commit to user
13
E. TELAAH PUSTAKA
1.
Komunikasi
Kegiatan yang akan terus menerus dilakukan manusia di sepanjang hidupnya adalah berkomunikasi. Komunikasi
memang merupakan kebutuhan dasar manusia. Dengan komunikasi orang menyampaikan keinginannya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, verbal maupun nonverbal. Bahkan untuk orang yang memiliki keterbatasan sekalipun, komunikasi tetap penting adanya.
Untunglah kemajuan teknologi saat ini semakin memudahkan manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya.
Jika ditinjau dari asal kata, komunikasi
communication
berasal dari kata Latin
communicatio,
dan bersumber dari kata
communis
yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.
17
Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif maka haruslah ada persamaan makna, persamaan persepsi antara pemberi
pesan dengan penerima pesan. Dalam ilmu psikologi sering diungkapkan bahwa makna dari sebuah kata bukan berada dalam kata itu sendiri, melainkan terletak
pada komunikator dan komunikannya sendiri. Itulah sebabnya kadang ada dua kata yang sama memiliki makna yang berbeda ketika dipakai oleh dua komunitas
yang berbeda ambiguitas. Komunikasi dapat berlangsung secara langsung
face to face
ataupun memakai perantara. Perantara ini, atau yang lazim disebut media, bisa berupa
telepon, televisi, koran dan media lain yang dapat digunakan untuk penyampaian
17
Effendy, op. cit., hal 9
commit to user
14 pesan. Pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi pada dasarnya bersifat
abstrak. Manusialah yang memberikan makna pada pesan-pesan tersebut. Untuk dapat memaknai pesan ini manusia menciptakan lambang komunikasi, yang dapat
berupa mimik,
gesture,
suara, bahasa lisan dan bahasa tulisan, simbol dan sebagainya.
Lambang komunikasi dapat dibedakan menjadi lambang komunikasi umum, yaitu lambang komunikasi yang digunakan untuk tujuan umum dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, contohnya mimik, gerak-gerik, suara, bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sedangkan lambang komunikasi khusus hanya digunakan
untuk tujuan-tujuan khusus, tertentu pada salah satu bidang kehidupan saja.
18
Contohnya, warna, jika digunakan pada lampu lalu lintas, maka kita memaknai merah sebagai stop, sementara jika merah kita maknai pada bendera negara kita
maka ia akan diasosiakan sebagai penjabaran sifat berani, dan memang seringkali warna merah dikaitkan dengan sifat berani. Bahkan ilmu psikologi memiliki ilmu
turunan psikologi warna yang khusus mempelajari tentang warna dan berbagai pengaruhnya.
Selain warna, cara berpakaian, parfum yang dipilih, sepatu yang dipakai dan atribut-atribut lainnya dalam perlambangan komunikasi khusus
dianggap sebagai upaya untuk mengkomunikasikan pribadi pemakainya. Selain lambang komunikasi umum dan khusus, ada pula yang
disebut lambang komunikasi verbal dan nonverbal. Termasuk dalam kategori verbal adalah bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sedangkan yang masuk kategori
18
Vardiansyah, Dani. Pengantar Ilmu Komunikasi. 2004. Bogor : Ghalia Indonesia. hal 62
commit to user
15 nonverbal adalah mimik, gerak-gerik, serta suara.
19
Dengan mengkaitkan kategori verbal-nonverbal pada kategori umum-khusus, kita bisa mendapatkan
pengkategorisasian dengan lebih detil, contohnya
20
: a.
Lambang Komunikasi Verbal-Umum : bahasa lisan dan
bahasa tulisan. b.
Lambang Komunikasi Verbal-Khusus : bahasa lisan dan
bahasa tulisan yang penggunaannya khusus pada bidang atau kalangan tertentu, misalnya bahasa kaum waria, contohnya
mereka menyebut dandan dengan dendong, dsb. c.
