PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PjBL) DAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI SISTEM KOLOID TERHADAP NILAI KARAKTER DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 7 PURWOREJO.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan moral dan nilai-nilai dalam masyarakat. Di era globalisasi ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting yang dituntut untuk terus berkembang mengingat pendidikan merupakan proses untuk mewujudkan amanat konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV. Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan nasional. Hal ini bertujuan agar sistem dan praktik pendidikan nasional menjadi semakin berkualitas serta dapat menghasilkan masyarakat yang cerdas dan berbudi pekerti luhur. Menurut Tilaar (2002: 7), masyarakat yang cerdas ialah suatu masyarakat pancasilais yang memiliki cita-cita dan harapan masa depan, demokratis dan beradab, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan bertanggung jawab, berakhlak mulia, tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta memiliki kesadaran dan solidaritas antargenerasi dan antarbangsa.

Sesuai UU No.20 tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha


(2)

2

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab (Mulyasa, 2014: 20).

Pada sistem pendidikan di sekolah dikenal suatu bagian yang sangat penting yaitu proses pembelajaran, yang di dalamnya terjadi interaksi antara guru dan peserta didik dalam upaya meningkatkan kualitas moral dan akademik peserta didik. Sekolah menjadi sarana yang sangat mendukung dalam proses penanaman moral dan nilai-nilai karakter kepada peserta didik. Tujuan dari sekolah adalah mengubah peserta didik ke arah yang lebih baik, dengan kata lain pendidik harus mampu mengubah kualitas akademis dan moral peserta didiknya ke arah yang lebih baik (Munif Chatib, 2009: 93 - 94). Pendidikan di Indonesia masih menuai berbagai masalah berkaitan dengan kualitas pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan guna mengatasi masalah yang berkaitan dengan kualitas pendidikan. Mulyasa (2006: 19), mengemukakan bahwa upaya yang dilakukan hampir mencakup semua komponen pendidikan seperti pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas guru, pengadaan buku ajar, peningkatan sarana prasarana, penyempurnaan sistem penilaian, penataan sistem manajemen pendidikan, serta usaha lainnya yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pendidikan.

Berkaitan dengan dunia pendidikan, selain masalah mutu, salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah krisis nilai-nilai karakter bangsa. Hal ini ditandai dengan banyaknya penyimpangan dan tindakan negatif yang terdapat pada masyarakat, tak terkecuali pada lingkungan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai karakter belum menjadi suatu prioritas pada


(3)

3

sistem pendidikan. Masalah ini tentunya perlu mendapatkan perhatian dan tanggapan serius mengingat tujuan pendidikan bukan hanya tentang prestasi akademik, tetapi juga pembenahan nilai karakter dan nilai moral pada pribadi masing-masing peserta didik.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan nilai karakter bangsa, pemerintah membuat kebijakan baru yakni dengan menyusun kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013, pengembangan kurikulum difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik. Tujuan dari pemerintah menyusun kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia (Permendikbud No. 81A Tahun 2013).

Saat ini kurikulum 2013 telah diimplementasikan pada pendidikan formal di Indonesia, termasuk pada mata pelajaran kimia di SMA. Model pembelajaran berbasis konstruktivistik merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang yang cocok untuk digunakan pada mata pelajaran kimia sesuai kurikulum 2013 karena model pembelajaran berbasis konstruktivistik mengedepankan pembentukan pengetahuan dari pengalaman belajar. Menurut Snyder (2008) memiliki ilmu pengetahuan dan informasi saja tidaklah cukup, untuk dapat berhasil ditempat kerja (dan di kehidupan pribadi) peserta didik harus dapat menyelesaikan masalah dan memberi keputusan yang tepat. Piaget (1971) dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara (2011: 39)


(4)

4

mendefinisikan bahwa pengetahuan adalah ciptaan manusia yang dikonstruksikan berdasarkan pengalamannya, proses konstruksi berjalan terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi sebagai akibat dari adanya pengetahuan baru. Selain itu, pengintegrasian nilai-nilai karakter dapat disisipkan pada proses pembelajaran dengan model pembelajajaran berbasis konstruktivistik, mengingat pembelajaran dengan model ini memberi banyak pengalaman belajar baru yang menuntut peserta didik untuk aktif belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menganut teori konstruktivistik. Baik Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL), keduanya menjadi model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran kimia yang menggunakan kurikulum 2013 dan model pembelajaran ini diyakini mampu meningkatkan pretasi belajar secara signifikan. Project Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar mata kuliah Pengantar Ekonomi Pembangunan pada mahasiswa jurusan Manajemen FE Unimed (Saidun Hutasuhut, 2010: 196 - 207). Problem Based Learning juga mampu memberikan peningkatan pada prestasi belajar. Hal ini merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa calon guru matematika semester I pada salah satu perguruan tinggi di Medan tahun akademik 2013/2014 pada matakuliah Fisika Umum I. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model Problem Based Learning pada materi


(5)

5

Suhu dan Kalor secara signifikan lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep (Mariati Purnama Simanjuntak, 2014:126 - 133).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian guna membandingkan efektivitas model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) pada materi sistem koloid. Peneliti berasumsi bahwa model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) mampu meningkatkan prestasi belajar pada mata pelajaran kimia, khususnya pada materi sistem koloid.

Berbeda dengan beberapa penelitian tersebut, pada penelitian ini selain membandingkan efektivitas model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar kimia, penelitian ini juga meneliti efektivitas kedua model pembelajaran tersebut terkait pengaruhnya terhadap peningkatan nilai karakter peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas “Perbandingan Efektivitas Penerapan Model Project Based Learning (PjBL) dan Model Problem Based Learning (PBL) pada Materi Sistem koloid Terhadap Nilai Karakter dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 7 Purworejo Tahun Ajaran 2014/2015“ perlu dilakukan, sehingga keefektifan kedua model pembelajaran ditinjau dari peningkatan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik dapat dibandingkan. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi model pembelajaran yang efektif oleh pendidik di sekolah-sekolah, khususnya pada mata pelajaran kimia di SMA Negeri 7 Purworejo.


(6)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.

1. Perlunya upaya meningkatkan pengalaman belajar peserta didik.

2. Perlunya upaya meningkatkan nilai karakter dan prestasi belajar kimia, yakni dengan menerapkan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL).

3. Model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) perlu diteliti dan dibandingkan dalam hubungannya dengan peningkatan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik untuk menentukan model pembelajaran yang lebih efektif bagi pembelajaran pada materi sistem koloid.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka dapat dilakukan pembatasa masalah sebagai berikut.

1. Materi pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada materi sistem koloid untuk peserta didik kelas XI Semester II.

2. Penerapan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dibatasi untuk mengetahui peningkatan nilai karakter dan prestasi belajar kimia.

3. Pengukuran nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik hanya dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran pada materi sistem koloid.


(7)

7

4. Nilai karakter yang diteliti dibatasi pada aspek jujur dan kerja keras. D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Adakah perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL)?

2. Adakah perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)?

3. Adakah perbedaan yang signifikan pada nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo? 4. Adakah perbedaan prestasi belajar kimia antara peserta didik yang

mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo?


(8)

8 E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui adanya perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).

