Keluarga Jalanan TINJAUAN PUSTAKA

mereka memiliki peran di masyarakat. Pendampingan ini seperti sarasehan bersama warga PSP YSS sebagai bentuk masyarakat kecil untuk melatih kebersamaan mereka, dan mereka dilibatkan juga di dalam masyarakat yang lebih besar seperti masyarakat RT. Keterlibatan di RT dibutuhkan agar mereka mengerti pentingnya piranti legal dan mengerti proses untuk mendapatkan seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Nikah, Kartu Keluarga, Akte kelahiran, Di dalam PSP YSS Yogyakarta, keluarga jalanan diberikan rumah yang dioperasionalkan sebagai rumah mereka sementara selama dua tahun. Mereka diminta mengatur kehidupan rumah tangga mereka, seperti penataan rumah, pembagian kerja di dalam keluarga. Selain itu juga disadarkan memiliki tetangga, saat mereka perlu terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. PSP YSS sendiri membantu keluarga jalanan untuk kembali bermasyarakat, dan melihat sisi positif dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut hasil wawancara pribadi dengan koordinator PSP YSS mengatakan bahwa yang pertama, keluarga-keluarga jalanan yang ada di PSP YSS adalah keluarga yang pergi dari tempat tinggalnya untuk hidup dan tidur di jalanan. Keluarga-keluarga ini pergi dari tempat tinggalnya karena mengalami problem seperti konflik keluarga, konflik dengan masyarakat, dan problem ekonomi. Kedua, keluarga jalanan dapat terbentuk dari dua orang jalanan yang saling bertemu, saling berbagi sebagai pasangan, dan berorientasi membentuk sebuah keluarga walaupun tanpa legalisasi sebagai keluarga. Keluarga jalanan PSP YSS adalah keluarga jalanan yang berada di PSP YSS. Keluarga jalanan PSP YSS ini terlibat penuh dalam segala kegiatan yang diadakan oleh PSP YSS. Keluarga jalanan yang berada di PSP YSS tidak lagi bertempat tinggal di jalan, melainkan mereka mendiami rumah yang telah disediakan YSS. Keluarga yang berada di PSP YSS adalah keluarga yang sedang menjalani proses resosialisasi, dimana proses ini membantu mereka untuk kembali bermasyarakat.

