsientisasi), dan keteladanan.

1. Transfer nilai lewat ceramah

Guru mentransfer nilai yang akan ditanamkan kepada siswa. Dalam model ini, pendidik yang telah mengerti nilainya memberikan kepada siswa. Bentuk transfer dapat bemacam-macam, seperti menjelaskan nilai itu kepada siswa, memberikan hukuman kepada siswa yang melanggar, atau memberikan hadiah kepada siswa yang bersikap baik dalam pendidikan nilai.

2. Konsientisasi

Konsientisasi yaitu penyadaran, di mana siswa lebih aktif menggali nilai dari kasus yang ditawarkan guru. Dalam model pendekatan ini, siswa lebih diperlakukan sebagai subjek dan sebagai pribadi yang juga dapat menggali nilai-nilai karakter dalam hidup meskipun belum lengkap dan sempurna. 3. Melalui pengalaman dan Refleksi

Penyamaian pendidikan karakter dapat pula melalui refleksi pengalaman siswa. Siswa dibantu untuk mengalami sesuatu dalam menekuni mata pelajaran di sekolah, dalam kegiatan kokurikuler, dan dalam kegiatan ekstrakulikuler. Dari pengalaman mereka itu, para siswa dibantu untuk mengadakan refleksi apa yang ditemukan dalam pengalaman itu.

4. Keteladanan

Nilai karakter dapat pula disampaikan dengan keteladanan hidup. Karena menyangkut tingkah laku baik dan tidak baik orang, maka model penyampaian pendidikan nilai dengan teladan hidup akan lebih mengena kepada anak didik.


(51)

36

Terdapat empat model pendidikan moral menurut Nel Noddings (dalam Nucci dan Narvaes, 2014: 246-252) yang dapat diterapkan kepada peserta didik. Empat model tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keteladanan

Hampir semua pendekatan pada pendidikan moral menyadari pentingnya keteladanan. Jika hendak mengajarkan kaum muda untuk menjadi orang yang bermoral, hendaknya menunjukan perilaku yang bermoral pada mereka. 2. Dialog

Dialog adalah unsur paling mendasar dari pendidikan moral dari perspektif kepedulian. Semua bentuk pendidikan moral menggunakan jenis pembicaraan seperti ini. Dalam dialog melibatkan pencarian pemahaman secara bersama-sama.

3. Praktik

Nilai-nilai karakter yang diberikan kepada peserta didik. Peserta didik kemudian diberikan kesempatan untuk mempraktikan nilai-nilai tersebut di masyarakat. Praktik kerjasama memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial, dan keterampilan sosial yang berkembang dengan baik pada gilirannya berkontribusi pada kehidupan orang yang peduli dan orang yang dipedulikan.

4. Konfirmasi

Tindakan konfirmasi mengacu pada tindakan sadar pemberi perhatian berupa menyetujui atau menyakinkan hal-hal yang secara moral paling baik pada orang lain.


(52)

37

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat bermacam-macam metode atau cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Akan tetapi ada kecenderungan para ahli yang mengungkapkan metode keteladanan merupakan unsur yang efektif dalam menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik. Pendidik sebagai role model memberikan contoh kepada peserta didik melalui perilaku yang baik sehingga peserta didik mencontoh perilaku tersebut. Selain metode keteladanan, metode yang sebaiknya digunakan adalah metode pembiasaan, metode pemberian nasehat, metode praktik dan metode reward dan punishment.

Metode pembiasaan penting untuk dilakukan, karena dengan metode ini peserta didik melalukan hal yang baik secara terus menerus dengan harapan akan menjadi suatu habit atau peserta didik terbiasa untuk melakukan hal yang baik. Metode dialog dan pemberian nasehat kepada peserta didik mempunyai dampak yang mendalam terhadap jiwa pendengar.

2. Konsep Pondok Pesantren Modern

a. Pengertian Pondok Pesantren Modern

Pondok pesantren merupakan tempat pendidikan islam tertua yang telah ada di Indonesia sekitar 300-400 tahun yang lalu. Kalangan masyarakat banyak yang

menyebut pondok pesantren dengan nama “pesantren” saja tanpa ada embel-embel pondok. Secara terminologi pesantren dimaknai sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diimplimentasikan dengan cara non-klasikal (Malik, 2008:14). Istilah non klasikal


(53)

38

di sini ialah seorang kyai mengajarkan santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab bahasa Arab.