2. Mengetahui adanya perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

3. Mengetahui adanya perbedaan nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo. 4. Mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar kimia antara peserta didik

yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo.


(9)

9 F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Pendidik

Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan sebagai model pembelajaran alternatif pada materi sistem koloid, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih bervariasi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi guru dalam penelitian lebih lanjut tentang berbagai model pembelajaran yang relevan untuk materi sistem koloid yang cocok dan sesuai untuk diterapkan di SMA Negeri 7 Purworejo.

2. Bagi Peserta Didik

Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keterlibatan dan peran aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sehingga kemampuan peserta didik dalam berinteraksi, mengemukakan pendapat, dan ketertarikan peserta didik terhadap pelajaran semakin meningkat.

3. Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman dalam penerapan model yang dipilih terhadap pengaruhnya kepada peserta didik secara langsung.


(10)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Belajar

Belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku dalam diri individu sebagai hasil interaksi individu tersebut terhadap lingkungannya. Eveline Siregar dan Hartini Nara (2011: 3) mendefinisikan belajar sebagai sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua individu dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seorang individu telah belajar adalah dengan adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).

Menurut Wina Sanjaya (2010: 107 - 108) belajar merupakan suatu proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada suatu proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajar, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan peserta didik untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated). Sugihartono, dkk., (2007: 74) menjelaskan bahwa belajar adalah sebuah proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam bentuk perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya.


(11)

11

Menurut Oemar Hamalik (2011: 36) belajar dapat didefinisikan sebagai modifikasi atau memperkokoh kelakuan melalui suatu pengalaman. Disebutkan pula bahwa belajar merupakan sebuah proses, suatu kegiatan dan bukan merupakan hasil atau tujuan. Belajar tidak hanya sekedar mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni proses memahami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku yaitu membentuk kepribadian individu yang seutuhnya.

Dari berbagai definisi diatas, belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku seorang individu karena adanya interaksi antara individu tersebut dengan lingkungannya sehingga membentuk kepribadian seorang individu secara utuh. Dari kegiatan interaksi terhadap lingkungannya, seorang individu tidak hanya dapat terus memperluas pengetahuan tetapi juga mampu memperkaya pengalaman berdasarkan realita yang dialami individu seumur hidupnya.

2. Pembelajaran Kimia

Pembelajaran adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai model sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono dkk., 2007: 81).

Menurut Rusman (2011: 1) pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, model, dan evaluasi.


(12)

12

Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran kimia merupakan kegiatan belajar mengajar kimia ditinjau dari sudut kegiatan peserta didik yang berupa pengalaman belajar peserta didik, yakni kegiatan yang direncanakan oleh pendidik kimia untuk dilaksanakan oleh peserta didik selama kegiatan belajar mengajar kimia, sebagai upaya untuk membelajarkan peserta didik. Proses pembelajaran kimia terdiri atas tiga tahap secara keseluruhan, yakni perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran atau penilaian hasil belajar. Penilaian proses pembelajaran merupakan tahap akhir proses pembelajaran kimia (Sukardjo dan Lis Permana Sari, 2007:5).

Tujuan pembelajaran kimia adalah untuk memperoleh pemahaman yang tahan lama mengenai beberapa fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, mempunyai ketrampilan di dalam laboratorium, serta mempunyai sikap ilmiah yang ditampilkan dalam kenyataan sehari-hari (Tresna Sastrawijaya, 1988: 113).

Berdasarkan Permendiknas No.22 tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 460) pembelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta menggabungkan dengan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.


(13)

13

b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain.

c. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau ekperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara ilmiah dan tertulis.

d. Meningkatkan kesadaran tentang terapan ilmu kimia yang dapat bermanfaat juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.

e. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori ilmu kimia serta saling keterikatannya dan penerapannya untuk menjelaskan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.

3. Model Pembelajaran Konstruktivistik

Menurut Arends (1997: 7) dalam Trianto (2010: 51 - 52) model pembelajaran diartikan sebagai sebuah perencanaan atau sebuah pola yang digunakan sebagai acuan dalam merencanakan pembelajaran dikelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang menjelaskan prosedur sitematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai panduan


(14)

14

bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta kemampuan yang dimiliki peserta didik.

Menurut Sutirman (2013: 22) model pembelajaran erat kaitannya dengan strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan metode pembelajaran. Model pembelajaran merupakan rangkaian dari pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir yang disajikan secara khas oleh pengajar. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran.

Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang dikemukakan pertama kali oleh sejarawan Italia yang bernama Giambatista Vico pada tahun 1970. Giambatista Vico berfilosofi bahwa “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Giambatista Vico juga menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”, hal ini mengandung makna bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997: 24).

Konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (pembentukan) dari subjek pembelajaran itu sendiri, dalam hal ini subjek pembelajaran yang dimaksud


(15)

15

adalah peserta didik. Piaget (1971) dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara (2011: 39) mendefinisikan bahwa pengetahuan adalah ciptaan manusia yang dikonstruksikan berdasarkan pengalamannya, proses konstruksi berjalan terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi sebagai akibat dari adanya pengetahuan baru. Konstruktivisme memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia membangun pengetahuan dengan cara memberi makna pada penegtahuan sesuai pengalamannya (Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, 2007: 116).

Yulaelawati (2004 : 54) ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis menurut beberapa literatur yakni:

1. Pengetahuan dibangun atas dasar pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.

2. Belajar merupakan penafsiran personal tentang dunia.

3. Belajar adalah proses aktif dimana sebuah makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.

4. Pengetahuan tumbuh karena adanya negosiasi makna melalui suatu kesepakatan terhadap suatu pandangan dalam berinteraksi dengan orang lain.

5. Belajar disituasikan dalam latar realistik.

Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik. Pendidik tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya secara langsung kepada peserta didik. Pendidik bertugas membantu peserta didik untuk


(16)

16

membentuk pengetahuannya sendiri. Peserta didik dituntut untuk aktif berpikir, berpartisipasi dalam kegiatan, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari (Eveline dan Hartini Nara: 41).

Model pembelajaran konstruktivistik merupakan model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar (student oriented). Peserta didik lebih diarahkan pada kegiatan belajar melalui pengalaman yang riil. Cara berpikir dan partisipasi aktif dari peserta didik akan membantu peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Kegiatan konstruksi pengetahuan ini merupakan kegiatan pembentukan pengetahuan berdasarkan pengalaman belajar yang dimiliki peserta didik.

4. Project Based Learning (PjBL)

Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam merancang tujuan pembelajaran untuk menghasilkan produk atau proyek yang nyata. Proyek-proyek yang dibuat oleh peserta didik mendorong berbagai kemampuan, tidak hanya pengetahuan atau masalah teknis, tetapi juga keterampilan praktis seperti mengatasi informasi yang tidak lengkap atau tidak tepat; menentukan tujuan sendiri; dan kerjasama kelompok (Sutirman, 2013: 43).

Menurut Daryanto (2009: 409), Project Based Learning (PjBL) merupakan cara belajar yang memberikan kebebasan berpikir pada peserta didik yang berkaitan dengan isi atau bahan pembelajaran dan tujuan yang direncanakan.


