241
8. MIAI Majelis Islam A’la Indonesia
Golongan nasionalis Islam adalah golongan yang sangat anti Barat, hal itu sesuai dengan apa yang diinginkan Jepang. Jepang berpikir bahwa golongan
ini adalah golongan yang mudah dirangkul. Untuk itu, sampai dengan bulan Oktober 1943, Jepang masih mentoleransi berdirinya MIAI. Pada pertemuan
antara pemuka agama dan para gunseikan yang diwakili oleh Mayor Jenderal Ohazaki
di Jakarta, diadakanlah acara tukar pikiran. Hasil acara ini dinyatakan bahwa MIAI adalah organisasi resmi umat Islam. Meskipun telah diterima
sebagai organisasi yang resmi, tetapi MIAI harus tetap mengubah asas dan tujuannya. Begitu pula kegiatannya pun dibatasi. Setelah pertemuan ini, MIAI
hanya diberi tugas untuk menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam dan pembentukan Baitul Mal Badan Amal. Ketika MIAI menjelma menjadi
sebuah organisasi yang besar maka para tokohnya mulai mendapat pengawasan, begitu pula tokoh MIAI yang ada di desa-desa.
Lama kelamaan Jepang berpikir bahwa MIAI tidak menguntungkan Jepang, sehingga pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan, lalu diganti dengan
Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi dan dipimpin oleh K.H Hasyim
Asy’ari, K.H Mas Mansyur, K.H Farid Ma’ruf, K.H. Hasyim, Karto Sudarmo, K.H Nachrowi,
dan Zainul Arifin sejak November 1943. Jika dilihat lebih saksama, secara politis pendudukan Jepang telah mengubah
beberapa hal, di antaranya sebagai berikut. a.
Berubahnya pola perjuangan para pemimpin Indonesia, yaitu dari perjuangan radikal menuju perjuangan kooperatif kerja sama. Hal ini dimanfaatkan
oleh para pemimpin Indonesia untuk membina mental rakyat. Misalnya melalui keterlibatan rakyat dalam Putera dan Jawa Hokokai.
b. Berubahnya struktur birokrasi, yaitu dengan membagi wilayah ke dalam
wilayah pemerintah militer pendudukan. Misalnya, diperkenalkannya sistem tonarigumi
rukun tetangga di desa-desa. Lalu beberapa gabungan tonarigumi ini dikelompokkan ke dalam ku desa atau bagian kota.
Akibat ini semua, desa menjadi lebih terbuka dan banyak juga dari orang Indonesia yang menduduki jabatan birokrasi tinggi di pemerintahan, suatu
hal yang tidak terjadi pada masa pemerintahan Belanda.
9. Pembentukan BPUPKI dan PPKI
Kekalahan-kekalahan yang diterima Jepang, membuat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Jepang turut melemah. Mulai awal tahun 1943, di bawah
perintah Perdana Menteri Tojo, pemerintahan Jepang diperintahkan untuk memulai penyelidikan akan kemungkinan memberi kemerdekaan terhadap
daerah-daerah pendudukannya. Untuk itu, kerja sama dengan bangsa Indonesia
Di unduh dari : Bukupaket.com
242
Kegiatan 8.1
mulai diintensifkan dan mengikutsertakan wakil Indonesia, seperti Soekarno dalam parlemen Jepang.
Pada tahun 1944, kedudukan Jepang semakin terjepit. Oleh karena itu, untuk mempertahankan pengaruh Jepang di negara-negara yang didudukinya,
Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada tanggal
7 September 1944 dalam sidang parlemen Jepang di Tokyo. Sebagai realisasi dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici
Harada pemimpin militer di Jawa mengumumkan pembentukan Dokuritsu
Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia BPUPKI. BPUPKI bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki
hal-hal yang penting dan perlu bagi pembentukan negara Indonesia, misalnya saja hal-hal yang menyangkut segi ekonomi dan politik.
BPUPKI ternyata tidak bertahan lama. Dalam perkembangan berikutnya, BPUPKI dibubarkan, lalu diganti dengan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI. Badan ini diresmikan sesuai
dengan keputusan Jenderal Terauchi, yaitu seorang panglima tentara umum selatan, yang membawahi semua tentara Jepang di Asia Tenggara pada tanggal
7 Agustus 1945.
Setelah itu, diadakanlah pertemuan antara Soekarno, M. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat
dengan Jenderal Terauchi di Dalat. Di dalam pertemuan itu, Jenderal Terauchi menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang
telah memutuskan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang wilayahnya meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.
Dari berbagai organisasi bentukan Jepang di Indonesia, analisis oleh Kalian kegiatan-kegiatan apa yang sekarang ini masih dipakai oleh bangsa Indonesia,
terutama dalam bidang pendidikan
B. SISTEM MOBILISASI DAN KONTROL PEMERINTAH PENDUDUKAN JEPANG DI BERBAGAI DAERAH DI