Faktor sosial-ekonomi Revolusi Industri

160

2. Revolusi Industri

Pernahkah kalian mendengar istilah Revolusi Industri? Apa yang mendorong terjadinya Revolusi Industri? Mengapa Revolusi Industri terjadi di Inggris dan bagaimana dampak perkembangan Revolusi Industri terhadap perkembangan dunia, termasuk Indonesia? Istilah revolusi merujuk pada suatu perubahan yang besar, cepat, mendadak, dan radikal yang mempengaruhi corak kehidupan umat manusia. Biasanya istilah revolusi sering digunakan dalam perubahan yang terjadi pada sistem pemerintahan politik dan sosial. Adapun revolusi industri pada dasarnya menunjukkan pada proses perubahan yang cepat di bidang ekonomi, yaitu dari ekonomi agraris pertanian ke ekonomi industri dengan menggunakan tenaga-tenaga mesin tidak lagi menggunakan alat-alat manual yang mengandalkan keterampilan tangan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas barang. Revolusi Industri bukanlah suatu proses yang langsung terjadi, tetapi suatu proses sejarah yang memerlukan waktu lama dan didorong oleh berbagai faktor yang menyertainya. Perkembangan Revolusi Industri pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari gambaran sosial-ekonomi, budaya, dan politik yang terjadi pada saat itu di Inggris.

a. Faktor sosial-ekonomi

Jauh sebelum terjadinya revolusi industri, Inggris bukanlah suatu negara yang maju, terutama bila dilihat dari keadaan sosial-ekonominya. Sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian dan peternakan. Meskipun demikian, bila dilihat dari potensi alamnya, Inggris memiliki kekayaan alam yang dapat diunggulkan untuk menuju pada suatu bentuk perekonomian yang maju dan mempengaruhi perdagangan dunia di kemudian hari. Inggris memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah, seperti batu bara dan bijih besi yang digunakan sebagai bahan pembuat mesin. Inggris sudah lama memasok mengekspor barang tambang besi di Laut Tengah. Lebih dari itu, selain memproduksi barang-barang hasil tambang, Inggris juga memproduksi hasil perkebunan kapas yang melimpah dari daerah jajahan. Potensi lain yang dimiliki Inggris berasal dari sektor peternakan, terutama peternakan domba yang banyak menghasilkan bahan baku wol. Dengan demikian, dapatlah dipahami, meskipun pada saat itu Inggris belum menjadi sebuah negara industri yang maju dan menguasai pasaran dunia, tetapi Inggris sudah memiliki banyak faktor pendorong berupa kekayaan alam yang tidak semua negara-negara Eropa memilikinya dalam rangka mengantarkan Inggris menjadi negara yang kaya akan hasil industri. Dengan kata lain, persyaratan sebagai negara industri melalui kepemilikan bahan baku atau bahan mentah sebagian telah terpenuhi Inggris. Potensi inilah yang pada perkembangan selanjutnya menjadi fondasi yang kuat bagi perindustrian di Inggris. Di unduh dari : Bukupaket.com 161 Kembali pada masalah pertanian yang menjadi sumber kehidupan mayoritas masyarakat Inggris, dapatlah diketahui bahwa sebagian besar kepemilikan tanah-tanah pertanian pada saat itu berpusat atau dikuasai oleh raja dan kaum bangsawan, sebagai pihak yang menduduki kelas sosial yang tertinggi. Adapun kedudukan para petani hanya sebagai penyewa dan penggarap tanah saja. Ketika sektor pertanian mengalami keuntungan, maka yang banyak menikmati keuntungan tersebut adalah raja dan kaum bangsawan sebagai pemilik tanah. Sebaliknya, apabila sektor pertanian mengalami kemerosotan atau kerugian, maka petanilah yang lebih banyak menanggungnya. Bahkan, tidak sedikit dari mereka dengan kerugian tersebut kehilangan sumber penghidupan. Sebagai contoh, ketika harga gandum mengalami penurunan akibat adanya impor gandum maka lahan pertanian itu dijadikan lahan padang rumput yang luas untuk mengembala domba yang bulunya dapat diproduksi menjadi wol sebagai bahan baku tekstil. Dengan adanya perubahan penggarapan lahan pertanian menjadi lahan peternakan, petani yang selama ini menggarap tanah menjadi kehilangan pekerjaan dan pada akhirnya berujung pada suatu kondisi masyarakat yang diwarnai oleh pengangguran, kemiskinan, dan tindak kriminal, kejahatan merajalela. Kegelisahan umum tentang pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan digambarkan oleh para sejarawan bahwa pada akhir abad ke-17 paling tidak sepertiga atau setengah penduduk Inggris berstatus menganggur. Untuk beberapa saat berikutnya, kemiskinan dan kejahatan merupakan gejala yang selalu tampak dalam masyarakat Inggris, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Begitu banyaknya para pen- jahat yang dijebloskan ke penjara, sehingga rumah tahanan menjadi penuh sesak oleh para terpidana. Hal ini membuat pemerintah Inggris harus memikirkan bagai- mana mencari atau memindahkan para terpidana ke daerah yang baru. Akhirnya Inggris menemukan benua Australia, sebagai tempat pembuangan para tahanan Inggris. Hampir di setiap desa dan kota terdapat sarang-sarang pencuri. Sudut-sudut kota yang kumuh di kota London misalnya, selalu dijadikan sarang bagi para pelanggar hukum dan pelaku berbagai kejahatan. Gambar 6.4 Kota London Sumber:Ensiklopedi Indonesia Jilid 4, halaman 2040 Di unduh dari : Bukupaket.com 162 Bagi para pemilik lahan atau tanah pertanian, untuk mendapatkan keuntungan yang besar mereka tidak segan-segan menjual lahan pertanian tersebut. Hasil penjualan lahan pertanian tersebut selanjutnya dipakai untuk modal atau menanam modal pada pabrik dan industri. Tanpa disadari, keadaan ini menimbulkan revolusi agraria , suatu revolusi yang telah membawa perubahan sosial pada masyarakat Inggris. Pada kehidupan masyarakat ditandai dengan adanya berbagai perubahan. Di daerah pedesaan masyarakat yang semula berprofesi sebagai petani, sejak saat itu tidak lagi berorientasi pada pertanian, tetapi sudah mengarahkan perhatiannya pada pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Munculnya pabrik dan industri di daerah perkotaan telah menimbulkan ekses-ekses yang sukar diatasi dan semakin menambah runyamnya kondisi masyarakat pada waktu itu. Banyak penduduk pedesaan, terutama mereka yang menganggur datang ke kota untuk mencari pekerjaan di pabrik-pabrik sentra industri. Urbanisasi dengan segala konsekuensinya terjadi secara besar- besaran, sebab di kota terdapat sistem ekonomi pasar yang mengandalkan adanya peningkatan produksi, buruh, distribusi, dan profit.

b. Faktor budaya