Hubungan Hygiene Sanitasi Lingkungan Penjualan dengan Kandungan Escherichia Coli Pada Air Tebu di Beberapa Kecamatan di Kota Medan Tahun 2015
TESIS
Oleh
BENNY M.P SIMANJUNTAK 137032093/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
BENNY M.P SIMANJUNTAK 137032093/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr.dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes
2. Dra.Nurmaini, M.K.M, Ph.D 3. dr. Surya Dharma, M.P.H
(5)
DI BEBERAPA KECAMATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2015
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 27 Februari 2017 Penulis,
Benny M.P Simanjuntak 137032093/IKM
(6)
jajanan lainnya. Usaha minuman segar sari tebu ini didirikan tanpa pengawasan Departemen Kesehatan, sehingga hygiene dan sanitasi tidak terjamin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan hygiene sanitasi lingkungan penjualan dengan kandungan Escherichia coli pada air tebu di beberapa kecamatan di kota Medan Tahun 2015.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 penjual minuman sari tebu dan seluruhnya dijadikan sampel. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Pearson dan uji regresi linier. Aspek pengukuran dilakukan dengan melihat gambaran hygiene sanitasi air tebu yang dijual di beberapa kecamatan di kota Medan meliputi pemilihan tebu, penyimpanan tebu, pengolahan tebu, penyimpanan tebu yang sudah diolah, pengangkutan tebu dan penyajian air tebu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengolahan (p=0,001), lokasi (p=0,024), pengangkutan (p=0,001) dan penyajian (p=0,00) dengan keberadaan E.Coli pada minuman sari tebu tahun 2015. Variabel yang paling dominan berhubungan adalah adalah penyajian minuman sari tebu.
Kepada pemerintah atau lembaga terkait dalam hal ini Departemen Kesehatan agar melakukan suatu upaya baik berupa pembinaan, pengarahan maupun pengawasan kepada penjual minuman sari tebu untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan.kemudian penjual minuman sari tebu hendaknya dapat meningkatkan kebersihan, baik kebersihan bahan baku (tebu), proses pengolahan dan penyajian, perlu diajarkan dan mendapatkan penyuluhan oleh dinas terkait tentang cara pemilihan, pencucian, penyimpanan bahan baku yang benar, proses pengolahan dan cara penyajian minuman sari tebu yang higienis.
(7)
market, schools, malls, campuses, and other places which sell snacks. This kind of business is operated without any supervision from the Health Department so that there is no guarantee for its hygiene and sanitation.
The objective of this research was to find out and to analyze the correlation of environmental hygienic sanitation of sale with Escherichia coli content in sugarcane juice in some sub-districts in Medan, in 2015.
The research used analytic method with cross sectional design. The population was 30 sugarcane juice vendors, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using Pearson test and linear regression analysis. They were measured by looking at the description of hygienic sanitation of sugarcane juice sold in some sub-districts in Medan which included the selection of sugarcane, its storing, its processing, the processed sugarcane storing, its transportation, and its selling.
The result of the research showed that there was significant correlation of processing (p = 0.001), location (p = 0.024), transportation (p = 0.001), and the selling (p = 0.000) with E. coli content in sugarcane juice, in 2015. The variable
which had the most dominant correlation was the selling of sugarcane juice.
It is recommended that the Government or the related agency such as the
Health Department, develop, guide, and supervise sugarcane juice vendors to improve hygiene and health. Sugarcane juice vendors should improve hygiene and health, either in the raw material (sugarcane), in the processing, or in selling it. They need counseling by the related agency about the processing and the selling of hygienic sugarcane juice.
Keywords: Sugarcane Juice, Hygiene, Sanitation
(8)
memberikan berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Hygiene Sanitasi Lingkungan Penjualan dengan Kandungan Escherichia Coli Pada Air Tebu di Beberapa Kecamatan di Kota Medan Tahun 2015”.
Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara. Penyusunan tesis ini juga banyak memberikan pembelajaran dalam mengimplementasikan teori dan realita di masyarakat.
Dalam menyusun tesis ini penulis menyadari begitu banyak mendapat bimbingan, arahan, bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
(9)
5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku komisi pembimbing yang dengan sabar dan tulus telah banyak memberikan perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan sejak awal hingga selesainya tesis ini.
6. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D dan Dra. Surya Dharma, M.P.H selaku komisi penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Dosen Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu yang saya peroleh dapat berguna bagi masyarakat dan bangsa terutama bagi kemuliaan Tuhan.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di wilayah Kota Medan.
9. Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan yang telah mendukung dalam pemeriksaan laboratorium kualitas bakteriologi air tebu.
10. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri.
(10)
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi majunya ilmu pengetahuan.
Medan, 27 Februari 2017 Penulis,
Benny M.P.Simanjuntak 137032017/IKM
(11)
Kecamatan Medan Helvetia, beragama Kristen Protestan, anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda M. H. Simanjuntak dan Ibunda L. br. Tampubolon Mempunyai dua orang putri (Jellyanti br. Simanjuntak dan Melda Sari br. Simanjuntak) dan tiga orang putra (Fernando Marihot Simanjuntak), (Benny MP. Simanjuntak), dan (Jackson Marganda Simanjuntak) sekarang menetap di Kota Medan.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Methodsit-6 Medan pada tahun 1997 dan diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Methodist-6 pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas Santo Thomas-3 Medan pada tahun 2006 dan diselesaikan pada tahun 2008, Strata Satu (S1) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara (Stikes-SU) pada tahun 2009 dan diselesaikan pada tahun 2012, Strata Dua (S2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri (MKLI) tahun 2015 sampai dengan tahun 2017.
(12)
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Hipotesis ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Hygiene dan Sanitasi ... 9
2.1.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi ... 9
2.1.2 Hygiene Sanitasi pada Makanan dan Minuman ... 10
2.1.3 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman ... 11
2.1.4 Persyaratan Makanan dan Minuman Jajanan ... 19
2.1.5 Sistem Pencucian Alat Makan dan Minum ... 21
2.2 Kualitas Air ... 21
2.2.1 Persyaratan Kualitas Air Minum ... 21
2.2.2 Peranan Air terhadap Kehidupan Manusia ... 22
2.2.3 Peranan Air terhadap Kesehatan ... 23
2.2.4 Indikator Pencemaran Air ... 25
2.2.5 Bakteri Indikator Polusi ... 26
2.3 Air Tebu ... 27
2.3.1 Pengertian Air Tebu ... 27
2.3.2 Sari Tebu ... 30
2.3.3 Kandungan Tebu ... 31
2.4 Escherichia Coli ... 32
2.4.1 Pengertian Escherichia Coli ... 32
2.4.2 Epidemiologi Escherichia Coli ... 34
2.4.3 Golongan dan Patogenesis ... 35
2.4.4 Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Escherichia Coli ... 37
(13)
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 52
3.1 Jenis Penelitian ... 52
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 52
3.3.2 Waktu Penelitian ... 53
3.3 Populasi dan Sampel ... 53
3.3.1 Populasi ... 53
3.3.2 Sampel ... 53
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 54
3.4.1 Data Sekunder ... 54
3.4.2 Data Sekunder ... 54
3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 54
3.5.1 Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium ... 54
3.5.2 Alat dan Bahan ... 55
3.5.3 Cara Pemeriksaan Laboratorium ... 56
3.5.4 Test Perkiraan (Presumtive Test) ... 56
3.5.5 Test Penegasan (Confirmative Test) ... 57
3.5.6 Pembacaan Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 58
3.6 Definisi Operasional ... 58
3.7 Aspek Pengukuran ... 59
3.8 Teknik Analisis Data ... 60
3.8.1 Analisis Univariat ... 60
3.8.2 Analisis Bivariat ... 61
3.8.3 Analisis Multivariat ... 61
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 62
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62
4.1.1 Geografi ... 62
4.1.2 Demografi ... 63
4.2 Kerakteristik Responden... 63
4.3 Analisis Univariat ... 64
4.3.1 Pemilihan Tebu ... 64
4.3.2 Penyimpanan Tebu ... 65
4.3.3 Pengolahan Tebu ... 65
4.3.4 Lokasi Pengolahan Minuman Sari Tebu ... 67
4.3.5 Penyimpanan Minuman Sari Tebu ... 67
(14)
Sari Tebu ... 71
4.4 Analisis Bivariat ... 71
4.4.1 Hubungan Pemilihan Tebu dengan E.Coli ... 71
4.5 Multivariat ... 72
4.5.1 Pengaruh Pengolahan, Lokasi, Pengangkutan dan Penyajian dengan Keberadaan Bakteri E.Coli pada Pedagang Minuman Sari Tebu di Beberapa Kecamatan di Kota Medan Tahun 2015 ... 72
4.5.2 Uji F (Uji Serempak) ... 73
4.5.3 Uji Parsial (Uji t) ... 73
BAB 5. PEMBAHASAN... 75
5.1 Hubungan Pemilihan Bahan Baku (Tebu) dengan E.Coli ... 75
5.2 Hubungan Penyimpanan Tebu dengan E.Coli ... 76
5.3 Hubungan Pengolahan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli ... 78
5.4 Hubungan Lokasi Pengolahan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli ... 81
5.5 Hubungan Penyimpanan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli .. 82
5.6 Hubungan Pengangkutan Minuman Sari Tebu dengan E.Coli . 84 5.7 Hubungan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli ... 85
5.8 Pengaruh Pengolahan dan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli ... 87
5.9 Keterbatasan Penelitian ... 90
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92
6.1 Kesimpulan ... 92
6.2 Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 94
(15)
2.1 Lembar ABTPK (Analisis Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis) pada
Pengolahan Minuman Sari Tebu ... 47
4.1 Daerah Lokasi Penelitian Penjual Minuman Sari Tebu di Lima Kecamatan Kota Medan Pada Tahun 2015 ... 63
4.2 Distribusi Karakteristik Responden Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 64
4.3 Distribusi Observasi Pemilihan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 65
4.4 Distribusi Observasi Penyimpanan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 65
4.5 Distribusi Observasi Pengolahan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 66
4.6 Distribusi Observasi Lokasi Pengolahan Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 67
4.7 Distribusi Observasi Penyimpanan Minuman Sari Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 68
4.8 Distribusi Observasi Pengangkutan Minuman Sari Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 68
4.9 Distribusi Observasi Penyajian Minuman Sari Tebu pada Penjual Air Tebu di Kota Medan Tahun 2015 ... 69
4.10 Hasil Uji Laboratorium BTKL PP Kelas I Medan Tahun 2015 ... 70
4.11 Distribusi Kategori Kandungan E. Coli pada Minuman Air Tebu ... 71
4.12 Distribusi Kandungan E. Coli pada Minuman Air Tebu ... 71
4.13 Hasil Uji Korelasi Pearson antara Penjual Minuman Sari Tebu dengan Keberadaan E.Coli Tahun 2015 ... 72
(16)
(17)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Diagram HACCP pada Pengolahan Minuman Sari Tebu... 46 2.2 Teori Simpul ... 47 2.3 Kerangka Konsep Penelitian... 51
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 100
2. Lembar Observasi ... 102
3. Master Data Penelitian ... 104
4. Hasil Statistik ... 105
5. Dokumentasi Penelitian ... 114
(19)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya maka dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, mulai dari penyakit ringan yang tidak membahayakan sampai penyakit berat, membahayakan jiwa (Puspitasari, 2013).