Lambang Komunikasi Nonverbal-Umum : suara, mimik,
dan gerak-gerik. Misalnya, tersenyum berarti bahagia. d.
Lambang Komunikasi Nonverbal-Khusus : warna, gambar,
dan nada.
2.
Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi non-verbal
adalah bentuk
komunikasi yang
tidak menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Pada awalnya pengetahuan
tentang komunikasi non-verbal lebih banyak mengarah pada pesan-pesan non- verbal yang dikomunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah,
sosok tubuh, penggunaan jarak ruang, kecepatan dan volume bicara.
21
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pembelajaran tentang
19
Ibid
20
Ibid, hal 63
21
Disarikan dari “Komunikasi Nonverbal” dari httpwww.nherent.brawijaya.ac.id vlm file.php21datamateri12.pdf, diakses pada 26 Juni 2008, pukul 21.35
commit to user
16 komunikasi non-verbal pun menjadi luas bidangnya. Komunikasi non-verbal tidak
lagi dibatasi hanya pada pesan-pesan non-verbal yang dihasilkan oleh tubuh manusia. Berbagai benda kemudian disadari dapat juga dimanfaatkan untuk
menyampaikan pesan-pesan non-verbal. Pakaian, gaya rambut, parfum yang digunakan, secara personal dianggap sebagai salah satu cara untuk
menggambarkan tingkah laku, perasaan ataupun kepribadian seseorang
22
. Bahkan ilmu arsitektur mengakui bahwa ada satu keterkaitan antara desain arsitektural,
seperti pemilihan bentuk, warna hingga pemilihan dekorasi ruangan sebagai suatu usaha komunikasi non-verbal untuk menggambarkan kepribadian dari pemilik
ruangan tersebut
23
. Dapat dikatakan bahwa manusia diakui memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan menggunakan tubuh dan penampilannya, serta melalui lingkungan yang ia ciptakan di mana ia tinggal di dalamnya. Terlebih lagi
penelitian yang dilakukan dalam ilmu komunikasi juga menyimpulkan bahwa komunikasi non-verbal lebih sulit dimanipulasi dibandingkan dengan petunjuk
verbal kata-kata
24
. Komunikasi non-verbal memiliki berbagai fungsi, yaitu
25
: a
Untuk menekankan. b
Untuk melengkapi
complement
.
22
ibid
23
Disarikan dari Santosa, Revianto. B, Semiotika dalam Arsitektur-Pendekatan non-verbal, dilansir pada
www.ftsp1.uii.ac.idtwikipubMainTeoriSemiotikaKritikArsitekturRSEMIOTIKA-2.pdf
- Diakses pada 26 Juni 2008, pukul 22:48
24
Op.cit
25
Gumilar, Gumgum. Komunikasi non-verbal, Bahan Ajar Komunikasi Lintas Budaya, dilansir dari http:www.gumilarcenter.comKLBmateri6nonverbal.pdf, diakses pada 26 Juni 2008,pukul 22.33 WIB
commit to user
17 c
Untuk menunjukkan kontradiksi. d
Untuk mengatur. e
Untuk mengulangi. f
Untuk menggantikan pesan verbal. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya salah satu alat komunikasi
non-verbal adalah pakaian. Berkomunikasi tidak dapat ditampik merupakan suatu kebutuhan primer bagi manusia, demikian pula halnya dengan berpakaian.
Manusia tidak bisa hidup tanpa pakaian, baik itu untuk alasan melindungi diri dari cuaca maupun untuk alasan kesopanan. Menjadi menarik ketika kemudian kedua
kebutuhan primer manusia ini memiliki peran ganda yang searah yang mana keduanya seringkali dimanfaatkan oleh manusia untuk menyampaikan
kepribadiannya kepada orang lain diluar dirinya. Mungkin orang sudah banyak mengetahui fungsi pakaian dari segi psikologi ataupun sosiologi. Untuk itu perlu
dipahami dengan lebih jelas maksud dari konsep fashion bila ditinjau dari sisi komunikasi
3.
