Kerajaan Cirebon Kerajaan Makasar Goa dan Tallo

116 Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji. Gambar 4.11 Pintu gerbang Kesultanan Banten Sumber: Ensiklopedi Islam Seri 1, halaman 236

8. Kerajaan Cirebon

Gambar 4.12 Peta wilayah Kerajaan Cirebon Sumber: Rashad Herman, dkk, 1999, Atlas Sejarah Nasional, halaman 32 Pada masa kekuasaan Kerajaan Pajajaran sekitar abad ke-16 M, Cirebon merupakan salah satu daerah kekuasaannya. Selanjutnya Cirebon berada di bawah pengaruh Kesultanan Demak. Menurut cerita di Jawa Barat, pendiri kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati yang juga sebagai salah seorang walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat. Nama Sunan Gunung Jati juga sering dikaitkan dengan berdirinya Jayakarta atau Jakarta yang semula bernama Sunda Kelapa. Menurut cerita di Banten, Sunan Gunung Jati adalah Faletehan yang berkeinginan untuk menyebarkan Islam di kota-kota penting Pajajaran. Akan tetapi, sumber-sumber sejarah Cirebon mencatat bahwa Sunan Gunung Jati Wilayah Kerajaan Cirebon Di unduh dari : Bukupaket.com 117 dan Faletehan atau Fatahillah adalah dua orang yang berbeda. Menurut sumber tersebut Faletehan adalah menantu Sunan Gunung Jati yang menikahi anaknya Nyai Ratu Ayu. Faletehan kemudian menjadi Raja Cirebon setelah mertuanya wafat tahun 1570. Pada masa pemerintahan Fatahillah, Kesultanan Cirebon berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke Majalengka, Kuningan, Kawali, Banten, dan daerah lainnya di Jawa Barat. Pada tahun 1570, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Gunung Jati Cirebon Jawa Barat. Gambar 4.13 Keraton Kasepuhan Cirebon Sumber: Ensiklopedi Islam 1, halaman 273

9. Kerajaan Makasar Goa dan Tallo

Gambar 4.14 Peta wilayah Kerajaan Makassar Sumber: Chalid Latif, 2000, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, halaman 18 Wilayah kekuasaan Kerajaan Makasar Di unduh dari : Bukupaket.com 118 Makassar tumbuh menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini disebabkan letak Makassar yang strategis dan menjadi bandar penghubung antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Lemahnya pengaruh Hindu-Buddha di kawasan ini menyebabkan nilai-nilai kebudayaan Islam yang dianut oleh masyarakat di Sulawesi Selatan menjadi ciri yang cukup menonjol dalam aspek kebudayaannya. Kerajaan Makassar mengembangkan kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam dan tradisi dagang. Berbeda dengan kebudayaan Mataram yang bersifat agraris, masyarakat Sulawesi Selatan memiliki tradisi merantau. Keterampilan membuat perahu phinisi merupakan salah satu aspek dari kebudayaan berlayar yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Islam masuk ke daerah Makassar melalui pengaruh Kesultanan Ternate yang giat memperkenalkan Islam di sana. Raja Gowa yang bernama Karaeng Tunigallo selanjutnya masuk Islam setelah menerima dakwah dari Dato Ri Bandang . Selanjutnya Karaeng Tunigallo memakai gelar Sultan Alaudin Awwalul-Islam 1605-1638. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin 1654-1660, Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Ia berhasil membangun Makassar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan di wilayah Indonesia Bagian Timur. Pada masa Hasanuddin terjadi peristiwa yang sangat penting. Persaingan antara Goa-Tallo Makassar dengan Bone yang berlangsung cukup lama diakhiri dengan keterlibatan Belanda dalam Perang Makassar 1660-1669. Perang ini juga disulut oleh perilaku orang-orang Belanda yang menghalang-halangi pelaut Makassar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli perdagangan. Keberaniannya melawan Belanda membuat Sultan Hasanuddin dijuluki “Ayam Jantan dari Timur oleh orang-orang Belanda sendiri. Dalam perang ini Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda untuk menguasai Makassar. Dengan terpaksa, Makassar harus menyetujui Perjanjian Bongaya 1667 yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda, yaitu: 1 Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar; 2 Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar; 3 Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar; 4 Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone. Gambar 4.15 Sultan Hasanuddin Sumber: Chalid Latif, 2000, Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia, halaman 18 Di unduh dari : Bukupaket.com 119 Walaupun perjanjian sudah ditandatangani, tetapi Sultan Hasanuddin tetap berjuang melawan Belanda. Setelah Benteng Sombaopu jatuh ke tangan Belanda, Sultan Hasanuddin turun takhta. Kekuasaannya diserahkan kepada putranya, Mappasomba. Gambar 4.16 Komplek makam Sultan Hasanuddin di Tamallatte Goa - Sulawesi Selatan Sumber: Sejarah Nasional Indonesia III, halaman 14

10. Kerajaan Banjar