Sedangkan dari segi estimologi, menurut Zani (dalam Malik, 2008:15),

pesantren berasal dari kata “santri” yang diberi awalan pe- dan akhiran –an, yang berarti sebuah pusat pendidikan Islam tradisional atau sebuah pondok untuk siswa muslim (santri) sebagai model sekolah agama Islam di Jawa. Cak Nur berpendapat

bahwa kata ‘Santri’ berasal dari sastri (bahasa Sansekerta), yang berarti melek huruf. Sedangkan kata pondok yang mengiringi kata ‘pesantren’ juga dimungkinkan bersal dari bahasa Arab ‘funduq’ yang berarti asrama.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari (Mastuhu, 1994:55). Sedangkan Menurut Malik (2007:8) Pondok Pesantren ialah tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen.

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai unsur-unsur pendidikan sebagai pelengkap dalam pengajarannya. Menurut Mastuhu (1994:58) terdapat 3 unsur pondok pesantren. Ketiga unsur pondok pesantren adalah sebagai berikut :

“Unsur-unsur pesantren adalah (1) Pelaku: kiai, ustadz, santri dan pengurus. (2) Sarana perangkat keras: Masjid, rumah kiai, rumah ustadz, pondok, gedung, sekolah, tanah untuk berbagai keperluan, gedung-gedung lain untuk keperluan-keperluan seperti perpustakaan, aula, kantor pengurus pesantren, kantor organisasi santri, keamanan, koperasi, perbengkelan, jahit-menjahit dan keterampilan lainnya, dan (3) Sarana perangkat lunak: Tujuan, kurikulum, sumber belajar yaitu kitab, buku-buku dan sumber belajar lainnya,


(54)

39

cara belajar-mengajar (bandongan, sorogan, halaqah, dan menghafal) dan evaluasi belajar-mengajar.”

Sedangkan menurut Dhofier (1994:44) terdapat lima elemen yang harus dimiliki pesantren. Kelima unsur tersebut adalah Pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai. Kelengkapan unsur-unsur pondok pesantren tersebut berbeda-beda diantara pesantren yang satu dengan pesantren yang lainnya. Kelima elemen tersebut menurut Dofier harus dimiliki pesantren, sehingga dapat disebut dengan pesantren. Ada pesantren yang lengkap unsur-unsurnya, namun ada juga yang terbatas. Perbedaan ini dipengaruhi dari kemampuan masing-masing pondok pesantren.

Pondok pesantren saat ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pesantren tradisional atau pesantren salafiah dan pondok pesantren modern atau khalafiah. Pondok pesantren salaf hanya mengajarkan kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Dalam pengajarannya pondok pesantren tradisioanl atau salafiah hanya mengajarkan kitab-kitab klasik saja tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sedangkan pesantren modern atau khalafiah telah memasukan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren (Tuanaya dkk, 2007:9).

Pondok pesantren modern mempunyai perbedaan yang jelas dengan pondok pesantren tradisional. Pondok pesantren tradisional cenderung menutup diri dari unsur-unsur luar, sedangkan pondok pesantren modern lebih flesksibel dan terbuka dalam menerima hal-hal baru disamping tetap mempertahankan tradisi lama yang sudah ada (Malik, 2008:20). Pondok pesantren modern melakukan pembaharauan


(55)

40

(modernisasi) dalam sistem pendidikan, kelembagaan, pemikiran dan fungsi dari pondok pesantren. Dalam proses pembelajarannya sudah menerapkan sistem perjenjangan (klasikal) tidak lagi menggunakan sistem non klasikal. Sistem perjenjangan seperti ini layaknya sekolah formal pada umumnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulakan bahwa pondok pesantren modern ialah tempat pendidikan islam yang telah mengalami pembaharuan. Pembaharuan terjadi dalam sistem pendidikan, kelembagaan, pemikiran dan fungsi dari pondok pesantren. Pondok pesantren modern lebih terbuka dan menerima hal-hal baru dari dunia luar disamping tetap memertahankan tradisi lama yang sudah ada.

b. Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren Modern

Kurikulum merupakan instrumen penting dalam pendidikan. Menurut Crow and crow (dalam Malik, 2008:24), kurikulum meliputi bagaimana cara mengembangan siswa dari segi mental, fisik, emosional, spiritual, dan moral dengan melihat pengalaman-pengalaman sebelumnya yang diamati dari proses belajar mengajar, baik di dalam ruangan kelas maupun outdoor.