Kesadaran masyarakat mengenai kebersihan makanan merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena makanan atau minuman yang mengandung bahan tercemar bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne
illness, yaitu penyakit yang ditularkan melalui makanan. Penyakit bawaan makanan
oleh bakteri umumnya akan menimbulkan gejala diare (Arlita, 2012).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain adalah hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih. Salah satunya penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan dalam memperhatikan kesehatan diri dan lingkungannya dalam proses pengolahan makanan yang baik dan sehat (Musfirah, 2014). Para penjual makanan yang menjajakan makanan umumnya tidak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, khususnya dalam hal hygiene dan sanitasi pengolahan makanan.
(20)
Pengetahuan penjual makanan tentang hygiene dan sanitasi pengolahan makanan akan sangat mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan kepada masyarakat konsumen (Sujaya, 2009). Dalam kegiatan proses produksi makanan dan minuman tindakan higiene sanitasi yang merupakan bagian dari kesehatan lingkungan juga analisis bahaya dan titik pengendalian kritis (HACCP: Hazard Analysis Critical
Control Point) merupakan salah satu upaya untuk menghindari pencemaran terhadap
proses produksi. Yang dalam proses pengolahannya terdapat enam (6) prinsip higiene dan sanitasi yang harus diperhatikan, yaitu pemilihan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan masak, pengangkutan makanan dan penyajian makanan (Depkes RI, 2004).
Tingginya tingkat pencemaran lingkungan oleh bakteri, jamur dan jasad renik lainnya adalah merupakan ancaman yang tiada habis-habisnya terhadap kualitas makanan dan minuman. Kehadiran kehidupan bakteri patogen tidak diharapkan dalam minuman karena dapat menyebabkan penyakit, yaitu diare, di samping adanya pengaruh lain, seperti timbulnya rasa bau dan tidak sedap atau perubahan warna. Bakteri E.Coli atau Coliform merupakan indikator dalam makanan dan minuman karena ketentuan WHO (World Health Organization) kualitas air secara biologis ditentukan oleh kehadiran bakteri E.Coli di dalamnya. Kandungan bakteri E.Coli dalam air berdasarkan ketentuan WHO, untuk air minum jumlah maksimum yang diperbolehkan adalah 0 per 100 ml sampel. Keberadaan Escherichia Coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi lingkungan yang buruk sedangkan
(21)
adanya Staphylococcus aureus mengidentifikasi praktek higiene yang kurang (Wijaya, 2009).
Penyakit bawaan makanan oleh bakteri dapat berupa intoksifikasi atau infeksi. Intoksifikasi melalui makanan disebabkan oleh adanya toksin bakteri yang terbentuk di dalam makanan pada saat bakteri bermultiplikasi, sedangkan infeksi melalui makanan disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi dan tubuh memberikan reaksi terhadap bakteri tersebut.
Bakteri paling umum yang menyebabkan infeksi melalui makanan adalah
Salmonella dan E.Coli (Balai Pom RI, 2011). Escherichia Coli adalah bakteri Gram
negatif yang berbentuk batang, dan dapat memfermantasi laktosa dengan cepat. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob dan merupakan flora normal intestinal pada manusia dan hewan berdarah panas (Thoen, 2011). E.Coli dapat menyebabkan penyakit pada manusia terutama penyakit yang berkaitan dengan pencernaan yaitu
Enteropatogenic E.Coli yang dapat menyebabkan diare, khususnya pada bayi dan
anak-anak. Penyakit–penyakit lain yang disebabkan E.Coli yaitu infeksi saluran kemih, gastroenteritis, meningitis, peritronitis, dan infeksi luka (Brooker, 2009).
E.Coli dipilih sebagai indikator polusi, karena bakteri ini ditemukan
dimana-mana (dalam tinja manusia, hewan, tanah, ataupun air yang terkontaminasi dengan debu, serangga, burung, dan binatang kecil lainnya), serta secara relatif mudah dibunuh dengan pemanasan. Menurut Soemirat (2004), syarat air minum ialah harus aman diminum artinya bebas mikroba patogen dan zat berbahaya dan diterima dari segi warna, rasa, bau dan kekeruhannya. Air minum atau makanan
(22)
yang tercemar dengan Escherichia Coli dapat mengakibatkan penyakit disentri, kolera, gastroenteritis, dan penyakit saluran pencernaan lainnya.
Kasus penyakit karena pencemaran makanan oleh Escherichia coli
(Escherichia coli enterohemorrhagik) di Jepang beberapa waktu lalu yang menyerang
sekitar 9.500 penduduk terutama anak-anak sekolah dan juga sering terjadi dalam 10 tahun terakhir di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada dan Inggris (Motarjemi, 2004). Di Negara Prancis terdapat rata-rata 70-100 kasus uraemic sindrom hemolitik (HUS) per tahun dengan penyebab bakteri Escherichia coli sedangkan di Amerika Serikat pada bulan Oktober sampai November 2005 terdapat 893 kasus. (King, 2009).
Data BPOM berdasarkan laporan balai besar/balai POM mengenai frekuensi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan, pada 25 provinsi yang melaporkan frekuensi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan ada 3 kota yang paling banyak melaporkan frekuensi KLB keracunan pangan diantaranya kota Semarang terdapat 14 kejadian (10,94%), Makassar dengan 14 kejadian (10,94%) dan Lampung 12 kejadian (9,38%). Sedangkan berdasarkan tempat/lokasi kejadian KLB keracunan pangan pada 19 tempat/lokasi, Sekolah Dasar (SD) menempati urutan kedua tempat/lokasi KLB dengan angka kejadian 24 kejadian (18,75%) setelah tempat/lokasi rumah tinggal dengan 59 kejadian (46,09%), disusul pada urutan ketiga yaitu tempat terbuka dengan 8 kejadian (6,25%). (BPOM, 2011).
Bahaya biologi (mikroba) pada pangan perlu mendapat perhatian karena jenis bahaya ini yang sering menjadi agen penyebab kasus keracunan pangan. Escherichia
(23)
coli merupakan bakteri patogen yang sering menyebabkan keracunan pangan dan juga menjadi salah satu mikroba indikator sanitasi. Sedangkan Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut, tenggorokan, maupun kulit.