Fashion sebagai Komunikasi
Pesan-pesan yang disampaikan melalui proses komunikasi dapat berupa pesan verbal maupun pesan nonverbal. Pesan verbal berupa kata-kata dan teks
yang umumnya digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari dan cenderung memiliki makna yang serupa atau sama pada kelompok masyarakat tertentu.
Sementara pesan non-verbal cenderung lebih kompleks, karena tidak hanya melibatkan berbagai unsur dan aspek, namun juga pengalaman budaya menjadi
commit to user
18 salah satu penentu interpretasi pesan non-verbal. Pada awalnya, kajian ilmu
komunikasi melihat pesan-pesan nonverbal ada untuk memperkuat pesan verbal, misalnya ketika berkomunikasi orang juga menggunakan
gesture,
mimik, intonasi dan sebagainya yang mana dalam masyarakat tertentu biasanya pesan-pesan non-
verbal ini telah memiliki makna tersendiri yang disepakati bersama. Namun, seiring dengan perkembangan kajian komunikasi yang makin luas, ditemukan
pula berbagai pesan non-verbal yang tidak terbatas pada tubuh komunikator. Salah satu diantaranya adalah fashion.
Fashion bergerak dari fungsinya sebagai alat untuk melindungi badan dari cuaca, dan juga sebagai alasan kesopanan, menjadi sebuah alat komunikasi
yang bisa sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang ingin ditransfer oleh komunikator kepada komunikan. Ada banyak contoh yang dapat dikemukakan
untuk memperlihatkan bagaimana fashion dapat menjadi bentuk komunikasi. Misalnya, ketika melihat seorang perempuan berjilbab, tanpa perlu diterangkan
kita sudah dapat mengetahui bahwa orang yang bersangkutan merupakan pemeluk agama Islam. Begitu pula halnya dengan pendeta, biarawati, biksu dan sebagainya.
Kita bisa mengetahui identitas agama mereka cukup dengan melihat pakaian yang mereka kenakan.
Roland Barthez dalam bukunya ‘The Language of Fashion’ mengatakan bahwa :
“ At first sight, human clothing is a very promising subject to research or reflect upon: it is a complete phenomenon, the study of which requires at any one time a
history, an economy, an ethnology, a technology and maybe even, as we will see in a moment, a type of linguistics.”
26
26
Barthez, Roland. The Language of Fashion.2004. Inggris : Berg Publishers. Hal 22.
commit to user
19 Barthez melihat fashion sebagai suatu fenomena komplet yang menarik
untuk dijadikan suatu bahan penelitian bagi berbagai disiplin ilmu. Barthez bahkan menyebutkan bahwa pakaian dapat dikatakan sebagai suatu bahasa. Maka
tidak mengherankan ketika Umberto Eco dalam bukunya ‘
Social Life as a Sign System
’ menyarankan untuk berbicara lewat pakaian.
27
Melalui pernyataannya ini Eco menegaskan bahwa pakaian merupakan salah satu sarana komunikasi yang
efektif dalam menyampaikan pesan-pesan non-verbal. Untuk dapat lebih memahami posisi fashion sebagai mekanisme
berkomunikasi, lebih dahulu perlu dipahami makna dari fashion itu sendiri. Secara etimologis, menghubungkan kata “fashion” dengan bahasa Latin,
factio
yang berarti “
making
”, atau “
doing
”. Makna dasar dari fashion, lantas dapat dirunut ke belakang, dan merujuk pada aktivitas.
28
Ide original dari
factio
yang kemudian berkembang ke dalam bahasa Inggris menjadi
to factio
adalah ide tentang pemujaan atau
fetish
. Pendapat yang kian banyak terdengar dari kaum kritis adalah bahwa
fashion
merupakan perwujudan komoditas yang dipuja yang paing banyak diproduksi maupun dikonsumsi di era kapitalis ini.