(17)

17

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Learning (PjBL) sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation dalam Instructional Module Project Based Learning (2005) yakni terdiri dari:

a. Mulai dengan pertanyaan penting

Pembelajaran dimulai dengan mengajukan pertanyaan esensial atau penting, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.

b. Merancang rencana proyek

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

c. Membuat jadwal

Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: 1) Membuat susunan waktu kegiatan untuk menyelesaikan proyek,


(18)

18

2) Membuat batas waktu penyelesaian proyek,

3) Membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,

4) Membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan

5) Meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

d. Memantau peserta didik dan kemajuan proyek

Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.

e. Menilai hasil

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

f. Mengevaluasi pengalaman

Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini


(19)

19

peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Penerapan Project Based Learning (PjBL) membawa keuntungan bagi peserta didik, hal ini merupakan pengalaman yang dilakukan oleh Intel Corporation melalui Intel Teach Program 2007 (dalam Sutirman, 2013: 45). Adapun keuntungan bagi peserta didik yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan frekuensi kehadiran, menumbuhkan kemandirian, dan sikap positif peserta didik terhadap belajar;

b) Memberikan keuntungan akademik yang sama atau lebih baik daripada yang dihasilkan oleh model lain, dimana peserta didik yang terlibat dalam proyek memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk pembelajaran mereka sendiri;

c) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang kompleks, seperti berpikir tingkat tingi, pemecahan masalah, bekerja sama, dan berkomunikasi;

d) Memperluas akses belajar peserta didik sehinga menjadi strategi untuk melibatkan peserta didik dengan beragam budaya.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, Project Based Learning (PjBL) dapat didefinisikan sebagai model pembelajaran yang mendorong peserta


(20)

20

didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran agar mampu merancang tujuan pembelajaran sendiri dan kemudian peserta didik mampu menghasilkan produk atau proyek. Project Based Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek lebih menitikberatkan proses pembelajaran kepada peserta didik (student oriented) dan guru berperan sebagai fasilitator.

Project Based Learning (PjBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang berbasis pendekatan konstruktivistik dimana peserta didik mengkonstruksi atau membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajar yang diperoleh secara nyata. Selain itu, Project Based Learning (PjBL) mampu memaksimalkan peserta didik dalam menggali ilmu pengetahuan, menumbuhkan sikap positif terhadap belajar, dan mampu meningkatkan interaksi peserta didik dalam belajar secara kelompok, sehingga dalam pembelajaran model Project Based Learning (PjBL) ini peserta didik tidak hanya belajar pada aspek kognitif saja namun di dalamnya juga terdapat pembelajaran nilai-nilai karakter yang diperoleh peserta didik selama proses pembelajaran.

5. Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis problem merupakan model pembelajaran yang mengajarkan peserta didik untuk mengerjakan permasalahan yang autentik agar peserta didik mampu menyusun pengetahuannya sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Trianto, 2010: 92).


(21)

21

Belajar berbasis masalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar peserta didik (student-centered learning). Problem Based Learning (PBL) berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada peserta didik, kemudian peserta didik diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Permasalahan menjadi fokus, stimulus, dan pemandu proses belajar. Sementara, guru menjadi fasilitator dan pembimbing (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011: 119).

Menurut Sutirman (2013: 40) Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah merupakan proses edukasi yang berpusat pada peserta didik. Selain itu, pembelajaran ini memanfaatkan berbagai sumber belajar untuk memecahkan masalah yang menarik dan penting. Peserta didik bekerja secara kolaboratif dan menggunakan prosedur ilmiah dalam memecahkan sebuah permasalahan, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki beberapa kelebihan. Sanjaya (dalam Sutirman 2013: 41) mengemukakan kelebihan Problem Based Learning (PBL) sebagai berikut.

a. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.


(22)

22

b. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan yang baru bagi peserta didik.

c. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.

d. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

f. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.

g. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. h. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan

pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai umpan belajar. Masalah diberikan kepada peserta didik agar peserta didik mempelajari hal-hal baru yang berkaitan dengan masalah yang akan mereka pecahkan. Model


(23)

23

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning) sehingga model pembelajaran ini mampu meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam mencari berbagai sumber belajar untuk menemukan sebuah solusi atas permasalahan yang ada. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang baik bagi peserta didik karena selain memberikan pengalaman belajar baru, model pembelajaran ini juga mampu meningkatkan keaktifan peserta didik dalam mencari dan menentukan sumber belajar.

Pada pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) yang dilakukan secara berkelompok, interaksi antar peserta didik dalam proses memecahkan suatu permasalahan akan menjadi kegiatan yang mampu memperluas pengetahuan peserta didik, menumbuhkan motivasi belajar, serta menumbuhkembangkan kerja keras dan berbagai nilai-nilai karakter positif dalam diri peserta didik. Selain itu, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) juga merupakan pembelajaran berbasis konstruktivistik dimana peserta didik menyusun pemahaman baru berdasarkan pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik, dalam hal ini solusi dari proses pemecahan masalah yang didapatkan oleh peserta didik selanjutnya dapat digunakan untuk memahami masalah yang ada dalam kehidupan nyata.


(24)

24 6. Nilai Karakter

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 disebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Dharma Kesuma, dkk., 2012: 6).

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2011), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.

Kementerian Pendidikan Nasional (2010) mengungkapkan nilai-nilai karakter yang harus ditanamkan oleh guru kepada peserta didik adalah sebagai berikut:

a) religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam pelaksanaan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain,


(25)

25

b) jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,

c) toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya,

d) disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan,

e) kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya,

f) kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki,

g) mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas,

h) demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain,

i) rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar,

j) semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan sendiri dan kelompoknya,


(26)

26

k) cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik bangsa, l) menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain,

m) bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain,

n) cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya,

o) gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai macam bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya,

p) peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam sekitar dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi,

q) peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin member bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan, dan

r) tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara, dan Tuhan yang Maha Esa. Seorang peserta didik tidak akan bisa memiliki pendidikan karakter bila sebelumnya tidak diberikan pendidikan karakter tersebut oleh pendidiknya. Pendidikan karakter bisa diberikan kepada anak di rumah, di sekolah, maupun


(27)

27

dimasyarakat. Namun sekolah memiliki andil yang sangat besar dalam pendidikan karakter anak. intinya bahwa ternyata membangun karakter itu harus diiringi dengan karakter yang memberi contoh. Karakter guru yang kurang baik sering melahirkan murid-murid yang kehilangan karakter. Suatu contoh nyata adalah karakter mengajar guru yang membosankan bisa membuat peserta didik tidak menyukai pelajaran yang disampaikannya (Fatchul, 2011 : 27).

Berdasarkan pemaparan di atas, nilai karakter merupakan nilai yang terhubung secara langsung dalam suatu sistem pendidikan dalam upaya pembentukan karakter peserta didik sehingga akan menjadi faktor pembentuk pola perilaku positif dalam diri peserta didik.

7. Prestasi Belajar Kimia

Winkel (2006: 162) mendefinisikan prestasi belajar sebagai suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran hasil belajar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku peserta didik setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan oleh guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat pengukur kemampuan peserta didik. Hasil pengukuran tersebut berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi peserta didik, yang lebih dikenal dengan istilah prestasi belajar (Sugihartono dkk., 2007: 130).