Salah satu makanan yang dapat terkontaminasi oleh Escherichia coli adalah makanan yang proses pengolahannya menggunakan air yang sudah tercemari oleh bakteri E.Coli. Hasil penelitian Efi Sirait (2009) pada susu kedelai yang dipasarkan di kota Medan, didapatkan bahwa susu kedelai yang diproduksi pada usaha kecil dan dipasarkan di kota Medan terbukti dari 10 sampel susu kedelai yang diuji menunjukkan 4 sampel minuman mengandung Escherichia coli sebanyak 50 sampai 120 per 100 ml sampel. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sari (2009) pada minuman cincau hijau yang dijual di Pasar Raya Kota Padang, juga didapatkan hasil bahwa semua sampel yang diperiksa positif mengandung bakteri Escherichia coli yang berkisar dari 96 sampai 240 dalam 100 ml sampel. Ini juga berarti bahwa minuman cincau hijau tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan (Sanjaya, 2009).
Air tebu adalah salah satu jenis minuman yang dapat tercemar. Hal ini Kemungkinan sumber bakteri pencemar tentu dari lingkungan kebersihan pasar, kemudian proses pengolahan air tebu yang masih manual dan tradisional dan pengelola air tebu sendiri karena air tebu itu steril. Berdasarkan penelitian Munthe (2006) diketahui bahwa kandungan E.Coli dalam air tebu di pasar kota Medan tidak memenuhi persyaratan kualitas bakteriologis air minum. Sebab dari 16 sampel yang diuji, semua sampel mengandung E.coli, dalam air tebu yang tidak diberi es batu berkisar 4/100 ml air tebu dan air tebu diberi es batu berkisar 7/100 ml air tebu. Dari
(24)
penelitian lain yang dilakukan Misbah (2008) pada minuman jagung, mendapatkan 3 sampel (30%) tidak memenuhi syarat kesehatan karena mengandung E.Coli.
Air tebu merupakan minuman jajanan yang dijual tanpa kemasan khusus, di produksi tempat penjualanya sehingga sulit dilakukan pengawasan terhadap mutunya. Sedangkan makanan dan minuman jajanan yang baik bila diproduksi dan diedarkan kepada masyarakat luas haruslah memenuhi persyaratan Kep. Menkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi pada Makanan Jajanan.
Sekarang ini banyak ditemukan pedagang kaki lima yang menjual minuman di tempat-tempat keramaian, seperti minuman air tebu. Minuman air tebu banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Minuman air tebu biasanya dijual dengan menggunakan gerobak lengkap dengan mesin khusus pemeras air tebu yang bisa disajikan dalam gelas plastik ataupun kantong-kantong plastik.
Berdasarkan adanya kemungkinan air tebu yang dijual oleh pedagang kaki lima tersebut mudah terkontaminasi, maka penulis ingin mengetahui kualitas air tebu secara bakteriologis khususnya kandungan bakteri Escher ichia Coli yang ada di dalamnya, dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan Permenkes RI No.492/Menkes/SK/IV/2010, tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
1.2 Permasalahan
Sebagian besar kuman yang mencemari air dan makanan datang dari feses hewan dan manusia. Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh penyakit-penyakit
(25)
yang terkait dengan air yang telah terkonsentrasi di negara berkembang, di bagian dunia yang sedang berkembang, diantara rumah tangga perkotaan dan pedesaan dari negara-negara yang lebih miskin. Hampir separuh populasi di negara-negara berkembang menderita karena masalah-masalah kesehatan yang berkaitan dengan air. penyakit-penyakit yang muncul dari masuknya patogen ke dalam air atau makanan yang tercemar telah menimbulkan dampak keseluruh dunia.
Air tebu merupakan minuman yang banyak dijual oleh pedagang makanan dan minuman. Minuman ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena selain segar juga mengandung banyak vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Namun tidak menutup kemungkinan minuman air tebu tersebut mengandung mikroorganisme, seperti Escherichia coli yang merupakan indikator polusi. Demikian juga dengan air tebu yang dijual di beberapa kecamatan di kota Medan, mungkin juga mengandung mikroorganisme, seperti Escherichia coli. Hal ini dapat terjadi pada semua tahap yang dilalui oleh air, baik itu pada proses pengolahan, penyajian maupun pada proses lainnya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan
hygiene sanitasi lingkungan penjualan dengan kandungan Escherichia coli pada air
(26)
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini di harapkan akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yaitu :
1. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam mengkonsumsi minuman sari tebu yang dijual oleh pedagang air tebu di kota Medan.
2. Sebagai masukan bagi pihak Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan dalam mengelola dan meningkatkan sanitasi pasar.
3. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan khususnya bagian kesehatan lingkungan dalam hal pengawasan sanitasi makanan dan minuman sehingga program yang disusun dan dilaksanakan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna.
1.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat hubungan pemilihan tebu dengan kandungan E.coli pada air tebu 2. Terdapat hubungan penyimpanan tebu dengan kandungan E.coli pada air tebu 3. Terdapat hubungan pengolahan tebu dengan kandungan E.coli pada air tebu 4. Terdapat hubungan penyimpanan air tebu dengan kandungan E.coli pada air
tebu
5. Terdapat hubungan pengangkutan tebu dengan kandungan E.coli pada air tebu 6. Terdapat hubungan penyajian tebu dengan kandungan E.coli pada air tebu
(27)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hygiene dan Sanitasi
2.1.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan.
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat
kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).
(28)
Perbedaan hygiene dan sanitasi adalah hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakanya usaha hygiene dan sanitasi adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor lingkungan hidup manusia.
Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan membuat kondisin lingkungan yang baik agar terjamin kesehatanya. Dengan kata lain
hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang lebih menitikberatkan pada kegiatan
usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan pribadi manusia.
2.1.2 Hygiene Sanitasi pada Makanan dan Minuman
Makanan penting baik untuk mempertahankan kehidupan. Makanan memberi energi dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan, untuk bekerja, dan untuk pertahanan tubuh dari penyakit (Adams, 2004). Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan ditempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2003).
Hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya mengendalikan faktor
tempat, peralatan, orang, dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan (Depkes RI, 2004). Persyaratan hygiene dan sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk
(29)
rumah makan dan restoran, personel dan perlengkapanya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003).
Makanan dan minuman yang sehat akan membuat tubuh menjadi sehat namun makanan yang sudah terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit. Dengan demikian makanan dan minuman yang dikonsumsi haruslah terjamin baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Ismunandar, 2008). Hal ini dapat diupayakan dengan memperhatikan hygiene sanitasi makanan dan minuman.
Air tebu merupakan salah satu jenis minuman jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima dan dikonsumsi oleh masyarakat umum. Air tebu adalah hasil perasan dari tebu dengan menggunakan mesin tertentu. Hasil perasan ini akan disaring dan dibuat dalam termos, lalu kemudian diberi es batu. Makanan dan minuman yang dijual kepada masyarakat perlu diperhatikan aspek sanitasinya.
Usaha sanitasi terhadap air tebu tentu tidak terlepas dari pengawasan terhadap produksi dan penjualan minuman, alat-alat yang digunakan, bahan-bahan minuman serta tata cara pengolah dan penyaji minuman yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
2.1.3 Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Pengertian dari prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat/bangunan, peralatan, orang dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip hygiene sanitasi makanan dan minuman yaitu (Depkes RI, 2004) :
(30)
1. Pemilihan bahan makanan
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam hal ini bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008). salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya.
2. Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer sangat membantu di dalam penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan dengan tempat penyimpanan lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan (Tarigan, 2005).
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan adalah (Depkes RI, 2004) :
a. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih. b. Penempatannya terpisah dari makanan jadi
c. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan : 1) Dalam suhu yang sesuai
(31)
3) Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80% -90%
d. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :
1) jarak makanan dengan lantai 15 cm 2) jarak makanan dengan dinding 5 cm 3) jarak makanan dengan langit-langit 60 cm
e. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang masuk terlebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO (First In First Out).
Ada 4 (empat) cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) :
a. Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10°C -15°C untuk jenis minuman buah, es krim dan sayur.
b. Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4°C –10°C untuk bahan makanan yang berprotein yang akan segera diolah kembali.
c. Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0°C -4°C untuk bahan berprotein yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.
d. Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan < 0°C untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu >24 jam.
(32)
3. Pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti prinsip-prinsip hygiene sanitasi (Depkes RI, 2004).
Tujuan pengolahan makanan agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera (Azwar, 1990). Dalam proses pengolahan makanan, harus mempunyai persyaratan hygiene sanitasi terutama menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi, 2008).