Oxford English Dictionary
menyebutkan beberapa tautan berbeda dalam mendefinisikan fashion
29
: a
the action or process of making
b
a particular shape or cut
c
form
27
Barnard, op.cit, hal 39
28
Barnard, Malcolm, Fashion as Communication. London: Routledge.1996. Hal. 7
29
Barnard, Ibid, hal. 8
commit to user
20 d
through manner or demeanour
e
conventional usage of dress
Namun demikian, pengertian fashion di sini masih jauh dari jelas. Polhemus dan Procter sebagaimana dikatakan oleh Malcolm Barnard
menyebutkan bahwa dalam masyarakat Barat kontemporer, istilah
fashion
sering digunakan sebagai sinonim dari istilah
adornment
penghiasan,
style
gaya, dan
dress
pakaian.
30
Ada juga yang menggunakan istilah fashion sebagai sinonim bagi
clothes
atau
clothing
.
“ The attempt to view fashion through several different pairs of spectacles simultaneousy – of aestethics, of social theory, of politics – may result in an
obliquity of view, even of astigmatism or blurred vision, but it seems we must attempt it.”
Kaitannya dengan komunikasi, Malcolm Barnard menyebutkan ada banyak sekali pesan non-verbal yang dapat dikomunikasikan lewat fashion berupa
pakaian, semisal identitas sosial, seksual, kelas, afiliasi politik, budaya, gender, kerpibadian, dan sebagainya. Roland Barthez ikut menambahkan bahwa secara
psikoanalisis orang memilih pakaian adalah lebih untuk mengekspresikan diri dan kepribadiannya, dan pilihan ini jika ditinjau dari sisi psikologi dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti iklan, merek, tips-tips fashion, efek
windows shopping,
dan lain-lain yang dapat dikategorikan sebagai pengaruh dari lingkungan. Namun dari segi psiko-analitik menurut Barthez lebih jauh lagi pakaian bahkan dapat
menentukan posisi seseorang nantinya dalam kelompok masyarakat yang menjadi
30
Barnard, Ibid
commit to user
21 huniannya, misalnya dalam hal kedudukan sosial, seringkali orang memanfaatkan
penampilan untuk menunjukkan kelas sosialnya di masyarakat. Melalui konteks psiko-analitik inilah pakaian lebih menunjukkan form-
nya sebagai suatu bentuk komunikasi. Sebegitu pentingnya dampak dari pakaian untuk mengkomunikasikan kepribadian kepada orang diluar diri pemakainya
mungkin menyebabkan banyak orang, semisal selebritis, yang bahkan menggunakan jasa penata kostum untuk penampilan mereka di depan khalayak.
Ada satu fenomena menarik, di mana pilihan orientasi seksual sekalipun ternyata kadang dapat dilihat dari pemilihan fashion. Meski tentunya kita tidak
dapat menampik kenyataan bahwa tidak semua orang yang memilih orientasi seksual tertentu memilih fashion yang seragam dengan orang lain yang berada
dalam komunitasnya, namun biasanya ada kesamaan mencolok sehingga dapat ditarik garis merah antara pemilihan fashion dan pemilihan orientasi seksual
mereka. Tentu akan sangat dangkal jika kita mengklaim orientasi seksual semata dari cara dia berpakaian, namun setidaknya hal ini diakui sendiri oleh beberapa
orang gay dan lesbian yang pernah peneliti temui. Mereka menyatakan bahwa secara sepintas lalu mereka dapat melihat apakah seseorang itu gay atau lesbian
hanya dari penampilan luarnya saja. Namun sayangnya mereka tidak dapat menyebutkan secara spesifik ciri khususnya karena menurut mereka ini lebih
karena ‘gaydar’ atau
feeling
mereka sebagai pemilik orientasi homoseksual. Namun jika dilihat secara global, mereka memilih laki-laki yang cenderung
feminin untuk dianggap sebagai gay pada kesan pertamanya, atau perempuan yang cenderung tomboy untuk dianggap sebagai lesbian.
