84 i, dan pe es u, padahal bahasa Arabnya fathah a, kasrah i, dan
Dhammah u.
3. Para penyebar Islam di Indonesia
Faktor yang paling penting dalam melaksanakan Islamisasi di Indonesia adalah melalui perdagangan, seperti dikemukakan oleh Wolters bahwa Indonesia
merupakan tempat yang sangat strategis sebagai tempat persinggahan dari bangsa-bangsa sebelah barat seperti Persia, Arab, dan India yang hendak
menuju ke timur, yaitu ke Indonesia, Cina, dan Jepang. Selain golongan pedagang, peranan para wali juga sangat penting dalam proses penyebaran tersebut.
Snouck
bahkan berpendapat bahwa peranan para ustad dan sultan sangat besar untuk memperkenalkan Islam di Indonesia. Mereka berasal dari Arab
dan mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad saw. dengan memakai gelar Sayyid Syarif
yang menjalankan dakwah dengan motif keagamaan. Di Pulau Jawa, proses Islamisasi memiliki satu kekhasan. Islamisasi di
Jawa dilakukan oleh sekelompok mubalig Islam yang dikenal dengan sebutan walisongo. Wali
arti harfiahnya adalah orang yang dekat dengan Allah, sedangkan songo
menunjukkan jumlah yaitu sembilan. Jadi walisongo artinya sembilan orang wali. Ada pula yang mengartikan songo itu bukan angka sembilan dalam
pengertian jumlah, tetapi menunjukkan bahwa sembilan itu songo menunjukkan angka yang sakral atau suci. Jadi walisongo bisa diartikan pula dengan orang-
orang wali yang disucikan, karena jumlah wali itu lebih dari sembilan. Walisongo sangat dihormati serta dimuliakan oleh orang-orang, terutama di pulau Jawa,
bahkan para walisongo itu diberi gelar Sunan atau Susuhunan artinya yang dijunjung tinggi
atau gelar yang tinggi dan mulia. Cara yang dilakukan oleh walisongo dalam menyebarkan agama Islam
sangat menarik. Mereka menggunakan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh masyarakat luas dari berbagai golongan. Mereka
menggunakan pendekatan kebudayaan untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Para wali itu, antara lain sebagai berikut.
a. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim, sering pula disebut
Maulana Maghribi, dan ada juga orang menyebutnya dengan sebutan Kakek
Bantal. Maulana Malik Ibrahim adalah orang pertama menyebarkan agama
Islam di Pulau Jawa. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri Raden Paku. Dari beberapa
sumber, ada yang menyebutkan ia berasal dari Persia, ada juga yang menyebutkan dari Turki, Arab, dan riwayat lain menyebutkan ia berasal dari Gujarat. Tetapi
pendapat yang lebih kuat ia berasal dari tanah Arab, tepatnya Maroko.
Di unduh dari : Bukupaket.com
85 Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa Kamboja. Ia menikahi
putri Campa dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Raden Rahmat Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan
misi dakwahnya di negeri itu, pada tahun 1329 M, ia hijrah ke Pulau Jawa. Daerah pertama yang dituju adalah Desa Sembalo sekarang daerah Leran
Kecamatan Manyar, 9 kilometer dari utara kota Gresik, daerah yang masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Meskipun ia bukan orang Jawa, namanya terkenal di kalangan masyarakat Jawa, sebab ia yang menjadi pelopor penyebaran Islam di Jawa dengan pusat
kegiatannya di Gresik, dekat Surabaya. Dalam proses dakwahnya kepada masyarakat, ia melakukannya dengan penuh hati-hati, bijaksana, dan mengadakan
pendekatan personal pada masyarakat Jawa.
Kepercayaan sebelumnya yang dipegang oleh masyarakat tidak ditentang begitu saja. Ia memperkenalkan budi pekerti yang diajarkan Islam dengan
tutur kata yang sopan, lemah lembut sehingga banyak penduduk Jawa yang tertarik memeluk agama Islam. Maulana Malik Ibrahim wafat pada tanggal
12 Rabiul Awal 822 Hijriah atau 9 April 1419 M dan dimakamkan di Gresik.
Gambar 3.2 Kompleks makam Maulana Malik Ibrahim
Sumber: Ensiklopedi Islam Seri 5, halaman 174
b. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya Raden Rahmat, seorang kemenakan dari
Raja Majapahit Kertawijaya. Menurut cerita rakyat, ia berasal dari Campa. Mengenai Campa ini ada dua pendapat, pertama Champa di Indochina, kedua
Jeumpa di Aceh. Disebutkan ia adalah anak dari Raja Cempa Ibrahim Asmarakandi
Maulana Malik Ibrahim yang diutus ke Majapahit dan oleh Raja Majapahit diperkenankan tinggal dan menetap di Ampeldenta Surabaya.
Di unduh dari : Bukupaket.com
86 Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke Pulau Jawa
pada tahun 1443 M bersama adiknya, Sayid Ali Murtadha. Tetapi sebelum sampai ke Jawa, ia singgah dahulu di Palembang, kemudian berlabuh di daerah
Gresik, dilanjutkan ke Majapahit untuk menemui bibinya yang bernama Dwarawati,
seorang putri Campa yang dipersunting Raja Majapahit yang bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Pada tahun 1450, Raden Rahmat menikah dengan Nyi Ageng Manila, putri Bupati Tuban yang sudah memeluk agama Islam. Selanjutnya Raden
Rahmat menetap di daerah Ampeldenta pemberian dari Raja Majapahit. Di sana Raden Rahmat mendirikan masjid dan membuka pondok pesantren,
sehingga ia dikenal dengan Sunan Ampel. Sesuai dengan tugasnya, ia adalah guru yang mengajarkan budi pekerti kepada para adipati, pembesar keraton,
dan bagi masyarakat yang ingin belajar tentang keislaman. Pada pertengahan abad ke-15, pesantren tersebut menjadi pusat pendidikan yang sangat
berpengaruh di wilayah Nusantara.
Ajaran Sunan Ampel yang terkenal adalah falsafah Mo Limo, Mo artinya ora gelem
tidak mau dan Limo artinya perkara lima. Jadi maksud Mo Limo ialah tidak mau melakukan perkara lima yang terlarang, yaitu :
1 Emoh main tidak mau judi
2 Emoh ngumbih tidak mau minum-minuman yang memabukkan
3 Emoh madat tidak mau minum atau menghisap candu atau ganja
4 Emoh maling tidak mau mencuri
5 Emoh madon tidak mau ber ina
Keberhasilah Sunan Ampel lainnya ialah melahirkan tokoh wali
lainnya seperti Sunan Giri, Sunan Kalijaga
, dan putranya sendiri yang bernama Sunan Derajat
dan Sunan Bonang. Keber- hasilan yang lain, Sunan Ampel
menjadi perencana Kerajaan Demak. Dialah yang melantik
Raden Patah
sebagai Sultan Demak
yang pertama tahun 1403 Saka 1481 M. Pada tahun 900
Hijriyah 1494 M, Sunan Ampel wafat. Jena ahnya dimakamkan
di Ampeldenta, Surabaya.
Gambar 3.3 Pintu gerbang Masjid Sendang Duwur
di dekat Tuban, dengan corak tradisional yang berasal dari zaman
Hindu-Buddha Majapahit
Sumber: R. Soekmono, Jilid 3 halaman 92
Di unduh dari : Bukupaket.com
87
c. Sunan Bonang