h. Secara tidak realistik terpreokupasi dengan rasa takut ditinggal untuk
merawat dirinya sendiri.
2.2 Kajian Pustaka
Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat tema gangguan trans disosiatif dalam berbagai ranah terapan. Penelitian Ward dan Beaubrun 1980:
207 yang berjudul “Psychodynamics of demon possession” menunjukkan bahwa
predisposisi budaya adat istiadat, kepercayaan, tradisi, dan takhayul, ditambah dengan situasi stres emosional, merupakan faktor pencetus terjadinya kerasukan
setan, meskipun individu memiliki faktor histeris. Dan diagnosis tunggal tidak nampak. Reaksi kesurupan ini mempunyai beberapa keuntungan yang sama dalam
semua kasus: 1 melarikan diri dari situasi yang tidak menyenangkan, 2 berkurangnya tanggung jawab dan rasa bersalah, 3 mendapatkan dukungan
kelompok yang jelas dalam subkultur. Penelitian During et al 2011: 238 menjelaskan ada Sembilan etiologi
utama dalam identifikasi gangguan trans disosiatif: 1
stressor psikologis, termasuk kematian seorang kerabat, berkabung secara patologis, konflik mengenai isu-isu agama atau budaya, ketegangan karena
kesulitan ekonomi atau sosial, perubahan dinamika kelompok, masalah masa depan atau pernikahan, seksualitas atau masalah sosial yang dianggap tabu
lainnya, perasaan bersalah, persuasi secara koersif, atau konflik batin yang tidak ditentukan;
2 Teori trauma, termasuk pelecehan seksual atau kekerasan selama masa anak-
anak, peperangan atau kerabat yang bunuh diri secara tak terduga; 3
Dasar kondisi kejiwaan, seperti gangguan psikotik atau gangguan kepribadian selain histrionik dan histeria, neurosis, atau kelainan yang istimewa;
4 Faktor budaya, ketika gangguan didasarkan pada stereotip budaya lokal atau
tingkah laku yang dipelajari; 5
Teori komunikasi, mempertimbangkan trans dan kesurupan sebagai ekspresi tentang kesulitan yang spesifik oleh orang-orang yang tertindas dan kesulitan
untuk mewujudkan suatu kebutuhan; 6
Mencari keuntungan, dimana trans dipandang mampu membawa keuntungan psikologis, kemampuan medium atau kompetensi ekstrasensori, dan ketika
gangguan tersebut dipamerkan untuk tujuan regeneratif disamping manfaat dari label positif;
7 Teori disosiatif, yang menganggap disosiasi sebagai fenomena sentral,
mengandalkan bukti bahwa beberapa orang memiliki kecenderungan untuk mengalami disosiatif;
8 Teori histeria, melihat gangguan trans disosiatif merupakan manifestasi dari
gangguan kepribadian histrionik, melibatkan konflik oedipal yang belum terselesaikan dan kemungkinan untuk mengalami histeria masal;
9 Masalah akulturasi, mengingat kesulitan akulturasi merupakan isu atau
masalah utama pada pada beberapa tahun terakhir ini, masalah ini mengikuti migrasi dari Negara satu ke negera yang lain, dari pedesaan ke pusat
perkotaan, atau terjadi perubahan kepercayaan dari sistem kepercayaan lokal ke agama Kristen.
Penelitian Ferracuti et al. 1996: 252 yang berjudul “Dissociative Trance
Disorder: Clinical and Rorschach Findings in Ten Persons reporting Demon Possession and Treated by Exorcism” menemukan bahwa orang yang mengalami
Dissociative Trance Disorder atau gangguan trans disosiatif memiliki kepribadian yang komplek, mempunyai kecenderungan self-esteem yang negative dengan nilai
diri yang rendah, gangguan trans disosiatif merupakan bentuk dari extratensive coping style seseorang, gangguan ini juga menunjukkan adanya depresi, trauma
dan pelecehan seksual saat masih anak-anak. Pada orang yang mengalami gangguan ini juga menunjukkan adanya pengalaman paranormal, mempunyai
indera ke enam, dan dapat berhubungan dengan hantu dan roh. Penelitian Chiu 2000: 17 yang berjudul
“Historical, Religious, and Medical Perspectives of Possession Phenomenon” menjelaskan bahwa ketika
seseorang menghadapi peristiwa stres yang tidak dapat diatasi, iadia akan memasuki keadaan-trans dalam rangka menyelesaikan konflik. Sementara orang
kesurupan, stereotip perilaku memungkinkan untuk pelepasan impuls yang ditekan dan perasaan marah, dan katarsis yang dapat mengurangi kecemasan dan
ketegangan. Dengan demikian, terjadinya kesurupan telah dilaporkan terjadi pada orang-orang yang menghadapi berbagai tekanan psikologis yang berat. Selain
faktor itu, latar belakang sosial budaya asal orang itu juga berpengaruh. Kesurupan terjadi jauh lebih sering di suku-suku primitif atau masyarakat dengan
kepercayaan rakyat roh dan hantu. Gejala yang muncul saat kesurupan adalah
kepribadian yang aneh, mengucapkan kata-kata kotor, kepercayaan mengenai kesurupan, setengah sadar.