commit to user
22 Dalam masyarakat ada satu kelompok yang sudah terdefinisikan orientasi
seksualnya hanya dengan melihat penampilan luarnya, yaitu kelompok waria. Waria secara orientasi seksual sudah dapat dipastikan adalah homoseksual. Dan
dari segi penampilan luar tentunya tidak sulit bagi siapapun untuk membedakan waria dari pemilihan fashionnya, meski memang kadang ada beberapa waria yang
tampilannya sudah sangat menyerupai perempuan sehingga sulit dibedakan yang mana perempuan asli dan mana waria. Hal ini membuktikan bahwa fashion
menjadi
statement
penting bagi waria dalam mendefinisikan kepribadian mereka. Seperti apa deskripsi keperibadian yang diekspresikan melalui pakaian oleh para
waria inilah yang akan menjadi ruh dari penelitian ini.
4.
Waria dan Identitas Diri
Waria adalah seseorang yang memiliki ketidaksesuaian antara fisik dan identitas gendernya. Mereka merasa bahwa jauh dalam dirinya , biasanya sejak
masa kanak-kanak, mereka adalah orang yang berjenis kelamin beda dengan dirinya saat ini
31
. Adanya ketidaksesuaian ini mengakibatkan waria tidak senang dengan alat kelaminnya dan ingin mengubahnya. Untuk mendukung perubahan
tersebut maka waria akan bertingkah laku seperti perempuan dan mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan dengan cara berdandan sebagai
perempuan
32
. Ketika gangguan tersebut mulai terjadi pada masa kanak-kanak, hal tersebut akan dihubungkan dengan dengan banyaknya perilaku lintas gender,
31
Perroto, R.S.,Culkin, J. Exploring Abnormal Psycology.New York:Harpercollins College Publisher. 1993. Hal 78
32
Kurniawati, M. Latar Belakang Kehidupan Laki-laki yang Menjadi Waria. Skripsi Sarjana Strata 1 tidak diterbitkan. Surabaya:Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. 2003. Hal 69
commit to user
23 seperti berpakaian seperti perempuan, dan melakukan permainan yang secara
umum dianggap sebagai permainan perempuan
33
. Faktor penyebab munculnya perubahan perilaku dari laki-laki menjadi
waria dapat ditinjau dari beberapa perspektif yaitu: biologis, behavioristik dan sosiokultural
34
. Perspektif biologis berkaitan dengan masalah hormonal, behavioristik berkaitan dengan penguatan yang diberikan oleh keluarga atau orang
lain ketika anak laki-laki berperilakuberpenampilan seperti perempuan, sedangkan perspektif sosiokultural berkaitan dengan faktor budaya yang diduga
mempengaruhi perubahan laki-laki menjadi waria. Waria dapat dikatakan sebagai jenis kelamin ketiga, yang memiliki sifat
antara pria dan wanita tetapi bukan penggabungan diantara keduanya. Waria memiliki ketidaksesuaian secara fisik, psikis dan seks, dimana secara fisik waria
berwujud sebagai laki-laki, sementara secara psikologis dia bertingkah laku seperti perempuan dan memiliki penyimpangan perilaku seksual.
Secara psikiatrik waria dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu
35
: a.
Kelompok transeksual, laki-laki yang mengalami ketidak serasian pada jenis biologis dan kelamin mereka sehingga memiliki keinginan untuk
menghilangkan dan mengganti alat kelaminnya dan hidup sebagai lawan jenisnya. Sebagai langkah awal mereka akan menghilangkan ciri khas laki-
33
Davidson, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. Abnormal Pscyology. New York : John Willey and Sons, inc. 2006. Hal 14
34
Nevid, J.S, Rathus, S.A, Greene,B. Abnormal Pschyology in a Changing World. 2th Edition. New Jersey:Prentice Hall, inc. 1994. Hal 27
35
http: www.psikologi.tarumanagara.ac.id s2 wp-content uploads 2010 09 07-latar- belakang-kehidupan-laki-laki- yang-menjadi-waria-sebuah-kegagalan-dalam-proses-
pendidikan-pembentukan-identitas-gender-meike-kurniawati.pdf diakses pada 7
November 2010 22.57 WI B
commit to user
24 laki melalui operasi, misalnya pada payudara, dagu, kelopak mata atau
minimal mereka merasa perlu merias diri dan berpakaian sebagai wanita. b.