E. Resosialisasi Keluarga Jalanan

Keluarga-keluarga jalanan yang tinggal di YSS adalah mereka yang menjalani proses resosialisasi secara sukarela. Hal ini ditunjukkan dengan cara keluarga-keluarga jalanan datang kepada pengurus YSS, terlibat dan berproses bersama. Resosialisasi sukarela yang terjadi di YSS didasarkan pada kesadaran keluarga-keluarga jalanan melihat pentingnya hidup di dalam masyarakat. Bagi kehidupan keluarga jalanan proses resosialisasi adalah proses memasyarakatkan kembali mereka kedalam kehidupan yang memberikan rasa aman. Hal ini menunjukkan cara keluarga jalanan dengan kebiasaan kehidupan di jalan berusaha masuk dan berproses dalam kebiasaan masyarakat pada umumnya. Ini menunjukkan adanya proses belajar. Proses belajar adalah proses yang dilakukan seseorang dalam membentuk sebuah perilaku baru. Proses belajar merupakan proses hasil interaksi resiprokal yang terus-menerus dari faktor behavioral, kognitif dan lingkungan tempat dalam hasil akhir mereka dapat bertingkah laku seperti yang terjadi dalam lingkungannya Koeswara 1986:138. Proses belajar dalam resosialisasi yang dialami keluarga jalanan memiliki dinamika yang beragam. Muncul problem-problem di dalam proses resosialisasi yang dihadapi keluarga jalanan. Ini terjadi karena persinggungan budaya yang berbeda dan usaha penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Realitas prilaku jalanan dan perilaku yang merupakan bagian dari masyarakat adalah bertolak belakang. Oleh sebab itu perlu mengetahui bentuk karakteristik kebiasaan dalam kehidupan di jalanan. Adapun perilaku hidup kehidupan keluarga jalanan yang menonjol sebagai berikut: a. Bebas tanpa peraturan dan norma Kompas, 2002. Hal ini bisa berdampak pada hubungan dengan norma sosial yang ada sangat longgar bahkan cenderung tidak ada. Hal ini dikuatkan oleh Indrawati 2004 bahwa kehidupan di jalanan merupakan kebudayaan non-normatif. b. Jika mereka membentuk suatu keluarga, mereka cenderung mengganggap biasa masalah berganti-ganti pasangan begitu pula perilaku seks bebas Indrawari, 2004. c. Mereka cenderung berkerja sebagai pemulung, pengemis, pengamen, dan tukang becak Soewondo, 1985. Pekerjaan dalam sektor informal yang biasa dilakukan dijalanan. Pekerjaan yang dilakukan sebenarnya pada intinya bekerja apa saja agar dapat menyambung hidup sehari-hari Indarwati 2004. Pekerjaan sektor informal dijalanan tidak menghasilkan penghasilan yang cukup maka dapat dikatakan bahwa mereka memiliki keadaan sosial-ekonominya sangat lemah Soewondo, 1985 d. Hukum rimba Indrawati, 2004, pergaulam keluarga jalanan di jalanan memiliki nuansa bahwa orang yang paling kuat maka dia yang memegang ‘kekuasaan’ dan orang yang lemah adalah objek. Ini terjadi karena persaingan di antara mereka cukup ketat dan penuh potensi konflik. e. Tidak adanya kepemilikan identitas yang jelas. Menurut Soewondo 1985 bahwa posisi keluarga dinyatakan sebagai kehilangan kepercayaan di masyarakat, karena tidak memiliki identitas yang jelas. Jika terdapat program-program yang dicanangkan pemerintah kepada masyarakat, para keluarga jalanan ini tidak akan terkena, baik secara fisik dan mental. f. Hidup berpindah-pindah tempat. Para keluarga jalanan cenderung hidup berpindah-pindah tempat tinggalnya. Mereka tinggal di emperan toko, pasar-pasar, gerbong kereta yang tak terpakai, timbunan sampah, terminal, stasiun, taman-taman kota Soewondo, 1985 dan Indrawari, 2004. Hal inilah yang menyebabkan bantuan dari pemerintah tidak pernah sampai ke mereka. g. Hidup jorok, mereka berpenampilan kumuh dan berbau yang terkadang dianggap hanya merusak keindahan Indrawati 2004. Penampilan kumuh ini menunjukkan tingkat kebersihan diri yang rendah. Keadaan penampilan kotor yang rentan terhadap kesehatan diri. Selain itu juga, ditambah keadaan mereka yang tidak mudah mendapatkan akses pelayanan kesehatan karena tidak memiliki identitas yang jelas dan tingkat ekonomi yang rendah yang kurang memungkinkan untuk mendapatkan gizi makanan yang sehat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

Peningkatan minat belajar anak-anak jalanan di Perkampungan Sosial Pingit Yogyakarta melalui bimbingan belajar : penelitian tindakan bimbingan dan konseling pada anak jalanan kelompok SD-Besar di Perkampungan Sosial Pingit, Yogyakarta.

1 12 228

Kebutuhan anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif.

0 1 174

Perilaku agresif anak-anak Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegijapranata (PSP YSS).

0 5 111

Problem-problem yang muncul dalam proses penyesuaian sosial pada mahasiswa pendatang yang melanjutkan studi di Yogyakarta.

0 0 173

Faktor-faktor keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan di perkampungan sosial pingit yayasan sosial Soegiyapranata [PSP YSS] Yogyakarta.

0 3 127

Kebutuhan anak dampingan Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS) Kampung Pingit yang memiliki kecenderungan berperilaku agresif

0 0 172

PROBLEM-PROBLEM SOSIAL DALAM NASKAH LAKON “AUM” KARYA PUTU WIJAYA

2 18 96

Faktor-faktor keberhasilan resosialisasi bekas keluarga jalanan di perkampungan sosial pingit yayasan sosial Soegiyapranata [PSP YSS] Yogyakarta - USD Repository

0 1 125

PERILAKU AGRESIF ANAK-ANAK PERKAMPUNGAN SOSIAL PINGIT YAYASAN SOSIAL SOEGIJAPRANATA (PSP YSS) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

0 0 109

Studi deskriptif problem-problem yang dihadapi para tuna wisma di Perkampungan Sosial Pingit Yayasan Sosial Soegiyapranata (PSP YSS) dalam proses resosialisasi - USD Repository

0 0 166