Makanan mempunyai rute perjalanan makanan yang sangat panjang dibagi dalam dalam dua rangkaian yaitu :
1. Rantai makanan (food chain).
Yaitu rangkaian perjalanan makanan sejak dari pembibitan, pertumbuhan, produksi pangan, panen, penggudangan, pemasaran bahan sampai kepada pengolahan makanan untuk seterusnya disajikan. Pada setiap rantai terdapat banyak titik-titik dimana makanan telah dan akan mengalami pencemaran sehingga mutu makanan menurun, untuk itu perlu perhatian khusus dalam mengamankan titik-titik tersebut selama diperjalanan, dengan pengendalian di setiap titik dari rantai perjalanan makanan diharapkan pencemaran dapat ditekan dan tidak bertambah berat.
(33)
2. Lajur makanan (food flow)
Yaitu perjalanan makanan dalam proses pengolahan makanan, setiap tahap dalam jalur pengolahan makanan akan ditemukan titik-titik yang bersifat riskan pencemaran (critical point). Titik ini harus dikendalikan dengan baik agar makanan yang dihasilkan menjadi aman. Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam mengkontaminasi makanan, masuknya bakteri ke dalam makanan akan meningkatkan pertumbuhan bakteri, terutama bila tersedia makanan, kelembaban yang cukup, air yang cukup untuk bakteri tumbuh. Pertumbuhan bakteri berlangsung secara vegetative (membelah diri) satu menjadi dua, dua menjadi empat dan seterusnya. Sel bakteri terdiri inti dan protoplasma. Inti terdiri dari protein dan protoplasma, bakteri memerlukan protein dan air untuk hidupnya, pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak menjadi dua juta lebih dalam waktu 7 jam. Dengan jumlah sebanyak itu maka dosis infeksi dari bakteri telah terlampaui. Artinya kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar sekali. Suhu yang paling cocok untuk pertumbuhan bakteri adalah 100-600C. Suhu ini sebagai danger zone (daerah berbahaya).
Makanan yang masih dijamin aman paling lama dalam waktu 6 jam, karena waktu 6 jam jumlah bakteri yang tumbuh baru mencapai 500.000 (5x105), setelah melewati waktu tersebut makanan sudah tercemar berat. Daerah aman (safety zone) adalah < 100C dan > 600C. Prakteknya < 100C yaitu di dalam lemari es yang masih berfungsi dengan baik dan > 600C yaitu di dalam wadah yang selalu berada di atas api pemanas, kukusan atau steam (uap air).
(34)
Titik pengendalian dalam lajur makanan adalah sebagai berikut : - Penerimaan bahan, memilih bahan yang baik dan bersih.
- Pencucian bahan, melarutkan kotoran yang masih ada seperti residu pestisida pada sayur dan buah, darah dan sisa bulu pada unggas atau daging, debu pada beras. Sayuran atau buah yang diduga mengandung residu pestisida harus dicuci berulang kali dalam air mengalir, sayuran lembaran harus dicuci setiap lembaran.
- Perendaman terutama pada jenis biji untuk meresapkan air ke dalam bahan kering sehingga mudah dimasak, contoh beras, kacang dan bumbu.
- Peracikan dengan cara memotong, mengerus dan mengiris, agar zat gizi tidak hilang maka makanan harus dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong.
- Pemasakan seperti menggoreng, merebus dan memanggang merupakan tahap perubahan tekstur makanan dari mentah/keras akan menjadi lunak dan empuk sehingga enak di makan, dengan panas < 800C semua bakteri pathogen akan mati. - Pewadahan makanan masak merupakan titik yang paling rawan, karena makanan
sudah bebas bakteri pathogen dan tidak lagi dipanaskan. Pada tahap ini tidak boleh terjadi kontak makanan dengan tangan telanjang, droplet atau wadah yang tidak bersih dan debu atau serangga.
- Penyajian makanan merupakan titik akhir dari rangkaian perjalanan makanan yang siap disantap. Makanan yang telah disajikan segera dimakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan pencemaran ulang (recontamination) akibat lingkungan sekitarnya. Penyajian dalam waktu kurang dari 2 jam cukup diamankan dengan
(35)
penutup saji, tetapi kalau lebih dari 2 jam harus disimpan di atas pemanas (oven/termos) atau dalam lemari es yang berfungsi.
- Santapan akan lebih nyaman bila dikonsumsi dalam keadaan hangat, makanan akan tetap aman bila disimpan dalam suhu dingin di dalam lemari es pada suhu 100C dan dipanaskan ulang (reheating) pada suhu 800C waktu disantap.
Peralatan makanan dan minuman dapat dipergunakan seperti : piring, gelas, mangkuk, sendok atau garpu harus dalam keadaan bersih. Beberapa hal yang harus diperhatikan (Depkes, 2004) adalah :
a. Bentuk peralatan utuh, tidak rusak, cacat, retak atau berlekuk-lekuk tidak rata. b. Peralatan yang sudah bersih dilarang dipegang di bagian tempat makanan,
minuman atau menempel di mulut, karena akan terjadi pencemaran mikroba melalui jari tangan.
c. Peralatan yang sudah retak, gompel atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dicuci sempurna.
d. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
4. Penyimpanan Makanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan makanan : a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup
b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air
(36)
d. Apabila disimpan diruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain
e. Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainnya akan sangat mudah untuk menjangkaunya.
5. Pengangkutan makanan
Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut itu sendiri.
6. Penyajian makanan
Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki berbagai cara asalkan memperhatikan kaidah hygiene sanitasi yang baik. Pengunaan pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastic harus dalam keadaaan bersih dan tidak berasal dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan racun.
Makanan yang disajikan pada tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih dan rapi menggunakan tutup kepala dan celemek. Tidak boleh terjadi kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Kusmayadi, 2008).
(37)
2.1.4 Persyaratan Makanan dan Minuman Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2003).
Menurut Kep.menkes RI No.942.Menkes/SK/VII/2003 persyaratan Hygiene sanitasi makanan jajanan antara lain meliputi penjamah makanan, peralatan, air, bahan makanan dan penyajian makanan, sarana penjaja, dan sentra pedagang.
1. Penjamah makanan
Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Penjamah makanan dalam melakukan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian, mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan, menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas, tangan, tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya).
2. Peralatan
Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan hygiene sanitasi antara lain : peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun, dikeringkan dengan lap yang bersih,
(38)
peralatan yang bersih disimpan di tempat yang bebas pencemaran dan pedagang dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai. 3. Air
Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standard dan persyaratan hygiene sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum.
4. Bahan makanan
Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman yang baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong. Bahan makanan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk. Makanan jajanan harus disajikan dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih dan aman bagi kesehatan, makanan jajanan harus dijajakan dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup, pembungkus yang digunakan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan, pembungkus dilarang ditiup. 5. Sarana penjaja
Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penangan makanan jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah. Sarana penjaja harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan bahan minuman, tempat penyimpanan peralatan, tempat cuci peralatan, dan tempat sampah.
6. Sentra pedagang
Sentra pedagang makanan jajanan harus cukup jauh dari sumber pencemaran seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong
(39)
hewan, jalan yang ramai. Lokasi makanan jajanan harus dilengkapi fasilitas sanitasi yang meliputi antara lain tempat pembuangan sampah dan fasilitas pengendali lalat.
2.1.5 Sistem Pencucian Alat Makan dan Minum
Menurut Kepmenkes No.1098/Menkes/VII/2003 persyaratan pencucian peralatan adalah sebagai berikut :
1. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan 2. Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air limbah 3. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bilik/bak pencuci yaitu untuk
mengguyur, menyabun, dan membilas.
2.2 Kualitas Air
2.2.1 Persyaratan Kualitas Air Minum
Pemanfaatan air minum dalam kehidupan harus memenuhi persyaratan baik kuantitas dan kualitas yang erat hubunganya dengan kesehatan. Air yang memenuhi persyaratan kuantitas apabila air tersebut mencukupi kebutuhan keluarga baik sebagai air minum maupun untuk keperluan rumah tangga lainnya.
Sedangkan air yang memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut skala prioritas Menkes RI NO.492/Menkes/PER/IV/2010, secara garis besar persyaratan kualitas air dapat digolongkan dengan empat syarat :
(40)
1. Syarat Fisik
Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna (maksimal 15 TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), suhu udara maksimal ± 3 ºC dari suhu udara sekitar dan jumlah zat padat terlarut maksimal 500 mg/l. 2. Syarat Kimia
Air minum yang dikonsumsi tidak mengandung zat-zat kimia organik dan anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas minimum dan maksimum (6,5 - 8,5) dan tidak mengandung zat kimia beracun sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Syarat Mikrobiologi
Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi Escherichia coli atau koliform tinja dengan standart 0 dalam 100 ml air minum. 4. Syarat Radio aktif
Air minum yang akan dikonsumsi hendaknya terhindar dari kemungkinan terkontaminasi radiasi radio aktif melebihi batas maksimal yang diperkenankan.