Kelompok transvestit, yaitu laki-laki yang mendapat kepuasan ketika memakai baju perempuan. Perilaku ini biasanya dilakukan pada saat-saat
tertentu saja terutama pada saat ingin berhubungan seksual. Kelompok transvestit mendapatkan gairah seksual dengan mengenakan pakaian
perempuan. Dari segi orientasi seksual, kelompok transvestit adalah heteroseksual yang biasanya menikah.
c. Kelompok homoseksual penderita transvestisme, yaitu kelompok
homoseksual yang mendapatkan kepuasan atau gairah seksual dengan mengenakan pakaian perempuan. Beberapa diantara mereka mengenakan
pakaian perempuan adalah untuk mendapatkan pasangan homoseksial dan bukan karena memiliki keinginan untuk menjadi transeksual.
d. Kelompok opportunies, laki-laki pada kelompok ini tidak memiliki
kelainan seksual, namun mereka mengenakan pakaian perempuan untuk mencari nafkah, biasanya adalah seorang entertainer seperti Aming dan
Tata Dado .
5.
Waria, Identitas Diri dan Pemilihan Fashionnya
Secara garis besar ada 3 macam orientasi seksual, yaitu heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Heteroseksual adalah hubungan antara laki-laki dan
perempuan yang lazim kita temui dalam masyarakat. Sementara homoseksual adalah hubungan sejenis, baik itu antara laki-laki dan laki-laki, maupun
commit to user
25 perempuan dan perempuan. Biseksual adalah keadaan dimana pelaku seksualnya
dapat melakukan hubungan seksual baik dengan laki-laki maupun dengan perempuan. Secara kasat mata perilaku sosial dari tiga kelompok orientasi seksual
ini umumnya memiliki perbedaan, dan secara spesifik salah satu diantaranya adalah pemilihan identitas yang diungkapkan melalui pakaian.
Komunitas homoseksual dan biseksual sering disebut sebagai perilaku menyimpang dalam masyarakat. Sebenarnya jika ditinjau dari segi perilaku,
kecuali perilaku seksual mereka, komunitas ini sama saja dengan orang kebanyakan. Namun mereka biasanya memiliki ciri khusus pada cara
berpenampilan dan berperilaku
36
. Meski demikian tidak berarti penampilan luar dari kelompok homoseksual
maupun biseksual ini bisa dengan mudah terbaca oleh masyarakat awam. Sebagai contoh kelompok gay. Lazimnya laki-laki yang sangat memperhatikan
penampilan dan rajin merawat diri di salon cenderung dianggap gay. Namun sejak munculnya istilah metroseksual pada tahun 1994 yang pertama kali ditulis oleh
Mark Simpson, seorang penulis asal Inggris, orang-orang tidak lagi serta merta menganggap bahwa laki-laki yang suka memperhatikan penampilan adalah gay
37
. Demikian halnya juga dengan lesbian. Tidak setiap perempuan tomboy adalah
lesbian, ataupun tidak semua lesbian harus tomboy. Jadi jika hendak mengkaitkan perihal pemilihan orientasi seksual dan penampakan penampilan luar, waria lah
objek yang tepat.