(28)

28

Tingkat keberhasilan peserta didik ditunjukkan dengan prestasi belajar kimia yang diperoleh dari penilaian hasil belajar kimia peserta didik. Penilaian hasil belajar kimia adalah cara-cara menginterpretasikan skor yang telah diperoleh dengan pengukuran, mengubahnya menjadi nilai dengan prosedur tertentu, dan menggunakan untuk mengambil keputusan di bidang kimia (Sukardjo dan Lis Permana Sari, 2007: 6).

Prestasi belajar kimia adalah hasil belajar yang telah diperoleh oleh peserta didik dari kegiatan belajarnya dalam bidang kimia, atau dengan kata lain prestasi belajar menunjukkan kemampuan yang dicapai peserta didik setelah menempuh serangkaian proses pembelajaran pada bidang kimia.

8. Materi Pokok Kimia Kelas XI Semester II Sistem koloid

Berdasarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang standar isi, Materi pembelajaran yang diajarkan disesuaikan dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Adapun uraian Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), dan Materi pokoknya adalah sebagai berikut:

Kompetensi Inti

KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.


(29)

29

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan diri yang dipelajari di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan model sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Dasar

1.1. Menyadari adanya keteraturan struktur partikel materi sebagai wujud kebesaran Tuhan YME dan pengetahuan tentang struktur partikel materi sebagai hasil pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya bersifat tentatif.

2.1. Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur, objektif, terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif ) dalam merancang dan melakukan percobaan serta berdiskusi yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

2.2. Menunjukkan perilaku kerjasama, santun, toleran, cinta damai dan peduli lingkungan serta hemat dalam memanfaatkan sumber daya alam.


(30)

30

2.3. Menunjukkan perilaku responsif, dan proaktif serta bijaksana sebagai wujud kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan. 2.4 Menganalisis peran koloid dalam kehidupan berdasarkan sifat-sifatnya. 2.5 Mengajukan ide/gagasan untuk memodifikasi pembuatan koloid

berdasarkan pengalaman membuat beberapa jenis koloid. a. Komponen Sistem Koloid

Oxtoby, et al., (2008: 471) menyatakan bahwa “ colloid is a mixture of two or more substance in which one is suspended in the second as tiny particles that nonetheless exceed molecular size”. Koloid merupakan campuran dari dua zat atau lebih dalam mana yang satu tersuspensi dalam yang lain sebagai partikel-partikel yang sangat kecil namun ukurannya tidak melebihi ukuran molekuler.

Berdasarkan perbedaan zat yang didispersikan, sistem dispersi dapat dibedakan menjadi larutan sejati, koloid, dan suspensi (campuran kasar) 1) Larutan sejati adalah campuran yang bersifat homogen, dimana zat

pembentuk larutan tidak dapat dibedakan. Contoh: larutan gula, larutan garam, udara.

2) Suspensi adalah campuran yang bersifat heterogen, dimana zat pembentuknya dapat dibedakan.

Contoh: air dengan pasir, air kapur, air dengan tanah liat.

3) Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya berada di antara larutan sejati dan suspensi (campuran kasar).


(31)

31 b. Penggolongan Sistem Koloid

Sistem dispersi koloid dapat terjadi dari dispersi zat padat, cair atau gas ke dalam fase padat, cairan atau gas. Namun gas yang terdispersi dalam gas tidak akan menghasilkan koloid. Sistem koloid diberi nama berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya.

c. Sifat-sifat Koloid

Sistem koloid meliki sifat-sifat antara lain sebagai berikut: 1) Efek Tyndall

Efek Tyndall merupakan efek yang disebabkan oleh penghamburan cahaya oleh partikel koloid.

Contoh: seberkas cahaya matahari yang melewati celah-celah dan pohon-pohon pada saat udara berkabut.

2) Gerak Brown

Gerak Brown adalah gerak zig-zag partikel koloid secara terus-menerus dengan acak.

3) Elektroforesis

Elektroforesis merupakan peristiwa pergerakan partikel koloid dalam medan listrik. Peranan sifat elektroforesis dalam kehidupan adalah pada saat pengecatan anti karat pada badan mobil.

4) Adsorpsi

Adsorpsi merupakan penyerapan partikel oleh permukaan zat. Contoh penerapan adsorpsi adalah pada pemakaian norit. Di dalam usus, norit dapat membentuk koloid dapat mengadsorpsi bakteri.


(32)

32 5) Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan atau pengendapan partikel-partikel koloid.

Contoh: penggumpalan karet dalam lateks dengan menambahkan asam formiat.

6) Koloid Pelindung

Koloid pelindung adalah suatu koloid yang ditambahkan untuk menstabilkan koloid lain.

Contoh: pada pembuatan es krim. Gelatin ditambahkan pada pembuatan es krim untuk mencegah penggumpalan kristal-kristal es atau gula.

7) Dialisis

Dialisis adalah pergerakan ion-ion dan molekul-molekul kecil melalui selaput semipermiabel.

d. Pembuatan Sistem Koloid

Menurut Sunardi (2009: 391-395), sistem koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu kondensasi dan dispersi. Cara kondensasi yaitu menggabungkan partikel-partikel yang lebih kecil dari koloid (larutan) menjadi partikel koloid. Cara dispersi yaitu dengan memecah partikel-partikel kasar (suspensi) menjadi koloid.

1) Cara Kondensasi

Adapun cara pembuatan koloid secara kondensasi adalah sebagai berikut: a) Reaksi redoks


(33)

33

Contoh: 2 H2S (g) + SO2(aq) → 2 H2O (l) + 3 S (s) b) Hidrolisis

Hidrolisis adalah reaksi yang terjadi antara suatu zat dengan air. Contoh: AlCl3 (aq) + 3 H2O (l) → Al(OH)3 (s) + 3 H+

+ 3 Cl- (aq) c) Dekomposisi rangkap

Dekomposisi rangkap adalah reaksi penggantian. Koloid dihasilkan dari penggantian atau pertukaran ion antara reaktan-reaktannya.

Contoh: AgNO3(aq) + HCl (aq) → AgCl (s) + HNO3 (aq) d) Penggantian pelarut

Penggantian pelarut adalah mengganti suatu pelarut pada suatu campuran dengan pelarut lainnya (dapat juga dengan menurunkan kelarutan).

2) Cara Dispersi

Adapun cara pembuatan koloid secara dispersi adalah sebagai berikut: a) Cara mekanik

Zat padat dihaluskan sampai tingkat tertentu kemudian dicampur dengan medium pendispersi.

Contoh: pembuatan cincau dari daun cincau yang dihaluskan dan dicampur air kemudian disaring dan didiamkan hingga menjadi semi solid. b) Cara peptisasi

Memecahkan butir-butir kasar dengan bantuan zat pemecah untuk menjadi partikel-partikel koloid.

Contoh: pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfida yang dialiri gas asam sulfida.


(34)

34 c) Cara Busur Bredig

Menggunakan loncatan bunga api listrik untuk membuat membuat sol-sol logam.