Penelitian Hidajat 2008: 336-337 yang berjudul “Understanding the
mass trance phenomenon in Indonesia: between traditional beliefs and community” menemukan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap kejadian
kesurupan adalah kecenderungan kepribadian, beberapa pola emosi dan gejala psikistrik maupun budaya setempat dan psikologis masyarakat. Sedangkan
kecenderungan kepribadian yang terlihat signifikan adalah somatisasi, depresi, kecemasan dan dependen. Subyek yang mempunyai pengalaman trans dan
kesurupan masal sebagian besar adalah karyawan, pekerja keras, sangat religius dan juga dalam keadaan dibawah tekanan. umumnya berlatar belakang dari kelas
ekonomi bawah, masa kecil yang tidak menyenangkan dan memiliki pengalaman trauma berupa tindak kekerasan saat masih kecil.
Seligman 2005: 75 dalam penelitiannya yang berjudul “Distress,
Dissociation, and Embodied Experience: Reconsidering the Pathways to mediumship a
nd Mental Health” membagi tiga faktor penyebab gangguan kesurupan yaitu: 1 faktor-faktor sosial, termasuk ras, kelas, gender, dan
lingkungan sosial dan fisik, 2 faktor psikologis, termasuk gejala kecemasan, depresi, dan kecenderungan disosiatif, dan 3 psychobiological faktor, dalam hal
pola reaktivitas fisiologis karakteristik gen seseorang. Kemudian gejala somatik orang yang mengalami gangguan kesurupan antara lain sakit kepala, pembakaran
perut, telinga berdenging, dan tremor pada anggota badan.
Penelitian historis Boss 1997: 237 dari 1973-1993 menyebutkan simptom-simptom yang muncul pada gangguan kesurupan yaitu mual, muntah,
sakit kepala, pusingkepala berkunang-kunang, perut sakit, merasa lelah dan lemah, pingsantak sadarkan diri, hiperventilasinafas terengah-engah, merasa
cemas dan takut, berteriak-teriak, batuk dan dada sesak, kejang, kesemutan dan kelumpuhan, merasa pusing dan tertawa-tawa, panas dingin, kebingungan,
berjalan atau berlari tanpa tujuan. Kemudian penelitian Gonvender 2010: 319 yang
berjudul “Mass Hysteria among South African Prymary School Learners in Kwa-Dukuza, KwaZulu-
Natal” menjelaskan beberapa symptom gangguan kesurupan antara lain Kepala terasa sakit, pusing atau berkunang-kunang, merasa
mual, kram atau sakit perut, batuk, mengantuk, kelelahan dan merasa lemah, sakit tenggorokaan
seperti terbakar,
hiperventilasikesulitan bernafas,
mata berairiritasi, dada terasa sesakterasa nyeri, tidak bisa berkosentrasisulit berpikir,
muntah, kesemutan, mati rasakelumpuhan, merasa cemas dan gugup, diare, gangguan penglihatan, ruam, hilang kesadaran atau pingsan, merasa gatal.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat ditarik sebuah garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan kesurupan atau trans
disosiatif dibagi menjadi dua yaitu 1 faktor psikologis, termasuk stress emosional, gejala kecemasan, depresi, gangguan kepribadian dan trauma pada
masa kanak-kanak. 2 faktor-faktor sosial, termasuk predisposisi budaya adat istiadat, kelas, gender, dan lingkungan sosial dan fisik. Kemudaian kesurupan
atau gangguan trans disosiatif juga merupakan manifestasi dari cara untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami atau kesurupan merupakan
bentuk mekanisme pertahanan terhadap stres yang salah, yaitu kecenderungan untuk lari dari masalah yang diahadapi.
Simptom-simpom yang muncul saat mengalami gangguan trans disosiatif atau kesurupan antara lain: Kepala terasa sakit, kepala berkunang-kunang, perut
terasa sakit atau kram, merasa lelah dan lemah, pingsantak sadarkan diri, hiperventilasikesulitan bernafas, merasa cemas dan takut, berteriak-teriak, batuk
dan dada sesak, kejang, kesemutan dan kelumpuhan, badan terasa panas dingin, kebingungan, berjalan atau berlari tanpa tujuan, merasa mual, mengantuk, sakit
tenggorokaan seperti terbakar, mata berairiritasi, dada terasa sesakterasa nyeri, tidak bisa berkosentrasisulit berpikir, muntah, gangguan penglihatan.
2.3 Dinamika Psikologis