2.2.2 Peranan Air terhadap Kehidupan Manusia
Air di dalam tubuh manusia, berkisar 50-70% dari seluruh badan. Air terdapat diseluruh badan, ditulang terdapat air sebanyak 22% dari berat tulang, didarah dan ginjal sebanyak 83%. Pentignya air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air yang ada di dalam organ. Jumlah air dalam darah terdiri atas 80%, dalam tulang 25%, dalam urat syaraf 75%, dalam ginjal 80%, dalam hati 70%, dan dalam otot 75%.
(41)
Kehilangan air untuk 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minuman 1,5-2 liter sehari. Kekurangan air ini menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia.
Beberapa fungsi air didalam tubuh manusia antara lain adalah : air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh, segala reaksi biokimia di dalam tubuh berlangsung didalam lingkungan air, air sebagai bahan pelarut membawa segala jenis makanan keseluruh tubuh dan mengambil kembali segala buangan untuk dikeluarkan dari tubuh, air juga dapat mempertahankan suhu tubuh (Soemirat, 2003).
2.2.3 Peranan Air terhadap Kesehatan
Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air yang diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti pertanian, industri, perikanan, rekreasi, kegiatan rumah tangga, dan terutama sebagai air minum. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang berbahaya dan ketidakmurnian secara kimiawi. Air yang diminum harus bersih dan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, dan tidak mengandung bahan tersuspensi atau kekeruhan. Jika air yang kita minum tercemar akan berdampak bagi kesehatan (Buckle, 2009).
Air dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul sebagai akibat pendayagunaan air yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, air yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, untuk
(42)
industri, untuk irigasi, perikanan, pertanian, dan rekreasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, pengotoran badan-badan air dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pengaruh langsung terhadap kesehatan tergantung kualitas air tersebut. Air mempunyai peranan besar dalam penularan beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit adalah disebabkan keadaan air tersebut sangat membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikrobiologis.
Air dapat bertindak sebagai tempat berkembangbiak mikrobiologis dan juga sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikrobiologis berpindah kepada manusia (Soemirat, 2003). Air yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas air minum, sesuai dengan Kepmenkes RI No.492/Menkes/PER/IV/2010 seperti syarat fisik (tidak berasa, berbau, berwarna, serta tidak keruh), syarat kimia (tidak mengandung zat-zat kimia beracun yang menimbulkan gangguan kesehatan), syarat mikrobiologi (bebas bakteri Escherichia coli dengan standar 0 dalam 100 ml air minum) serta bebas dari kontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang diperbolehkan.
2.2.4 Indikator Pencemaran Air
Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaaan yang paling baik dan sensitif untuk mendeteksi kontaminasi air oleh kotoran manusia. Mikroorganisme yang sering diperiksa sebagai indikator pencemaran oleh feses, antara lain :
(43)
1. Organisme Koliform
Contoh tipikal koliform tinja adalah E.coli. keberadaaan E.coli dalam sumber air merupakan indikasi terjadinya kontaminasi tinja manusia. Ada beberapa alasan mengapa organisme koliform dipilih sebagai indikator terjadinya kontaminasi tinja dibandingkan kuman pathogen lain terdapat di saluran pencernaan, antara lain :
a. Jumlah mikroorganisme koliform cukup banyak dalam usus manusia. Sekitar 200-400 miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap harinya. Karena jarang sekali ditemukan dalam air, keberadaan kuman ini dalam air memberi bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia.
b. Organisme ini lebih mudah dideteksi dibandingkan tipe kuman pathogen lainnya.
c. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman atau pathogen lainnya.
Bila koliform organisme ini ditemukan di dalam sampel air maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kuman usus pathogen yang lain dapat juga ditemukan dalam sampel walaupun dalam jumlah yang kecil.
2. Streptokokus tinja
Organisme ini biasanya di dalam tinja bersama E.coli. Streptokokus tinja dapat digunakan sebagai indikator untuk uji pembuktian adanya kontaminasi tinja manusia.
(44)
3. Clostridium perferingens dan Clostridium welchii
Organisme ini biasanya ditemukan dalam fese manusia dalam jumlah yang kecil.
2.2.5 Bakteri Indikator Polusi
Bakteri indikator polusi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan. Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator polusi adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, Streptokokus fekal, dan Clostridium perferingens.
Beberapa alasan pemilihan bakteri-bakteri tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bakteri-bakteri tersebut dapat digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran
karena terdapat dalam jumlah yang besar di dalam kotoran manusia dan hewan, dimana bakteri tersebut adalah bakteri komensal di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan.
2. Bakteri-bakteri tersebut pada umumnya tidak tumbuh di dalam saluran pencernaan organisme lainnya kecuali manusia dan hewan berdarah panas.
3. Bakteri indikator harus selalu terdapat di dalam contoh dimana ditemukan mikroorganisme patogen enterik.
4. Bakteri indikator harus hidup lebih lama dibandingkan dengan bakteri patogen enterik yang berbahaya.
5. Prosedur untuk uji bakteri indikator harus sangat spesifik yang berarti tidak memberikan hasil positif yang salah, dan sangat sensitif yang berarti dapat mendeteksi adanya bakteri indikator dalam jumlah yang sangat kecil.
(45)
6. Prosedur untuk uji bakteri indikator harus relatif lebih mudah dikerjakan.
7. Prosedur untuk melakukan uji bakteri indikator harus aman yang berarti tidak boleh membahayakan bagi kesehatan orang yang melakukanya.
8. Jumlah bakteri indikator harus dapat menunjukkan tingkat polusi, yang berarti kira-kira jumlahnya sebanding dengan jumlah mikroorganisme patogen yang terdapat di dalam air.
Syarat-syarat bakteri indikator tersebut mungkin tidak selalu dapat dipenuhi karena mungkin berbeda dalam hal toleransi suhu, tingkat khlorinasi, dan terhadap konsentrasi garam. Sifat-sifat masing-masing bakteri indikator perlu diketahui untuk dapat melakukan uji dengan tepat.
2.3 Air Tebu
2.3.1 Pengertian Air Tebu
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang membutuhkan musim hujan pada saat penanaman dan sedikit hujan pada saat dipanen (ditebang). Kebetulan kondisi ini sesuai kondisi iklim di Indonesia yang memiliki dua macam iklim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Tebu yang digunakan sebagai bahan baku pabrik merupakan tanaman keturunan hasil persilangan antara tebu alam dan pimping. Maka untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan maka ditanam jenis (varietas) tertentu yang sesuai dengan kondisi alam dan iklim suhu, angin, dan intensitas curah hujan agar didapat hasil gula yang cukup tinggi (Soejardi, 2003).
(46)
Tebu merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara (Disbun, 2012).
Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat. Tanaman tebu akan tumbuh di daerah dataran rendah yang kering, iklim panas yang lembab dengan suhu antara 25ºC-28ºC, Curah hujan kurang dari 100 mm/tahun, tanah tidak terlalu masam, pH diatas 6,4 dan ketinggihan kurang dari 500m dpl (Bapelluh, 2013).
Seperti halnya tanaman lainnya, pohon tebu juga mempunyai beberapa jenis. Jenis-jenis tebu yang seringditanam di tanah air biasanya diambil dari: jenis POY 3016. jenis P.S.30, jenis P.S.41, jenis P.S.38, jenis P.S.36, jenis P.S.8, jenis B.Z.132, jenis B.Z.62, dan jenis lain-lain. Jenis tebu ini mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dengan demikian, tebu dapat dengan mudah dibedakan dan sekaligus langsung bisa mengetahui tebu ini termasuk jenis yang mana (Mulyana, 2001).
Minuman air tebu adalah minuman yang sangat alami dan manis memiliki komposisi kandungan kimia berasal dari batang tebu yang mengandung air gula yang berkadar sampai 20%. Minuman air tebu banyak dikonsumsi oleh masyarakat, baik orang tua, dan anak-anak, dijual di pinggiran jalan serta di pusat keramaian membuat minuman segar ini mudah dijangkau oleh semua orang.
Usaha pembuatan minuman air tebu merupakan yang sederhana, tetapi jika dikelola dengan baik akan menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Selain itu, proses pembuatannya mudah dan tidak membutuhkan keterampilan tinggi, serta alat yang digunakan sangat sederhana. Adapun proses pembuatan minuman air tebu
(47)
adalah sebagai berikut: Air tebu bisa langsung didapatkan dengan menggunakan
mesin khusus. Batang – batang tebu awalnya dibelah – belah menjadi dua bagian. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam mesin pemeras. Mesin inilah yang memeras air
tebu hingga hanya tertinggal ampas batangnya. Cairan yang keluar dari perasan batang akan langsung keluar otomatis melalui kran yang tersambung dengan mesin.
Jika tanaman tebunya masih muda maka warna air tebu agak hijau muda sedangkan batang tebu tua akan menghasilkan air perasan tebu yang berwarna lebih tua atau kecoklatan. Hasil air perasannya dapat disajikan dengan gelas – gelas plastik ataupun dapat dibungkus dalam plastik putih, dapat pula ditambah es sebagai penyejuk (Arifah, 2008).