Contoh: pembuatan sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. B. Penelitian yang Relevan

Astri Ani (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar Kimia Peserta Didik Kelas XI IPA Semester 2 SMA Negeri Dukun Kabupaten Magelang Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran project based learning lebih efektif dan signifikan meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dan prestasi belajar kimia peserta didik dibandingkan dengan kelas eksperimen dengan model pembelajaran yang konvensional.

Penelitian Titis Dewi Anggalini tahun 2014 yang berjudul “Efektivitas Model Praktikum untuk Meningkatkan Nilai Karakter dan Prestasi Belajar Kimia di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta” mengatakan bahwa (1) tidak ada perbedaan peningkatan dalam nilai karakter peserta didik melalui model praktikum dan (2) tidak ada perbedaan peningkatan dalam prestasi belajar peserta didik melalui model praktikum.

Penelitian Elsa Rahmaningrum (2015) yang berjudul “Efektivitas Model Project Based Learning Pada Materi Asam Basa Terhadap Prestasi Belajar dan Nilai Karakter Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Muntilan” memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap


(35)

35

nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model Project Based Learning pada materi asam-basa.

Penelitian Catur Yuanita tahun 2015 yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar kimia peserta didik kelas X SMA Negeri 2 Sleman” memberikan kesimpulan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar yang signifikan antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model PBL dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model DI. Jika pengetahuan awal dikendalikan secara statistik.

Penelitian tersebut di atas menunjukkan adanya relevansi terhadap penelitian ini. Penelitian Astri Ani (2013) dan Catur Yuanita (2015) menggunakan model pembelajaran yang sama yakni Project Based Learning dan Problem Based Learning. Selain model pembelajaran, persamaannya terletak pada objek yang diteliti yakni prestasi belajar kimia. Perbedaannya adalah topik pembelajaran yang digunakan serta terdapat objek lain yang diteliti selain prestasi belajar kimia yakni kemampuan berpikir kritis. Penelitian Titis Dewi Anggalini (2010) dan Elsa Rahmaningrum (2015) keduanya meneliti objek yang sama dengan penelitian ini, yakni nilai karakter dan prestasi belajar kimia namun topik pembelajaran yang digunakan berbeda. Selain itu, Titis Dewi Anggalini menggunakan model pembelajaran yang berbeda yakni model praktikum, sedangkan Elsa


(36)

36

Rahmaningrum menggunakan salah satu model pembelajaran yang sama dengan penelitian ini yakni model pembelajaran Project Based Learning. C. Kerangka Berpikir

Berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas akademik peserta didik pada setiap jenjang pendidikan. Di Sekolah Menengah Atas (SMA), mata pelajaran kimia masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami oleh peserta didik. Minimnya pengalaman belajar seringkali menjadi kendala pada peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang ada pada mata pelajaran kimia. Untuk itu masih diperlukan pengkajian dan penelitian untuk mengembangkan inovasi pembelajaran agar tercapai pembelajaran yang efektif. Pembelajaran dikatakan efektif ketika peserta didik belajar secara aktif sehingga potensi dalam diri peserta didik dapat tergali secara maksimal. Peningkatan kualitas akademik erat kaitannya dengan efektivitas proses pembelajaran, sehingga pemilihan pendekatan, model, dan strategi pembelajaran menjadi hal yang penting untuk menciptakan pembelajaran yang efektif.

Selain masalah kualitas akademik, pendidikan karakter bagi peserta didik kini menjadi sorotan yang tak kalah penting. Dewasa ini banyak terjadi penyimpangan pola perilaku dilingkungan masyarakat, tak terkecuali dalam lingkungan pendidikan. Krisis nilai-nilai karakter bangsa yang terjadi dewasa ini mendorong pemerintah untuk melakukan pembenahan dengan menyusun kurikulum 2013 yang mengintegrasikan pendidikan karakter didalamnya.


(37)

37

Dalam rangka mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional, saat ini kurikulum 2013 sudah mulai diimplementasikan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, hal ini bertujuan agar tercipta peserta didik yang berkarakter dan berpengetahuan luas seperti tujuan dari implementasi kurikulum 2013. Implementasi kurikulum 2013 selain menitikberatkan pada aspek kognitif, kurikulum 2013 juga efektif untuk implementasi nilai-nilai karakter. Pendekatan, strategi, dan model pembelajaran pada kurikulum 2013 mengedepankan partisipasi aktif peserta didik.

Model pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL) dan model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang relevan untuk mata pelajaran kimia dengan menggunakan kurikulum 2013. Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran berdasarkan teori konstruktivistik yang mengedepankan pertisipasi aktif peserta didik dalam belajar. Model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) mengedepankan pengembangan pola berpikir dan bertindak, karena peserta didik banyak melakukan eksplorasi, investigasi, dan interpretasi untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.

Model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) membekali peserta didik dengan pengalaman belajar. Kejujuran dan kerja keras peserta didik menjadi lebih terpacu untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang diperoleh dari pengalaman dan lingkungan peserta


(38)

38

didik. Oleh karena itu, model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang efektif bagi implementasi kurikulum 2013 pada mata pelajaran kimia karena selain menitikberatkan pada aspek kognitif, Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) juga efektif untuk implementasi nilai-nilai karakter. Model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) mengusahakan agar peserta didik memperoleh berbagai pengalaman dan mampu menjawab pertanyaan dari sebuah permasalahan dilingkungannya. Tujuan utama penggunaan model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) ini adalah partisipasi aktif dari peserta didik dalam proses pembelajaran lebih maksimal, menanamkan nilai karakter berupa jujur dan kerja keras peserta didik, dan dapat meningkatkan prestasi belajar kimia peserta didik.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ada perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).

2. Ada perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).


(39)

39

3. Ada perbedaan nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo.

4. Ada perbedaan prestasi belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) apabila pengetahuan awal dikendalikan secara statistik untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo.


(40)

40 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan, maka desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Desain dua faktor dua sampel.

Dua faktor yang dimaksud adalah model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dua sampel yang dibandingkan adalah kelas eksperimen 1 (A1) yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan kelas eksperimen 2 (A2) yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

2. Desain dua faktor dengan pengamatan ulang

Dua faktor yang dimaksud adalah nilai karakter dan prestasi belajar kimia. Pengamatan ulang sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu : 1. Variabel Bebas

Variabel bebas sering disebut sebagai bahan perilaku, yaitu perilaku atau variabel yang sengaja dimanipulasi untuk diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah pembelajaran


(41)

41

kimia dengan model Project Based Learning (PjBL) dan model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran kimia dengan materi koloid yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan menanamkan nilai karakter pada peserta didik.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat sering disebut sebagai ubahan taut. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah nilai karakter dan prestasi belajar peserta didik yang dimiliki peserta didik. Nilai karakter peserta didik diungkap melalui angket nilai karakter. Prestasi belajar kimia peserta didik merupakan hasil belajar kimia peserta didik dalam aspek kognitif berupa skor hasil mengerjakan soal-soal prestasi belajar yang telah divalidasi dengan materi pokok “Sistem Koloid”.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol sering disebut sebagai bahan penyetaraan adalah segala aspek selain variabel bebas yang terpengaruh pada variabel terikat. Variabel yang dikontrol dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal kimia peserta didik yang berupa nilai pretest prestasi materi koloid dari peserta didik kelas PjBL dan PBL.

C. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI semester 2 program Matematika dan Ilmu Alam SMA Negeri 7 Purworejo tahun pelajaran 2014/2015.


(42)

42 2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian sebanyak dua kelas yaitu kelas yang peserta didik nya memiliki karakteristik relatif sama dalam pembelajaran kimia. Perlakuan terhadap sampel adalah sebagai berikut:

a. Satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 yang melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Untuk selanjutnya, kelas ini disebut sebagai kelas A1.

b. Satu kelas sebagai kelas eksperimen 2 yang melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Untuk selanjutnya, kelas ini disebut sebagai kelas A2.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling artinya pengambilan sampel ditentukan sepenuhnya oleh peneliti dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Peneliti menentukan sampel dengan didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yaitu berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya. Dalam hal ini, peneliti mengambil dua kelas yang karakteristiknya relatif sama yaitu kelas XI MIA 1 dan XI MIA 2 SMA Negeri 7 Purworejo karena berdasarkan pada nilai ulangan harian sebelum materi koloid kedua kelas tersebut memiliki nilai rata-rata yang berimbang.


(43)

43

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen pengambilan data dan instrumen perlakuan. Instrumen pengambilan data terdiri atas soal prestasi belajar kimia dan angket nilai karakter belajar kimia, sedangkan instrumen perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan langkah-langkah pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model eksperimen.

Dalam penelitian ini dibuat dua macam RPP, yaitu RPP untuk pembelajaran di kelas eksperimen 1 dengan model Project Based Learning (PjBL) dan RPP untuk kelas eksperimen 2 yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Selengkapnya kedua RPP dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2 (halaman 92 dan 138).

b. Soal Prestasi Belajar

Soal prestasi belajar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah soal pilihan ganda dengan lima alternatif jawaban. Soal prestasi belajar terdiri atas 20 butir soal. Soal prestasi belajar divalidasi secara logis. Tujuan digunakan soal objektif adalah memudahkan peneliti dalam mengukur prestasi belajar


(44)

44

peserta didik. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4 (halaman 183 dan 190).

Tabel 1. Kisi-Kisi Butir Instrumen Soal Prestasi Belajar Kimia

No. Materi Pokok

Aspek Kognitif Jumlah Butir

Soal

Persentase C1 C2 C3 C4,5,6

1 Sistem koloid 1 4, 20

3 15%

2 Penggolongan koloid

7 3, 8, 9

16, 5

6 30%

3 Sifat dan pembuatan koloid 6, 11 10, 12, 14, 15, 18

17 19 9 45%

4 Pemanfaatan koloid dalam kehidupan sehari-hari dan industri

2 13 2 10%

Jumlah 4 10 4 2 20

Persentase 20% 50% 20% 10% 100%

c. Angket Nilai Karakter Peserta Didik

Angket nilai karakter peserta didik disusun berdasarkan indikator nilai-nilai karakter yang terdapat dalam Pusat Kurikulum, (2010: 3, 37). Nilai karakter peserta didik yang diukur adalah kerja keras dan jujur. Angket terdiri dari 10 butir pertanyaan yang mewakili indikator-indikatornya, mencakup dua nilai karakter, yaitu jujur dan kerja keras. Instrumen tersebut menggunakan skala Likert dengan alternatif jawaban yaitu: selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD), jarang (JR), tidak pernah (TP). Untuk bentuk pernyatan positif skornya 5, 4, 3, 2, 1, sedangkan pernyataan negatif dengan skor 1 (SL), 2


(45)

45

(SR), 3 (KD), 4 (JR), 5 (TP). Angket nilai karakter peserta didik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6 (halaman 197 dan 199).

Tabel 2. Kisi-kisi Angket Nilai Karakter

No Nilai Karakter Indikator

Nomor Butir (positif) Nomor Butir (negatif) 1 Kerja keras Mengerjakan semua tugas

kelas selesai dengan baik pada waktu yang telah ditetapkan.

1

Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan dalam belajar.

2 Selalu fokus pada pelajaran. 3

2 Jujur Tidak mencontek ataupun

menjadi plagiat dalam mengerjakan setiap tugas.

10 4

Mengemukakan pendapat tanpa ragu tentang suatu pokok diskusi.

5 9

Mengemukakan rasa senang atau tidak senang terhadap pelajaran.

6 Menyatakan sikap terhadap suatu materi diskusi kelas.

7 Berbuat sesuai aturan 8

2. Teknik pengumpulan data a. Teknik Angket

Pengambilan data dikumpulkan secara kualitatif maupun kuantitatif melalui angket nilai-nilai karakter. Angket berisi pertanyaan yang memuat beberapa indikator yang mencerminkan 2 nilai karakter. Nilai-nilai karakter yang dimaksud adalah jujur dan kerja keras. Data diambil dua kali, yaitu pada saat sebelum perlakuan dan setelah pemberian perlakuan.


(46)

46 b. Teknik Penilaian Belajar

Pengambilan data melalui teknik ini bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dalam data ini dihasilkan suatu nilai yang bersifat mutlak, yaitu data rasio dimana data tersebut mempunyai nilai yang berarti dan memiliki zero point. Pengambilan data ini dilakukan dua kali, yaitu sebelum perlakuan dan setelah perlakuan yaitu pretest dan posttest.

E. Analisis Instrumen Penelitian

a. Validitas Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Validitas instrumen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) melalui validitas logis, yaitu penilaian dari pakar atau judgement experts. Secara umum teknik analisis menggunakan validasi dari pakar atau judgement experts ini dikelompokkan berdasarkan kualifikasi produk yang akan dinilai. Dilakukan perhitungan rata-rata atas data yang telah dilakukan pengelompokan. Dari rata-rata yang didapatkan kemudian diubah ke dalam kriteria kualitatif dengan ketentuan seperti pada Tabel 3. Dari Tabel 3 yang diadaptasi dari Direktorat Pembinaan SMA (2010: 59-60) dapat diketahui kualitas produk yang dikembangkan. Adapun tabel kriteria penilaian skala Likert yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. Kriteria Penilaian Skala Likert

Interval Kriteria

�� + , ��� < �̅ Sangat baik ��+ , ��� < �̅ ≤ ��+ , ��� Baik ��− , ��� < �̅ ≤ ��+ , ��� Cukup ��− , ��� < �̅ ≤ ��− , ��� Kurang


(47)

47 Keterangan:

�̅ = Rata-rata akhir

�� = Rata-rata ideal = ½ (skor maksimun ideal + skor minimum ideal) ��� = Standar deviasi ideal

=

6 (skor maksimun ideal – skor minimum ideal) Skor maksimal ideal = Σbutir kriteria × skor tertinggi Skor minimum ideal = Σbutir kriteria × skor terendah

Dari data validasi RPP yang diperoleh dari lima validator kemudian dilanjutkan dengan kegiatan analisis. Analisis dilakukan dengan menentukan rata-rata akhir dari data yang diperoleh dan menentukan kategori RPP sesuai dengan kriteria validitas. Berdasarkan kriteria pada Tabel 3. kemudian dibuat kriteria validitas untuk RPP yang dikembangkan.

Kriteria validitas untuk RPP yang dikembangkan ditunjukkan Tabel 4. berikut: Tabel 4. Kriteria Validitas RPP

Interval Kategori

, < �̅ Sangat baik

, < �̅ ≤ , Baik

, < �̅ ≤ , Cukup baik

, < �̅ ≤ , Kurang baik

�̅ ≤ , Tidak baik

b. Validitas Instrumen Soal Prestasi Belajar dan Angket Nilai Karakter Validitas instrumen soal prestasi belajar dan angket nilai karakter melalui validitas logis, yaitu penilaian dari pakar atau judgement experts.


(48)

48

Adapun validitas ini adalah validitas yang diberikan oleh para pakar atau judgement experts secara deskriptif. Validasi atau penilaian yang diberikan berupa penilaian bahwa instrumen soal prestasi belajar dan angket nilai karakter masuk ke dalam kriteria layak digunakan, layak digunakan dengan revisi, atau tidak layak digunakan. Instrumen dinyatakan sudah layak digunakan apabila instrumen tersebut tidak memerlukan lagi adanya revisi sehingga instrumen sudah layak dan valid untuk digunakan sebagai instrumen penelitian. Jika dinyatakan layak digunakan dengan revisi, maka instrumen harus melewati tahapan revisi hingga dinyatakan oleh pakar atau judgement experts bahwa instrumen sudah layak dan valid untuk digunakan. Jika instrumen dinyatakan tidak layak, maka instrumen tidak dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

F. Teknik Analisis Data 1. Uji Prasyarat Hipotesis a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dalam rangka prasyarat untuk uji parametrik dilakukan yaitu terhadap data kemampuan awal peserta didik. Selain itu dilakukan pula uji normalitas terhadap data pretest prestasi belajar kimia dan nilai karakter awal peserta didik. Uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan uji chi kuadrat (� ) dengan langkah-langkah sebagai berikut (Lis Permana Sari, 2007:25): a) Menyusun data dari yang tertinggi ke data yang terendah


(49)

49

b) Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas c) Menghitung harga z dengan rumus:

z= X- XSB̅ ……….……….… (1) dengan,

X̅ = rerata kelas, SB = simpangan baku

d) Harga z diubah menjadi luasan daerah kurva normal dengan menggunakan Tabel kurva normal.

e) Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva normal. f) Menghitung harga � dengan rumus:

� = h−o

h ……….………(2)

dengan

fh = frekuensi harapan fo = frekuensi observasi

g) Menjumlahkan harga � pada langkah (f). Uji normalitas dianalisis dengan program SPSS. Apabila p > 0,05 maka hipotesis nol (H0) diterima atau data terdistribusi normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka H0 ditolak atau data tidak terdistribusi normal. (Burhan Nurgiyantoro, 2002 : 110). Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 20.0 dan apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.


(50)

50 b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Menurut Lis Permana Sari (2007: 25), uji homogenitas dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

a) Menghitung variansi masing-masing kelompok (SB) b) Menghitung harga F dengan rumus levene

F = SBb

SBk atau F =

V i i

V i i i ……….….(3) keterangan,

SB = varians terbesar SB = Varians terkecil

c) Membandingkan harga Fhitung dengan harga FTabel dengan dbpembilang (nb-1) dan dbpenyebut (nk-1). Bila Fhitung < FTabel, makavariansi kedua populasi homogeny atau analisis dengna menggunakan computer maka data berasal dari populasi yang homogen jika diperoleh harga p > 0,05.

Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 20.0 dan apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.

2. Uji Hipotesis a. Uji t-Sama Subjek

Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keadaan satu faktor dengan dua kali pengamatan. Pengukuran tingkat nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran kimia baik kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2.


(51)

51

Uji-t sama subjek digunakan pada penelitian dengan desain satu faktor dengan pengamatan berulang. Satu faktor yang terdapat dalam penelitian adalah perbedaan nilai karakter maupun prestasi belajar kimia yang signifikan pada peserta didik sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) maupun model Problem Based Learning (PBL).

Hipotesis nol (H0) adalah tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik antara sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran kimia menggunakan model Project Based Learning (PjBL) maupun model Problem Based Learning (PBL). Hipotesis nol tersebut diuji menggunakan uji-t sama subjek dengan rumus berikut:

� = ∑ ��

√ ∑ ��

� �−

……….………...(4)

dimana,

d = │(X1)i– (X2)t│ n = jumlah kasus Xd = di– d

Harga t0 dibandingkan dengan t Tabel pada taraf signifikansi 5%. Pengujian hipotesis menggunakan uji dua pihak. Jika –t(1-0,5α)db< t0< t(1-0,5α)db maka H0 diterima. Jika menggunakan program komputer H0 ditolak apabila p hitung < 0,05 atau Ha diterima jika p > 0,05. Dalam penelitian ini, uji t-sama subjek dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 20.0 dan


(52)

52

apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.

b. Uji t-beda subjek

Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keadaan satu faktor dengan dua sampel. Uji t dilakukan terhadap gain skor nilai karakter peserta didik. Gain skor nilai karakter adalah selisih antara skor nilai karakter awal dan skor nilai karakter akhir, baik kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2. Hipotesis nol nya (Ho) adalah tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai karakter dan prestasi belajar kimia antara peserta didik kelas eksperimen 1 maupun kelas eksperimen 2. Hipotesis nol tersebut diuji menggunakan uji t dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2009: 123):

t

0

=

�√ +

……….……….…

(5)

SB

2

=

� −� + � −

� +� −

………....…….……...(6)

keterangan:

SB = simpangan baku

S1 = simpangan baku untuk data kelompok 1 S2 = simpangan baku untuk data kelompok 2 n1 = jumlah anggota kelompok 1

n2 = jumlah anggota kelompok 2

Besarnya t0 dibandingkan dengan tTabel pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dengan db = n1 + n2 – 2. Jika menggunakan program komputer, apabila p hitung < 0,05 maka H0 ditolak, berarti ada perbedaan yang signifikan.


(53)

53

Dalam penelitian ini, uji t-beda subjek dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 20.0 dan apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.

c. Uji Anakova

Pengujian terhadap hipotesis menggunakan analisis kovariansi 1-jalur (Anakova-A). Analisis kovariansi digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan rerata suatu variabel terikat antara dua kelompok, dengan mengendalikan variabel lain yang berpengaruh terhadap variabel terikat. Hipotesis nol nya (H0) adalah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) jika pengetahuan awal peserta didik dikendalikan secara statistik. Uji anakova dalam penelitian ini membandingkan nilai posttest peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Hipotesis nol diuji menggunakan analisis anakova dengan rumus: F0 = ��

� ………...(7)

keterangan:

F0 = F hitung (observasi)

RKA = rerata kuadrat antar kelompok RKD = rerata kuadrat antar kelompok


(54)

54

Harga F0 dibandingkan dengan FTabel pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = k-1 dan db penyebut = N-k-m. Apabila harga F0 > FTabel maka ada perbedaan rerata A1 dan A2 atau jika menggunakan program komputer jika diperoleh p hitung < , maka H0 ditolak, berarti ada perbedaan yang signifikan.

