44 Mpu Sindok
mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti
Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan . Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk
Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan
948 M.
Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti
Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan
kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya
putra Teguh Dharmawangsa.
a. Kehidupan politik
Mpu Sindok kemudian digantikan oleh Sri Isana Tunggawijaya yang memerintah sebagai Ratu. Ia menikah dengan Raja Sri Lokapala dan dikaruniai
seorang putra yang bernama Sri Makutawang Swardhana. Berdasarkan Prasasti Pucangan yang berangka tahun 1019, silsilah raja
di Mataram Jawa Timur adalah:
Pada akhir abad ke-10 M, Mataram diperintah oleh Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama
yang memerintah sampai tahun 1016 M. Ia adalah
Sri Isanatungga Mpu Sindok Sri Isnawikramma Dharmmotunggadewa 929-947
Sri Isanatunggawijaya + Sri Lokapala
Sri Makutawannaswardana
Dharmawangsa Gunapriadharmptani + Udayana raja Bali
Airlangga Marakata
Anak Wungsu
Di unduh dari : Bukupaket.com
45 salah seorang keturunan Mpu Sindok. Berdasarkan berita dari Cina, disebutkan
bahwa Dharmawangsa pada tahun 990 M melakukan serangan ke Sriwijaya sebagai upaya mematahkan monopoli perdagangan Sriwijaya. Serangan tersebut
gagal, malahan Sriwijaya berhasil menghasut Raja Wurawari sekitar Banyumas untuk menyerang istana Dharmawangsa pada tahun 1016. Akhirnya Sri
Dharmawangsa yang mempunyai ambisi untuk meluaskan kekuasaannya, pada tahun 1016 M mengalami kehancuran Pralaya di tangan seorang raja
bawahannya sendiri yaitu Raja Wurawari. Peristiwa ini terjadi pada saat Sri Dharmawangsa sedang melangsungkan acara pernikahan putrinya dengan
Airlangga
. Seluruh keluarga raja tewas termasuk Dharmawangsa, Airlangga yang berhasil menyelamatkan diri dan bersembunyi di Wonogiri hutan gunung.
Di sana ia hidup sebagai seorang pertapa. Pada tahun 1019, Airlangga yang merupakan menantu Dharmawangsa
yang berasal dari Bali dinobatkan oleh para pendeta Buddha menjadi raja menggantikan Dhamawangsa. Ia segera mengadakan pemulihan hubungan
baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan. Pada tahun 1037 M Airlangga berhasil
mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi seluruh Jawa Timur Kemudian pada tahun 1037, Airlangga memindahkan
ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.
Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, lalu hidup sebagai petapa dengan nama Resi Gentayu Djatinindra. Menjelang
akhir pemerintahannya Airlangga menyerahkan kekuasaannya kepada putrinya Sangrama
Wijaya Tunggadewi
. Namun, putrinya itu menolak dan memilih untuk menjadi seorang
petapa dengan nama Ratu Giriputri. Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi
dua kerajaan. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara
kedua putranya yang lahir dari selirnya. Kerajaan itu adalah: Kerajaan Janggala di
sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang bernama Garasakan Jayengrana,
dengan ibu kota di Kahuripan Jiwana meliputi daerah sekitar Surabaya sampai Pasuruan,
dan Kerajaan Panjalu Kediri di sebelah barat diberikan kepada putra bungsunya yang
bernama Samarawijaya Jayawarsa, dengan ibu kota di Kediri Daha, meliputi daerah
sekitar Kediri dan Madiun.
Gambar 2.10 Airlangga sedang
menunggang garuda
Sumber: Chalif Latif, 2000, Atlas Sejarah Indonesia dan
Dunia, halaman 10
Di unduh dari : Bukupaket.com
46 Raja-raja yang memerintah di Kediri antara lain: Jayawarsa, Jayabaya,
Sarwewara, Gandara, Kameswara, dan Kertajaya. Pada masa Jayabaya
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya. Pada prasasti Ngantang dijelaskan bahwa Raja Jayabaya memberikan hadiah kepada rakyat desa
Ngantang berupa tanah perdikan. Hadiah diberikan kepada rakyat tersebut karena telah membantu raja ketika terjadi peperangan dengan Jenggala. Kerajaan
Janggala hanya berusia sekitar satu abad karena ditaklukkan oleh Kerajaan Panjalu pada tahun 1135. Waktu itu raja Panjalu bernama Jayabaya 1130-
1158. Selain dikenal sebagai raja yang mempersatukan kembali wilayah Airlangga, nama Jayabaya sering dikaitkan dengan ramalan-ramalan tentang
nasib Pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Jayabaya, pujangga Mpu Sedah dan Mpu Panuluh menulis Kakawin Bharatayudha yang menceritakan
kemenangan Pandawa melawan Kurawa, sebagai bandingan terhadap kemenangan Panjalu atas Janggala.
Raja Panjalu yang terakhir adalah Kertajaya atau Dandang Gendis 1190-1222. Pada masa pemerintahannya, keadaan menjadi tidak stabil,
terutama konflik antara raja dan kaum Brahmana. Konflik tersebut disebabkan oleh banyaknya kebijakan-kebijakan raja yang hendak mengurangi hak-hak
kaum Brahmana. Konflik itu mencapai puncaknya dengan terjadinya peperangan antara Pasukan Kediri yang menyerang Tumapel yang terdiri dari rakyat Tumapel,
kaum Brahmana yang dipimpin oleh Ken Angrok dibaca: Ken Arok. Kerajaan ini pada tahun 1222 dikalahkan oleh Ken Angrok dari Singhasasri dalam
pertempuran di Ganter. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Panjalu Kediri.
b. Kehidupan ekonomi