Menurut Subianto (2011) Tebu mengandung senyawa octacosanol sejenis alkohol rantai panjang yang mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Octacosanol juga menghambat penumpukan plak pada dinding pembuluh, bahkan ia perlindungan terhadap oksidasi protein darah.
Menurut hasil riset National center for scientific Research Havana kuba. Octacosanol mekan sintesa kolesterol yang di produksi di dalam hati. Hal ini terlihat dari adanya pengaturan enzim reductase HMG-CoA—Enzim yang membatasi laju sintesa kolesterol. Pengamatan jangka panjang terhadap konsumsi octacosanol membuktikan senyawa itu dapat menurunkan dan mengontrol kadar kolesterol darah tanpa efek samping.
Pasien diabetes pun aman mengkonsumsi tebu. Sebab, pemberian policasanol 10 mg perhari menunjukkan penurunan total kolesterol 17,5% dan LDL-kolesterol
(48)
21,8% namun tidak terjadi peningkatan pada kadar glukosa atau glikemik darah. Malah kadar HDL –kolesterol meningkat 11,3%.
Air perasan tebu memiliki efek anti diabetic. Bila diminum ia mampu mengatasi diabetes. Air tebu mengandung sakaran, senyawa anti diabetik. Sayangnya dalam pengolahan menjadi gula pasir, senyawa itu hilang saat proses pemanasan. Yang bertahan justru sakarosa, senyawa pencetus diabetes.
Tebu juga mengandung asam lemak yang memiliki efek anti radang dan analgetik. Ini dibuktikan dengan pemberian suatu campuran asam lemak yang di isolasi dari tebu kepada tikus. Tikus yang kesakitan setelah diletakkan diatas piring panas dan diberi asam asetat,menjadi tenang setelah minum larutan itu.
Secara tradisional masyarakat memang sudah memanfaatkan tebu sebagai anti racun, antiseptic, pengencer dahak dan obat lambung. Bahkan ia juga dipakai untuk mengobati kanker paru-paru, beberapa tumor dan menyembuhkan luka. Gula tebu juga digunakan untuk pengobatan gonore dan gangguan vagina. Ampas tebu dipakai untuk menutup luka dan membalut patah tulang. Di India jus tebu menjadi obat untuk tumor di bagian perut. Jadi manfaat tebu tak hanya sebatas untuk bahan baku gula pasir saja (Subianto, 2011).
2.3.2 Sari Tebu
Sari tebu merupakan minuman tradisonal yang proses pembuatannya dengan cara mencuci tebu yang sudah dikupas dengan air bersih dan menggiling atau memeras batang tebu dengan mesin pemeras tebu hingga keluar sarinya. (Caffrey, 2011).
(49)
Sari tebu yang mirip jus itu, memang terasa segar di tenggorokkan, terlebih jika sudah dicampur dengan es batu kecil-kecil. Rasa manisnya yang khas (terkadang menyengat), minuman itu menjadi minuman rakyat yang populer. Mulai dari penjual di pinggir jalan ramai, di pasar, di kantin kampus hingga ke mal. Negara-negara beriklim tropis dan sub-tropis yang paling banyak membudidayakan (kultivasi) tebu menjadi minuman menyegarkan karena harganya juga murah. Tidak heran, jika kemudian masyarakat negara-negara berkembang seperti di Asia dan Amerika Latin menjadi komunitas yang paling banyak mengkonsumsi minuman tradisional ini (Rendra, 2013).
Mereka mengkonsumsi sari tebu bukan hanya karena segar, nikmat dan murah. Namun lebih dari itu, sari tebu sudah dianggap sejak dulu menyehatkan karena mengandung banyak nutrisi. Beberapa negara malah menjadi semacam obat herbal yang efektif dalam mengobati beberapa penyakit tertentu tanpa harus ke dokter. (Rendra, 2013).
2.3.3 Kandungan Tebu
Bila tebu dipotong, akan terlihat serat-serat dan terdapat cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5% dari bobot tebu. Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5%. Nira terdiri dari air dan bahan kering. Bahan kering tersebut ada yang larut dan ada pula yang tidak larut dalam nira. Gula yang merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat dalam bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang larut juga
(50)
mengandung bahan bukan tebu. Jadi dapat dibayangkan betapa kecilnya persentase gula dalam tebu.
Nira yang terlihat berupa cairan mengandung banyak unsur-unsur penting, antara lain sebagai berikut:
1. Amylum atau karbohidrat.
2. Sakarosa atau gula tebu. Bentuk sakarosa murni berupa kristal, tidak berair,
dengan rasa manis, dan berwarna putih jernih. Bila dipanaskan pada suhu 100ºC-160ºC, sakarosa akan meleleh menjadi cair. Apabila suhu lebih panas lagi, air akan menguap sehingga terbentuk karamel. Kandungan sakarosa optimal pada waktu tanaman mengalami kemasakan optimal, yakni menjelang berbunga. Apabila ditambah air, sakarosa akan berubah menjadi glukosa dan fruktosa.
3. Glukosa dan fruktosa atau gula urai atau gula invert. Glukosa murni berupa kristal
berbentuk tiang dan bebas air dengan titik lebur 146ºC. Bila tanaman semakin tua, kandungan glukosanya semakin tinggi. Fruktosa murni berupa kristal berbentuk jarum, banyak terdapat sewaktu tanaman masih muda.
2.4 EscherichiaColi
2.4.1 Pengertian Escherichia Coli
Escherichia coli yaitu bakteri anaerob fakultatif gram negatif berbentuk
batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan sekitar manusia. Pertama dijumpai pada tahun 1885 (Arisman, 2009).
(51)
Escherichia coli juga merupakan bakteri yang paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi karena bakteri ini adalah bakteri komensial pada usus manusia, umunya bukan patogen penyebab penyakit sehingga pengujiannya tidak membahayakan dan relatif tahan hidup di air sehingga dapat dianalisis keberadaannya di dalam air yang merupakan medium paling ideal untuk pertumbuhan bakteri. Keberadaan E.coli dalam air atau makanan juga dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya patogen pada pangan (Balai POMRI, 2008).
Beberapa galur E.Coli seringkali diasosiasikan dengan air yang telah terkontaminasi oleh feses dan sejak lama menjadi penyebab diare pada anak-anak (Suardana dan Swacita, 2009). Makanan yang sering terkontaminasi adalah susu, air minum, daging ayam, daging sapi, ikan dan makanan laut lainnya, telur, sayuran, buah-buahan.
Alat yang digunakan dalam industri pengolahan pangan sering terkontaminasi bakteri E.Coli yang berasal dari air yang digunakan untuk mencuci ini merupakan suatu tanda praktek sanitasi yang kurang baik (Fathonah, 2005).
Escherichia coli dari anggota famili Enterobacteriaceae ukuran sel dengan
panjang 2,0-6,0 μm dan lebar 1,1-1,5μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora E.coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan dan dalam rantai pendek biasanya tidak berkapsul.
(52)
Bakteri ini aerobik dan dapat juga aerobik facultatif. E.coli merupakan bakteri fakultatif anaerobic gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam famili enterobacteraceae kemudian dikenal bersifat komensial maupun berpotensi patogen (Arisman, 2009).
2.4.2 Epidemiologi Escherichia Coli
Kuman Escherichia coli termasuk kuman penghuni saluran pencernaan beberapa hari setelah lahir dan sejak itu merupakan bagian utama flora jasad renik aerobic normal dari tubuh. Mikroorganisme yang paling umum digunakan sebagai petunjuk atau indikator adanya pencemaran feces dalam air adalah E.coli (Balai POM RI, 2008).
Diare adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh kuman E.coli, hal ini disebabkan oleh sanitasi lingkungan dan higiene perorangan yang kotor. Sumber kontaminasi potensial yaitu terdapat selama jam kerja dari para pekerja yang menangani makanan.
Tangan pekerja mengadakan kontak dengan bagian tubuh yang mengandung
stafilokoki, maka tangan tersebut akan mengkontaminasi makanan yang tersentuh.
Perpindahan langsung mikroba dari alat pernafasan ke makanan. Organisme yang berasal dari alat pencernaan dapat melekat pada tangan pekerja yang mengunjungi kamar mandi atau kamar kecil dan tidak mencuci tangannya dengan sabun sebelum kembali bekerja (Balai POM RI, 2003).