Kurikulum yang digunakan di pondok pesantren modern ialah dengan memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum. Adapun porsi yang diberikan ialah 100% pendidikan agama dan 100% pendidikan umum (Wiryosukarto & TIM, 1996:51). Materi pendidikan agama mayoritas diadopsi dari Pondok Modern Darussalam Gontor (Malik, 2008:66). Adapun materi-materi agama meliputi pelajaran bahasa Arab, perbandingan agama, Hadist, balaqhah, Ilmu Mantiq, Aqidah, Fiqih, dan Tajwid. Sedangkan materi umum yang diberikan


(56)

41

mengacu kepada DikNas (sebagai representasi pendidikan nasional). Mata pelajaran yang diberikan dalam pendidikan umum seperti matematika, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan lain sebagainya. Pelajaran ilmu-ilmu umum penting untuk dimaksudkan agar para santri juga memiliki wawasan pengetahuan umum disamping wawasan ilmu agama.

c. Sistem Pengajaran Pondok Pesantren Modern

Sistem pengajaran yang diterapkan di pondok pesantren modern berbeda dengan pondok pesantren tradisional. Dalam pondok pesantren modern tidak menggunakan sistem non klasikal seperti sorogan atau bandongan akan tetapi sudah menerapkan sistem klasikal, sebagaimana diterapkan di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah (Wiryosukarto & TIM, 1996:52). Alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran sama dengan pendidikan umum seperti ruang kelas, papan tulis, kapur, dan penghapus bahkan ada yang sudah menggunakan LCD Proyektor sebagai media pembelajarannya.

Dari segi metode pengajarannya, pondok pesantren modern tidak lagi menerapkan sistem sorogan atau bandongan, tetapi telah mulai menggunakan berbagai metode pengajaran yang diterapkan pada sekolah umum seperti: tanya jawab, hafalan, sosio-drama, widyawisata, ceramah, hingga sistem modul (Tuanaya, 2007:10). Proses pendidikan di pondok pesantren modern berlangsung selama 24 jam. Pada pukul 07.00 WIB – 13.00 WIB para siswa belajar di madrasah kemudian pada jam setelahnya para siswa belajar di asrama. Kegiatan siswa atau


(57)

42

santri telah terprogram secara pasti sehingga membutuhkan kedisiplian. Jadwal yang tersusun ini diharapkan dapat membuat para santri menjadi disiplin.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem pembelajaran di pondok pesantren modern berbeda dengan sistem pondok pesantren tradisional. Pondok pesantren modern mempunyai sistem klasikal layaknya sekolah umum dalam pengajarannya, selain itu sarana dan prasarana yang digunakan lebih memadai di mana beberapa pondok pesantren sudah menggunakan LCD proyektor dalam pembelajarannya.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wuri Wuryandani, Unik Ambar Wati, dan

Fathurohman dengan judul “Implementasi pendidikan karakter kemandirian di

Muhammadiyah Boarding School” diterbitkan oleh Jurnal Cakrawala Pendidikan Edisi Juni 2016, TH. XXXV, No.2.

Hasil penelitian dari Wuri Wuryandani, Unik Ambarwati, dan Faturrohman, adalah : a) Dalam rangka implementasi pendidikan karakter kemandirian MBS memiliki kebijakan untuk membangun kemandirian dalam diri santri. b) dalam upaya implementasi pendidikan karakter kemandirian dalam proses pembelajaran guru menggunakan strategi penugasan, membuat kontrak belajar dan menintegrasikan pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Sedangkan kendala dalam penelitian ini adalah : kurang konsistensinya orang tua dan adanya beberapa guru yang belum mengintegrasikan pendidikan karakter kemandirian dalam proses pembelajaran.


(58)

43

Mencermati dari penelitian Wuri Wuryandani, dkk tersebut. Penelitian ini dilakukan ditempat yang sama, akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Wuri Wuryandani, dkk terfokus pada pendidikan di dalam kelas dan pendidikan karakter kemadirian saja. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang implementasi pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhamadiyah Boarding School (PPM MBS) Yogyakarta yang diantaranya dilakukan dalam keseharian (pendidikan informal) di pondok pesantren tersebut.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Kamin Sumardi, FTPK Universitas Pendidikan

Indonesia Bandung yang berjudul “Potret Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren

Salafiah” yang diterbitkan oleh Jurnal Pendidikan Karakter Edisi Oktober 2012,

TH. II, No.3.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pendidikan karakter yang dilaksanakan oleh pondok pesantren Salafiah yang terletak di pedesaan. Secara khusus, penelitian yang dilakukan oleh Kamin Sumardi bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan yang berkaitan dengan kurikulum, kondisi siswa, pendidik dan tenaga kependidikan, proses pembelajaran, fasilitas dan lulusan (out put).

Hasil penelitian ialah secara tidak langsung dan tidak formal pendidikan karakter telah ditanamkan secara kuat dengan pola dan bentuk yang khas pesantren salafiah. Pendidikan karakter sesungguhnya tidak harus menggunakan kurikulum yang formal, cukup dengan hiden curriculum. Pendidikan karakter tidak selalu diajarkan di dalam kelas, namun dilakukan secara stimulan dan berkelanjutan di dalam dan di luar kelas. Keberhasilan pendidikan karakter akan dipengaruhi oleh


(59)

44

teladan dan contoh nyata dalam kehidupan dan dalam kegiatan pembelajaran. Pendidikan karakter tidak bisa dipaksakan, namun dijalani sebagaimana adanya kehidupan keseharian sehingga dengan sendirinya melekat kuat pada diri setiap peserta didik atau santri.