36
Diananto, Wayan. Pola Komunikasi On-line dan Off-line gay dalam penggunaan chatroom. 2007. Skripsi pada jurusan Komunikasi UNS Surakarta. hal 27
37
http:journalin.multiply.comfeed.rssalmostheadline , diakses pada 28 Februari 2008 pukul 13.37 WIB
commit to user
26 Istilah waria merupakan akronim dari “wanita tapi pria”. Istilah lain yang
juga sering digunakan adalah banci yang kemudian bermetamorfosa menjadi bencong. Ada lagi istilah wadam yang merupakan kependekan dari kata wanita
adam, namun istilah ini sudah tidak begitu populer lagi
38
. Waria jika dilihat dari konteks sosiologi merupakan transgender.
Transgender didefinisikan sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk berpenampilan berkebalikan dari jenis kelaminnya atau berkebalikan dari fungsi
gender yang dikonstruksikan masyarakat. Sementara dari konteks psikologis, waria adalah seorang transeksual yang merasa dirinya tidak berada pada raga yang
tepat sehingga cenderung ingin mengubah perilakunya dengan jenis kelamin yang berseberangan dengan kondisi lahiriahnya dan bahkan beberapa diantaranya
mengubah alat kelaminnya menjadi lawan jenisnya
the opposite gender
39
. Karena kondisi psikologisnya inilah maka waria berperilaku transvestit atau
cross-dressing
. Mereka menggunakan pakaian dari lawan jenisnya dan menciptakan identitas baru sebagai seorang perempuan, dengan mengubah nama
panggilan misalnya. Pilihan mereka yang ekstrim untuk berganti penampilan yang berlawanan
dengan identitas seksual aslinya ini tentunya bukan tanpa resiko. Penolakan dari masyarakat akan menjadi momok utama kelompok ini, karena sebagian besar
masyarakat kita masih menganggap waria sebagai penyakit masyarakat. Belum lagi sulitnya mencari pekerjaan, membuat kartu identitas dan sejumlah masalah
sosial lainnya yang seringkali membuat kelompok waria ini cenderung menarik
38
http:bambangpriantono.multiply.comstyle-custombambangpriantono31custom.css, judul
artikel Indonesia, Dangerously Beautiful, diakses pada 27 Maret 2008 pukul 19.49 WIB
39
Puspitosari, op.cit, hal 10
commit to user
27 diri dari masyarakat, dan lebih suka bergaul hanya dengan sesama waria bahkan
cenderung mencurigai orang lain di luar komunitasnya. Masalah penerimaan masyarakat ini pada akhirnya menyeret banyak waria mengais rejeki di jalan
dengan menjadi pengamen, bahkan PSK, sehingga sering kali masyarakat mengidentikkan waria dengan penghibur jalanan.
Namun, ternyata kenyataan ini tidak menghambat para waria untuk berekspresi lewat pakaiannya. Menurut mereka, disukai atau tidak, mereka
memiliki kebutuhan yang tidak terelakkan untuk berpenampilan sesuai dengan panggilan jiwa masing-masing. Disilah letak keistimewaaan fashion, di mana
fashion tidak sekedar bisa untuk menutupi kekurangan dalam tubuh atau sekedar menutup bagian tubuh untuk alasan kesopanan, namun lebih jauh lagi fashion
dapat membawa pemakainya untuk menunjukkan kepribadiannya bahkan menyerukan pemberontakan sekalipun. Hal ini dianggap sebagai suatu fungsi
komunikasi, di mana fashion dianggap sebagai alat komunikasi yang berfungsi menyampaikan keinginan pemakainya untuk menunjukkan
image
apa yang ingin ia sampaikan melalui pakaiannya hingga bahkan fashion menjadi jembatan
pembentukan identitas diri. Identitas dapat dilihat dari dua kacamata, yaitu kacamata subjektif yaitu
bagaimana orang tersebut melihat dirinya, dan yang kedua kacamata objektif yaitu bagaimana orang menilai dirinya. Identitas diri bagi waria adalah identitas
subjektif yang dikembangkan, dimana mereka berusaha mengubah pandangan
orang lain terhadap identitas diri mereka dalam hal ini jenis kelamin.
commit to user
28
F. DEFINISI KONSEP