Korelasi antara prestasi belajar kimia (Y) dengan kovariabel pengetahuan awal kimia (X) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus anlisis regresi linear satu predictor dengan rumus sebagai berikut (Burhan Nugiantoro, dkk., 2005: 125-126):

� =√ ∑ ………...……….(8)

∑ = ∑ − ∑ ∑ ………..………(9)

∑ = ∑ − ∑ ………...………...(10)

∑ = ∑ − ∑ ………...………..…….(11)

dimana,

rxy : harga koefisien korelasi X : predictor

Y : kriterium

Harga rxy dibandingkan dengan harga rTabel pada taraf signifikansi 5% dengan N-2. Apabila harga rxy lebih besar dari harga rTabel, maka ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan. Dalam penelitian ini, uji anakova dilakukan


(55)

55

dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics 20.0 dan apabila nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan yang signifikan.


(56)

56 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kemampuan awal peserta didik, data pretest prestasi belajar kimia, data posttest prestasi belajar kimia, data nilai karakter awal, dan data nilai karakter akhir yang dicapai peserta didik. Uji prasyarat yang digunakan adalah uji normalitas dan uji homogenitas populasi penelitian. Uji hipotesis penelitian ini adalah uji t sama subjek, uji t beda subjek, dan uji anakova.

1. Data Kemampuan Awal Peserta Didik

Pada penelitian ini, peneliti menentukan sampel dengan metode purposive sampling yang artinya pengambilan sampel ditentukan sepenuhnya oleh peneliti dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Peneliti menentukan sampel dengan didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yaitu berdasarkan hasil nilai ulangan sebelum materi sistem koloid. Dari data tersebut, diperoleh karakteristik yang relatif sama antara kelas XI MIA 1 dan kelas XI MIA 2. Kesamaan karakteristik yang dimaksud adalah kedua kelas tersebut memiliki nilai rata-rata ulangan harian yang hampir sama. Peneliti berasumsi bahwa peserta didik yang memiliki nilai ulangan yang sama pada materi sebelum bab sistem koloid, berarti memiliki kemampuan awal yang sama, sehingga akan memiliki nilai yang sama pada ulangan bab berikutnya yaitu bab Sistem koloid.

Setelah melakukan uji homogenitas dan uji normalitas sampel dengan menggunakan data kemampuan awal peserta didik, kedua kelas dinyatakan


(1)

83

dan nilai posttest. Kegiatan pretest dilakukan pada pertemuan pertama sebelum peserta mengikuti pembelajaran baik dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL). Kegiatan posttest dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran pada pertemuan terakhir (pertemuan kedua) setelah peserta didik mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) maupun Problem Based Learning (PBL).

Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya peneliti menguji keefektifan model PjBL dan PBL terhadap prestasi belajar kimia peserta didik dengan menggunakan uji anakova.

Hipotesis nol (H0) nya adalah tidak ada perbedaan yang signifikan pada prestasi belajar antara peserta didik mengikuti pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL) jika pengetahuan awal dikendalikan secara statistik.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji anakova. Data yang digunakan adalah nilai posttest yakni nilai prestasi belajar akhir yang dicapai peserta didik dan data pengetahuan awal berupa nilai pretest materi koloid, dimana data pengetahuan awal ini dikendalikan secara statistik. Berdasarkan hasil uji anakova diperolah harga Sig. sebesar 0,004 (Sig. <0,05) sehingga H0 ditolak. Hasil uji anakova menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada prestasi belajar antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik


(2)

84

yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Hasil ini memiliki relevansi terhadap penelitian sebelumnya yakni penelitian Elsa Rahmaningrum dan Catur Yuanita tahun 2015 yang menyebutkan bahwa model pembelajaran Project Based Learning dan Problem Based Learning mampu meningkatkan prestasi belajar kimia secara signifikan.

Secara keseluruhan, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktif dengan model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) mampu meningkatkan nilai karakter dan prestasi belajar peserta didik pada materi sistem koloid kelas XI SMA Negeri 7 Purworejo Kelas XI Semester II Tahun Ajaran 2014/2015.


(3)

85 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Pada taraf signifikansi (α= 95%) diperoleh rata-rata nilai karakter awal sebesar 36,31 sedangkan rata-rata nilai karakter akhir mengalami peningkatan yakni sebesar 41,38. Rata-rata prestasi belajar kimia juga mengalami peningkatan yakni dari 58,85 menjadi 87,50. Selain itu, diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (sig < 0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai karakter dan prestasi belajar kimia sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL). 2. Ada perbedaan nilai karakter dan prestasi belajar kimia peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Pada taraf signifikansi (α= 95%) diperoleh rata-rata nilai karakter awal sebesar 35,12 sedangkan rata-rata nilai karakter akhir mengalami peningkatan yakni sebesar 40,50. Rata-rata prestasi belajar kimia juga mengalami peningkatan yakni dari 59,04 menjadi 80,96. Selain itu, diperoleh nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (sig < 0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai karakter dan prestasi belajar kimia sebelum dan sesudah mengikuti


(4)

86

pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

3. Tidak ada perbedaan nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo. Pada taraf signifikansi (α= 95%) diperoleh rata-rata gainskor nilai karakter PjBL sebesar 5,07 sedangkan rata-rata gainskor nilai karakter PBL sebesar 5,38. Selain itu, diperoleh nilai Sig. sebesar 0,479 (sig > 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai karakter antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Secara matematis hasilnya menunjukkan bahwa terlihat sedikit perbedaan skor, namun secara statistik hasilnya dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang cukup signifikan,.

4. Ada perbedaan prestasi hasil belajar kimia antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk materi sistem koloid di kelas XI semester II SMA Negeri 7 Purworejo, bila pengujian hipotesis dilakukan dengan uji anakova dan pengetahuan awal


(5)

87

dikendalikan secara statistik. Pada taraf signifikansi (α= 95%) diperoleh nilai Sig. (0,000) yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan. Selain itu, perbedaan hasil prestasi belajar juga ditunjukkan dari perbedaan nilai rata-rata prestasi belajar akhir (posttest) peserta didik yakni sebesar 87,50 untuk kelas PjBL dan 80,96 untuk kelas PBL. Hal ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan model pembelajaran PBL, model pembelajaran PjBL lebih efektif untuk pembelajaran materi sistem koloid.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi pendidik, model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan alternative pemilihan strategi pembelajaran untuk materi sistem koloid di kelas. Hal ini didasarkan padahasil penelitian yang telah dilakukan ini, yaitu bahwa model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan nilai karakter dan prestasi hasil belajar kimia peserta didik.

2. Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) membutuhkan alokasi waktu yang cukup banyak, maka disarankan unutuk lebih mempersiapkan segala sesuatu lebih matang, baik masalah alokasi waktu, alat dan bahan yang akan digunakan, maupun jenis kasus yang akan dipecahkan menggunakan kedua model pembelajaran ini, agar pencapaian tujuan pembelajaran menjadi lebih optimal.


(6)

88

3. Bagi peserta didik, dapat meningkatkan keaktifan peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung, meningkatkan rasa percaya diri dalam mengungkapkan pendapat,mampu bekerja keras dan kritis dalam memecahkan suatu masalah.

4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang efektivitas penerapan model Project Based Learning (PjBL) dan Problem Based Learning (PBL) terhadap peningkatan prestasi belajar kimia peserta didik dengan pemilihan materi pembelajaran dan variabel kendali yang berbeda dengan alokasi waktu penelitian yang lebih lama.