Beberapa penyakit yang disebabkan dari mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Escherichia coli dan kondisi sanitasi yang
(53)
buruk adalah kejang perut, diare berdarah, gangguan ginjal pada anak-anak, gangguan saraf pada lansia, kegagalan ginjal, gastroentritis, keracunan makanan (Chukwuemeka, 2012). Berdasarkan WHO pada tahun 2005 juga melaporkan bahwa sekitar 70% kasus diare yang terjadi di negara berkembang disebabkan oleh makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri patogen asal pangan dan asal air (waterborne) dengan penyebab yang dipindahkan melalui perantara pangan. Penyebaran kuman ini adalah dari manusia ke manusia lain. E.coli juga disebarkan oleh lalat, juga melalui tangan yang kotor, makanan yang terkontaminasi tinja. Dalam hal ini juga perlu diperhatikan kebersihan air minum dan dilakukan pengawasan serta khlorinasi sumber air minum (Balai POM RI, 2003).
2.4.3 Golongan dan Patogenesis
Escherichia coli yang berhubungan dengan penyakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan karakteristik virulensinya dimana tiga kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme yang berbeda. Sifat perlekatan pada sel epitel usus kecil atau besar dipengaruhi oleh gen dalam plasmid. Sama halnya dengan toksin yang merupakan plasmid atau phage mediated. E.coli yang dapat berhubungan dengan penyakit diare terdapat lima golongan yaitu Enterophatogenic E.coli (EPEC), Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enterohaemorrhagic E.coli (EHEC), Enteroinvasive
(54)
1. Enterophatogenic E.coli (EPEC)
Menyebabkan diare berair akut (Acute watery diarrhoea) pada anak-anak dan bayi. Sumber kontaminasi terhadap makanan, yaitu penjamah makanan, pembuangan air limbah, lingkungan. EPEC merekat pada sel mukosa khusus kecil.
2. Enteroinvasive E.coli (EIEC)
Menyebabkan penyakit infasiv, colitis atau gejala seperti disentri. Waktu inkubasi adalah 8-44 jam (rata-rata 26 jam) dengan gejala-gejala antara lain: demam, dingin, sakit kepala, kejang perut, dan diare berair. Sumber kontaminasi terhadap makanan yaitu penjamah makanan dan pembuangan air limbah. E.coli juga menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Penyakit terjadi umumnya pada anak di negara berkembang dan dalam perjalanan ke negara tersebut.
3. Enterotoxigenic E.coli (ETEC)
E.coli menyebabkan umum diare pada musafir dan merupakan penyebab yang
sangat penting dari diare pada bayi di negara berkembang. Beberapa starin ETEC memproduksi suatu enterotoksin dalam usus halus dan menyebabkan penyakit seperti kolera atau enterotoksigenik pada manusia. Enterotoksigenik menyebabkan terjadinya diare pada bayi-bayi pada orang yang sedang menjalankan perjalanan (traveler’s
diarrhoea). Waktu inkubasi adalah 8-24 jam dengan gejala yaitu diare,
muntah-muntah, dan dehidrasi seperti kolera.
4. Enterohaemorrhagic E.coli (EHEC)
Memproduksi feterotoksin dinamakan berdasarkan efek sitotoksik pada sel fero yang merupakan biakan sel ginjal monyet hijau di afrika. Paling tidak 2 bentuk
(55)
antigenetik dari toksin. Menyebabkan gejala diare yang disertai perdarahan. Sumber kontaminasi terhadap makanan yaitu kotoran ternak, peralatan pengolahan daging dan pabrik susu.
5. Enteroagregative E.coli (EAEC)
Menyebabkan penyakit diare yang akut dan kronis dalam jangka waktu 14 hari pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena makanan di negara industri (Jawetz , 2005).
2.4.4 Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Escherichia Coli
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan hal yang penting dalam ekosistem pangan. Suatau pengetahuan dan pengertian tentang faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut sangat penting untuk mengendalikan hubungan antara mikroorganisme, makanan, dan manusia. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan E.coli meliputi suhu, aktivitas air, Ph, dan tersedianya oksigen (WHO, 2005).
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu optimum tertentu suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan. Mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut: a. Psikrofil yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0-20°C. b. Mesofil yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20-45°C.
(56)
c. Termofil yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhan di atas 45°C.
Suhu spesies bakteri yang digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan suhu yaitu psikrofilik, mesofilik, termofilik. Sebagian besar bakteri adalah mesofilik dengan suhu optimal untuk berbagai bentuk yang hidup bebas sebesar 30°C. Suhu selain berpengaruh pada laju pertumbuhan juga membunuh mikroorganisme jika terlalu ekstrim (Jawetz, 2005).
E.coli dapat tumbuh range temperatur 7°C-50°C dengan suhu optimum untuk
pertumbuhannya adalah 37°C. E.coli dapat mati dengan pemasakan makanan pada temperatur 70°C (WHO, 2005).
2. Aktivitas Air
Aktivitas air menunjukkan jumlah air di dalam pangan yang digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba mempunyai kebutuhan aktivitas air minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Dibawah aktivitas air minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang biak.
Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan keluar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Air murni mempunyai nilai aw= 1,0. Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembangbiak hanya dalam media
(57)
dengan nilai aktivitas air tinggi (Suardana dan Swacita, 2009). E.coli dapat berkembangbiak pada makanan dengan nilai aktivitas air minimum 0,95 (WHO, 2005).
3. pH
Derajat keasaman yaitu nilai yang menunjukkan keasaman atau kebasahan. Dengan menggunakan pH meter, nilai pH suatu bahan dapat diukur umumnya berkisar antara 0-14. Nilai pH 7 menunjukkan bahan bersifat netral, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan bersifat lebih asam, sedangkan nilai pH lebih dari 7 menunjukkan bahan bersifat basa. Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral dan pH 4,6-7 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri. Derajat keasaman optimal secara empirik harus ditemukan untuk masing-masing spesies. Berdasarkan derajat keasaman, bakteri dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
netrofilik (pH 6,0-8,0), asodofilik (pH optimal serendah 3,0), alkalofilik (pH optimal
setinggi 10,5). Akan tetapi sebagian besar organisme tumbuh dengan baik pada pH 6,0-8,0 (netrofilik) (Jawetz , 2005). E.coli dapat hidup di lingkungan makanan yang asam pada pH dibawah 4,4 (WHO, 2005).
4. Ketersediaan oksigen
Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh gas-gas utama salah satunya adalah oksigen. Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu aerobik (bakteri memerlukan oksigen), anaerobik (bakteri tidak memerlukan oksigen), anaerob fakultatif (bakteri dapat tumbuh pada keadaan aerob dan anaerob), anaerob obligat (bakteri dapat tumbuh dengan baik
(58)
pada keadaan sedikit oksigen). Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen. E.coli termasuk bakteri gram negatif yang bersifat anaerob facultatif sehingga E.coli yang muncul di daerah infeksi bersifat seperti abses abdomen dengan cepat mengkonsumsi seluruh persediaan oksigen dan mengubah metabolisme anaerob, menghasilkan lingkungan yang anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob yang muncul dapat tumbuh dan menimbulkan penyakit (Jawetz, 2005).
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas empat kelompok sebagai berikut:
a. Aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhanya
b. Anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen untuk pertumbuhanya.
c. Anaerob facultatif yaitu mikroba yang tumbuh dengan tau tanpa adanya oksigen d. Mikroearofil, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang
lebih rendah dari pada konsentrasi oksigen yang normal di udara. e. Kelembapan
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab akan mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air meningkat. Kenaikan aktivitas air akan mengakibatkan mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Salah satu kontaminasi yang paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri Colifrom,
(59)
Bakteri ini berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular kedalam makanan karena penjamah makanan yang tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak bersih, kesehatan para pengolah dan penjamah makanan serta penggunaan air cuci yang mengandung Colifrom, Escherichia coli dan Faecal colifrom (Budi dan Susanna, 2003).
2.4.5 Pencegahan Kontaminasi Escherichia Coli
Bakteri Escherichia coli dapat menginfeksi korbannya melalui makanan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang telah tercemar oleh bakteri. Menurut Bahri, (2001) hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan makanan yang diakibatkan bakteri patogen adalah :
1. Mencegah secara higiene, yaitu:
a. Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah makanan b. Mencuci tangan setelah dari toilet
c. Mencuci bahan makanan dengan menggunakan air mengalir
d. Teliti dalam memilih bahan makanan yang dimakan tanpa diolah, misalnya buah dan sayuran
e. Pemilihan bahan makanan yang baik pada waktu membeli, melihat dari textur bahan makanan itu, baik dari bentuk warna maupun aromanya.
2. Mencegah secara sanitasi, yaitu:
a. Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah digunakan dengan air mengalir
(60)
b. Mencuci bersih semua alat-alat masak termasuk talenan setelah dipakai, terutama setelah memotong daging
c. Menjaga area tempat mengolah atau meracik makanan dari serangga dan hewan lainnya
d. Meletakkan atau menyajikan makanan ditempat yang bersih dan dalam keadaan tertutup agar tidak dihinggapi lalat atau serangga yang merupakan pembawa bibit yang memproduksi racun misalnya bakteri.