Melihat penelitian yang dilakukan oleh Kamin Sumardi terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya yaitu penelitian dilakukan di lembaga pondok pesantren. Namun yang membedakannya ialah penelitian yang dilakukan oleh Kamin Sumardi dilakukan di pondok pesantren Salafiah/ tradisional, sedangkan yang penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pondok pesantren Khalaf/ modern.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan konsep dan kerangka berfikir di atas, muncul beberapa pertanyaan penelitian sebagai dasar untuk mengeksplorasi, menggali lebih dalam terkait dengan implementasi pendidikan karakter berbasis budaya di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (PPM MBS) Yogyakarta adalah :

1. Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta sebagai pondok pesantren modern:

a. Mengapa Pondok Pesantren Modern Muhamamdiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta di sebut dengan pondok pesantren modern?

b. Apa perbedaan pondok pesantren modern dengan pondok pesantren tradisional?


(60)

45

c. Bagaimana kurikulum di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta?

2. Nilai-nilai dan metode pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta:

a. Nilai-nilai karakter apa saja yang ditanamkan kepada santri di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta? b. Metode apa saja yang digunakan dalam pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta? c. Pendidikan karakter banyak diterapkan di lembaga pendidikan, yang

membedakan di sini dan diluar apa?

d. Bagaimana evaluasi pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta?

3. Faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Yogyakarta:

a. Apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan karakter ? b. Apa saja faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan karakter ?


(61)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut Moleong (2005:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis atau cara kuantifikasi lainnya. Menurut Creswell (dalam Satori, 2011:24) penelitian kualitatif adalah suatu proses inquiry tentang pemahaman berdasar pada tradisi-tradisi metodologis terpisah; jelas pemeriksaan bahwa menjelajah suatu masalah sosial atau manusia. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2005;4), mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Sedangkan menurut Sugiyono (2013: 15) metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan datanya dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moelong, 2005:3) ada beberapa istilah dalam penelitian kualitatif yaitu inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik, perspektif kedalam, etnometodologi, the chicago school, fenomenologis, interprestatif, ekologis, studi kasus dan deskriptif. Dalam penelitian


(1)

220

Gambar 5. Santri menyetorkan hafalan Al-Qur’an kepada ustad


(2)

221

Gambar 7. Santri sedang olahraga bermain bola voly


(3)

222

Foto 9. Santri PPM MBS Yogyakarta mengikuti Lomba Tapak Suci


(4)

223

Foto 11. Kegiatan ABAS (Amal Bhakti Santri) di Magelang


(5)

224 Lampiran 14. Surat permohonan Izin Penelitian


(6)

225 Lampiran 15. Surat izin penelitian lembaga


Dokumen yang terkait

boarding school pondok pesantren islamic

0 10 8

PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI SMP AT TAJDID PONDOK PESANTREN MODERN Pembentukan Karakter Siswa Di Smp At Tajdid Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Kabupaten Blora Tahun 2015.

0 5 17

PENGELOLAAN PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN MUHAMMADIYAH “MIFTAKHUL ‘ULUM” PEKAJANGAN PEKALONGAN Pengelolaan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Muhammadiyah "Miftakhul 'Ulum" Pekajangan Pekalongan.

0 2 17

PENGELOLAAN PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN MUHAMMADIYAH “MIFTAKHUL ‘ULUM” PEKAJANGAN PEKALONGAN Pengelolaan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Muhammadiyah "Miftakhul 'Ulum" Pekajangan Pekalongan.

0 5 13

The Role Of Bilingual Program At Pondok Pesantren Modern (Modern Boarding School) in Developing English Skills Of Santri (A Descriptive Qualitative Study in Muhammadiyah Boarding School Yogyakarta in the 2015/2016 Academic Year).

0 1 6

IMPLEMENTASI WAWASAN KEBANGSAAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI PONDOK PESANTREN (Studi Kasus di SMA Al-Muayyad Surakarta dan SMA Muhammadiyah Boarding School Yogyakarta).

0 0 17

IKLIM KELAS YANG KONDUSIF UNTUK PENDIDIKAN KARAKTER KEMANDIRIAN DI MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS) YOGYAKARTA.

0 1 7

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KEMANDIRIAN DI MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS).

1 4 51

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS) SMA MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 30

B. Sumber Data - PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS) SMA MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 10