2.5 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu konsep pendekatan sistematis terhadap identifikasi dan penilaian bahaya dan resiko yang berkaitan dengan pengolahan, distribusi dan penggunaan produk makanan, termasuk pendefenisian cara pencegahan untuk pengendalian bahaya (Nuraini, 2008).
Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan makanan yang diolah dan disiapkan (Sudarmaji, 2005).
Prinsip-prinsip HACCP yang diterbitkan oleh Codex Alimentarius (1997) dan NACMCF (USA) (1997), yakni sebagai berikut (Wallace, 2005) :
1. Prinsip 1 : Lakukan analisis hazard (bahaya)
(61)
3. Prinsip 3 : Tetapkan batas kritis.
4. Prinsip 4 : Bentuk sistem untuk memantau pengendalian CCP.
5. Prinsip 5: Tetapkan tindakan perbaikan yang akan dilakukan saat hasil pemantauan menunjukan bahwa CCP tertentu berada diluar kendali.
6. Prinsip 6 : Bentuk prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja dengan efektif.
7. Prinsip 7 : Dokumentasikan semua prosedur dan catatan yang berkaitan dengan prinsip tersebut dan penerapannya.
Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang terus dan berkesinambungan, artinya tidak berhenti setelah satu tahap selesai dilakukan dan bahaya diselesaikan. Analisa bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi agar analisa bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin semua informasi mengenai bahaya yang dapat diperoleh (Winarno, 2004).
HACCP dan titik pengendalian kritis terdiri dari 7 elemen sebagai berikut : 1. Identifikasi bahaya dan penilaian tingkat bahaya dan resiko (analisis bahaya) 2. Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP : Critical Control Point) yang
dibutuhkan untuk mengendalikan bahaya
3. Spesifikasi batas kritis yang dapat menunjukkan bahwa suatu proses dapat dikendalikan pada titik pengendalian kritis (CCP) tertentu.
4. Penyusunan dan penetapan sistem pemantauan
5. Pelaksanaan tindakan perbaikan ketika batas kritis tidak tercapai
(1)
(p=0,022). Air yang digunakan pada proses pengolahan hendaknya air bersih yang memenuhi persyaratan Permenkes RI. No 416/MenKes/Per/IX/1990.
Penyakit-penyakit bawaan makanan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari penyakit-penyakit bawaan air. Makanan dan air merupakan suatu media yang dapat menyebabkan penyakit sampai dengan 70% dari semua penyakit diare. Ada hubungan yang nyata antara air, sanitasi peralatan, lalat, hewan lain, higiene perorangan dan makanan yang mengakibatkan penularan penyakit. Beberapa kontaminan biologi terhadap makanan/minuman dapat ditekan atau dihilangkan melalui peningkatan higiene perorangan, air yang kualitas maupun kuantitasnya baik (Sulistiyani,2002).
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap air yang digunakan sebagian besar air yang digunakan untuk membuat jamu gendong mempunyai nilai MPN coliform >240/100 ml sampel, sehingga tidak memenuhi persyaratan Dep.Kes sebagai air bersih. Tingginya nilai MPN coliform dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya masih banyaknya penjual jamu gendong yang menggunakan sumber air bersih dengan membeli dimana tidak diketahui dengan pasti sumber air tersebut, sebagian penjual jamu gendong menggunakan sumber air bersih dari sumur yang mana di sekitar sumur tidak ada saluran air limbah dan letak sumur berdekatan dengan septik tank sehingga sumur dapat tercemar oleh bakteri coliform.
Kemudian pada penyajian bahwa proses penyajian yang masuk dalam kategori baik ada (42,5%) dan masuk dalam kategori buruk ada (57,5%). Proses penyajian yang diamati meliputi air yang digunakan untuk mencuci gelas, botol, serbet dan higiene penjual. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square
(2)
memperlihatkan ada hubungan yang bermakna antara penyajian dengan pencemaran mikroba pada jamu gendong (p=0,0001). Jamu gendong yang mengalami pencemaran sehingga tidak memenuhi syarat lebih banyak berasal dari penyajian yang mempunyai kategori buruk (91,3%) dibandingkan dengan penyajian yang mempunyai kategori baik (23,5%). Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa penyajian bersama-sama dengan kualitas bahan baku dan proses pengolahan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pencemaran mikroba (p=0,020).
Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap air yang digunakan untuk mencuci gelas sebagian besar didapatkan nilai MPN coliform melebihi batas yang disyaratkan oleh Departemen Kesehatan. Berdasarkan pengamatan oleh peneliti hal ini disebabkan karena ada sebagian penjual jamu gendong yang tidak mengganti air pencuci gelas sampai dagangannya habis, dalam mencuci botol tidak dibilas tetapi langsung dituangi jamu, lumpang dicuci tanpa dengan sabun dan masih dalam keadaan basah digunakan untuk menumbuk bahan.
Hasil ini tidak sesuai Departemen Kesehatan RI. (2004), yang menyebutkan peralatan yang terbuat dari kayu, batu atau plastik harus dibersihkan sebelum digunakan, harus dicuci dengan sabun bagian luar dan dalam, setelah dibilas sampai bersih dan tidak berbau semua alat ditiriskan sampai kering. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Mubarokah (1996), dalam sistem pengolahan dan penyajian produk jamu gendong masih belum berjalan dengan baik.
(3)
Sistem pengolahan dan penyajian yang kurang baik atau kurang higiene menyebabkan pencemaran mikroba pada jamu gendong, pencemaran oleh Escherichia coli dan jamur akan mengganggu kesehatan konsumen (Lestari, 2000).
Higiene penjual juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pencemaran mikroba pada produk jamu gendong. Hasil pengamatan didapatkan bahwa penjual jamu gendong sudah memperhatikan kebersihan diri seperti memotong kuku pendek, sering mencuci tangan, memakai pakaian yang bersih, memakai tutup kepala, tetapi mereka masih banyak yang menuang jamu ke dalam gelas sambil ngomong-ngomong, dimana hal ini dapat menyebabkan jamu terkontaminasi mikroba, karena mikroba dapat disebarkan melalui mulut, hidung atau tenggorokan. Selama dalam penyajian dapat pula mikroba disebarkan oleh debu, lingkungan, karena penjual jamu gendong sering berhenti melayani konsumen di lingkungan yang kotor dan dekat dengan sampah. Dari ketiga variabel bebas ternyata variabel penyajian yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencemaran mikroba pada jamu gendong.
5.9 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan faktor-faktor yang berhubungan dengan kandungan E.Coli pada air tebu adalah hygiene sanitasi lingkungan, sedangkan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi kandungan E.Coli seperti hygiene sanitasi makanan, hygiene sanitasi pedagang, dan fasilitas sanitasi. Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yaitu
(4)
terkadang jawaban yang diberikan oleh sampel tidak menunjukkan keadaan sesungguhnya. Keterbatasan yang lain dalam penelitian ini adalah saat peneliti menggunakan kotak biasa dalam pengambilan sampel sehingga wadah dapat dengan mudah terguncang dan terkadang dapat mempengaruhi hasil sampel, oleh karena itu, sebaiknya digunakan rak wadah tertutup dan terikat sehingga sampel air tebu yang dibawa tidak mudah terkena guncangan.
(5)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemilihan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,062.
2. Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara Penyimpanan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,984
3. Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara Pengolahan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,001 (p<0,05)
4. Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara Lokasi Pengolahan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,024 (p<0,05)
5. Hasil analisa tidak ada hubungan yang signifikan antara Penyimpanan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,060.
6. Hasil analisa ada hubungan yang signifikan antara pengangkutan minuman sari tebu dengan E.coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015 dengan p = 0,001 (p<0,05).
(6)
7. Ada Pengaruh antara Pengolahan dan Penyajian Minuman Sari Tebu dengan E.Coli di beberapa kecamatan di kota medan tahun 2015. Variabel yang paling dominan adalah Penyajian Minuman Sari Tebu.
6.2 Saran
1. Kepada penjual minuman sari tebu hendaknya dapat meningkatkan kebersihan, baik kebersihan bahan baku (tebu), proses pengolahan dan penyajian, perlu diajarkan dan mendapatkan penyuluhan oleh dinas terkait tentang cara pemilihan, pencucian, penyimpanan bahan baku yang benar, proses pengolahan dan cara penyajian minuman sari tebu yang higienis.
2. Kepada konsumen atau pelanggan minuman sari tebu, hendaknya dapat lebih waspada dalam mengkonsumsi air tebu tersebut, yaitu perlu diperhatikan tentang peralatan yang digunakan selama penyajian, kebersihan penjual, maupun lokasi dalam memberikan pelayanan.
3. Kepada pemerintah atau lembaga terkait dalam hal ini Departemen Kesehatan agar melakukan suatu upaya baik berupa pembinaan, pengarahan maupun pengawasan kepada masyarakat khususnya penjual minuman sari tebu untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan.